You are on page 1of 36

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 0 BAB I .............................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1 1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 1 1.4 Manfaat.................................................................................................................................. 2 BAB II............................................................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 3 2.1 Definisi Obat Emergeny ................................................................................................... 3 2.2 Tujuan terapi Obat emergency ......................................................................................... 3 2.3 Klasifikasi......................................................................................................................... 3 2.4 Jenis-jenis Obat Emergency ........................................................................................... 10 BAB III ......................................................................................................................................... 34 PENUTUP..................................................................................................................................... 34 4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan zat atau bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan, mengurangi gejala penyakit, memulihkan kesehatan dan untuk memperbaiki atau memperelok tubuh (Dinkes, 2013). Berdasarkan sifat pemakaiannya, obat-obat yang tertuang dalam Formularium Rumah Sakit dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat darurat dan obat bukan gawat darurat. Obat gawat darurat merupakan sebagian dari obat obatan yang harus ada dalam persediaan ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan karena pengaruhnya yang begitu besar terhadap pelayanan yang terkait yaitu mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan (Hadiani, 2013) Obat gawat darurat bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan kecacatan seumur hidup. Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien obat gawat darurat dibedakan menjadi kategori yaitu Obat kategori Vital, Essential dan Desirable (VED). Obat kategori Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk menyelamatkan hidup, obat kategori ini mutlak tersedia sepanjang waktu dalam persediaan ruangan. Kekosongan obat jenis ini akan berakibat fatal dan tidak dapat ditoleransi. Obat kategori Essential adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat lebih rendah dibandingkan kategori vital, masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 24 jam. Obat kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat paling rendah dibandingkan Vital dan Essential, masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 48 jam. Obat gawat darurat sering digunakan terutama di UDG. Obat tersebut sangat bermacammacam. Diantaranya aminofilin digunakan untuk menghilangkan gejala asma, amiodarone digunakan untuk Henti jantung tak respon (refrakter) terhadap RJP, atropine digunakan untuk Intoksikasi organofosfat, cedocard digunakan untuk mencegah atau mengobati nyeri dada (angina), diazepam digunakan untuk mengatasi kejan dan masih banyak jenis obat emergency lainnya. Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, dan bermacam-macam pula obat emergensi, sebagai perawat memerlukan pemahaman sebagai modal sebelum memberikan obat kepada pasien. Sebagai perawat kita harus melihat kasus per kasus karena setiap kasus akan berbeda pula obat emergensi yang diberikan. Dengan demikian, pasien akan tertolong dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian vatal yang diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah konsep dari obat emergency? 1.3 Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum 1

1.3.1.1.Menjelaskan konsep obat emergency 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.1.1.Menjelaskan pengertian obat emergency 1.3.1.2.Menjelaskan tujuan obat emergency 1.3.1.3.Menjelaskan macam-macam obat emergency 1.3.1.4.Menjelaskan indikasi dari tiap macam obat 1.3.1.5.Menjelaskan kontraindikasi dari tiap macam obat emergency 1.3.1.6.Menjelaskan efek samping dari tiap macam obat emergency 1.3.1.7.Menjelaskan perhitungan obat 1.4 Manfaat Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang obat emergency serta memahami aplikasi pada keperawatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obat Emergeny Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.(2) Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat, adrenalin, kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalin 2.2 Tujuan terapi Obat emergency Tujuan terapi obat pada pasien kritis sama pada setiap individu: untuk mencapai efek yang diinginkan dengan meminimalkan efek yang merugikan. Berbagai faktor dapat mengubah farmakodinamik dan farmakokinetik yang akhirnya mempengaruhi keefektifan terapi obat (Stillwell, 2011). 2.3 Klasifikasi Berdasarkan sifat pemakaiannya obat-obat yang tertuang dalam Formularium Rumah Sakit dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat darurat dan obat bukan gawat darurat. Obat gawat darurat merupakan sebagian dari obatobatan yang harus ada dalam persediaan ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan karena pengaruhnya yang begitu besar terhadap pelayanan yang terkait. Obat ini bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan kecacatan seumur hidup. Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien obat gawat darurat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu Obat kategori Vital, Essential dan Desirable (VED). VED bertujuan untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien. Kategori obat tersebut adalah : 1. Obat kategori Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk menyelamatkan hidup, obat kategori mutlak tersedia sepanjang waktu dalam persediaan ruangan. 3

2. Obat kategori Essential adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat lebih rendah daripada kategori vital. 3. Obat kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat paling rendah daripada Vital dan Essential. Obat ini biasanya dalam sedian oral untuk penanganan pasien lebih lanjut. Dibawah ini merupakan penggolongan obat anestesi-emergency. Tabel 3.1 Penggolongan Obat Emergency
Obat-Obatan Anestesi Umum: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Sulfas Atropin Pethidin Propofol/ Recofol Succinil Cholin Tramus Sulfas Atropin Efedrin Buvanest atau Bunascan Catapress (untuk menambah efek buvanest) Atropin Efedrin Ranitidin Ketorolac Metoklorpamid Aminofilin Asam Traneksamat Adrenalin Kalmethason furosemid (harus ada untuk pasien urologi) lidocain gentamicyn salep mata Oxitocyn (untuk pasien obsgyn) Methergin (untuk pasien obsgyn) Adrenalin

Obat untuk Anestesi Spinal: Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:

(sumber: Menguak misteri kamar bius, www.doktermudaliar.wordpress.com)

Pada tahap premedikasi, obat dapat digolongkan menjadi tiga yaitu (1) golongan narkotika, (2) Golongan Sedativa dan Transquilizer, dan (3) golongan obat pengering. Tabel 3.2 Penggolongan Obat Premedikasi
1. Golongan Narkotika Analgetika sangat kuat. Jenisnya : petidin dan morfin. Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan. Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.

2. Golongan Sedativa dan Transquilizer -

Pethidin diinjeksikan pelan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, menekan TD dan nafas, merangsang otot polos. Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan, mengurangi kecemasan dan ketegangan, menekan TD dan nafas, merangsang otot polos, depresan SSP, pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus, mual muntah (+) Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk. Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer. Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi. Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak lebih gelisah Barbiturat : menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi, depresan lemah nafas dan silkulasi, mual muntah jarang Diazepam : induksi, premedikasi, sedasi, menghilangkan halusinasi karena ketamin, mengendalikan kejang, menguntungkan untuk usia tua, jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia, serta premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg Bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks vagal. Contoh: sulfas atropine dan skopolamin. Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis: dietileter atau ketamin

3. Golongan Obat Pengering -

(sumber: Menguak misteri kamar bius, www.doktermudaliar.wordpress.com) Tabel 3.3 Penggolongan Obat yang lain
A. Obat Induksi intravena 1. Ketamin/ketalar - efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik( tidak untuk nyeri visceral) - Efek hipnotik kurang - Efek relaksasi tidak ada - Refleks pharynx dan larynx masih ckp baik batuk saat anestesi refleks vagal - disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat padart mulai sadar dpt timbul eksitasi - Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya) - TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin. - dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk penderitapenderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih

2.

