You are on page 1of 27

A.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan Kesehatan merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera maka kualitas sumber daya manusianya perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya. Untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya yaitu dengan membangun sarana-sarana kesehatan yang merata dan terjangkau oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal,dengan adanya pembangunan sarana-sarana kesehatan tersebut pemerintah dan masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat. Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang diperlukan dalam menunjang upaya pelayanan kesehatan. Apotek adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi. Perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004). Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi sebagai tenaga kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas, membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien (ISFI, 2004). Dimensi pekerjaan profesi farmasis tidak kehilangan bentuk, tetap menjadi seorang ahli dalam bidang obat. Pasien menikmati layanan professional dari seorang farmasis dalam bentuk penjelasan tentang obat, sehingga pasien memahami program obatnya.

Dengan demikian sebagai seorang Farmasis dirasa perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai Apotek. Oleh sebab itu, pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan (PBL) apotek sangatlah perlu dilakukan dalam rangka mempersiapkan diri untuk berperan langsung dalam pengelolaan apotek sesuai fungsi dan kompetensi Farmasis. 2. Tujuan a. Meningkatkan pengetahuan dan skills mahasiswa sebagai calon tenaga teknis kefarmasian khususnya di bidang farmasi klinik dan komunitas b. Meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam masalah-masalah praktek farmasi klinik dan komunitas c. Meningkatkan interaksi mahasiswa dengan praktisi farmasi klinik dan komunitas 3. Manfaat Mahasiswa dapat memahami pekerjaan kefarmasian khususnya dalam bidang manajemen, administrasi, dan pelayanan kepada pasien.

B. TINJAUAN UMUM

1. Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu, di mana dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnyakepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Perbekalan farmasi adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

1027/Menkes/SK/IX/2004). Tugas dan fungsi apotek menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, yaitu: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Pengelolaan apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

1332/Menkes/SK/X/2002 yakni: a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi 2. Obat Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan- bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilngkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badan dan rohaniah pda manusia atua hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.

Penggolongan obat : a. Obat bebas merupakan obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan pemakai dalam batas dosis yang di anjurkan. Dengan tanda lingkaran bulat warna hijau dengan garis tepi hitam. Contohnya : Pamol dan Dumin yang berisi paracetamol b. Obat bebas terbatas (daftar W= waarschuwing = peringatan) adalah obat keras yang dapat diserahakan tanpa dengan resep dokter dalam bungkus aslinya dari produsen atau pabrik obat itu. Kemudian diberi tanda lingkaran bulat warna biru dan garis tepi warna hitam serta diberi tanda peringatan. Contohnya : Antiza yang berisi dextromethorpan HBr, paracetamol dan phenylpropanolamin HCl. c. Obat Keras (daftar G = ggeverlink = berbahaya) merupakan semua obat yang memiliki takaran/dosis maksimum yang tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah,di beri tanda khsusus lingkran bulat warna merah dengan garis tepi hitam dan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi seperti Ranitidine, Antasida, dll. P. No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pakainya. Contoh: Antimo (Dimenhidrat 50 mg) = Mabuk perjalanan. Decolgen (Asetaminofen 400 mg, fenilpropanolamin HCl 12,5 mg, klorfeniramin maleat 1 mg tiap tablet) = Meringankan gejala flu seperti demam, sakit kepala, bersin-bersin dan hidung tersumbat. P. No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, Jangan ditelan. Contoh: Isodine gargle (Povidon iodin 1%) = Menghilangkan rasa sakit akibat infeksi seperti faringitis (radang tekak), tonsilitis (radang tonsil/amandel), sariawan, stomatitis (radang rongga mulut), gingivitis (radang gusi). Betadine gargle (Povidone Iodine 1% dan bahan tambahan denatured alkohol) = Obat kumur antiseptik untuk mengatasi radang tenggorokan, sariawan, gusi bengkak, dan bau mulut. P. No. 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Caladine lotion (Calamine 5%, zinc oxide 10%, diphenhydramine HCl 2%) = Mengobati gatal karena biang keringat, udara panas, gigitan serangga, antiseptik dan penyejuk kulit). Betadin (Povidone iodine 10% setara dengan iodine 1%) = Mencegah timbulnya infeksi pada luka-luka seperi: lecet, tergores dan terkelupas. P. No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar 4

