You are on page 1of 17

http://books.google.com/books?

id=edTo3oei39QC&pg=PA173&lpg=PA173&dq=prinsip+asean +netral&source=bl&ots=K5wcdsQUMg&sig=Neb7AXmTOICwBe3n9bMDTAoEwm8&hl=id& sa=X&ei=xRkaUb6NLIqXiQepiYGACA&ved=0CB4Q6AEwAQ

MAKALAH ASEAN

Disusun Oleh : SOENOKO, S.KOM

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Untuk melengkapi salah satu tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia lewat makalah ini penulis ingin mengutarakan sedikit buah pikiran dalam bentuk makalah mengenai ASEAN. Dapat dimaklumi betapa dangkalnya pengetahuan penulis tentang ASEAN, namun penulis bekerja keras untuk mencari sumber-sumber dari buku maupun informa dari media lain serta internet. Karena saya menyadari jika dalam pembuatan makalah ini penulis menginginkan hasil yang baik dan memuaskan, penulis urai sedikit tentang ASEAN. Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negaranegara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada BAB II dalam makalah ini. Atas terselesainya makalah inipenulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Guru Bahasa Indonesia SMP Al-Masthuriyah serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi semuanya.

2.

Tujuan Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini yaitu :

Melengkapi salah satu Tugas dari Guru Bahasa Indonesia SMP Al-Masthuriyah. Menambah pengetahuan mengenai ASEAN Mendapat nilai dari Guru karena telah menyelesaikan makalah ini. BAB II PEMBAHASAN

1.

PENGERTIAN ASEAN Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA)[3][4] atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.

2.

SEJARAH ASEAN Terbentuknya ASEAN didasari oleh adanya kepentingan-kepentingan bersama dan masalah masalah bersama di Asia Tenggara. Dengan terbentuknya ASEAN akan memperkukuh ikatan solidaritas, terciptanya perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan di antara negaranegaradi Asia Tenggara. Bagaimana terbentuknya ASEAN? ASEAN singkatan dari Association of South East Asian Nations atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Perbara (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, ibu kota negara Thailand yang diprakarsai oleh lima Menteri Luar Negeri berikut ini.

a. b. c. d. e.

Indonesia : Adam Malik Malaysia : Tun Abdul Razak Thailand : Thanat Khoman Filipina : Narcisco Ramos Singapura : S. Rajaratnam Kelima negara itulah yang mendirikan ASEAN. Terbentuknya ASEAN ditandai dengan ditandatanganinya Deklarasi Bangkok. Organisasi ASEAN pada awalnya menghindari kerja sama dalam bidang militer dan politik.

3.

MENGENAL LEBIH JAUH ASEAN Prinsip-prinsip utama ASEAN adalah sebagai berikut:

Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas nasional setiap negara

Hak untuk setiap negara untuk memimpin kehadiran nasional bebas daripada campur tangan, subversif atau koersi pihak luar

Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan Kerjasama efektif antara anggota

Tujuan ASEAN Tujuan terbentuknya ASEAN tercantum dalam naskah Deklarasi Bangkok, antara lain sebagai berikut. a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di kawasan ASEAN melalui usaha bersama dalam semangat dan persahabatan untuk memperkukuh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai. b. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan ketertiban hukum di dalam negara-negara di kawasan ASEAN. Selain itu, juga mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB. c. Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu satu dengan yang lain di dalam menangani masalah kepentingan bersama yang menyangkut berbagai bidang. Misalnya, di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi. d. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang pendidikan, profesional, teknik, dan administrasi. e. Meningkatkan kerja sama yang lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri, perluasan perdagangan komoditas internasional, perbaikan sarana pengangkutan dan komunikasi, serta peningkatan taraf hidup mereka. f. Memelihara kerja sama yang lebih erat dan bergabung dengan organisasi internasional dan regional lainnya untuk menjajaki segala kemungkinan saling bekerja sama secara lebih erat di antara mereka sendiri.