ringan. Dosis berlebihan secara iv dapat menimbulkan depresi napas Pada anak dpt timbulkan kejang, nistagmus Meningkatkan kadar glukosa darah + 15% Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit Metabolisme di liver (hidrolisa dan alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular otak Indikasi a. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar. b. Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf). c. Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy) d. Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok. e. Untuk tindakan operasi kecil. f. Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada. g. Pasien asma Kontraindikasi a. hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg b. riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD) c. Dekompensasi kordis Relative: d. Riwayat kelainan jiwa e. Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik Profolol a. Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak kedelai dan postasida telur yg dimurnikan. b. Kdg terasa nyeri pada penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol jarang pada anak karena sakit dan iritasi pada saat pemberian c. Analgetik tdk kuat d. Dpt dipakai sbg obat induksi dan obat maintenance e. Obat setelah diberikan didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh. f. Metabolisme di liver dan metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal. g. Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak Efek Samping a. bradikardi. b. nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar. c. Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan d. Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan e. Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik. Triopenthal Ultra short acting barbiturat Dipakai sejak lama (1934) Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dlm air Penthotal a. Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) dan 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades b. Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8 c. Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun) -

d. Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah e. Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ) efek sedasidanhipnosis cepat tjd, tp sifat analgesik sangat kurang f. TIK g. Mendepresi pusat pernapasan h. Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan i. depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah hipotensi. Dpt menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal j. tak berefek pada kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta k. Dpt melewati ASI l. menyebabkan relaksasi otot ringan m. reaksi. anafilaktik syok n. gula darah sedikit meningkat. o. Metabolisme di hepar p. cepat tidur, waktu tidur relatif pendek q. Dosis iv: 3-5 mg/kgBB Kontraindikasi a. syok berat b. Anemia berat c. Asma bronkiale menyebabkan konstriksi bronkus d. Obstruksi sal napas atas e. Penyakit jantung dan liver f. kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal) B. Obat Anestetik inhalasi Halothan/fluothan 1 a. Tidak berwarna, mudah menguap b. Tidak mudah terbakar/meledak c. Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya Efek: a. Tidak merangsang traktus respiratorius b. Depresi nafas stadium analgetik c. Menghambat salivasi d. Nadi cepat, ekskresi airmata e. Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup f. Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus g. Depresi otot jantung aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin) h. Depresi otot polos pembuluh darah vasodilatasi hipotensi i. Vasodilatasi pembuluh darah otak j. Sensitisasi jantung terhadap katekolamin k. Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks

l. Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis) m. Menghambat kontraksi otot rahim n. Absorbsi dan ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh o. Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance Keuntungan a. cepat tidur b. Tidak merangsang saluran napas c. Salivasi tidak banyak d. Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale e. Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi) f. Kadang tidak mual dan tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak Kerugian a. overdosis b. Perlu obat tambahan selama anestesi c. Hipotensi karena depresi miokard dan vasodilatasi d. aritmia jantung e. Sifat analgetik ringan f. Cukup mahal g. Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan 2 Nitrogen Oksida (N2O) gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam darah. Efek: a. Analgesik sangat kuat setara morfin b. Hipnotik sangat lemah c. Tidak ada sifa relaksasi sama sekali d. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP e. jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya. Eter a. tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang b. iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus c. margin safety sangat luas d. murah e. analgesi sangat kuat f. sedatif dan relaksasi baik g. memenuhi trias anestesi h. teknik sederhana Enfluran a. isomer isofluran b. tidak mudah terbakar, namun berbau. c. Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang (pada EEG). d. Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan. Isofluran a. cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar b. menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.

c. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran Sevofluran a. tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa. b. tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis C. Obat Muscle Relaxant a. Bekerja pada otot bergaris: terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis dan relaksasi otot-otot ekstremitas. b. Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas mandibula intercostalis abdominal diafragma. c. Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan. d. Obat ini membantu pada operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk keluar dan terjadi relaksasi e. Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi f. Durasi 1) Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin 2) Short (10-15 menit) : mivakurium 3) Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium 4) Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium, doksakurium, galamin g. Efek terhadap kardiovaskuler 1) tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin dan (penghambatan ganglion) 2) pankuronium : menaikkan tekanan darah 3) suksinilkolin : aritmia jantung 6

Tabel 3.4 Penggolongan Obat Muscle Relaxant


Sediaan Depolarisasi Suksinilkolin, dekametonium Non Depolarisasi Tubokurarin/kurare, Atrakurium Besilat, vekuronium, matokurin, alkuronium, Pankuronium (Pavulon), galamin, fasadinium, rekuronium, tindakan relaksasi yg lama. pada geriatri, kelainan jantung, hati, ginjal yang berat 30 mnt 1 jam + (antikolinesterase, mis: prostigmin) + (bradikardi, hipersekresi, cardiac arrest) Tubokurarin/kurare(+) Pankuronium (-)

indikasi

durasi fasikulasi Obat antagonis lewat barier plasenta Efek muskarinik Hiperkalemi Pelepasan histamin (hipotensi, hipersekresi asam lambung, spasme bronkhus) Efek samping

tindakan relaksasi singkat pemasangan pipa endotracheal/spasme laring 5-10 mnt + - (aman pada SC) < + +

Menurunnya atau meningkatnya HR dan BP

Myalgia post op Meningkat tekanan intragaster, intraokuler dan intrakranial Malignant hyperthermia - Myoklonus

Tabel 3.5 Obat Darurat


Nama Efedrin Berikan bila Dosis TD menurun >20% dari TD awal 2 cc spuit (biasanya bila TD sistol <90 diberikan) Sulfas atropin Aminofilin Bradikardi (<60) bronkokonstriksi 2 cc spuit 5 mg/kgBB Spuit 24mg/ml Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB Spuit 5 mg/cc Adrenalin Cardiac arrest 0,25 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori) Prakteknya beri sampai aman Succinil cholin Spasme laring 1 mg/kgBB (1cc spuit

2.4 Jenis-jenis Obat Emergency Adapun macam-macam obat emergency sebagai berikut: 1. EPINEFRIN (ADRENALIN) Klasifikasi: Bronkodilator, vasopressor, stimultan jantung Efek: Epinefrin meningkatkan kontraktilitas miokardium, FJ, TDS, dan CJ. Epinefrin juga merelaksasikan otot polos bronkial. Indikasi. Henti jantung, reaksi hipersensitivitas, anafilaksis, serangan asma akut, bradikardia simtomatik, hipotensi berat. Kontraindikasi. 10 yang akan dibahas dalam referat ini adalah