P. No. 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Nebacetin powder (Neomisin sulfat 5 mg, basitrasin 250 UI) = Pencegahan dan pengobatan infeksi lokal pada kulit dan mukosa. P. No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Ambeven (Graphtophyllum pictum 30%, sophora jamponica 15%, Rubia cordifolia 15%, coleus atropurpureus 10%, sanguisorba officinalis 10%, kaemferiae angustifoliae 10%, curcuma heyneanae 10%) = Pengobatan wasir interna dan eksterna dengan gejala nyeri, bengkak dan perdarahan. Borraginol-S (Ekstrak akar litospermi 0,1 mg (0,18 mg), prednisolon 0,5 mg(1 mg), lidokaina 7,5 mg (15 mg), etil eminobenzoat 10 mg(20 mg), setrimida 1,25 mg (2,5 mg), lesitina telor 50 mg (100 mg) = Wasir dalam dan luar, wasir dengan pendarahan, prolaps anus, fistula anus periproktitis, luka terbuka pada dubur dan perineal serta gatal-gatal pada dubur. d. Psikotropika (obat berbahaya) merupakan obat yang mempengaruhi proses mental, merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang. Psikotropika memiliki garis tepi merah dan ditengahnya tanda palang merah. Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan

sebagaimana dimaksud pada digolongkan menjadi: 1) Psikotropika Golongan I; hanya digunakan untuk kepentingn pengembangan iptek dan tidak untuk pengobatan. Potensi ketergantungan sangat kuat. Contoh: MDMA, Psilosin, mescalin. 2) Psikotropika Golongan II; untuk kepentingan iptek dan untuk pengobatan. Potensi ketergantungan kuat. Contoh: Ampetamin, Fenetilina 3) Psikotropika Golongan III; psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Amobarbital, Flunitrazepam, Siklobarbital 4) Psikotropika Golongan IV; psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Diazepam.

e. Narkotika (obat bius daftar O = opium) merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan iptek serta dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan tanpa pembatasan atau pengawasan dokter, misalnya opium, codein, morfin, petidin. Narkotika dibedakan dalam beberapa golongan, yaitu: 1) Golongan I: dilarang keras untuk kesehatan, ilmu pengetahuan, dan laboratorium. Contoh: Heroin, Kokain, Ganja 2) Golongan II: untuk kesehatan dan ilmu pengetahuan. Contoh: Morfin, Petidin 3) Golongan III: untuk kesehatan dan ilmu pengetahuan. Contoh: Codein, garam-garam Narkotika f. Obat Wajib Apotek atau OWA yaitu obat keras yang dapat diberikan oleh apoteker pengelola apotek (APA), hanya bisa didapatkan di apotek. APA boleh memberikan obat keras, persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA. 1) Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. 2) Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup indikasi, kontraindikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul. Contoh obat OWA : 1) Obat Antiinflamasi (Cinolon, Desolex, Eloskin, Hufacort) 2) Saluran Cerna (Fordin, Acran, Almacon, Dexanta) 3) Antialergi (Benadryl, Aldisa SR, Cetirizine) 4) Hormon. (Andriol, Genotropin, dan Tostrex) g. Obat Generik yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam FI untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Contohnya: asam mefenamat, paracetamol, ranitidine, meloxicam. h. Obat Generik Berlogo merupakan obat yang memiliki nama resmi tetapi berkemasan seperti obat paten, contohnya pamol yang berisi paracetamol.