Lambang ASEAN

Lambang ASEAN ini terdiri dari 4 warna yang mewakili warna utama negara-negara anggotanya yaitu biru, merah, putih dan kuning. Keempat warna ini menggambarkan arti kestabilan, keamanan, kesatuan dan dinamik. Adapun arti warna dalam lambang tersebut terdiri dari warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan, merah melambangkan semangat dan dinamisme, putih identik dengan unsur keuletan, serta kuning melambangkan kemakmuran. Sedangkan bentuk-bentuk pada lambang tersebut berupa sepuluh tangkai padi yang merupakan perwakilan cita-cita tokoh pembentuk ASEAN yaitu kesatuan dan persahabatan yang erat bagi negara-negara di Asia Tenggara. Kesatuan ASEAN tercermin pada gambar bulatan pada lambang tersebut. Hampir semua negara-negara di Asia Tenggara telah terdaftar sebagai anggota dalam ASEAN, kecuali Timor Leste dan Papua Nugini. Namun, Timor-Leste dikabarkan akan turut serta menjadi anggota ASEAN pada tahun 2012. Tahap awal persiapan keanggotaan ASEAN dapat dilihat dengan pembangunan gedung Sekretariat Nasional ASEAN di Dili pada bulan Februari tahun lalu.

Anggota ASEAN Pada awal berdirinya, jumlah anggota ASEAN hanya lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina. Keanggotaan ASEAN sifatnya terbuka, maksudnya negaranegara di kawasan Asia Tenggara yang belum tergabung dalam ASEAN boleh menjadi anggota ASEAN dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.Pada tanggal 7 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung dan diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam. Pada tanggal 28 Juli 1995 Vietnam bergabung dan diterima menjadi anggota ASEAN yang ketujuh. Disusul Laos dan Myanmar bergabung dan diterima sebagai anggota ASEAN pada tanggal 23 Juli 1997. Anggota yang terakhir adalah Kamboja bergabung dan diterima sebagai anggota ASEAN pada tanggal 16 Desember 1998. Dengan demikian jumlah anggota ASEAN ada 10 negara. Lambang ASEAN adalah seikat batang padi yang berjumlah sepuluh batang sesuai dengan jumlah anggotanya. Lambang tersebut menggambarkan solidaritas dan kesepakatan ASEAN serta melambangkan adanya ikatan kerja sama untuk mencapai kemakmuran rakyatnya.

Sekretariat ASEAN

ASEAN untuk menjalankan organisasinya memerlukan sebuah sekretariat ASEAN yang sifatnya permanen. Pada bulan Juli 1976 didirikan Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta. Sekretariat ASEAN dipimpin oleh sekretaris jenderal yang diangkat oleh Sidang Menteri ASEAN. Jabatan Sekjen ASEAN dijabat secara bergilir oleh setiap negara anggota menurut nama negara berdasarkan abjad. Masa jabatan seorang Sekjen ASEAN adalah empat tahun. Sekjen ASEAN bertang-gung jawab kepada Sidang Menteri manakala bersidang dan kepada Komite Tetap pada waktu-waktu lainnya. Selain itu, Sekjen ASEAN bertanggung jawab atas pelaksanaan semua fungsi dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya oleh Sidang Menteri ASEAN dan Komite Tetap.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ASEAN adalah organisasi bertaraf internasional yang menaungi negara-negara yang memiliki letak geografis di tenggara Asia. Tujuan pendirian organisasi ini difokuskan untuk pengembangan ekonomi, kemajuan sosial dan kebudayaan, serta memelihara stabilitas dan perdamaian di tingkat regional bagi negara-negara anggotanya. Tujuan ini sesuai dengan misi yang terdeskripsi melalui lambang ASEAN yang memiliki arti kestabilan, keamanan, bersatu dan dinamik. Association of South East Asia Nations (ASEAN), dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Perbara singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Organisasi ini didirikan di Bangkok berdasarkan inisiatif dari lima negara pemerkasa pada 8 Agustus 1967. Organisasi ini bersifat geo-politik (berdasarkan wilayah).

Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah cukup untuk dikatakan sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat memperluas ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Djamin, Safril. 1993. Mengenal Lebih Jauh ASEAN dan Anggota-Anggotanya Klaten : Intan Perwira http://id.wikipedia.org/wiki/Perhimpunan_Bangsa-bangsa_Asia_Tenggara http://archive.kaskus.us/thread/3438523

KATA PENGANTAR Penulis panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada seorang revolusioner Islam yakni Habibana Wanabiyana Muhammad SAW beserta para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Ucapan terima kasih penulis ucapkan atas dukungan teman-teman dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. karena berkat mereka saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Amin.

Sukabumi, Maret 2011 Penulis

Beredarnya kabar bakal terbentuknya Asean Defense Forum (ADF) dalam waktu dekat, memang cukup meresahkan bagi kalangan masyarakat dan unsur-unsur di dalam instansi pemerintahan di masing-masing negara-negara ASEAN itu sendiri. Betapa tidak. Bagi kalangan sesepuh di jajaran Departemen Luar Negeri, khususnya yang menjadi saksi hidup berdirinya ASEAN, menyadari betul bahwa ASEAN yang didirikan pada 1967, justru didasari semangat untuk menjadikan dirinya sebagai kekuatan independen. Yang bebas dari tarikan pengaruh dari Amerika Serikat, Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina, sebagai tiga negara superpower yang sejak perang dingin di awal 1960-an terlibat dalam perebutan pengaruh di kawasan Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah dan Semanjung Korea. Dengan demikian, ASEAN sejak awal berdirinya tidak dibenarkan untuk menjadi semacam aliansi pertahanan regional, apalagi sebuah pakta militer ala South East Asia Treaty Organization(SEATO) seperti di masa perang dingin yang sepenuhnya berada dalam kendali Amerika Serikat, salah satu negara superpower yang merepresentasikan kubu negara-negara yang berhaluan kapitalisme dan liberalisme. Netralitas dan Independensi ASEAN semakin diperkuat melalui Declaration of Asean Concord II atau Bali Concord II yang menegaskan further that ASEAN Member Countries share primary responsibility for strengthening the economic and social stability in the region and ensuring their peaceful and progressive national development, and that they are determined to ensure their stability and security from external interference in any form or manner in order to preserve their national interest in accordance with the ideals and aspirations of their peoples. Bahwa ASEAN bersepakat untuk berbagi tanggungjawab dalam rangka memperkuat stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara serta menjamin pembangunan nasional secara progresif dan atas dasar perdamaian. Sehingga seluruh kepala pemerintahan ASEAN melalui the Bali Concord II itu bertekad untuk menjamin terciptanya stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara dari segala macam pengaruh dan campur tangan asing, apapun bentuk dan manifestasinya. Acuan utama seluruh kepala negara ASEAN yang menandatangani the Bali Concord adalah tetap dipertahankannya kepentingan nasional masing-masing negara ASEAN yang sesuai dan selaras dengan cita-cita dan aspirasi rakyat ASEAN. Maka dari itu, kerjasama militer di antara sesame negara ASEAN apapun bentuknya, harus sesuai dengan semangat yang ditegaskan dalam pembukaan the Bali Concord II yang ditandatangani oleh para kepala negara ASEAN pada 10 Oktober 2003. Bahkan dalam Asean Security Community (ASC) tertulis bahwa semua negara-negara ASEAN berhak melakukan politik pertahanan dan politik luar negeri yang independen dan sesuai dengan kepentingan nasional dari masing-masing negara ASEAN. Formulasi lengkapnya ditegaskan, The ASEAN Security Community, recognizing the sovereign right of the member countries to pursue their individual foreign policies and defense arrangements and taking into account the strong interconnections among political, economic and social realities, subscribes to the principle of comprehensive security as having broad political, economic, social and cultural aspects in consonance with the ASEAN Vision 2020 rather than to a defense pact, military alliance or a joint foreign policy. Jelaslah sudah bahwa sebuah pakta pertahanan maupun persekutuan militet ala ADF ataupun