Glaukoma sudut sempit akut dan insufisiensi koroner Pemberian Dosis Untuk pasien yang mengalami henti jantung, berikan 1 mg melalui intravena (ikuti dengan 20 ml cairan IV) atau 2 sampai 2,5 mg yang diencerkan dalam 10 ml SN melalui endotrakea setiap 3-5 menit. Ikuti dengan lima inhalasi yang kuat. Sebagai vasopresor, berikan sebagai infus IV sebanyak 2-10 mcg/menit dan titrasi sampai terjadi respon yang diinginkan; 1mg/250ml D5W menghasilkan 4mcg.ml. Untuk bronkospasme atau anafilaksis, berikan 0,1-1,5 mg (0,1-0,5 larutan 1:1000) melalui subkutan dan ulangi setiap 10-20 menit. Jika menggunakan rute IV,berikan 0,1-0,25 mg (12,5ml larutan 1:10.000). Catatan: larutan epinefrin 1:1000 mengandung 1mg/ml; larutan epinefrin 1:10.000 mengandung 0,1 mg/ml. Tabel 3.6 Dosis Isoproteol dan Epinefrin (Isoproteol dan Epinefrin: 1mg/250ml; konsentrasi 4mcg/ml) Dosis (mcg/menit) 1 2 3 4 Tindakan kewaspadaan. Gunakan dengan hati-hati pada pasien lansia dan pasien dengan angina, hipotiroidisme, hipertensi, psikoneurosis, dan diabetes. Epinefrin harus diberikan dengan hati-hati pada pasien yang mengalami asma bronkial yang berlangsung lama dan emfisema yang menyebabkan penyakit jantung degeneratif. Jangan berikan secara bersamaan dengan isoproterenolkematian dapat terjadi. Epinefrin meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan dapat menyebabkan angina dan iskemia miokardium. Injeksi lokal yang berulang dapat menyebabkan nekrosis di area injeksi tersebut. Penatalaksanaan pasien: 1. Pantau EKG kontinu 2. Pantau TD dan FJ (frekuensi jantung) setiap 2-5 menit selama infus awal dan selama titrasi obat, 11 Kecepatan (ml/jam) 15 30 45 60

3. Gunakan alat infus; validasi kecepatan infus dan obat yang benar. Gunakan akses vena sentral 4. Jangan gunakan port proksimal kateter AP (arteri pulmonal) untuk menginfuskan epinefrin jika hasil pemeriksaan CJ (curah jantung) didapatkan. 5. Evaluasi respon pasien; pantau IJ (indeks jantung) 6. Observasi adanya efek yang merugikan: nyeri dada disritmia, sakit kepala, gelisah, pusing, mual dan muntah, kelemahan, dan vasokontriksi yang berlebihan 7. Laporkan ketidakmampuan obat untuk mempertahankan efek yang diinginkan walaupun dosis ditingkatkan (Stillwell, 2011). 2. AMIODARON (CORDARONE) Klasifikasi : antidisritmia Efek : memperpanjang durasi potensial aksi, menekan kecepatan konduksi, memperlambat konduksi pada nodus AV. Mengurangi beban kerja jantung dan konsumsi oksigen miokardium melalui efek vasodilatornya. Indikasi : takidisritmia atrium dan ventrikel Kontraindikasi : sinus brakikardia berat, blok AV derajat dua atau tiga, syok kardiogenik Pemberian Dosis : pada henti jantung, berikan 300 mg bolus IV ; ulangi dengan 150 mg melalui intravena dalam 3-5 menit ( dosis maksimum adalah 2,2 g dalam 24 jam). Pada takikardia kompleks-luas, berikan 150 mg melalui intravena selama 10 menit; ulangi dengan 150 mg setiap 10 menit jika dibutuhkan; dosis muatan infus yang lambat sebanyak 360 mg melalui intravena dapat diberikan selama 6 jam; infus rumatan adalah 540 mg melalui intravena selama 18 jam. Tindakan Kewaspadaan : hipokalemia dan hipomagnesemia harus dikoreksi sebelum amiodaron diberikan. Amiodaron adalah prodisritmia; disritmia yang ada dapat memburuk atau disritmia yang baru dapat berkembang. Internal QT meningkat. Hipotensi dan efek inotropik negatif dapat terjadi. Toksisitas paru-paru dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang. Penatalaksanaan Pasien : 1. Pantau FJ, irama jantung, dan TD secara kontinu selama pemberian infus. 2. Waspadai adanya perpanjangan interval QT. 12

3. Kaji adanya gangguan penglihatan dan laporkan awitan gangguan tersebut kepada dokter. 4. Observasi adanya efek yang merugikan: hipotensi, disritmia, hepatotoksitas, gangguan penglihatan. 5. Pantau respons pasien terhadap interaksi obat setelah pemberian amiodaron dihentikan karena waktu paruh amiodaron lama (Stillwell, 2011). 3. ATROPIN Klasifikasi : antikolinergik Efek : atropin meningkatkan konduksi melalui nodus AV dan meningkatkan FJ. Indikasi : sinus brakikardia simtomatik, asistole, atau aktivitas listrik tanpa denyut nadi brakikarida. Kontraindiaksi : adhesi antara iris dan lensa, kerusakan hepar dan ginjal lebih lanjut, asma, glaucoma sudut-sempit, penyakit obstruktif pada saluran GI dan saluran kemih, miastenia gravis, dan ileus paralitik. Pemberian Dosis : untuk brakikardia, berikan 0,5 1 mg bolus IV setiap 3-5 menit hingga terjadi respons yang adekuat atau dosis total 0,04 mg/kg diberikan. Dosis kurang dari 0,5 mg dapat menyebabkan brakikardia lebih lanjut. Untuk asistol, atau aktivitas listrik tanpa denyut nadi, berikan 1 mg melalui intravena; ulangi setiap 3-5 menit jika diperlukan atau sampai dosis maksimum 0,03-0,04 mg/kg. Atropin dapat diberikan sebagai bolus IV yang tidak diencerkan pada situasi darurat. Atropin juga dapat diberikan melalui slang endotrakeal dengan mengencerkan 2-3 mg dalam 10 ml salin normal (NS) dan diikuti oleh lima inhalasi yang kuat. Tindakan Kewaspadaan : dengan adanya infark akut, atropin dapat meningkatkan iritabilitas jantung. Hindari pada brakikardia hipotermik. Penatalaksanaan Pasien : 1. Pantau FJ untuk mengatahui respons terhadap terapi (>60x/menit diinginkan); waspadai perkembangan VF atau VT. 2. Dosis yang diberikan berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kulis panas dan kemerahan, delirium, koma, atau kematian (Stillwell, 2011).. 4. DOBUTAMIN (DOBUTREX) Klasifikasi : inotrope, agonis 1 13

Efek : dobutamin meningkatkan kontraktilitas miokardium dan meningkatkan CJ tanpa perubahan TD yang signifikan. Dobutamin meningkatkan aliran darah coroner dan konsumsi oksigen miokardium. Indiaksi : gagal jantung, dekompensasi jantung Kontraindikasi : stenosis subaortik hipertrofik idiopatik, syok tanpa penggantian cairan adekuat; sensivitas sulfit. Pemberian Dosis : infus IV adalah 2-20 mcg/kg/menit yang difiltrasi sampai terjadi respons pasien yang diinginkan. Konsentrasi 250 mg/250 ml D5W menghasilkan 1 mg/ml. Konsentrasi larutan tidak syok terjadi. Tindakan Kewaspadaan : pemantauan hemodinamik direkomendasikan untuk manfaat yang optimal ketikan dobutamin diberikan. Kekurangan cairan harus dikoreksi sebelum infus dobutamin. Pada dosis yang lebih dari 20 mcg/kg/menit, peningkatan FJ dapat terjadi. Dobutamin memfasilitasi konduksi melalui nodus AV dan dapat menyebabkan respons ventrikel yang cepat pada pasien dengan fibrilasi atrium yang diatasi secara tidak adekuat. Penggunaan secara bersamaan dengan anestetik umum dapat meningkatkan potensi untuk disritmia ventrikel. Penatalaksanaan Pasien : 1. Gunakan vena yang besar untuk pemberian dobutamin; pompa infus harus digunakan untuk mengatur kecepatan aliran. 2. Koreksi hipovolemik sebelum memulai pemberian dobutamin. 3. Titrasikan sehingga FJ tidak >10% dari nilai normal. 4. Periksa TD dan FJ setiap 2-5 menit selama pemberian awal dan selama titrasi obat. 5. Pantau IJ, PAWP, dan haluaran urine secara kontinu selama pemberian obat dobutamin. 6. Observasi adanya efek yang merugikan: takikardia, hipertensi, nyeri dada, sesak napas, dan disritmia jantung (Stillwell, 2011).. 5. DOPAMIN (INTROPIN) Klasifikasi: Simpatomimetik, vasopressor, inotropik Efek :