i. Obat Paten merupakan obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya dikatakan obat paten apabila sudah mencapai 3 tahun pabrik yang memproduksi didirikan. j. Jamu merupakan obat tradisional yang didapat dari bahan alam (mineral,tumbuhan,atau hewan ), diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.Contohnya Racikan turun-temurun. k. Obat Esensial yaitu obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar obat esensial nasional (DOEN) yang ditetapakan oleh menteri kesehatan. l. Obat Jadi merupakan obat dalam keadan murni atau campuran dalam bentuk pil, tablet, kapsul, supositoria, salep sesuai dengan FI atau buku resmi lainnya. m. Fito Farmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik atau klinik. Mempunya logo sama seperti jamu lingkaran warna hijau dengan gambar bintang bercabang didalamnya. Contohnya : stimuno dan tensigard. 3. Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai salah satu usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan bantuan orang lain. Prinsip dasar manajemen dapat dipelajari tetapi hasil yang diperoleh dalam penerapannya masih banyak tergantung pada bakat-bakat perorangan. Manajemen yang baik akan memberikan hasil yang memuaskan sesuai harapan. Manajemen yang dilakukan di apotek meliputi: a. Penerimaan obat Penerimaan barang dari pihak PBF. Para pegawai yang bertugas digudang haruslah orang yang benar-benar ahli dan teliti dalam mengelola barang karena beliau-bekliaulah yang bertanggungjawab penuh terhadap obat-obatan yang telah diterima, apakah barang yang diterima sudah sesuai dengan Surat Permintaan dari Apotek. Hal-hal yang dilakukan oleh petugas penerimaan barang yaitu sebagai berikut: 1) Kesesuaian jenis dan jumlah antara barang dan SP 7

2) Keadaan fisik barang 3) Catat No.batch dan ED-nya 4) Penerimaan dan penandatanganan faktur b. Penyimpanan obat Kegiatan penyimpanan difokuskan pada tujuan agar tetap terjaminnya kualitas obat sekaligus mendukung jalannya proses pelayanan sesuai yang ditetapkan. Jelas hal ini juga memerlukan wawasan pendukung yang memadai serta tenaga yang cukup terlatih. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurangkurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua obat dan bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan obat/bahan obat tersebut. c. Penataan obat Penataan dilakukan dengan memperhatikan point of interest, efektivitas dan efisiensi pelayanan, efek farmakologis dan urut abjad. Keterbatasan tempat penyimpanan seringkali bisa disiasati dengan optimalisasi penggunaan ruang yang ada serta menyederhanakan jalur pelayanan. Tata cara penataan obat di apotek dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1) Di ruang peracikan atau penyiapan obat (ethical counter) Dalam menata obat di ethical counter perlu diperhatikan peraturan yang berlaku yaitu obat-obat golongan narkotika dan psikotropika harus dipisahkan dan disimpan pada lemari tersendiri, sedangkan untuk obat ethical lainnya disimpan dalam lemari yang didesain khusus sehingga dapat memberikan kemudahan dan kecepatan kepada petugas dalam menyiapkan obat yang dibutuhkan konsumen. 2) Di ruang penjualan obat bebas (OTC counter) Dalam menata obat di OTC counter yang perlu diperhatikan antara lain adalah estetika yaitu seni keindahan dalam menata dan mendesain rak atau lemari obat bebas, bebas terbatas agar dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan membeli bagi konsumen yang dating ke apotek. Lay out juga harus diperhatikan yaitu tata letak,

susunan barang yang dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi konsumen dalam memperoleh obat yang dibutuhkan (Umar, 2004) Penjualan atau pengeluaran obat memakai system FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out) (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004). 4. Administrasi a. Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang Dokter kepada Apoteker untuk membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis lengkap dan harus memuat: 1) Nama, alamat dan nomor ijin praktek Dokter, Dokter gigi, dan Dokter hewan 2) Tanggal penulisan resep (inscriptio) 3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau komposisi obat (invocatio) 4) Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura) 5) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio) 6) Nama pasien dan alamatnya 7) Tanda seru dan paraf Dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. (Anief, 2006). b. Copy Resep Copy resep ialah salinan tertulis dari suatu resep (istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum atau afschrift). Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli juga harus memuat: 1) Nama dan alamat apotek 2) Nama dan nomor S.I.K. apoteker pengelola apotek 3) Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek 4) Tanda det = detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det. = ne detur untuk obat yang belum diserahkan. 5) Nomor resep dan tanggal pembuatan 9

