You are on page 1of 25

Glass Ionomer Cement (GIC) sebagai Material Restorasi Gigi Anak

Dosen Pembimbing : Dr. Elly Munadziroh, drg.,MS

Kelompok A3: Sergio Santoso Anggreta Galuh A. Sheila Filia S. Elva Puspita R. Fara Maulida R. Agustina Restu N. Dania Anggana D. Willy Wijaya 021211131033 021211131034 02121113103 021211131036 021211131037 021211131038 021211131039 021211131040 Annete Juwita Y. Ledy Ana Z. Firsta Maulidya Y. Nisrina Hasna N. Amelia Kristanti R. Dita Rana Wilda Safira Masha Andina 021211131041 021211131042 021211131043 021211131044 021211131045 021211131046 021211131047 021211131048

Departemen Material Kedokteran Gigi FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul Glass Ionomer Cement (GIC) sebagai Material Restorasi Gigi Anak ini kami buat untuk mengetahui jenis restorasi gigi yang tepat untuk anak serta apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan restorasi untuk anak. Atas bantuan dosen pembimbing kami, Dr. Elly Munadziroh, drg., MS, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih tidak sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I BAB II PENDAHULUAN ................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 3 2.1. Syarat Tumpatan yang Baik ............................................ 3 2.2. Jenis Tumpatan ................................................................ 3 2.3 Kadar Komposisi Glass Ionomer Cement........................ 4 2.4 Sifat Fisik dan Mekanik GIC .......................................... 5 2.5 Jenis-jenis GIC ................................................................ 7 2.6 Manipulasi ....................................................................... 9 2.7 Reaksi Pengerasan .......................................................... 11 2.8 Kelebihan dan Kekurangan ............................................. 13 BAB III BAB IV BAB V KERANGKA KONSEP ....................................................... 15 PEMBAHASAN ................................................................... 16 KESIMPULAN ..................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu proses demineralisasi struktur gigi yang bisa terjadi pada semua permukaan gigi. Karies gigi berawal dari plak pada permukaan gigi yang dibiarkan dalam waktu yang cukup lama dan tidak didukung dengan kebersihan rongga mulut yang bagus. Plak merupakan sekumpulan bakteri yang melekat pada permukaan gigi, sebenarnya plak merupakan hal yang wajar, tetapi jika plak dibiarkan terus menerus maka akan menyebabkan karies. Karies merupakan proses demineralisasi struktur gigi, dari enamel dan dentin. Beberapa kasus karies yang parah dapat menyebabkan peradangan pada pulpa dan akar. Demineralisasi enamel merupakan tahap awal terjadinya karies, pada saat terjadi demineralisasi pada enamel, kita tidak merasakan adanya kerusakan pada gigi kita. Tetapi jika karies sudah mencapai dentin, maka gigi yang karies ini menjadi lebih sensitif terhadap stimulus panas, dingin serta manis. Stimulus ini menyebabkan rasa nyeri pada gigi yang terkena karies dentin. Pada anak-anak yang mengalami karies, dibutuhkan bahan restorasi yang mudah diaplikasikan serta cukup kuat. Bahan restorasi tersebut juga sebaiknya dapat memperkuat gigi anak dengan mencegah terbentuknya karies baru. GIC atau glass ionomer cement merupakan suatu bahan restorasi yang mengandung fluor, dimana fluor ini dapat berguna untuk mencegah terjadinya karies baru, serta memperkuat struktur gigi. GIC mempuyai masih banyak lagi kelebihan, seperti kekuatannya menahan beban pengunyahan, estetik yang baik, dan tahan terhadap kelarutan saliva. GIC banyak digunakan untuk restorasi gigi sulung, dikarenakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki GIC serta aplikasi yang mudah untuk restorasi gigi anak.

1.2 Masalah Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu: 1. Bahan restorasi apakah yang cocok untuk restorasi gigi sulung 2. Mengapa dipilih GIC sebagai bahan restorasi pada gigi sulung 1.3 Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui proses terjadinya karies 2. Untuk mengetahui bahan restorasi untuk gigi sulung 3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan GIC untuk restorasi gigi sulung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Syarat Tumpatan yang Baik Syarat bahan tumpatan sementara yang baik antara lain harus secara hermetic (kedap terhadap air, udara, mikroba) menutup kavitas pada bagian periferal, yaitu tidak dapat ditembus oleh bakteri dan cairan mulut, harus menjadi keras dalam beberapa menit setelah dimasukkan ke dalam kavitas. Selain itu tumpatan setelah mengeras harus dapat menahan tekanan pengunyahan. Tumpatan harus dapat digunakan dengan mudah, dapat dikeluarkan dengan mudah, serta harus serasi dengan warna struktur gigi. (Grossman, 1995)