14

Dopamine dalam dosis rendah (1-2 mcg/kg/menit) meningkatkan aliran darah ke ginjal sehingga meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urine, dan ekskresi natrium (Na). dalam dosis rendah sampai sedang (2-10 mcg/kg/menit), dopamin meningkatkan kontraktilitas miokardium dan CJ. Dalam dosis tinggi (10-20 mcg/kg/menit), dopamin meningkatkan tahanan perifer dan vasokonstriksi ginjal (Stillwell, 2011). Efek samping yang sering muncul adalah denyut ektopik, takikardia, sakit karena angina, palpitasi, hipotensi,vasokonstriksi, sakit kepala, mual, muntah, dispnea. Sedangkan bradikardia, aritmia ventrikular (dosis tinggi), gangrene, hipertensi,ansietas, piloereksi, peningkatan serum glukosa, nekrosis jaringan (karena ekstravasasi dopamin), peningkatan tekanan intraokular, dilatasi pupil, dan azotemia,polyuria jarang terjadi. Indikasi : Keadaan syok, brakikardia simtomatik Kontraindikasi : Takidisritmia yang tidak dikoreksi, feokromositoma, VF (fibrilasi ventrikular) Pemberian Dosis : Dewasa: dosis rendah : 1-5 mcg/kg/menit melalui intravena; dosis sedang : 5- 10 mcg/kg/menit; dosis tinggi : 10-20 mcg/kg/menit sampai 50 mcg/kg/menit. Bayi : 1-20 mcg/kg/menit, infus kontinyu. Anak-anak : 1-20 mcg/kg/menit, maksimum 50

mcg/kg/menit. Titrasikan sampai terjadi efek dan/atau respons ginjal. Konsentrasi 400 mg/500 ml D5W menghasilkan 800 mcg/ml. Infus boleh ditingkatkan 4 mcg/kg/menit pada interval 10-30 menitsampai respon optimal tercapai. Tindakan kewaspadaan : penggunaan secara bersamaan dengan penyekat dapat melawan efek dopamin. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang mendapatkan inhibitor monoamina oksidase (MAO) dan fenitoin karena obat tersebut dapat menyebabkan krisis hipertensi. Gunakan dengan hati-hati pada pasen dengan penyakit vaskular oklusif, embolisme arteri, dan endarteritis diabetic. Koreksi status hipovolemia sebelum memberikan dopamin. Ekstravasasi dapat menyebabkan nekrosis dan pengelupasan jaringan sekitarnya. Cara Kerja Obat:

15

Dopamine adalah agen vasopressor dan inotropic. Dopamine bekerja dengan cara meningkatkan kekuatan memompa pada jantung dan suplai darah ke ginjal dan diggunakan untuk meningkatkan fungsi jantung ketika jantung tak mampu memompa cukup darah (Stillwell, 2011). 6. HEPARIN Klasifikasi : antikoagulan, antitrombotik Efek : menghambat antitrombonin III, mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin dan prototmbin menjadi thrombin Indikasi : terapi thrombosis dan emboli; terapi adjuvan pada IMA Kontraindikasi : hipersensivitas, perdarahan aktif (kecuali koagulasi intravascular diseminata [DIC]); hemophilia; baru menjalani pembedahan intracranial, intraspinal, atau mata; trombositopenia berat; hipertensi berat; atau gangguan perdarahan. Pemberian Dosis : terapi adjuvan pada IMA : bolus dengan 60 IU/kg (maksimum 4.000 IU) yang diikuti dengan infus 12 IU/kg/jam (maksimum 1.000 IU/jam untuk pasien >70 kg); sesuaikan infus dengan masa tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT) (1,5-2 kali kontrol selama 48 jam atau sampai angiografi) Tindakan Kewaspadaan : setiap kondisi atau prosedur yang terdapat risiko hemoragi: heparin tersedia dengan banyak kekurangan. Baca label dengan cermat. Penatalaksanaan Pasien : 1. Kaji adanya perdarahan: perdarahan gigi, petekia, ekimosis, hematuria, epistaksis, hemoptysis, dan melena; periksa semua tempat kateter dan tempat pungsi sebelumnya; kaji tanda neurologis (perdarahan intrakranial); kaji adanya perdarahan retroperitoneal (nyeri punggung, kelemahan tungkai). 2. Pantau hasil aPTT. Ikut protokol heparin institusional. 3. Pantau kadar Ht dan hemoglobin (Hb) dan hitung trombosit. 4. Pantau FJ dan TD. 5. Minimalkan perdarahan: hindari injeksi IM dan terapi invasive lain; penanganan pasien dengan hati-hati. 6. Observasi adanya efek yang merugikan: perdarahan, trombositopenia (Stillwell, 2011).. 7. MORFIN SULFAT 16

Klasifikasi : analgesik opiate Efek : mengurangi transmisi impuls nyeri; mengurangi kebutuhan oksigen miokardium; mengatasi kongesti paru Indikasi : nyeri dada dengan ACS yang tidak berespons terhadap nitrat, edema paru kardiogenik Kontraindikasi : hipersensivitas, frekuensi pernapasan <12kali/menit Pemberian Dosis : 2-4 mg melalui intravena selama 1-5 menit setiap 5-30 menit Tindakan Kewaspadaan : status gangguan pernapasan, hipovolemia Penatalaksanaan Pasien : 1. Dosis diindividualisasikan berdasarkan respons pasien; berikan secara perlahan melalui rute IV. 2. Kaji nyeri dengan menggunakan laporan diri pasien kapan pun memungkinkan. 3. Pantau frekuensi pernapasan. 4. Pantau FJ dan Td serta tingkat sedasi. 5. Observasi adanya efek yang merugikan: brakikardia, hipotensi, depresi pernapasan, dan apnea (Stillwell, 2011). 8. PAVULON Penggunaan : relaksasi otot rangka Reaksi samping utama : Kardiovaskuler : takikardia, hipertensi. Pulmoner : hipoventilasi, apne, bronkospasme. GI : salvias. Alergik : kemerahan, anafilaktoid. Musculoskeletal : blok yang tidak adekuat, blok yang perpanjang. Dosis : Intubasi : IV 0,04-0,1 mg/kg, Pemeliharaan : IV 0,01-0,05 mg/kg (10%-50% dari dosis . intubasi),Infuse : 1-5 g/kg/menit. Prapengobatan/priming : IV 10% dari dosis intubasi diberikan 3-5 meit sebelum dosis relaksasan depolarisasi/nendepolarisasi Eliminasi : ginjal, hati Kemasan : suntikan 1 mg/ml, 2 mg/ml Farmakologi :