yang sejenisnya seperti SEATO di masa silam, akan dianggap tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan semangat dan komitmen ASEAN yang dituangkan dalam deklarasi the Bali Concord II sebagaimana ditegaskan dengan komitmen: ASEAN shall continue to promote regional solidarity and cooperation. Member Countries shall exercise their rights to lead their national existence free from outside interference in their internal affairs. Namun perkembangan akhir-akhir justru mengindikasikan adanya tren yang berusaha merusak netralitas dan independensi ASEAN. Misalnya saja, prakarsa Indonesia untuk membentuk pasukan perdamaian negara-negara ASEAN yang didasari semangat untuk menciptakan stabilitas dan keamanan Asia Tenggara, kabarnya ditolak oleh Thailand, Singapore dan Filipina karena dinilai tidak sesuai dengan kepentingan Amerika Serikat. Untuk kongkretnya, bisa merugikan hubungan bilateral Amerika Serikat dalam bidang militer dan pertahanan dengan Filipina, Singapore dan Thailand. Sejak berakhirnya perang dunia kedua dan dimulainya bibit-bibit perang dingin antara blok kapitalis-demokrasi Amerika Serikat versus blok komunis Uni Soviet dan RRC, Amerika memang selalu tidak setuju dan menaruh curiga terhadap sikap dan prinsip non-blok yang tidak memihak kepada Amerika maupun Soviet-RRC. Indonesia sebagai salah satu pelopor prinsip non-blok yang sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, tentunya sangat mendukung dan mengupayakan menciptakan dasar sistem keamanan Asia Tenggara yang bertumpu pada prinsip non-blok. Dalam perspektif kepentingan Amerika yang dalam masa pemerintahan Presiden George W.Bush justru menekankan betul perlunya menggalang kekuatan militer yang efektif di kawasan Asia Tenggara untuk melawan RRC sebagai pesaing potensialnya di masa depan, prinsip nonblok dalam menciptakan sistem keamanan dan pertahanan di Asia Tenggara, bukanlah langkah strategis yang menguntungkan. Sehingga bisa dimengerti jika Amerika Serikat menolak gagasan semacam itu. Artinya, ASEAN menolak jika Amerika mengajak menjalin persekutuan atas dasar ikatan bersama untuk membenduh pengaruh Cina di Asia Tenggara. Karena dalam pandangan ASEAN, Cina bukanlah musuh dan ancaman bagi stabilitas dan keamanan di Asia Tenggara. Bahkan fakta membuktikan bahwa di bidang ekonomi sekalipun, perkembangan hubungan antara ASEAN dan Cina ternyata cukup menjanjikan dan berprospek cukup baik di masa depan. Sehingga dari hari ke hari, semakin kerjasam dengan Cina telah memberi makna penting dan strategis bagi negara-negara ASEAN. Karena dalam berhubungan dengan Cina di bidang ekonomi, semua negara ASEAN ternayta merasakan betul adanya hubungan yang simbiosis dan saling menguntungkan di bidang ekonomi dan bisnis. Bahkan di bidang politik, manuver politik Cina di ASEAN ternyata jauh lebih elegan dibandingkan Amerika. Dalam Deklarasi Kemitraaan ASEAN-Cina pada 2003 lalu, ASEAN dan Cina telah sepakat untuk bekerja sama lebih lanjut mengenai aksesi Cina atas Treaty of Amity and Coperation (TAC), dan terus mengkonsultasikan niat Cina untuk aksesi Protokol Perjanjian Kawasan Bebas Nuklir Asia Tenggara. Suatu hal yang justru dihindari Amerika sebisa mungkin. Begitulah. Deklarasi kemitraan ASEAN-Cina pada hakekatnya justru telah menggugurkan opini yang dikembangkan oleh Amerika bahwa Cina merupakan musuh dan ancaman bagi kawasan