2.2 Jenis Tumpatan Menurut ADA, jenis restorasi dibagi menjadi dua yaitu direct restoration dan indirect restoration. Direct restoration terdiri dari: a. Amalgam Dental amalgam adalah kombinasi merkuri dengan logam lain dan telah digunakan selama lebih dari 150 tahun untuk perawatan gigi berlubang karena sangat kuat dan tahan lama. Amalgam juga cukup lunak untuk beradaptasi dengan ukuran dan bentuk rongga pada gigi namun dapat mengeras cukup cepat. Amalgam masih dianggap sebagai material pilihan untuk beberapa tambalan pada gigi posterior. Dalam beberapa tahun terakhir ini penggunaan amalgam menurun karena tidak berwarna seperti gigi dan tidak beradesi dengan permukaan gigi. b. Resin komposit Komposit adalah campuran acrylyc resin dan powder glass seperti partikel yang menghasilkan tumpatan dengan warna yang sama seperti gigi. Material jenis ini dapat mengalami self-hardening atau mungkin mengeras dengan menggunakan paparan cahaya biru (blue light). Komposit digunakan untuk tumpatan, inlay dan veener. Kadang-kadang

juga digunakan untuk menggantikan bagian dari patahan atau gigi yang terkelupas. c. Resin ionomer Resin ionomer terdiri dari glass filler dengan asam akrilik dan resin akrilik. Resin ionomer mengeras dengan paparan sinar biru (blue light). Resin ionomer sering digunakan untuk tumpatan pada permukaan gigi yang tidak digunakan untuk mengunyah dan tumpatan pada gigi sulung. d. Glass ionomer Glass ionomer adalah bahan material kedokteran gigi yang terdiri dari campuran acryliyc acid dengan glass powder yang digunakan untuk mengisi kavitas, khususnya pada permukaan akar gigi. Glass ionomer digunakan untuk tambalan kecil di area yang tidak perlu menahan pengunyahan makanan yang berat. Glass ionomer juga digunakan untuk semen mahkota gigi. Indirect restoration terdiri dari: a. Porcelain (ceramic) Ceramic, porcelain dan crown termasuk dalam material porcelain (ceramic). Mereka digunakan untuk inlay, onlay, crown, dan veener. b. Gold Alloy Gold alloy berisi emas, tembaga, dan logam lainnya yang digunakan untuk inlay, onlay, crown dan fixed bridges.

2.3 Komposisi Glass Ionomer Cement Bubuk glass ionomer adalah calcium fluoroaliminosilicate glass yang larut dalam asam. Bahan baku akan menyatu menjadi kaca yang seragam dengan memanaskannya pada suhu 1100o C sampai 1500o C. Penambahan Lanthanum, Strontium, Barium, atau Zinc Oxide akan memberikan radiopacity. Awalnya, cairan untuk GIC adalah larutan asam poliakrilat dalam konsentrasi sekitar 40% sampai 50%. Cairan itu cukup kental dan cenderung berubah menjadi gel dari waktu ke waktu. Dalam sebagian besar semen saat ini, komposisi asam dalam bentuk kopolimer dengan itaconic, maleat atau asam trikarboksilat. Asam-asam ini cenderung meningkatkan

reaktivitas cairan, menurunkan viskositas, dan mengurangi kecenderungan untuk gelasi. Tartaric acid juga terdapat dalam cairan untuk meningkatkan working time, tetapi mempersingkat setting time. (Anusavice, 2003)

2.4 Sifat Fisik dan Mekanik Glass Ionomer Cement 2.4.1 Sifat Fisik Sifat fisik GIC yaitu adhesif kepermukaan enamel dan dentin, melepaskan fluorida ke jaringan gigi. Biokompatibel pada jaringan pulpa dan termal ekspansi sama dengan gigi sehingga bahan ini banyak digunakan. Selain itu, menurut Sidharta (2001) GIC melepaskan ion fluorida dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies. Kekuatan tekan GIC sebanding dengan seng fosfat, dan kekuatan diametralnya sedikit lebih tinggi. Modulus elastisitasnya hanya sekitar satu setengah dari semen seng fosfat. Dengan demikian GIC kurang kaku dan lebih rentan terhadap deformasi elastis. Dalam hal ini, GIC tidak digunakan seperti semen seng fosfat untuk membuat mahkota, hal ini dikarenakan adanya perbedaan tegangan tarik. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, beban kegagalan rata-rata untuk feldspathic porselen mahkota meningkat dari 963 N menjadi 2800 N (Anusavice, 2003: 475).