17

steroid biskuartener sintetik ini merupakan obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi beraksi panjang. Obat ini bertindak dengan berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhiran motorik. Pankuronium berkaitan dengan peningkatan nadi dapat timbul sebagai akibat aksi vagolitik pada jantung. Peningkatan tekanan arteri rerata dan curah jantung dapat terjadi melalui aktivasi susunan saraf simpatik dan inhibisi dari ambilan balik katekolamin. Dengan infuse yang kontinu (16 jam), pemulihan dapat diperpanjang karena akumulasi dari metabolit aktif. Jarang terjadi pelepasan histamine. Farmakokinetik : Awitan aksi : 1-3 menit Efek puncak : 3-5 menit Lama aksi : 40-65 menit Peringatan : Pantau espon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis. Efek reverse dengan antikolinesterase seperti neostigmin, edrofonium, atau piridostigmin bromide bersama dengan atropine atau glikopirolat. Dosis prapengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat blockade neuromuskuler yang pada beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi. Kelumpuhan yang diperpanjang (beberapa hari hingga beberapa bulan) dapat terjadi setelah dihentikannya infuse jangka-panjang pada psien perawatan intensif khususnya pada mereka dengan gagal ginjal, ketidak seimbangan elektrolit (hipokalemia, hipokalsemia,

hipermagnesemia) atau pemakaian bersama kortikosteroid dan/atau aminoglikosida. Hal ini disebabkan oleh perkembangan miopati akut dan blockade neuromuskuler persisten sebagai akibat sekunder dari penumpukan metabolit aktif, terutama pankuronium 3-desa-setil. 9. PENTHATOL a. Zat dari sodium thiopental. Bentuk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) dan 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades b. Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8 c. Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun) d. Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah e. Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ) 18

f. TIK Efek: Efek sedasi dan hipnosis cepat terjadi, tapi sifat analgesik sangat kurang. Mendepresi pusat pernapasan, membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan, depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah hipotensi. Dpt menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal, tak berefek pada kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta, Dpt melewati ASI, menyebabkan relaksasi otot ringan, reaksi. anafilaktik syok, gula darah sedikit meningkat.Metabolisme di hepar, cepat tidur, waktu tidur relatif pendek Kontraindikasi Syok berat, Anemia berat, Asma bronkiale, obstruksi saluran napas atas, penyakit jantung dan liver, kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal) Dosis IV: 3-5 mg/kgBB 10. Efedrin Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma-huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang kemudian dapat diolah menjadi efedrin. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor mungkin bermanfaan pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai susunan saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang SSP ringan. Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat turunan efedrin, telah tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat-obat dekongestan. Meskipun demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku methamfetamin meyebabkan penjualannya telah dibatasi. Kontra indikasi Sangat sensitif terhadap efedrin atau komponen formulasi, aritmia, glaukoma, sudut tertutup penggunaan bersama dengan agen simpatomimetik. Efek samping Kardiovaskular : Aritmia, nyeri dada, depresi pada tekanan darah, hipertensi, palpitasi, takikardia, pucat yang tidak biasa. SSP : agitasi, kecemasan, efek menstimulasi SSP, pening, eksitasi ketakutan, hiperaktivitas, insomnia, irritabilitas, gugup, tidak bisa istirahat. Gastrointestinal : anoreksia, gangguan lambung, mual, muntah, xerostamia. Neuromaskular dan skletal: tremor, lemah. Pernapasan : dyspnea. 4 Efek samping 19

Kardiovaskular : Aritmia, nyeri dada, depresi pada tekanan darah, hipertensi, palpitasi, takikardia, pucat yang tidak biasa. SSP : agitasi, kecemasan, efek menstimulasi SSP, pening, eksitasi ketakutan, hiperaktivitas, insomnia, irritabilitas, gugup, tidak bisa istirahat. Gastrointestinal : anoreksia, gangguan lambung, mual, muntah, xerostamia. Neuromaskular dan skletal: tremor, lemah. Pernapasan : dyspnea Dosis pemberian obat Jika digunakan secara oral sebagai bronkodilator (dalam kombinasi tetap dengan ekspektoran) atau sebagai dekongestan, nasal, dosis lazim dewasa 25-50 mg setiap 3-4 jam jika diperlukan. Dalam pengobatan sendiri sebagai bronkodilator (dalam kombinasi tetap dengan ekspektoran) untuk dewasa dan anak > 12 tahun, dosis lazim adalah 12,5-20 mg setiap 4 jam, tidak lebih dari 150 mg dalam 24 jam. Untuk pemakaian oral sebagai bronkodilator untuk anak > 2 tahun, efedrin diberikan pada dosis 2-3 mg/kg atau 100 mg/m2 setiap hari dalam 4-6 dosis terbagi (misalnya 0,3- 0,5 mg/kg setiap 4 jam). Sebagai alternatifnya, untuk penggunaannya sebagai bronkodilator pada anak 6-12 tahun, Dosis oral 6,25 - 12,5 mg setiap 4 jam, tidak lebih dari 75 mg dalam 24 jam. Pemakaian efedrin pada anak < 12 tahun harus dibawah pengawasan dokter. Penggunaan efedrin secara parenteral untuk mengurangi bronkospasma, akut, parah, dosis efektif yang paling rendah (biasanya 12,5 - 25 mg). Dosis selanjutnya disesuaikan dengan respon pasien. Dosis lazim dewasa untuk pemberian IM adalah : 25 -50 mg (range 1050 mg). Jika masih dibutuhkan, pemberian dosis kedua sebesar 50 mg IM atau dosis 25 mg IV. Untuk pemberian IV injeksi langsung, dosis 5 -25mg dapat diberikan secara perlahan. Jika diperlukan, untuk mendapat dosis respon yang diinginkan, dosis tambahan IV yang diperlukan dapat diberikan dalam waktu 5 - 10 menit. Dosis dewasa parenteral tidak melebihi 150 mg dalam 24 jam. Anak-anak dapat menerima 2-3 mg/kg atau 67-100 mg/m2 secara subkutan, IM atau IV setiap hari dalam 4 -6 dosis terbagi (Matindale, 2005) 11. Sulfas Atropin (Anti Muskarinik) Penghambat reseptor muskarinik atau anti-muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: 1. Alkaloid antimuskarinik : Atropin dan Skopolamin 2. Derivat semisintetisnya, dan 3. Derivat sintetis