Asia Tenggara, Dan sebagai alat pembenaran (justifikasi) dibentuknya ADF sebagai persekutuan militer regional Asia Tenggara yang yang berada dalam kendali Amerika. Motivasi Amerika dengan adanya ADF memang bisa dimengerti. Karena dengan adanya ADF, maka Amerika akan memiliki instrument militer untuk mendesak ASEAN agar menjalankan misi dan kepentingan spesifik Amerika di kawasan Asia Tenggara. Maka dari itu, sebagai alternatif adanya ADF, alangkah baiknya jika ASEAN mengoptimalkan saja perangkat kelembagaan pertahanan ASEAN yang sudah ada seperti ASEAN DEFENSE MINISTERIAL MEETING) yang selama ini telah dianggap sebagai bentuk kerjasama pertahanan antar negara ASEAN yang efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip BALI CONCORD II dan ASEAN SECURITY COMMUNITY. Keberadaan ADF Mengganggu Keseimbangan ASEAN 39 tahun sudah usia ASEAN sebagai perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara. Ada semacam kesepakatan tidak terucapkan (the unspoken agreement) di kalangan ASEAN bahwa dalam menjalin kerjasama di bidang apapun di kalangan anggota ASEAN, termasuk dalam kaitannya dengan pertahanan dan militer, untuk menekankan betapa pentingnya membangun dan menciptakan keseimbangan demi melayani kepentingan seluruh angggota ASEAN yang beraneka ragam tersebut. ASEAN, jika melihat sejarah pembentukannya pada 1967, harus diakui bukan untuk melayani kepentingan Amerika Serikat di Asia Tenggara. Meskipun fakta menunjukkan ketika itu bahwa Filipina, Thailand dan sampai tingkat tertentu, Singapore, merupakan sekutu Amerika. Namun Indonesia dan Malaysia yang notabene merupakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim dan tentu saja anti komunis, tidak otomotis berada dalam orbit Amerika Serikat. Bahkan jika dilihat momentum berdirinya ASEAN bertepatan dengan berakhirnya konfrontasi Indonesia dan Malaysia, dua negara rumpun yang mayoritas merupakan rumpun melayu dan beragama Islam. Pada saat yang sama, ASEAN berdiri ketika ketegangan kerap muncul antara Malaysia dan Thailand, maupun antara Filipina dan Malaysia. Artinya, yang tersirat dari agenda terbentuknya ASEAN justru untuk menetralisasi kemungkinan pecahnya konflik antar negara Asia Tenggara akibat perbedaan kepentingan maupun diakibatkan kedekatannya kepada negara superpower. Maka dari itu, terciptanya keseimbangan kepentingan dan keseimbangan kekuatan di kalangan internal ASEAN, secara tersirat merupakan komitmen mereka secara bersama sejak awal berdirinya ASEAN. Sehingga, keberadaan ADF dengan sendirinya akan merusak dan menghancurkan keseimbangan yang tercipta oleh karena komitmen yang dibangun oleh the founding fathers(para pendiri) dari ASEAN sebagai Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Institute (IFI)