2.4.2 SIFAT MEKANIK 2.4.2.1 Compressive Strength

Kekuatan kompresi GIC berkisar antara 90 -230 Mpa. Nilai kekuatan tariknya hampir sama dengan semen seng fosfat yaitu sebesar 4,2-5,3 MPa. GIC bersifat lebih brittle. Modulus elastisitasnya sebesar 3,5 -6,4 GPa sehingga GIC tidak terlalu kaku dan lebih peka

terhadap perubahan bentuk, lebih elastis dibandingkan seng fosfat. Kekuatan kompresi dari GIC naik secara cepat apabila semen diisolasi dari kelembaban saat awal pembentukan. Pengisolasian dari lingkungan yang lembab bertujuan untuk memberikan perlindungan pada permukaan restorasi dari saliva dengan menggunakan larutan varnish atau light-curing bonding agent. (William A, 2001:121) 2.4.2.2 Bond Strength Kekuatan GIC untuk berikatan adalah sebesar 1-3 Mpa. GIC dapat berikatan dengan baik dengan enamel, stainless steel, tin oxide-plated platinum, dan gold alloy. Bond strength dapat dinaikkan dengan pemberian

conditioner berupa asam dan larutan FeCl 3 pada dentin. 2.4.2.3 Kekerasan Semen memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses gelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan fluorida. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisikokimiawi antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi tumpatan (Anusavice, 2003: 425).

2.4.3 Sifat Biologi

Glass ionomer menghasilkan fluorida dalam jumlah yang sebanding dengan fluorida yang dihasilkan semen silikat dan proses ini terus berlanjut selama periode yang panjang. Jumlah minimal pelepasan fluorida dan serapan oleh enamel bisa digunakan untuk menghambat karies. Beberapa studi klinis terkontrol tentang glass ionomer digunakan untuk restorasi atau fissure sealant, menunjukkan bahwa jumlah lesi karies sekunder yang dikembangkan berkisar dari nol sampai nomor yang tinggi, hal ini terkait dengan restorasi komposit. Pada survei penelitian yang sama oleh dokter gigi menunjukkan bahwa frekuensi karies sekunder di gigi dengan restorasi glass ionomer dibandingkan dengan gigi dengan komposit posterior itu lebih rendah untuk satu kelompok dokter gigi tetapi lebih tinggi untuk kelompok lain dokter gigi. Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluorida yang dilepaskan dari GIC menghambat perkembangan karies sekunder (Anusavice, 2003, pp : 475). Kebanyakan studi histological mengindikasikan bahwa glass ionomer cukup biokompatibel. Glass ionomer menghasilkan reaksi pulpa yang lebih besar dari ZOE dan umumnya kurang dari semen fosfat seng. Glass ionomer digunakan sebagai luting agent yang memiliki rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar dari restorasi glass ionomer karena semen dengan rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menyebabkan keadaan pH rendah dalam waktu yang lama. Bagaimanapun, GIC membutuhkan lapisan tipis sebagai pelindung, seperti Ca(OH)2, dengan kedalaman 0,5 mm dari ruang pulpa pada preparasi. (Anusavice, 2003)

2.5 Jenis-jenis Glass Ionomer Cement Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan aplikasi klinisnya, formulanya dan potensi penggunaannya. Tipe I untuk bahan perekat, Tipe II untuk bahan restorasi, dan tipe III untuk basis. Juga ada semen ionomer kaca yang pengerasannya dilakukan oleh sinar. Jenis ini juga disebut sebagai

10

semen ionomer kaca modifikasi resin sebab melibatkan resin yang dikeraskan sinar dalam formulanya. (Anusavice, 2003) Tipe I : luting cements, berguna untuk merekatkan gigi mahkota atau jembatan, tumpatan tuang, dan alat-alat ortodonsi cekat. Semen perekat ini mencegah kebocoran tepi restorasi dan lapisan semen harus dibuat setipis mungkin agar tidak terlarutkan oleh cairan mulut. Tipe II : restorative cement, sebagai tumpatan estetik yang sewarna dengan gigi. Tipe III : lining dan base cement (Mount, 2005) Sedangkan menurut sifat fisik dan kimianya, glass ionomer cement diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu: (Quiec, 2011) 1. Glass ionomer cement konvensional Glass ionomer konvensional terdiri dari fluoroaluminosilicate glass, biasanya dalam garam stronsium atau kalsium dan cairan asam polialkenoat, sebagai contoh poliakrilik, maleat, itakonik dan asam trikarbalilik. Bahan konvensional dibuat dengan reaksi unsur asam antara cairan asam dan bubuk dasar. Baru-baru ini, untuk memperbaiki sifat fisik dan mengurangi sensitivitas air dan bahan konvensional, dikembangkanlah resin-modified glass ionomer cements. Bahan ini mengandung resin yang dapat berpolimerisasi, biasanya hydroxyethylmethacrylate (HEMA), dan memiliki reaksi pengerasan tambahan dari polimerisasi resin yang dapat berupa self-cure atau light-cure. 2. Resin-modified glass ionomer cement Modified glass ionomer merupakan bahan hybrid yang terdiri dari 80% semen ionomer kaca konvensional dan 20% resin komposit fotopolimerisasi. Ciri utama resin-modified glass ionomer cement adalah ketika bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan

dengan bantuan sinar (light cure) Tahap-tahap reaksinya: 1. Reaksi pengerasan 2. Reaksi polimerisasi 3. Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin

11

4. Reaksi asam-basa dan polimerisasi penyinaran pada resin-modified glass ionomer cement 3. Hybrid ionomers Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi dari ionomer kaca konvensional. Peningkatan ini di akibatkan oleh modulus elastisitasnya yang lebih rendah dan deformasi plastis yang lebih banyak yang dapat di tahan sebelum terjadinya fraktur. 4. Tri-cure glass ionomer cement 5. Metal-reinforced glass ionomer cements Metal-reinforced glass ionomer cements pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977. Penambahan bubuk campuran perak-amalgam pada bahan konvensional meningkatkan kekuatan fisik semen dan memberikan radiopasitas.Selanjutnya, partikel perak dilelehkan menjadi serpihanserpihan seperti kaca, dan sejumlah produk kemudian muncul kandungan kandungan campuran amalgam telah ditetapkan untuk memperbaiki

keluhan sampai sampai tingkat yang dikatakan menghasilkan sifat mekanis optimum untuk metal-reinforced glass ionomer cements. Digunakan untuk area yang memiliki stress tinggi, ketebalannya lebih dari 45 m. (Nagaraja, 2005)

2.6 Manipulasi Glass Ionomer Cement Glass ionomer yang dikemas dalam botol dan kapsul dilakukan pencampuran secara mekanik dengan amalgamator. Dalam dispenser, bubuk dan cair ditakar dalam jumlah yang tepat pada paper pad, dan setengah bubuk yang tercampur digunakan untuk menghasilkan konsistensi milky yang homogen. Sisa bubuk ditambahkan, dan total pencampuran diperlukan waktu 30 sampai 40 detik (Craig, 2002). Seperti semua semen lain, sifat semen glass ionomer tipe I sangat dipengaruhi oleh faktor manipulasi. Rasio bubuk yang dianjurkan tergantung merknya, tetapi umumnya berkisar antara 1,25-1,5 gram bubuk per 1 ml cairan. Penyemenan harus dilakukan sebelum semen kehilangan kilapnya. Seperti seng fosfat, ionomer kaca menjadi rapuh (mudah patah) begitu mengeras. Setelah mengeras, kelebihan semen dapat dibuang dengan cara

12

mencungkil atau mematahkan semen menjauh dari tepi restorasi. Kelebihan semen perlu dijaga agar tidak melekat ke permukaan gigi atau protesa. Semen ini sangat peka terhadap kontaminasi air selama pengerasan. Oleh karena itu, tepi restorasi harus dilapisi untuk melindungi semen dari kontak yang terlalu dini dengan cairan. Dalam manipulasi GIC, hal lain yang perlu diperhatikan (Anusavice, 2003) adalah perbandingan powder/liquid, biasanya berkisar 1,3-1,35 : 1, pencampuran harus cepat, gigi sebaiknya diisolasi dahulu agar tidak lembab, untuk proteksi pulpa sebaiknya menggunakan calcium hydroxide bila ketebalan dentin <0,5 mm, kemudian varnish digunakan untuk melindungi semen dari keadaan yang lembab setelah semen selesai diaplikasikan. Untuk tercapainya restorasi yang tahan lama dan protesa tetap kuat, kondisi dari glass ionomer harus dipenuhi, yaitu permukaan gigi harus bersih dan kering, konsistensi semen harus memungkinkan melapisi permukaan yang ireguler, semen yang berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat, permukaan harus diselesaikan tanpa pengeringan yang berlebihan, dan perlindungan terhadap permukaan restorasi harus diperhatikan untuk mencegah retak atau disolusi. Kondisi ini serupa dengan aplikasi luting, kecuali tidak diperlukan finishing permukaan (Anusavice, 2003). Setting time dapat diperpanjang dengan cara menggunakan cold glass slab pada saat mencampur bubuk dan cairan. Akan tetapi hal ini akan menyebabkan compressive strength dari GIC menurun (Van Noort, 2007). Mekanisme perekatan antara GIC dan dentin atau enamel melibatkan ion polyacrylate dari GIC dengan struktur apatit pengganti kalsium dan ion phospat sehingga menghasilkan intermediate layer dari pilyacrylate, ion fosfat dan kalsium atau dapat langsung melekat pada kalsium dari struktur apatit gigi (Van Noort, 2007).