(Anief, 2006). c. Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Apotek membuat laporan pemakaian narkotika dan psikotropika berdasarkan dokumen penerimaan dan pengeluarannya setiap bulan. Obat-obat golongan narkotika, pelaporan dilakukan sekali dalam sebulan, selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Sedangkan untuk obat-obat psikotropika, pelaporannya dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu tiap 6 bulan. Laporan-laporan ini ditandatangani oleh APA lalu diberi stempel apotek, difotokopi rangkap 4, 1 lembar untuk pertinggal. Laporan ini ditujukan kepada: 1) Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kota 2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 3) Kepala Balai Besar POM 5. Pelayanan a. Penyiapan obat Penyiapan obat meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan, penyerahan obat, informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. b. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Komunikasi adalah proses pembentukan penyampaian, penerimaan, dan pengelolan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan satu tujuan. Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, yang ditujukan kepada pasien terhadap resep yang diberikan mengenai nama obat, indikasi obat, dosis, cara penggunaan, dan reaksi khusus yang ditimbulkan oleh obat tersebut dimana informasi ini diberikan di apotek Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapat informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004). Dalam memberikan pelayanan KIE di apotek hendaknya apoteker dan asisten apoteker dalam penyerahan obat, sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Bukan hanya itu saja 10

penyerahan obat juga disertai dengan pemberian informasi. Dalam hal pemberian informasi tersebut, apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan akurat serta mudah dimengerti. Pertama, pemberian informasi yang jelas pemilihan obat, sehingga obat dapat digunakan secara tepat, aman dan rasional. Kedua, pemberian informasi tentang cara penggunaan obat yang benar agar tujuan pengobatan dapat tercapai. Ketiga, pemberian informasi tentang efek samping obat dan hal hal lain yang perlu diperhatikan selama pemakaian obat berlangsung. Apoteker hendaknya juga mampu menjalin komunikasi dengan tenaga kesehatan lain termasuk dokter. Komunikasi tersebut misalnya memberikan informasi tentang obat baru atau tentang produk obat yang sudah ditarik. Apoteker sebaiknya juga aktif mencari masukkan tentang keluhan pasien terhadap obat obat yang di konsumsi. Tidak hanya itu saja, apoteker juga mencatat keluhan pasien untuk dilaporkan ke dokter dengan cara demikian apoteker dapat berkomunikasi tentang efek samping obat dengan dokter.

11

C. KEGIATAN DAN HASIL

1. Administrasi a. Kelengkapan Resep, Copy Resep, dan Surat Pesanan 1) Resep Pada saat menerima resep, hal yang harus dilakukan yaitu skrining resep yang meliputi skrining administrasi, farmasetika, dan farmakologi. Dalam resep memuat: a) Nama, alamat, dan nomor ijin praktek Dokter, Dokter gigi, atau Dokter hewan. b) Tanggal penulisan resep c) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau komposisi obat, dosis obat, dan jumlah obat d) Aturan pemakaian obat yang tertulis e) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku f) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien 2) Copy Resep Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Copy resep memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli serta memuat hal-hal sebagai berikut: a) Semua keterangan yang terdapat dalam resep asli b) Nama dan alamat apotek c) Nama dan nomor Surat izin pengelolaan apotek d) Tanda tangan atau paraf APA e) Tanda det atau detur untuk obat yang sudah diserahkan; tanda nedet atau nedetur untuk obat yang belum diserahkan f) Nomor resep dan tanggal peresepan g) Copy resep ditandatangani Apoteker 3) Surat Pesanan Dalam surat pesanan tercantum: a) Nomor SP b) Nama dan alamat PBF c) Nama dan alamat apotek 12