20

Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan. Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik. Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk: 1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik. 2. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum. 3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit Parkinson 4. Bronkodilatasi 5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna. Atropin (campuran dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat dengan tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik. Mekanisme kerja Menghambat aksi asetilkolin pada bagian parasimpatik otot halus, kelenjar sekresi dan SSP, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, mengantagonis histamin dan serotonin. Indikasi Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic), Mydriasis dan cyclopedia pada mata. Premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan anestesia inhalasi. Mengembalikan bradikardi yang berlebihan. Bersama dengan neostigmin untuk

mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular. Antidotum untuk keracunan organophosphor. Resusitas Kardio-Pumober (Cardiopulmonary resuscitation). Kontraindikasi Antimuscarinic kontraindikasi pada angle-closure glaucoma (glaukoma sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek samping muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat Efek samping Efek samping antimuskarinik termasuk kontipasi, transient (sementara) bradycardia (diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil 21

dengan kehilangan akomodasi , fotophobia, mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang terjadi kadang-kadang : kebingungan (biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing. DOSIS 1. Premedikasi, injeksi intra vena 300 600 mcg , segera sebelum induksi anestesia, anakanak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Pemberian injeksi subcutan atau intramuscular 300 600 mcg 30 60 menit sebelum induksi; anak-anak 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg). 2. Intra-operative bradicardia , pemberian injeksi intravena, 300 600 mcg (dosis yang lebih besar pada kondisi emergensi); anak-anak (unlicensed indication) 1- 12 tahun 10 20 mcg/kg 3. Untuk mengendalikan efek muskarinik pada penggunaan neostigmin dalam melawan penghambatan neuromuskular kompetitif , pemberian injeksi intravena 0,6 1,2 mg ; anak-anak dibawah 12 tahun (tetapi jarang digunakan) 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg) dengan neostigmin 50 mcg/kg. 4. Pengobatan bradikardia, pulseless electrical activity (PEA) dalam serangan jantung. Dosis untuk bradiasystolic adalah 0,5-1 mg IV push setiap tiga sampai lima menit, sampai dosis maksimum 0,04 mg / kg. Untuk bradikardia gejala, dosis biasa adalah 0,51,0 mg IV push, dapat mengulang setiap 3 sampai 5 menit sampai dosis maksimum 3,0 mg (Matindale, 2005) 12. Aminofilin (Derivat Xantin: theophylline ethylenediamine) Derivat xantin yang terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffea Arabica, Teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin. Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin. Ketiganya merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip dengan asam urat. Mekanisme Kerja: Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase (PADAE) sehingga mencegah pemecahan cAMP dan cGMP masing-masing menjadi 5-AMP dan 5-GMP.Penghambatan PADAE

menyebabkan akumulasi cAMP dan cGMP dalam selsehingga menyebabkan relaksasi otot 22

polos, termasuk otot polos bronkus. Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif pada reseptor adenosin.Adenosin dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma danmemperkuat penglepasan mediator dari sel mast yang diinduksi oleh rangsang imunologis. Oleh karenanya penghambatan kerja adenosin juga merupakanmekanisme kerja teofilin untuk mengatasi bronkokonstriksi pada pasien asma. Beberapa studi menunjukkan bahwa teofilin juga memiliki efek antiinflamasi dan menghambat penglepasan mediator dari sel radang Efek: Bronkodilatasi, chronotropic (mempengaruhi denyut miokard) dan inotropic ringan, diuretic ringan Indikasi: Bronkodilatasi karena berbagai sebab, termasuk gagal jantung kongestif Dosis: IV: 4 mg/kgBB dalam 15 menit. Infus: Berikan dosis bolus diikuti infus 0,5 mg/kgBB/jam, kurang dosis pada usia lanjut, chirrosis hepatis atau gagal hepar atau penderita dengan pengobatan crythromcin atau cimetidine. Oral: 100-300 mg 3-4 kali sehari. Rectal: 360 mg suppositoria 1-2 kali sehari Efek samping: Aritmia, muntah, diuresis, merangsang SP (Matindale, 2005) 13. Deksamethason (Kortikosteroid) Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan

mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan. Glukokortikoid memiliki efek yang tersebar luas karena mempengaruhi fungsi dari sebagian besar sel-sel tubuh. Dampak metabolik yang utama dari sekresi atau pemberian glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja langsung hormon-hormon ini pada sel. Tetapi dampak pentingnya adalah dalam menghasilkan respon homeostatik pada insulin dan glucagon. Meskipun banyak efek dari glukokortikoid berkaitan dengan dosis dan efeknya membesar ketika sejumlah besar glukokortikoid diberikan untuk tujuan terapi. Indikasi Antialergi dan obat untuk anafilaksis. Kontraindikasi Hipersensitif terhadap deksametason atau komponen lain dalam formulasi; infeksi jamur sistemik, cerebral malaria; jamur, atau penggunaan pada mata dengan infeksi virus (active 23

ocular herpes simplex). Pemberian kortikosteroid sistemik dapat memperparah sindroma Cushing. Pemberian kortikosteroid sistemik jangka panjang atau absorpsi sistemik dari preparat topikal dapat menekan hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) dan atau manifestasi sindroma Cushing pada beberapa pasien. Namun risiko penekanan HPA pada penggunaan deksametason topikal sangat rendah. Insufisiensi adrenal akut dan kematian dapat terjadi apabila pengobatan sistemik dihentikan mendadak. Efek samping Kardiovaskuler : Aritmia, bradikardia, henti jantung, kardiomiopati, CHF, kolaps sirkulasi, edema, hipertens, ruptur miokardial (post-MI), syncope, tromboembolisme, vasculitis. Susunan saraf pusat : Depresi, instabilitas emosional, euforia, sakit kepala, peningkatan tekanan intracranial, insomnia, malaise, neuritis, pseudotumor cerebri, perubahan psikis, kejang, vertigo. Dermatologis : Akne, dermatitis alergi, alopecia, angioedema, kulit kering, erythema, kulit pecah-pecah, hirsutism, hiper-/hipopigmentasi, hypertrichosis, perianal pruritus (pemberian IV), petechiae, rash, atrofi kulit, striae, urticaria, luka lama sembuh. Dosis: 1) Untuk pengobatan alergi : Pemberian oral :Dewasa : Awal, 0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian dapat dilakukan tergantung respon pasien. Anak-anak : 0,024-0,34 mg/kg/hari PO atau 0,66-10 mg/m2/hari PO, terbagi dalam 2-4 dosis. Pemberian parenteral : Dewasa : Awal, 0,5-9 mg/hr IV atau IM, terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian dapat dilakukan tergantung respon pasien. Anak-anak : 0,06-0,3 mg/kg/hr atau 1,2-10 mg/m2/hr IM atau IV dalam dosis terbagi tiap 6-12 jam. 2) Untuk pengobatan anafilaksis akut atau reaksi anafilaksis : Dosis oral dan IM : Dewasa : 48 mg IM dosis tunggal pada hari pertama. Kemudian diberikan dosis oral, 1.5 mg PO 2X sehari pada hari ke 2 dan ke 3; kemudian 0,75 mg PO 2X sehari pada hari ke 4; kemudian 0,75 mg PO sekali sehari pada hari ke 5 dan 6, kemudian hentikan. Untuk pengobatan syok anafilaksis : IV. Dewasa : dosis bervariasi 1-6 mg/kg IV atau 40 mg IV tiap 4-6 jam. Alternatif lain, 20 mg IV dilanjutkan dengan infus IV 3 mg/kg dalam waktu 24 jam. (Matindale, 2005)

