You are on page 1of 11

GANGGUAN KESURUPAN (TRANCE DISORDER)

I. PENDAHULUAN Fenomena kesurupan menjadi tema yang menarik dalam kajian psikiatris. Sebuah kajian debatable yang mengundang kontroversi dan dipandang dari berbagai sisi yang berbeda. Dalam banyak literatur sejarah psikiatiri, fenomena kesurupan dianggap sebagai sebuah asumsi primitif dalam memandang gangguan jiwa. Dalam sejarah abnormalitas, keyakinan akan masuknya roh jahat ke dalam orang yang mengalami gangguan kejiwaan masuk dalam fase demonologi awal. Dalam fase ini orang yang mengalami gangguan kejiwaan diyakini telah dirasuki oleh roh-roh jahat atau setan. Cara penanggulangannya adalah dengan melakukan eksorsisme. Eksorsisme adalah proses pengusiran roh jahat dengan menggunakan mantera atau siksaan ritualistic.1 Luluk Widyawan mengungkapkan beberapa fenomena kesurupan yang pernah

terjadi. Di pabrik rokok PT. Bentoel Prima, Malang, 30 karyawan mengalami kesurupan yang diawali oleh seorang karyawati unit giling yang tiba-tiba menjerit dan mengoceh sekenanya. Hal serupa juga terjadi di SMP Muhammadiyah, Jombang, SMA Pangudi Luhur, Yogyakarta, SMPN 29, Surabaya, dan di SMAN 10, Surabaya yang menimpa 11 siswi (Widyawan, 2006: Menanggapi kejadian kesurupan yang akhir-akhir ini sering terjadi, tim psikiater RSUD Dr. Soetomo Surabaya, diantaranya Prof. Hanafi, Sp.KJ., dr. Nalini M. Agung, Sp.KJ., dr. Marlina Wahyudin, Sp.KJ., dr. Fatima, Sp.KJ., serta dr. Didi Aryono Budiyono, Sp.KJ., dalam jumpa pers mengenai fenomena kesurupan sekaligus bentuk cara penanggulangannya, menjelaskan bahwa kesurupan massal yang terjadi di beberapa kota di belahan nusantara murni merupakan persoalan kejiwaan, bukan masalah mistis atau klenik.1 Kesurupan merupakan fenomena yang sudah ada sejak lama pada berbagai suku bangsa. Pada sukusuku tertentu ini dikaitkan dengan ritual-ritual agama tertentu. Juga digunakan sebagai hiburan di pentas kesenian. Orang awam menyebutnya kemasukan roh. Dalam dunia medis hal ini disebut trance , dalam PPDGJ III gangguan ini dimasukkan dalam kelompok gangguan disosiasi. 1 II. DEFINISI Kesurupan atau possession and trance adalah gangguan yang ditandai dengan

adanya gejala utama kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal di bawah kendali

kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera, serta kontrol terhadap gerakan tubuh.2,4 Trans yang disebut juga twilight state adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri dengan atau tanpa suatu identitas alternatif. (DSM IV TR). 2,4 Trans adalah suatu perubahan status kesadaran dan menunjukkan penurunan responsivitas terhadap stimulus lingkungan. 2,4 Menurut Hinsie dan Campbel (1970), mempunyai persamaan arti dengan hipnosis, katalepsi dan keadaan ekstasi atau kekaguman dapat juga diartikan terlena. Trans adalah suatu bentuk kesadaran transaksional yang dibangkitkan untuk tujuan transformasi.2,4 III. EPIDEMIOLOGI Kesurupan atau possesion dan trance, kasusnya banyak dijumpai di negara dunia ketiga. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan atau possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 4% dari populasi umum.1 . Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali dihubungkan dengan stress atau trauma (Barlow & Durand, 2002:177). Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang terjadi sebagian besar adalah perempuan. Hal ini mungkin karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan lakilaki. Mereka yang mempunyai kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk disosiasi atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah perempuan usia remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi. Barlow & Durand (2002:174) menyatakan, ketika individu merasa terlepas dari dirinya atau seolaholah ia seperti bermimpi, maka dapat dikatakan ia memiliki pengalaman disosiatif. Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami tekanan mental. Banyak jenis penelitian menyatakan suatu hubungan antara peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa anakanak, dengan disosiatif . Kondisi trans disosiatif adalah fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik namun membingungkan.3,5,7
2

Studi epidemiologi possesion telah dilaporkan berhubungan dengan krisis sosial di masyarakat. Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai kesurupan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana fenomena kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tentunya paham seperti ini merupakan paham tradisional yang ada, diturunkan dan berkembang dalam masyarakat kita.5,7 Kesurupan masal yang belakangan ini sering sekali terjadi sebenarnya pada awalnya merupakan kesurupan individual dan kemudian berubah menjadi masal dikarenakan orang lain yang melihat peristiwa tersebut menjadi tersugesti. Kesurupan individual yang terjadi muncul sebagai reaksi atas apa yang sedang dirasakan oleh individu sebelum proses kesurupan itu terjadi. Kesurupan menurut Dr Dadang Hawari adalah reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi desosiasi. Reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya itu, yang disebabkan adanya tekanan fisik maupun mental.5,7 IV. ETIOLOGI Pada seseorang dengan gangguan trans disosiatif terdapat kompleksitas pembentukan dan pengumpulan ingatan. Pendekatan psikoanalitik menyatakan amnesia terutama sebuah mekanisme pertahanan dimana orang mengubah kesadarannya sebagai cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stressor eksternal.2,3,7 Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis. Faktor predisposisinya antara lain:2,3,7 1. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara emosional, 2. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial, perkawinan, pekerjaan, dan peperangan, 3. Depresi, 4. Usaha bunuh diri, 5. Gangguan organik (khususnya epilepsi), 6. Riwayat penyalahgunaan zat. 7. Trauma fisik dan mental 8. Kemarahan
3