d) Nama dan nomor surat izin pengelola apotek e) Tanggal pembuatan f) Nama dan jumlah obat g) Tanda tangan atau paraf APA Surat pesanan dibuat oleh apoteker ditujukan kepada PBF untuk memesan obat. Surat pesanan di Apotek Sumpiuh dibedakan menjadi surat pesanan obat biasa dan surat pesanan narkotika dan psikotropika. Pada saat pemesanan obat prekursor seperti intunal, maka surat pesanan yang digunakan yaitu surat pesanan obat biasa, namun surat pesaanannya dipisahkan dengan obat biasa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan PBF dalam pelaporannya. b. Penyimpanan Resep, Copy Resep, dan Surat Pesanan Penyimpanan resep, copy resep, dan surat pesanan di Apotek Sumpiuh yaitu sebagai berikut: 1) Resep dan Copy Resep a) Resep dan copy resep yang telah dibuat disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep dan copy resep. b) Resep yang mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya, ditandai dengan garis merah di bawah nama obatnya. c) Resep ASKES dipisahkan dengan resep dokter d) Resep & Copy Resep disimpan selama 3 tahun menurut Dinas Kesehatan, tetapi karena menurut perpajakan 10 tahun, maka Apotek Sumpiuh menyimpan selama 10 tahun. e) Pemusnahan resep dan copy resep dilakukan oleh Apoteker pengelola bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotek. 2) Surat Pesanan Surat pesanan disimpan di lemari dekat dengan APA dan disusun menurut urutan tanggal. c. Pembuatan Etiket Etiket dibuat sesuai dengan signa yang ada di resep. Etiket putih digunakan untuk obat dalam, sedangkan etiket biru digunakan untuk obat luar.

13

Dalam etiket memuat nama apotek, alamat apotek, apoteker pengelola apotek, tanggal pembuatan etiket, nomor, nama pasien, aturan pemakaian obat, tanda lain yang diperlukan. d. Pelaporan Psikotropika dan Narkotika Laporan penggunaan Psikotropika dan Narkotika di Apotek Sumpiuh dilakukan secara online setiap bulannya dan dilaporkan ke Binfar. 2. Manajemen a. Penerimaan Obat Penerimaan barang dari pihak PBF. Para pegawai yang bertugas digudang haruslah orang yang benar-benar ahli dan teliti dalam mengelola barang karena beliaulah yang bertanggungjawab penuh terhadap obat-obatan yang telah diterima, apakah barang yang diterima sudah sesuai dengan Surat Permintaan dari Apotek. Hal-hal dibawah ini yang selalu dilakukan oleh petugas penerimaan barang. 1) Jumlah barang Jumlah obat yang diterima haruslah sesuai dengan jumlah obat yang ada dalam Surat Pemesanan. Apabila terjadi kesalahan obat atau jumlah yang kurang maka petugas harus langsung tanggap dan segera melaporkan agar tidak terjadi kesalahan yang lebih besar . Barang yang diterima juga harus sesuai dengan faktur karena bila tidak sesuai akan sangat bermasalah dalam proses pembayaran. 2) Keadaan barang Keadaan barang juga harus dilihat, apakah barang yang diterima cacat atau tidak. Apabila ada yang cacat atau jelek maka sebaiknya barang tersebut segera direturn atau dikembalikan kepada PBF yang bersangkutan sehingga barang bisa ditukar dengan barang yang baru. 3) No Bacth Nomer Bacth yang diterima haruslah sama, karena bila tidak sama maka ada kemungkinan terdapat barang yang palsu. Jadi dalam melihat no bacth haruslah benar-benar teliti. 4) Tanggal Kadaluarsa Pemeriksaan tanggal kadaluarsa harus cermat karena hal ini berhubungan dengan kualitas obat yang akan diberikan kepada pasien. Obat yang diterima haruslah 14