24

Tabel 3.5 DOSIS OBAT-OBATAN


Obat Dalam sediaan Pethidin ampul Jumlah di sediaan 100mg/2cc 2cc aquadest 8cc Fentanyl Recofol (Propofol) ampul 0,05 mg/cc 200mg/ 20cc 10cc lidocain ampul Ketamin vial 100mg/cc 1cc aquadest 9cc Succinilcholin vial 200mg/ 10cc Atrakurium Besilat (Tramus/ Tracrium) ampul 10mg/cc Tanpa pengenceran Tanpa pengenceran 5 cc Intubasi: 0,50,6, relaksasi: 0,08, maintenance: 0,1-0,2 Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc aquadest 9cc Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa pengenceran Ondansentron HCl (Narfoz) ampul 4mg/2cc Tanpa pengenceran 3 cc 8 (dewasa) 5 mg (anak) Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa pengenceran Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa pengenceran Adrenalin Neostigmin (prostigmin) ampul ampul 1 mg/cc 0,5mg/cc Tanpa pengenceran 0,25-0,3 Masukkan 2 ampul 0,5 mg 1 5 mg 10 cc 5 24 mg mg 2 mg 3 cc 0,005 0,25 mg + 10 cc 0,2 5 mg 10 mg 5 cc 1-2 20 mg + 10 cc 1-2 10 mg + 1 10 cc 2-2,5 0,05mg 10 mg + pengenceran Dalam spuit 10 cc Dosis (mg/kgBB) 0,5-1 1 cc spuit = 10 mg

25

prostigmin + 1 ampul SA Midazolam (Sedacum) Ketorolac ampul 60 mg/2cc ampul 5mg/5cc Tanpa pengenceran Tanpa pengenceran Difenhidramin HCl ampul 5mg/cc Tanpa pengenceran 5 mg 30 mg 0,07-0,1 1 mg

26

Penerapan Terapi Intravena dalam Keperawatan Kritis (1) Menghitung dosis obat dan laju aliran dengan menggonakan rasio dan proporsi atau metode rumus Aturan untuk menghitung laju aliran (mL/jam) bila dosis diketahui, anda akan: mengonversi kesatuan yang sama, mengonversi ke dosis/menit bila obat diminta berdasarkan berat badan, dan menghitung mL/menit atau mL/jam dengan menggonakan rasio dan proporsi atau metode rumus, Contoh: Berikan dobutamin 500 mg dalam 250 mL D5W dengan laju 5mcg/kg/menit untuk pasien dengan berat badan 152 lb. Pompa infus elektronik akan diatur dengan laju ..... mL/jam. Konversilah ke satuan yang sama: Ubahlah lb menjadi kg (2,2 lb=1 kg) 152 lb: 2,2 lb/kg = 69,1 kg Ubahlah mg menjadi mcg (1 mg= 1000 mcg) 500 mg X 1000 mcg = 500.000 mcg

Hitungan mcg / menit: 5 mcg/kg/menit x 69,1 kg = 345,5 mcg/ menit

Menggnakan Rasio dan Proporsi 345,5 mcg / menit: X mL = 500000 mcg: 250 mL 500.000 mcg X X mL = 345,5 mcg / menit X 250 mL 500.000 X = 86,375
X

=0,173 mL/menit

Hitunglah mL/jam: 0,173 mL/menit X 60 menit/jam = 10,38 (10,4) mL/jam Jawaban: 10,4 mL/jam

27

Menggunakan metode rumus D= (jumlah dosis yang diinginkan [mcg,mg atau unit]/ waktu [menit atau jam]) H= (apa yang anda miliki dalam kantung IV) X Q(kuantitas dalam kantung IV) = x (mL/menit atau mL/jam) Hitunglah mL/menit menggunakan rumus: D X Q= x H 345,5 mcg/menit 500.000 mcg = 0,173 mL/menit X 250 mL

Hitunglah mL/jam: 0,173 mL/menit X 60 menit/jam =10,38 mL/jam

Contoh : Amiodaron 900 mg dalam 500 mL D5W diresepkan untuk diberikan dengan laju 0,5 mg/menit. Berapa mL/ jam yang harus diterima pasien Menggunakan Rasio dan Proporsi 900 mg : 500 mL :: 0,5 mg/menit : x mL 900 x = 500 X 0,5 = 250

x= 250 = 25 = 0,277 (0,278 ) mL /menit 900 90 Hitunglam mL/jam: 0,278 mL/menit X 60 menit /jam = 16,7 mL/jam

Menggunakan metode rumus: Hitunglah mg/menit menggunakan rumus: D X Q= x H 0,5 mg/menit X 500 mL 28

900 mg 0,278 mL/menit

Hitunglah mL/jam 0,278 mL/menit X 60 menit/jam =16,7 mL/jam


Aturan : untuk menghitung dosis bila laju aliran (mL/jam) diketahui, anda akan : mengonversi kesatuan yang sama, menghitung mL/menit, dan menghitung dosis (mcg, unit, atau mg/menit) dengan menggunakan metode rumus. Jika obat diminta berdasarkan berat badan, hitunglah dosis /kg/menit.

Contoh : Dopamin 400 mg dalam 250 mL D5W telah ditingkatkan menjadi 10 mL/jam untuk mempertahankan TD sistolik 100 mmHg pada pasien dengan berat badan 155 lb. Berapa mcg/kg.menit yang harus diinfuskan? Konversilah kesatuan yang sama Ubahlah pound menjadi Kg (2,2 pound = 1 Kg) 115 lb : 2,2 lb = 52 kg Ubahlah mg menjadi mcg ( 1 mg = 1000 mcg) 400 mg X 1000 mcg = 400.000 mcg Hitunglah mL/menit 10 mL/jam : 60 menit = 0,166 mL/menit Carilah x
X

mcg/menit X 250 mL : 250 mL

400.000 mcg =0,166 mL/menit : 250 mL 400.000 X x mcg/menit 400.000 mcg = 0,00066 X 400.000
X

= 264 mcg/menit

Hitunglah mcg/kg/menit 264 mcg/menit : 52 kg =5,1 mcg/kg/menit 29

Contoh : fentanil 4 mg dalam 250 mL D5W dititrasi hingga 4 mL/jam untuk mengontrol nyeri. Berapa mcg/jam yang saat ini diinfuskan? Konversilah kesatuan yang sama : (1000 mcg = 1mg) 1000 mcg/mg X 4mg = 4000 mcg Konversilah ke mL/menit Langkah ini tidak perlu karena dosis diminta dalam mcg/jam Hitunglah mcg/jam menggunakan rumus :
X

mcg/jam X 250 mL =4 mL/jam

4000 mcg Carilah x 4000 X x mcg/menit X 250 mL 4000 mcg = 4 mL/jam X 4000 mcg
X X X

mcg/jam X 250 = 16.000 mcg/jam X 250 : 250 = 16.000 :250 =64 mcg/jam

Menghitung Dosis Obat dan laju Aliran dengan Menggunakan Analisis Dimensional
Aturan : untuk menerpakan rumus analisi dimensional ikutilah langkah-langkah dalam contoh dibawah ini.