VARNISH SEBAGAI BATAS Bahan tambal glass ionomer sangat mudah diaplikasikan sehingga direkomendasikan untuk digunakan dalam metoda ART (Atraumatic Restirative Treatment), akan tetapi bahan tambal ini sangat peka terhadap

13

kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut. Untuk mengatasi hal tersebut, glass ionomer harus dilindungi agar tidak berkontak dengan yaitu dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber atau dapat pula teknik pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti varnish atau cocoa butter (Sutrisna 2000). Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer bukan saja bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan (Saleh & Khaill 2006). Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadapa pulpa (Craig, 2002). Pada umumnya, penggunaan varnish bertujuan untuk melindungi pulpa dari iritasi kimia bahan-bahan yang berkontak dengannya untuk keperluan ini varnish berada diantara dentin dan bahan restorasi (Anusavice 2003). Varnish tidak larut dalam cairan mulut dan air,tahan terhadap cairan mulut serta bertahan di permukaan gigi untuk waktu yang lama. Sifat menempelnya varnish terhadap bahan lain secara fisika bukan kimiawi sehingga mudah terabrasi (Ferracane 2001). Varnish mengandung satu atau lebih resin yaitu gum natural dan resin sintetik atau rosin. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam larutan organic seperti kloroform, alkohol, aseton, benzene, toluene, etil asetat (Craig 2002). Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu olesan karena sering kali menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi.

2.7 Reaksi Pengerasan Ketika mencampur bubuk dan cairan atau bubuk dengan air, asam perlahan-lahan mendegradasi lapisan terluar dari partikel kaca dan melepaskan ion Ca2+ dan Al3+. selama tahap awal masa setting, Ca2+

dilepaskan lebih cepat dan bertanggung jawab untuk bereaksi dengan polyacid untuk membentuk produk reaksi akin. Al3+ dilepaskan lebih lama

14

dan mempengaruhi setting pada tahap berikutnya, yang sering disebut sebagai secondary reaction stage. Material ini terdiri dari glass cores embedded in matrix of cross-linked polyacid yang tidak bereaksi. Bagian matrix terdiri dari reaksi produk garam. tahap kedua dari reaksi setting terlibat dalam jumlah aluminum dalam struktur matrix yang signifikan dan hasilnya pada mark maturation dari physical properties material. Dalam tahap ini, material sangat lemah dan mudah larut. Untuk memastikan proses reaaksi sampai hingga tahap full maturity, sangat penting bahwa semen yang seting terlindungi dari moisture contamination yang terlalu banyak karena adanya kuantitas air yang tidak proporsional pada tahap ini dapat menghambat pembentukan garam. Adanya asam tartar sangat berpengaruh dalam mengontrol karateristik setting material. Asam tartar membantu memecah lapisan terluar dari glass particles, cepat dalam membebaskan ion aluminium yang mana mengalami complex formation. Karenanya, ion aluminium tidak segera tersedia untuk reaksi dengan polyacid sehingga working time semen dapat terjaga. Intial setting dapat lanjut dihambat oleh asam tartar menghindari unwinding andionization dari polyacid chains. Ketika

konsentrasi dari aluminium yang larut mencapai level tertentu, tahap kedua reaksi setting langsung diproses dengan cepat. Pembentukan asam tartar yang kompleks antara polyacid dan trivalent aluminium ions dengan cara mengatasi masalah steric hindrance yang mana dapat terjadi ketika ion aluminium berusaha membentuk garam dengan 3 asam karboksilat.

karenanya banyak tautan aluminium garam terdiri dari ion aluminium yang terikat sampai dua grup karboksilat dan satu grup asam tartar. Mekanisme ini didukung oleh fakta bahwa sangat sedikit asam tartar yang tidak terikan dalam semen. pelepasan ion fluoride dari hasil glass particle dalam fase matrix dalam material menjadi reservoir untuk fluoride. setelah setting matriks bisa melepaskan fluoride ini ke lingkungan sekitarnya atau untuk mengabsorbsi fluoride dari sekitarnya ketika konsentrasi ambient fluoride sedang tinggi. sebagai tambahan untuk efek terapi yang potensial, adanya fluoride juga dipikirkan membantu dalam mengoptimalkan karakteristik

15

setting dengan cara menjaga workability untuk waktu yang lebih lama diikuti oleh peningkatan kekentalan. (McCabe, 2008)

2.8 Kelebihan dan Kekurangan 2.8.1 Kelebihan GIC GIC dapat berikatan langsung dengan dentin dan enamel. Ikatan pada dentin adalah ikatan hidrogen (Van noort, 2002). Kekuatan untuk berikatan dengan enamel selalu lebih tinggi dari dentin karena semakin besarnya kandungan anorganik dari enamel dan homogenitas yang lebih besar. GIC mempunyai biokompatibilitas yang tinggi. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluorida yang dilepaskan dari GIC dapat menghambat perkembangan karies sekunder (Anusavice, 2003) Glass Ionomer Cement menghasilkan fluor sehingga

diindikasikan untuk pasien yang rentan terhadap karies, selain itu juga memiliki kekuatan yang besar dan dapat menahan beban saat oklusi. Sampai saat ini, dalam study klinis selama tiga tahun bahkan lebih, GIC merupakan material yang mengahasilkan tingkat retensi sebesar 100% di karies kelas V tanpa retensi mekanik atau etsa enamel. GIC merupakan material yang dapat menghambat perlekatan bahan-bahan kimia dalam permukaan gigi. GIC bersifat translucent sehingga cocok digunakan untuk fungsi estetik. Kekuatan kompresif dari GIC lebih besar daripada zinc phosphate cement. Modulus elastisitas GIC lebih besar daripada zinc polyacrilate cement, serta GIC memiliki ikatan yang baik dengan enamel, stainless steel, timah oksidadilapisi platinum, dan gold alloy. (Craig, 2002)