memiliki tanggal kadaluarsa minimal dua tahun karena dalam pengadaan barang biasanya direncanakan obat tersebut habis dalam kurun waktu satu tahun. 5) Penerimaan dan penandatanganan faktur Faktur memiliki dua rangkap dimana faktur yang asli akan dipegang oleh PBF sedangkan yang fotocopyan akan dipegang oleh Apotek. Dalam faktur tersebut terdapat tanda tangan dari pihak PBF-nya dan dari pihak penerima barang yaitu petugas gudang. Faktur yang asli dipegeng oleh PBF merupakan bukti yang akan dijadilkan sebagai tanda penagihan kepada apotek. Jika sudah jatuh tempo pembayaran, maka sales dari PBF akan datang lagi ke apotek untuk melakukan penagihan dengan membawa faktur asli. Setelah apoteker membayar tagihannya, maka faktur asli akan dipegang oleh Apoteker. b. Pencatatan Obat Pencatatan obat di Apotek Sumpiuh terdiri dari: 1) Pencatatan arus barang, yaitu mencatat semua barang yang diterima dan barang yang dikeluarkan sehingga mengetahui sisa barang yang ada. 2) Pencatatan penjualan, yaitu mencatat omzet penjualan barang baik dari resep maupun dari penjualan bebas. Buku pencatatan obat terdiri dari buku pencatatan obat biasa dan obat ASKES. Obat ASKES dicatat di buku khusus untuk obat ASKES. Di apotek Sumpiuh menggunakan kartu stock untuk mendata pemasukan dan pengeluaran obat.tersebut.. c. Penataan Obat Penataan obat di Apotek Sumpiuh yaitu obat generik dan obat paten dipisahkan ditata berdasarkan sistem alfabet (susunan huruf) serta dibedakan jenis sediaannya dan disimpan di ruang peracikan/penyiapan obat, sedangkan obat bebas ditata di etalase depan berdasarkan sistem farmakologi. Penataan obat ini tergantung dari kebijakan Apoteker. d. Penyimpanan Obat Apotek Sumpiuh mempunyai gudang yang berfungsi untuk menyimpan perbekalan farmasi sebelum disalurkan ke ruang peracikan/penyiapan obat dan penjualan obat bebas. Penyimpanan barang dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis serta dibedakan antara obat generik dan obat paten, dan obat bebas dan obat di ruang 15

peracikan/penyiapan obat. Prinsip penyimpanan barang yaitu dengan prinsip FIFO (first in first out) yaitu barang yang lebih dulu masuk akan keluar lebih dulu. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan sesuai dengan ketentuannya yaitu dalam lemari yang menempel ke dinding dengan dua pintu dgn kunci berbeda dan selalu dalam keadaan terkunci berada di dekat meja apoteker. 3. Pelayanan a. Penyiapan dan Peracikan Obat Pada saat resep datang ke apotek, kemudian dicek terlebih dahulu ketersediaan obat di apotek. Jika tersedia maka dijumlahkan harganya dan dibuat persetujuan dengan pasien. Setelah pasien setuju, maka obat disiapkan sambil dicek dan dibuatkan etiket. Setelah obat dan etiket sudah siap, maka obat dan etiket dimasukkan ke dalam wadah obat sambil dicek. Setelah itu, obat dicek kembali sebelum diserahkan kepada pasien. Jika ada salah satu obat yang tidak tersedia apotek, maka wajib dibuatkan copy resep yang ditandatangani oleh Apoteker. b. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi 1) Kasus 1 Seorang ibu datang ke apotek mengeluhkan gatal-gatal, kulitnya kemerahan, dan jarijari tangannya sampai bengkak. Hal tersebut terjadi setelah ibu makan suatu makanan. Apoteker memberitahu ibu tersebut bahwa beliau mengalami alergi. Penyelesaian : Apoteker memberikan obat CTM untuk mengatasi alerginya. Apoteker menjelaskan jenis obat, indikasi obat, dan efek samping obat. Apoteker juga memberitahu ibu tersebut untuk tidak makan makanan yang menimbulkannya alergi, serta menjelaskan apa saja yang harus dihindari selama pengobatan. 2) Kasus 2 Pasien TBC usia 17 tahun mengalami alergi yang sangat berat. Dia mengkonsumsi obat TBC (Rifampicin, INH, Etambutol, Pirazinamid). Datang ke Apotek meminta solusi untuk mengatasi alerginya. Apoteker mencurigai pasien tersebut alergi obat Rifampisin. Penyelesaian: Apoteker menyarankan pada pasien untuk tidak meminum obat Rifampisin. Saat ini, pasien takut untuk mengkonsumsi obat. Apoteker memberikan 16