ASEAN WAY: Cita Rasa ASEAN dalam " Regional Conflict Resolution" Faisal Ash

ASEAN (Association South East Asia Nations) merupakan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang memiliki norma tersendiri. Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, maka norma yang dibuat harus dipatuhi oleh anggotanya. Norma yang dibuat oleh organisasi regional Asia Tenggara ini disebut dengan ASEAN Way. Disebut demikian karena ASEAN memiliki caranya tersendiri dalam menangani permasalahan-permasalahan regional yang dihadapinya. ASEAN Way berisi prinsip non-interfensi, non penggunaan angkatan bersenjata, mengejar otonomi regional, serta menghindari collective defense (Khoo, 2004 : 38). Sejak awal berdirinya, prinsip non-intervensi telah diterapkan oleh anggota ASEAN. Konsep dari prinsip ini adalah tentang persamaan kedaulatan yang dimiliki tiap negara tanpa terkecuali. Prinsip non-intervensi ini ditujukan sebagai alat dalam pertahanan nasional, bukan regional. Sehingga, ASEAN memberikan ruang bagi setiap anggotanya untuk menyelesaikan permasalahan domestiknya dengan caranya sendiri. Prinsip dari non-intervensi ini tercermin dalam dokumen ASEAN, Deklarasi Bangkok yang mengindikasikan adanya keinginan terhadap kerjasama regional dengan tetap menghormati prinsip-prinsip yang ada pada piagam PBB.

Pada tahun 1971 ASEAN menyatakan diri sebagai wilayah damai, bebas, dan netral/ZOPFAN (The Zone of Peace, Freedom, and Neutrality). Freedom dalam ZOPFAN juga dimaksudkan sebagai kebebasan yang berhak diperoleh oleh setiap anggota untuk tidak diinterfensi mengenai permasalahan domestik mereka. Interfensi disini bisa diartikan dalam hal kemerdekaan atau independensi serta integritas negara itu sendiri (Ramcharan, 2000: 65). Prinsip non-interfensi ini didasari oleh pengalaman pahit saat masa penjajahan. Maka dengan demikian, konsep ZOPFAN mengakui hak dari setiap negara, baik kecil ataupun besar, untuk memimpin eksistensi nasionalnya yang bebas dari intervensi luar terhadap isu-isu domestik. Karena dikhawatirkan interfensi ini akan mengganggu kebebasan, kemerdekaan dan integritas ASEAN menginginkan netralitas di regionalnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, penerapan prinsip non-intervensi ini dianggap terlalu kaku sehingga kerap dikritik oleh dunia internasional. Pada akhirnya muncul gagasan untuk

melakukan pelembutan terhadap prinsip tersebut, yakni dengan konsep alternatif seperti constructive intervention, flexible engagement, atau enhanced interaction. Konsep alternative ini merupakan adaptasi dari kejadian-kejadian yang menimbulkan dilemma dalam menerapkan prinsip non-intervensi ini. Seperti misalnya ketika terjadi perselisihan yang terjadi dekat dengan batas teritorial, negara-negara yang berbatasan langsung dengan wilayah konflik ini tidak dapat berbuat apa-apa karena takut dianggap melanggar prinsip non-intervensi. Seperti yang terjadi pada saat Myanmar ingin menjadi anggota ASEAN. Myanmar yang merupakan negara dengan junta militernya tentu memiliki banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia disana. Akan tetapi, negara-negara anggota ASEAN lainnya tidak mampu berbuat banyak untuk mengurangi pelanggaran Hak Asasi Manusia di Myanmar karena adanya prinsip non-interfensi. Hal ini menjadikan Thailand, yang berbatasan langsung secara darat dengan Myanmar, menjadi khawatir akan terjadi ketidakstabilan di negaranya. Sehingga Thailand hanya bisa melakukan kebijakan constructive engagement terhadap rezim the State Peace and Development (SPDC) di Yangon, Myanmar pada 1992 yang akhirnya gagal dan Myanmar masuk menjadi anggota ASEAN (Ramcharan, 2000 : 68).

Selain itu, ketika terjadi kasus pembakaran hutan di Indonesia di tahun 1997 yang mengusik Malaysia dan Singapura, kejadian ini telah memberikan dampak hingga ke Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand hingga selatan Filipina. Negara-negara tersebut terkena kabut asap dari hutan yang terbakar di Indonesia. Oleh karena itu, semakin lama, pelaksanaan ASEAN Way semakin dipertanyakan, khususnya prinsip non-interfensinya yang dirasa menyulitkan negara lain.