Contoh : Berikan dobutamin 400 mg dalam 250 mL D5W dengan laju 12 mL/jam pada pasien dengan berat badan 56 kg. Anda mencatat bahwa pasien mendapatkan..........mcg/kg/menit (dosis). Pada sisi kiri persamaan, tulislah satuan ukuran yang dinyatakan dalam dosis tersebut Mcg/kg/menit = Lihatlah apa yang tersedia (400 mg/250mL). Informasi ini terletak pada sisi kanan tanda sama dengan. Pembilang dari pecahan yang baru harus memiliki satuan ukuran yang sama dengan satuan ukuran yang diinginkan yang saat ini berada pada sisi kiri tanda sama dengan (mcg). Konversikan ke satuan yang sama (400 mg X 1000 mcg/mg). 30

mcg/kg/menit = 400.000 mcg 250 mL

Lihatlah informasi apa yang tersedia dan kalikan dengan faktor tambahan untuk meniadakan satuan ukuran agar cocok dengan satuan ukuran pada sisi kiri persamaan. Pembilang daripecahan kedua harus cocok dengan satuan ukuran pada penyebut dari pecahan pertama. Oleh sebab itu, satuan ukuran (mL harus berada pada pembilang dari pecahan kedua. Karena dosis diberikan dalam mL/jam, ini menjadi pecahan kedua.
X

mcg/kg/menit = 400.000 mcg X 12 mL 250 mL jam

Karena dosis pada sisi kiri dinyatakan dalam menit, maka suatu faktor tambahan harus ditambahkan agar cocok dengan satuan ukuran pada penyebut (jam). Jam harus dikonversi menjadi menit dengan menempatkan 1 jam/60 menit disampingnya.
X

mcg/kg/menit = 400.000 mcg X 12 mL X 1 jam 250 mL jam 60 menit

Satuan ukuran pada sisi kiri persamaan memuat kg pada penyebut, sehingga pada sisi kanan persamaan juga harus memuat kg pada penyebut.

mcg/kg/menit = 400.000 mcg X 12 mL X 1 jam 250 mL jam 56 kg 60 menit

Lengkap perhitungan matematisnya


X

mcg/kg/menit = 400.000 mcg X 12 mL X 1 jam 250 mL jam 56 kg 60 menit

Jawaban : 9 mL/ jam

31

Contoh : dobutamin 500 mg dalam 250 mL D5W diresepkan dengan laju 5 mcg/kg/menit pada pasien dengan bb 60 kg. Anda harus mengatur pompa pada laju........ mL/jam

5 mcg/kg/menit = 500.000 mcg X x mL X 1 jam 250 mL jam 60 kg Jawaban : 9 mL/jam 60 menit

Menghitung laju aliran dan dosis obat dengan menggunakan dengan faktor konstanta Faktor konstanta dapat digunakan untuk menghitung kembali perubahan dosis atau laju aliran, sehingga memungkinkan berat dan konsentrasi obat yang diinfuskan tetap sama. Hal ini dilakukan dengan cara mencari faktor yang tetap sama (konsentrasi obat, berat dan waktu) dalam persamaan analisis dimensional dan menggunakan angka tersebut (faktor konstanta) untuk menentukan komponen yang berubah (dosis/laju).
Aturan : untuk menghitung faktor konstanta anda akan : menghitung jumlah obat/mL dalam kantung IV dalam unit yang diresepkan, selanjutnya dibagi per kg (diminta per berat badan), dan dibagi 60 menit (jika diminta dalam menit) atau dibagi 1 (jika diminta dalam 1 jam) : satuan dosis (mcg, mg dan lain-lain)/mL : kg : 60 menit (atau 1 jika diminta dalam jam) = faktor konstanta.ikuti petunjuk yang dituliskan dibawah ini untuk menggunakan faktor konstanta

Menggunakan faktor konstanta Faktor konstanta hasil perhitungan digunakan untuk menghitung baik mL/jam ataupun dosis. Bila dosis diketahui, bagilah dosis yang diresepkan dengan faktor konstanta untuk menghitung laju aliran yang diinginkan (mL/jam). Jika laju aliran (mL/jam) diketahui, kalikan faktor konstanta dengan laju aliran untuk menghitung dosis.

32

Contoh : Primacor 50 mg dalam 250 mL D5W diresepkan untuk diberika dengan laju 0,375 mcg/kg/menit pada pasien dengan berat badan 58 Kg. Pompa harus diatur pada laju.....mL/jam. Hitunglah jumlah obat/mL : 50 mg : 250 = 0,2 mg/mL Konsersikan menajdi mcg (1000 mcg=1 mg) 0,2 X 1000 = 200 mcg/mL Bagilah dengan kg (jika diminta berdasarkan BB) 200 mcg/mL : 58 kg =3,45 mcg/kg/ml Bagilah dengan 60 menit (jika diminta dalam menit) atau dengan 1 jam (jika diinta dalam jam) 3,45 : 60 menit = 0,058 mcg/kg/mL dalam 1 menit 0,058 adalah faktor konstanta Hitunglah laju aliran : Karena dosis diketahui bagilah dosis tersebut dengan faktor konstanta. 0,375 mcg/kg/menit : 0,058 mcg/kg/mL dalam 1 menit = 6,5 mL/jam (2) (3) (4) Menghitung dosis obat bila laju aliran diketahui Menghitung dosis obat dan laju aliran dengan menggunakan analisis dimensional Menghitung laju aliran dan dosis obat dengan menggunakan faktor konstanta

33

BAB III PENUTUP 4.1 Kesimpulan Obat-obatan emergency merupakan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support. Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat, adrenalin, kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalin. Banyak sekali macam obat emergency, sebagai perawat memerlukan pemahaman sebagai modal sebelum memberikan obat kepada pasien. Kita harus melihat indikasi, kontaindikasi dan efeksamping karena setiap kasus akan berbeda pula obat emergensi yang diberikan. Sehingga pasien akan tertolong dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian vatal yang diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi.

34

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan. 2013. Apa yang dimaksud dengan Obat. Diakses di http://dinkes. go.id/index.php/artikel-kesehatan/111-apa-yang-dimaksud-dengan-obat pada selasa, 8 Oktober 2013 Hadiani, Miftakhul Arfah. 2011. Klasifikasi Obat Gawat Darurat Menggunakan Analisa ABCVED di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Teknik WAKTU. Volume 09 Nomor 02 Juli 2011 ISSN : 1412 1867 Hadiani, Miftakhul H. 2011. Klasifikasi Obat Gawat Darurat Menggunakan Analisis Abcved Di Instalasi Farmasi Rsud Dr Moewardi Surakarta. Journal teknik. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/86 diakses 15/10/2013 pukul 19.38 http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/88 diakses 15/10/2013 pada 18.53 Martindale, 34th edition halaman 1120-1121 2. MIMS 2007 halaman 99 3. AHFS, Drug Information 2005 halaman 1276-1281 4. Drug Information Handbook 17th ed halaman 550-551. Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperaawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC yayanakhyar.wordpress.com/2010/08/27/atropin/ diakses 15/10/2013 pukul 19.10

35

You might also like