informasi tentang pentingnya pengobatan TBC dan memberikan motivasi pada pasien supaya pasien tidak merasa takut lagi untuk mengkonsumsi obat. 3) Kasus 3 Pasien usia 17 tahun mengalami flu dan dokter memberikan resep antibiotik levofloxacin. Pasien mempunyai riwayat alergi antibiotik golongan penisilin dan mempunyai penyakit lambung kronis (maag). Penyelesaian: Apoteker menyarankan untuk tidak minum levofloxacin karena berdasarkan pengalaman, jika alergi antibiotik golongan penisilin maka alergi juga terhadap golongan quinolone. Apoteker menyarankan untuk minum vitamin saja untuk mengatasi flu pasien. c. Problem Solving DRP 1) Kasus 1 Pasien TBC usia 17 tahun mengalami alergi yang sangat berat. Dia mengkonsumsi obat TBC (Rifampicin, INH, Etambutol, Pirazinamid). Datang ke Apotek meminta solusi untuk mengatasi alerginya. Apoteker mencurigai pasien tersebut alergi obat Rifampicin. Penyelesaian: Apoteker menghapuskan obat Rifampicin 2) Kasus 2 Pasien usia 17 tahun mengalami flu dan dokter memberikan resep antibiotik levofloxacin. Pasien mempunyai riwayat alergi antibiotik golongan penisilin dan mempunyai penyakit lambung kronis (maag). Penyelesaian: Apoteker menghapus obat levofloxacin karena berdasarkan

pengalaman, jika alergi antibiotik golongan penisilin maka alergi juga terhadap golongan quinolone. Apoteker menyarankan untuk minum vitamin saja untuk mengatasi flu pasien.

17

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan Dari hasil Praktek Belajar Lapangan (PBL) di Apotek Sumpiuh selama 2 minggu dapat di simpulkan bahwa: a. Administrasi, manajemen, dan pelayanan di Apotek Sumpiuh telah berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Pelayanan yang dilakukan di Apotek Sumpiuh mencakup pelayanan resep, penjualan obat bebas, alat kesehatan, suplemen makanan, obat tradisional, dan susu. c. Pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pada pasien sudah maksimal dilaksanakan dan berjalan dengan sangat baik. d. Hubungan antar karyawan, apotek relasi, dokter, dan APA sudah terjalin dengan baik sehingga pengadaan dan pelayanan obat pada pasien dapat berjalan secara efektif dan efisien. 2. Saran Kerjasama antar Apotek Sumpiuh dengan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman agar terus dikembangkan serta dipertahankan untuk tahun-tahun selanjutnya.

18

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2006, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. ISFI. 2004. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Tugas dan Fungsi Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Menteri Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

19

Lampiran

20

Lampiran 1. Faktur

21

Lampiran 2. Buku Pencatatan Obat

22

Lampiran 3. Kartu Stock Obat ASKES

23

Lampiran 4. Resep

24

Lampiran 5. Surat Pesanan Obat Biasa

25

Lampiran 6. Surat Pesanan Obat Psikotropika

26

Lampiran 7. Etiket

27

You might also like