Akhirnya Thailand mencoba mengajukan proposal yang dikenal dengan flexible engagement pada 1998 untuk mengatasi permasalahan konsep non-i ntervensi ini. Flexible engagement adalah perbincangan antar seluruh anggota ASEAN mengenai permasalahan serta kebijakan domestik tanpa bermaksud untuk mengintervensi. Penerapan prinsip non-interfensi dalam ASEAN Way dirasa Thailand sudah tidak relevan lagi. Namun keberlangsungan ASEAN Way masih diperdebatkan hingga sekarang mengingat keefektifitasannya yang sudah berulang kali dipertanyakan oleh anggota maupun internasional, sehingga negara-negara anggota ASEAN harus mampu meratifikasi ASEAN Way sesuai dengan tuntutan zaman.

Dalam tulisan ini, penulis berpendapat bahwa konsepsi non-intervensi masih diperlukan dalam organisasi regional, bahkan internasional sekalipun. Menilik dari sudut pandang realis, bahwa setiap negara memiliki kedaulatannya masing-masing yang tidak dapat dicampuri begitu saja oleh negara lain. Walaupun konsepsi ini kaku, namun akan lebih baik jika konsep ini diturunkan lagi menjadi premis-premis yang mengatur segala tindakan yang berhubungan dengan turut serta permasalahan domestik negara lain. Ketika suatu negara memiliki permasalahan domestik, dan permasalahan itu tidak mengganggu stabilitas kawasan, maka biarkanlah negara tersebut menyelesaikan permasalahannya. Namun, ketika permasalahan tersebut telah mengancam stabilitas negara lain, maka sudah sewajarnya ada tindakan dari luar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi, bukan dengan tindakan frontal (ex: agresi militer, dll), melainkan mengupayakan jalur diplomasi.

Yang terpenting dalam konteks intervensi ini adalah penghormatan terhadap privasi. Ada negara yang tidak ingin diusik privasinya dalam menangani negaranya oleh negara lain, dan ada pula yang justru meminta negara lain untuk masuk ke negaranya demi menyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Memang muncul anggapan dengan adanya non-intervensi tersebut, ada kurang kepercayaan antar satu sama lain anggota. Namun, privasi adalah hal yang memang dimiliki tiap orang atau dalam hal ini Negara dan patut untuk dihormati.

PM Jepang Shinzo Abe memilih Asia Tenggara sebagai lawatan pertama. Selama kampanye, Abe menjanjikan pendekatan yang lebih tegas terhadap Cina. Dia memulainya dari Asia Tenggara. Pemerintahan baru Jepang memberi sinyal tegas ke arah Beijing. Hanya sesaat setelah terpilih, partai LDP yang berkuasa mengajukan rencana kenaikan anggaran militer. Kenaikan anggaran itu akan menjadi yang pertama setelah satu dekade terakhir. Tak hanya itu, Jepang kini bersama-sama Amerika sedang merevisi pedoman kerjasama pertahanan. Ini adalah yang pertama setelah 15 tahun. Pasca Perang Dunia II, Jepang terikat