2.8.2 Kekurangan GIC Selain memiliki kelebihan, glass ionomer cement juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut diantaranya adalah

ketahanan terhadap fraktur dan jangka pemakaian rendah apabila dibandingkan dengan komposit atau amalgam, GIC tradisional untuk

16

penggunaan preparasi perbaikan oklusal memiliki kekuatan yang rendah pada bagian dengan GIC yang tipis, hal ini dapat mengakibatkan marginal chipping (Garg and Garg, 2013). GIC tradisional cenderung lebih opaque dibandingkan dengan RMGIC (Resin modified glass ionomer cement). Umumnya pada GIC tradisional dapat muncul noda yang berasal dari eksogen. (Noble, 2012) GIC lebih rapuh dan juga rentan terhadap elastic deformation. GIC memiliki initial setting yang lambat dan dapat menyebabkan iritasi pulpa, untuk itu perlu diberi varnish terlebih dahulu (Koudi and Patil, 2007). Ketika ion dari logam berat digunakan, hasil akhir dari material GIC akan tampak radiopaque jika dilihat dengan sinar-x. Permukaan glass ionomer cement sensitif terhadap kelembaban. (Craig, 2002) GIC memiliki kekurangan mudah larut / solubility (Poor abrasion resistance). Dengan kelarutan yang tinggi, mengalami banyak kehilangan material dalam mulut. Kehilangan banyak material dai GIC ini dapat diklasifikasikan pada 3 kategori utama (Van Noort, 2002): a. Pelarutan dari immature cement Terjadi sebelum material seting sepenuhnya. Perlindungan

sementara pada lapisan nitro-cellulase, methyl methacrylate bertindak sebagai varnish yang dapat meminimalisir efek ini. Perlindungan ini bertahan paling tidak 1 jam, sehingga GIC mempunyai waktu yang panjang untuk mendekati sifatnya yang akan dicapai ketika meterial telah setting sepenuhnya. b. Erosi jangka panjang Dapat terjadi dikarenakan acid attack atau abrasi mekanis. Pada saat pembentukan asam terjadi akumulasi plak dan mulut menjadi sangat asam. c. Abrasi Ketahanan terhadap abrasi jelek sehingga hanya dapat digunakan pada kondisi yang low stress dan tidak dapat digunakan sebagai material restorasi gigi posterior yang permanen.

17

BAB 3 KONSEP MAPPING Anak Usia 5 Tahun

Gigi Berlubang dan Ngilu

Diberi Basis

Tumpatan Anak

Glass Ionomer Cement

Macam Jenis

Komposisi

Sifat

Manipulasi

Tipe 1 Tipe 2 Kelebihan Tipe 3 Kekurangan

Mekanik Fisik Biologi

18

BAB 4 PEMBAHASAN Pada issue didapatkan kasus seorang anak perempuan berumur 5 tahun dengan keluhan gigi berlubang dan ngilu apabila digunakan makan. Anak perempuan tersebut mempunyai gigi geraham kanan rahang bawah yang berlubang. Gigi berlubang (karies) dan rasa ngilu memiliki keterkaitan yang erat. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi sampai ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri (Riyanti, 2005). Dengan demikian, maka kemungkinan pasien anak tersebut mengalami karies yang telah cukup dalam sehingga telah menyerang jaringan periapekalnya. Hal ini diperkuat juga dengan didapatkannya fakta bahwa si anak tidak pernah memeriksakan ke dokter gigi, sehingga penanganan karies dalam tahap awal besar kemungkinan tidak terdeteksi. Apabila karies telah yang telah mencapai jaringan periapikal, maka rasa nyeri akan terus menerus ada. Maka, dibutuhkan penanganan perlindungan terhadap jaringan periapikal sehingga tidak menimbulkan rasa nyeri lagi. Oleh karena itu, penanganan restorasi berupa tumpatan sangat dibutuhkan. Dan dari kasus penanganan karies yang dialami anak, kami menyimpulkan bahwa bahan tumpatan yang paling tepat untuk digunakan adalah mengggunakan Glass Ionomer Cement (GIC). Bahan ini memiliki keunggulan dalam hal sensitivitas terhadap kelembaban dan keunggulan kekuatan perlekatan.Selain itu peningkatan estetis , kemudahan peletakan dan polimerisasi light cured membuat bahan ini menjadi alternatif yang baik untuk digunakan pada pasien anak-anak (Vaikuntam, 2003). Selain itu, kami memilih GIC dengan pertimbangan karena GIC memiliki kelebihan sebagai berikut : 1. GIC mengandung fluor sehingga mampu melepaskan bahan fluor untuk mencegah karies lebih lanjut (Fauziah, dkk, 2008). Untuk
19

