You are on page 1of 3

Mitochondria disebut sebagai rumah energi sel.

Tanpa mitochondria, sel tidak akan dapat menyadap jumlah energi yang bermakna dari bahan makanan dan oksigen, dan sebagai akibatnya, semua fungsi sel akan berhenti. Pada dasarnya, mitochondria terdapat di semua bagian sitoplasma, tetapi jumlah total per sel sangat bervariasi, mulai kurang dari seratus sampai beberapa ribu, bergantung pada jumlah energi yang dibutuhkan oleh masingmasing sel. Selanjutnya, mitochondria terkonstrat dalam bagian-bagian sel yang bertanggung jawab terhadap metabolisme energi. Mitochondria juga bervariasi dalam ukuran dan bentuk; beberapa mitochondria diameternya hanya beberapa ratus nanometer dan bentuknya granula, sedangkan yang lain lebih panjang -diamternya 1 mikrometer dan panjangnya 7 mikrometer- dan yang lain bercabang dan berbentuk filamen.

Struktur dasar mitochondria terdiri atas dua membran protein lapis ganda, yaitu :

1. 2.

Membran luar Membran dalam

Banyak lipatan membran dalam membentuk rak-rak, yang merupakan tempat pelekatan enzim-enzim oksidatif. Selain itu, ruang mitochondria bagian dalam dipenuhi dengan matrix yang mengandung sejumlah besar larutan enzim, yang dibutuhkan untuk mengisap energi dari bahan makanan. Enzim-enzim ini bekerja sama dengan enzimenzim oksidatif pada rak untuk menyebabkan oksidasi dari bahan mkanan, sehingga membentuk karbon dioksida dan air. Energi yang dibebaskan digunakan untuk mensintesis sebuah substansi berenergi tinggi yang disebut adenosin trifosfat (ATP). ATP kemudian diangkut keluar dari mitrochondria, dan berdifusi ke seluruh sel untuk membebaskan energinya di mana saja dibutuhkan untuk melakukan fungsi sel.

Mitochondria dapat bereplikasi sendiri, yang berarti satu mitochondria dapat membentuk mitochondria yang kedua, yang ketiga, dan selanjutnya, bilamana sel perlu menambah jumlah ATP. Tentu saja, mitochondria mengandung asam deoksiribonukleotida (DNA) yang mirip dengan DNA yang ditemukan dalam nukleus. DNA mitochondria memainkan peran yang sama dengan DNA nucleus dalam melakukan replikasi dirinya sendiri.

Dari deskripsi singkat tentang mitochondria di atas, satu hal yang membuat organel ini unik dibanding dengan organel yang lainnya di dalam sebuah sel adalah mitochondria mempunyai DNA. Timbul pertanyaan, darimana DNA mitochondria ini berasal? Mengapa mitochondria begitu spesialnya sehingga mempunyai DNA-nya sendiri? Dan apa sebenarnya fungsi dari gen mitochondria ini? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini lebih bijak jika kita memulai dengan membahas asal-usul mitochondria.

Teori Endosimbiosis

Asal-usul mitochondria dapat dijelaskan melalui Teori Endosimbiosis yang pertama hipotesis-nya dicetuskan oleh seorang mikrobiologi kenamaan, Lynn Margulis. Saat ini, hipotesis itu telah diterima sebagai fakta di dunia science, meskipun masih banyak aspek yang perlu diteliti mengenainya. Oleh karena itu, hipotesis tersebut sudah bisa disebut sebagai teori. Pada dasarnya, teori endosimbiosis menyatakan bahwa organel -organel utama eukariota, mitochondria dan cloroplast, berasal dari simbion-simbion bakteri yang telah mengalami spesialisasi melalui koevolusi dengan sel inangnya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian mengenai rRNA dan data-data molekuler lainnya (Pace 1997 : 735).

Teori itu menjelaskan asal-usul mitochondria sebagai berikut : beberapa sel purba dapat mengingesti (menelan) partikel-partikel makanan melalui invaginasi (pelekukan ke dalam) endositik dari membran plasmanya. Barangkali ada setidaknya sebuah sel pencari makan berukuran besar dan mampu berfermentasi yang telah menelan satu atau lebih bakteri respirasi kecil, namun tidak dapat mencernanya. Endosimbion (bakteri respirasi kecil) tersebut dapat bertahan hidup pada lingkungan yang kaya akan nutrisi dan dapat bersembunyi dari sel predator. Sebaliknya, sel-sel inang pencari makan mendapatkan keuntungan energi dari respirasi oksidatif melebihi sel fermentasi. Keuntungankeuntungan tersebut kemudian berevolusi menjadi sebuah hubungan simbiosis (hidup bersama) sampai ke satu titik di mana salah satu entitas tidak dapat hidup tanpa entitas lainnya. Proses penggabungan sel inang dan endosimbion-endosimbionnya tersebut diduga telah memunculkan mitochondria pada sel-sel eukariotik modern setidaknya 1,5 x 10 tahun yang lalu (Stansfield dkk. 2003 : 133-114).
9