perjanjian pasifis dengan Amerika Serikat yang membatasi negara matahari terbit itu mengembangkan kekuatan atau kemampuan agresif dalam bidang militer. Sengketa wilayah dengan Cina menjadi salah satu faktor yang membuat Jepang di bawah Perdana Menteri Abe yang karena pandangannya yang keras atas Cina dijuluki Hawkish, kini mulai mengambil ancang-ancang, antara lain dengan melobi negara ASEAN termasuk Indonesia. Kedatangan Saudara Tua Tahun 1930-an, Jepang datang ke Asia Tenggara sebagai saudara tua yang mengulurkan tangan untuk membebaskan negara di kawasan itu dari kolonialisme barat. Januari 2013, Shinzo Abe datang ke Asia Tenggara, saat beberapa negara di kawasan itu terlibat sengketa dengan Cina. Dia memulai tur dari Vietnam yang kini sedang berselisih dengan Cina terkait Laut Cina Selatan. Shinzo Abe punya profil yang keras terhadap Cina, dan kunjungan ke Asia Tenggara mencerminkan itu kata Bantarto Bandoro, ahli hubungan internasional dari CSIS kepada Deutsche Welle. Kunjungan Perdana Menteri Abe bisa jadi akan dimanfaatkan untuk membangun sentimen mendukung Jepang dalam konflik menghadapi Cina. Sekaligus juga membendung Cina dalam konflik Laut Cina Selatan. Hari Jumat (18/01) Perdana Menteri Abe akan mengakhiri tur Asia Tenggara-nya di Jakarta. Indonesia ibarat entitas seksi yang banyak dilirik oleh kekuatan besar seperti Amerika, Cina dan Jepang, kata Bantarto Bandoro. Karena itulah mereka datang untuk melobi. Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi paling impresif, dan sekaligus negara paling demokratis di kawasan. Selain itu, Indonesia juga berperan dalam menciptakan stabilitas kawasan. Atas dasar itulah para pemimpin dunia memberikan apresiasi termasuk dalam bentuk kunjungan, kata Michael Tene, Juru Bicara Luar Negeri Indonesia kepada Deutsche Welle sambil mengingatkan bahwa Indonesia berperan penting dalam membantu penyelesaian konflik kawasan antara Thailand dan Kamboja terkait perbatasan, dan juga soal sengketa Laut Cina Selatan. Namun Michael Tene mengingatkan bahwa prinsip diplomasi luar negeri Indonesia adalah: million friends, zero enemy. Indonesia tidak melihat hubungan dengan negara lain lewat cara pandang zero sum game: kalau kita punya hubungan baik dengan Jepang bukan berarti hubungan dengan negara lain yang berkonflik dengan Jepang harus menurun, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Indonesia. Pusat Pertempuran Diplomasi

Bukti menunjukkan bahwa Asia Tenggara kini menjadi medan pertempuran diplomasi baru, kata Bantarto Bandoro sambil menambahkan bahwa keputusan Abe menempatkan Asia Tenggara sebagai tujuan kunjungan pertama setelah terpilih, menunjukkan pergeseran haluan diplomasi Jepang. Pengamat luar negeri Philips J. Vermonte juga menilai bahwa Asia Tenggara kini menjadi sasaran lobi kekuatan besar. Meski ASEAN adalah entitas yang netral, tapi para anggotanya tidak bisa lepas dari lobi. Singapura, Philipina dan Thailand relatif lebih dekat dengan Amerika kata Philips sambil menambahkan bahwa di lain pihak Myanmar, Laos, dan Kamboja dekat dengan Cina . Hanya Indonesia dan Malaysia yang relatif menampilkan politik lebih netral. Cina, kata Philips, membangun pengaruh di kawasan ASEAN lewat proyek pembangunan infrastruktur di negara seperti Kamboja dan Laos. Cina juga melobi Indonesia dengan memberikan bantuan keuangan untuk proyek pembangunan infrastruktur serta menawarkan kerjasama militer kata Philips. Sementara lobi Amerika, kata Philips, biasanya diberikan dalam bentuk bantuan dana pembangunan lewat IMF atau Bank Dunia. Jepang dikenal sebagai sekutu tradisional Asia Tenggara. Negeri matahari terbit itu menjadi salah satu pendorong kemajuan ekonomi lewat berbagai investasinya di negara-negara yang ada di kawasan, kata Michael Tene. Kini, Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi paling dinamis dunia. Tentu saja Jepang tidak ingin melewatkan kesempatan itu, sambil memperkuat hubungan politik untuk mengimbangi Cina yang belakangan juga mulai aktif membangun lobi. Jepang kini semakin sadar bahwa Asia Tenggara terlalu penting untuk diabaikan, pungkas Bantarto Bandoro.

You might also like