gigi sulung dan gigi tetap muda bahan yang sering digunakan adalah Glass Ionomer Cement dan Compomer (Kompomer). Glass Ionomer Cement mempunyai komposisi bahan bubuk acid soluable calcium fluoraluminosilicate glass dan cairan aqueous solution of polyacrilyc acid yang mengandung fluoride. Prevalensi karies gigi sulung lebih tinggi dibandingkan gigi tetap, hal ini disebabkan proses kerusakannya kronis dan asimptomatis. Disamping banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya karies pada gigi sulung, struktur enamelnya kurang padat karena banyak mengandung air dan pemeliharaan gigi tidak teratur. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluoride yang dilepaskan dari GIC dapat menghambat perkembangan karies sekunder (anusavice, 2003) Oleh karena itu, dengan menggunakan GIC, hal ini menjadi salah satu solusi mengurangi kemungkinan karies pada anak, mengingat golongan anak-anak adalah penderita karies terbesar. 2. Glass Ionomer Cement (GIC/SIK) perlekatan ionik permanent terhadap struktur gigi, berikatan langsung dengan dentine dan enamel. Ikatan pada dentin adalah ikatan hidrogen (Van noort, 2002). Kekuatan untuk berikatan dengan enamel selalu lebih tinggi dari dentin karena semakin besarnya kandungan anorganik dari enamel dan homogenitas yang lebih besar (Anusavice, 2003) 3. GIC memiliki biokompabilitas yang baik terhadap jaringan gigi, solubilitas rendah, antikariogenik, perubahan deimensi kecil dan tahan terhadap fraktur. 4. Manipulasi sealant semen ionomer kaca lebih mudah, dan tidak diperlukan tahapan pengetsaan pada permukaan gigi

(Subramaniam, 2008). Sulitnya kontrol terhadap kondisi lembab pada gigi yang belum erupsi sempurna, dan sulitnya manajemen pasien anak adalah beberapa kesulitan aplikasi bahan tumpatan pada anak. Aplikasi yang mudah sangat mengurangi waktu tindakan. Dengan pertimbangan pasien adalah anak berumur 5 tahun yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengerjaan
20

yang lama karena sifat anak-anak yang lebih susah diatur, maka menggunakan semen ionomer kaca/GIC adalah pilihan yang tepat. 5. Pembuangan jaringan gigi yang sehat sangat minimal bahkan terkadang tidak diperlukan pengeburan pada gigi. 6. Sangat jarang menimbulkan reaksi alergi. 7. Estetika lebih baik dibandingkan dengan amalgam. GIC memiliki warna yang lebih sewarna dengan gigi, walaupun tidak sebaik komposit dalam hal estetika. Walaupun GIC memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, namun GIC juga mempunyai kekurangan berupa ketahanan terhadap fraktur dan tekanan yang tidak lebih baik dari komposit dan amalgam. Namun, kekurangan ini bisa teratasi karena GIC lebih banyak digunakan pada pasien anak, dimana daya kunyahnya masih rendah, tidak sekuat orang dewasa sehingga tekanan yang diterima oleh tumpatan GIC tidak begitu besar, sehingga fraktur atau kerusakan pada tumpatan lebih bisa lebih minimal terjadi. Oleh karena hal itu, maka GIC lebih sering digunakan untuk anak-anak dan lebih jarang digunakan untuk tumpatan pada orang dewasa. Bahan tambal GIC sangat peka terhadap kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut.. Selama proses pengerasan dimana dalam periode 24 jam, SIK sensitif terhadap cairan saliva sehingga perlu dilakukan perlindungan agar tidak terkontaminasi. Kontaminasi dengan saliva akan menyebabkan SIK mengalami pelarutan dan daya adhesinya terhadap gigi akan menurun. SIK juga rentan terhadap kehilangan air beberapa waktu setelah penumpatan. Jika tidak dilindungi dan terekspos oleh udara, maka permukaannya akan retak akibat desikasi. Baik desikasi maupun kontaminasi air dapat merubah struktur SIK selama beberapa minggu setelah penumpatan. Untuk mengatasi hal tersebut dan untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka selama proses pengerasan SIK perlu dilakukan perlindungan agar tidak terjadi kontaminasi dengan saliva dan udara, yaitu dengan cara mengunakan bahan isolasi yang efektif dan kedap air . glass ionomer cement harus dilindungi agar tidak berkontak dengan saliva, yaitu dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber dam, tetapi cara ini