Berkat perkembangan pesat dari teknik-teknik biologi molekuler selama dua dasawarsa terakhir, para peneliti mampu melakukan sequencing terhadap gen-gen mitochondria yang digunakan untuk menelusuri evolusi mitochondria. Mitochondria sendiri digunakan untuk menelusuri evolusi organisme-organisme lainnya.

Sesuai dengan teori Endosimbiosis, mitochondria telah kehilangan banyak gennya dalam adaptasi bersamanya dengan sel inang. Proses adaptasi tersebut melibatkan transfer kebanyakan gen-gen pada bakteri endosimbion ke dalam nucleus sel inang. Proses transfer tersebut merupakan transfer evolusioner yang terus berlangsung, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam masa yang relatif baru telah terjadi transfer informasi genetik pada beberapa jenis tumbuhan dari mitochondria ke genom nucleus, termasuk gen-gen rantai respiratoris dan gen-gen protein ribosomal yang penting. Oleh karena itulah mitochondria hingga saat ini tetap bergantung pada nucleus untuk memenuhi sebagian kebutuhannya (Graydkk. 1999 : 1479; Stansfield dkk. 2003 : 114).

Akan tetapi, meskipun amat mirip dengan bakteri, mitochondria tidak memiliki flagella, cilia, ataupun struktur-struktur lain yang diasosiasikan dengan motilitas bakteri. Selama bertahun-tahun mekanisme pergerakan, distribusi, dan tingkah laku mitochondria belum dapat dipahami (Yaffe 1999 : 1494).

Struktur DNA mitochondria

DNA mitokondria (mtDNA) berukuran 16.569 pasang basa (base pair) dan terdapat dalam matriks mitokondria, berbentuk sirkuler serta memiliki untai ganda yang terdiri dari untai heavy (H) dan light (L). Dinamakan seperti ini karena untai H memiliki berat molekul yang lebih besar dari untai L, disebabkan oleh banyaknya kandungan basa purin (Anderson et al., 1981).

MtDNA terdiri dari daerah pengode (coding region)dan daerah yang tidak mengode (non-coding region). MtDNA mengandung 37 gen pengode untuk 2 rRNA, 22 tRNA, dan 13 polipeptida yang merupakan subunit kompleks enzim yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif, yaitu: subunit 1, 2, 3, 4, 4L, 5, dan 6 dari kompleks I, subunit b (sitokrom b) dari kompleks III, subunit I, II, dan III dari kompleks IV (sitokrom oksidase) serta subunit 6 dan 8 dari kompleks V. Kebanyakan gen ini ditranskripsi dari untai H, yaitu 2 rRNA,14 dari 22 tRNA dan 12 polipeptida. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode terletak berdampingan (Anderson et al., 1981, Wallace et al., 1992, Zeviani et al., 1998). Sedangkan protein lainnya yang juga berfungsi dalam fosforilasi oksidatif seperti enzim-enzim metabolisme, DNA dan RNA polimerase, protein ribosom dan mtDNA regulatory factors semuanya dikode oleh gen inti, disintesis dalam sitosol dan kemudian diimpor ke organel (Wallace et al., 1997).

Daerah yang tidak mengode dari mtDNA berukuran 1122 pb, dimulai dari nukleotida 16024 hingga 576 dan terletak di antara gen tRNApro dan tRNAphe. Daerah ini mengandung daerah yang memiliki variasi tinggi yang disebut displacement loop (D-loop). D-loop merupakan daerah beruntai tiga (tripple stranded) untai ketiga lebih dikenal sebagai 7S DNA. D-loop memiliki dua daerah dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya sangat bervariasi antar individu, yaitu Hypervariable I (HVSI) dan Hypervariable II (HVSII). Daerah non-coding juga mengandung daerah pengontrol karena mempunyai origin of replication untuk untai H (OH) dan promoter transkripsi untuk untai H dan L (PL dan PH) [Anderson et al., 1981]. Selain itu, daerah non-coding juga mengandung tiga daerah lestari yang disebut dengan conserved sequence block (CSB) I, II, III. Daerah yang lestari ini diduga memiliki peranan penting dalam replikasi mtDNA.

You might also like