21

sangat sulit diterapkan pada pasien anak karena pasien dituntut untuk tidak banyak bergerak. Cara lain yang direkomendasikan yaitu dapat pula dengan teknik pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti varnish atau cocoa butter (Sutrisna 2000). varnis terbuat dari isopropil asetat, aseton, kopolimer dari vinil klorida, dan vinil asetat yang akan larut dengan mudah dalam beberapa jam atau pada proses pengunyahan. Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer cement bukan saja bertujuan untuk menghindari kontak dengan saliva, tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan (Saleh & Khaill 2006). Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu olesan karena sering kali menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi. Dengan demikian, penggunaan GIC dalam tumpatan untuk anak-anak sangat direkomendasikan, tentunya dengan menggunakan prosedur yang baik dan sesuai ketentuan sehingga keluhan yang ada seperti karies dapat tertanggulangi dengan maksimal.

22

BAB 5 KESIMPULAN

Dilihat dari kondisi anak yang giginya berlubang hingga anak tersebut merasakan nyeri saat makan dan minum, karies tersebut sudah cukup dalam. Oleh karena itu dibutuhkan tumpatan yang sesuai bagi anak tersebut dan dari kasus penanganan karies yang dialami anak, kami menyimpulkan bahwa bahan tumpatan yang paling tepat untuk digunakan adalah mengggunakan Glass Ionomer Cement (GIC). Dipilihnya GIC karena GIC memiliki beberapa keunggulan sebagai bahan tumpatan untuk anak, yaitu GIC melepaskan fluorida yang dapat menghambat pembentukan karies sekunder. Aplikasi GIC mudah sehingga mengurangi waktu tindakan mengingat anak kecil yang sering tidak betah pada saat dokter gigi melakukan perawatan. Glass Ionomer Cement (GIC/SIK) memiliki perlekatan ionik permanen terhadap struktur gigi, berikatan langsung dengan dentine dan enamel, biokompatibilitas tinggi, pembuangan jaringan gigi yang sehat sangat minimal bahkan terkadang tidak diperlukan pengeburan pada gigi, jarang menimbulkan reaksi alergi, dan estetika baik.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips Science of Dental Material, USA: W.B. Saunders Company. p. 476, 459, 471 2. Craig, Robert George, Powers, John M., & Wataha, John C. 2002. Dental Materials: Restorative Dental Material. 11th edition. Mosby, Michigan. p 214, 152 3 , 205, 622 3. Van Noort R. 2007. Introduction to Dental Materials. 3rd ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. McCabe J.F and Walls W.G. 2008. Applied Dental Material. 9th ed. United Kingdom : Blackwell Munksgaard. Noble S. 2012. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. Oxford. Wiley-Blackwell Koudi and Patil. 2007. Dental Materials: Prep Manual for Undergraduates. New Delhi. Elsevier. Garg N and Garg A. 2013. Textbook of Operative Dentistry. New Delhi. Jaypee Brothers Medical Publishers. Sutrisna, D. Glass Ionomer ART Sebagai Bahan Tumpatan. Makalah Seminar & Workshop ART Terobosan Baru Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi. Bandung 23 Agustus 2000.p.1-4. Saleh, L.A , Kaiil, M.F. The effect of different protective coatings on the surface hardness of glass ionomer cements . The Saudi Dental Journal, 2006, dapat diakses di www.sdsjournal.org/1994/volume6-number-1/1994-6-1-3-7-

full.html. (diakses 25 November 2013). Ferracane, J.L. 2001 . Materials in Dentistry, Principles & Applications . Philadelphia : Lippincot William and Wilkins . 60 2 Grossman, Louis I. Seymour Oliet. Carlos E. Del Rio. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta: EGC. Fauziah E., Suwelo I.S., Soenawan H. Kandungan Unsur Fluorida pada Email Gigi Tetap Muda yang Ditumpat dengan Tumpatan Semen Ionomer Kaca dan Kompomer. Indonesian Journal of Dentistry, 2008 ; 15 (3): 205-211

24

Riyanti, Eriska. 2005. Hubungan Pendidikan Penyikatan Gigi Dengan Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Imam Bukhari. Skripsi Universitas Padjadjaran Bandung. Tidak dipublikasikan Sutrisna, D. Glass Ionomer ART Sebagai Bahan Tumpatan. Makalah Seminar & Workshop ART Terobosan Baru Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi. Bandung 23 Agustus 2000.p.1-4. Saleh, L.A , Kaiil, M.F. The effect of different protective coatings on the surface hardness of glass ionomer cements . The Saudi Dental Journal, 2006, dapat diakses di www.sdsjournal.org/1994/volume6-number-1/1994-6-1-3-7-

full.html. (diakses 25 November 2013) Vaikuntam J. Resin-modified Glass Ionomer Cements (RM GICS): Implications for Use in PediatricDentistry. J Dent Child , 2003:131-4. Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics Prevent Departemen diakses dari http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent2631143280171_090641.pdf pada 23 November 2013

25

You might also like