9. Kecemasan 10. Kelelahan fisik V. FAKTOR YANG MEMBANGKITKAN Musik / tetabuhan Kata-kata / mantra Cahaya yang menyilaukan Situasi yang kacau Kekaguman Hipnosis2

VI. PSIKOPATOLOGI Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self) yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Kesehatan mental merupakan modal utama kehidupan seorang manusia. Tanpa mental yang sehat, seorang manusia tidak dapat melaksanakan tugas kemanusiaannya dengan baik. Manusia yang sehat tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara psikis. Bebas dari gangguan adalah indikasi manusia yang bermental sehat. Ada berbagai macam gangguan mental (mental disorder), salah satunya adalah gangguan trans disosiatif (dissociative trance disorder). Dalam masyarakat fenomena disosiatif dikenal dengan istilah kesurupan. 4,5,6 Dari perspektif psikologi, menurut pandangan Freud, dissosiasi merupakan salah satu bentuk deffence mechanism ego ketika kebutuhan-kebutuhan id tidak tersalurkan karena adanya superego. Dalam hal ini, orang yang mengalami stres berat atau kejadian traumatik, coping stress, tidak dapat mengatasi stressor yang ada sehingga ego melemah. Saat ego ini melemah, ia mulai melakukan pertahanan diri dalam bentuk dissosiasi, yaitu kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.1,4,6 Kesurupan dipercaya oleh masyarakat sebagai suatu keadaan yang terjadi bila roh yang lain memasuki seseorang dan menguasainya sehingga orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku dan sifatnya. Perilakunya menjadi seperti ada kepribadian lain yang memasukinya. Maramis (1994:418) menyebutnya sebagai suatu mekanisme disosiasi yang dapat menimbulkan kepribadian ganda (multiple personality) dan gangguan identitas disosiasi (dissociative identity disorder). Kaplan & Sadock (1997:100) menyatakan bahwa

disfungsi utama pada disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran sehingga orang merasa tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap identitasnya sendiri atau memiliki identitas berganda. 3,4,5 Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan terhadap sistem limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan perilaku. Sistem limbik sangat luas dan mencakup berbagai bagian di berbagai lobus otak. Dengan terganggunya emosi dan beratnya tekanan akibat kesulitan hidup, timbullah rangsangan yang akan memengaruhi sistem limbic. Akhirnya, terjadilah kekacauan dari zat pengantar rangsang saraf atau neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf yang keluar mungkin norepinephrin atau juga serotonin yang menyebabkan perubahan perilaku atau sebaliknya.3,4,5,6 Masyarakat memandang bahwa kesurupan itu terjadi karena seseorang telah kemasukan jin atau roh halus sehingga membuat perilakunya aneh di luar kesadarannya. Dan pengobatan menurut masyarakat umum dengan meminta pertolongan pada orang pintar, paranormal, ahli agama, dan orangorang yang dianggap ahli menanganinya. Jarang sekali penderita disosiasi dibawa ke dokter. Kesurupan dalam psikologi dikenal dengan istilah fenomena disosiatif yang diartikan sebagai keadaan psikologis yang terjadi karena suatu perubahan dalam fungsi self (identitas, memori atau kesadaran).4,5,6 Kondisi ini bisa terjadi secara tibatiba atau secara bertahap, bersifat sementara atau kronis. Fenomena disosiasi ini mengacu pada kondisi trans disosiatif. Trans disosiatif adalah perubahan yang bersifat temporer dalam hal kesadarannya atau lemah/hilangnya perasaan identitas diri (sense of personal identity) tanpa kemunculan identitas baru (Suryaningrum, 2006). Dalam kondisi trans, hilangnya identitas tidak berhubungan dengan munculnya identitas baru dan tindakan yang dimunculkan selama kondisi trans umumnya tidak kompleks (misalnya kejangkejang, bergulingguling, terjatuh). 4,5,6 Menurut Hawari (2006), kesurupan adalah reaksi kejiwaaan yang dinamakan reaksi disosiasi (dissociative reactions). Reaksi itu mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk menyadari realitas sekitarnya, disebabkan tekanan fisik maupun mental. Reaksi disosiasi ini menimpa mereka yang jiwanya labil ditambah dalam kondisi yang membuatnya tertekan. Stress yang bertumpuk ditambah pemicu memungkinkan reaksi yang dikendalikan alam bawah sadar ini 3 muncul ke permukaan, sehingga seseorang yang mengalami stress berat, maka ia sangat mudah sekali akan mengalami trans disosiasi. Berikut satu contoh kasus dari keadaan trans disosiatif seperti yang pernah dialami oleh subyek dalam penelitian ini. Subyek
5

pernah mengalami kondisi trans ketika berusia 20 tahun. Saat kejadian itu subyek merasa dalam dirinya ada yang mengendalikan, ia berteriakteriak dan menangis dan terjadi hampir lima jam lamanya, dia tidak menyadari bahwa dia dalam keadaan trans. Subyek mengakui sebelum mengalami kondisi trans, subyek mempunyai berbagai permasalahan yang berat. Saat itu banyak permasalahan yang dihadapinya, mulai dari masalah pribadi, masalah dengan keluarga hingga masalah perekonomian yang tidak bisa terselesaikan.4,5,6 VII. MANIFESTASI KLINIK Dalam dunia psikiatri, kondisi orang kesurupan dibagi menjadi dua. Pertama, munculnya keyakinan akan adanya kekuatan lain yang menguasai diri seseorang. Gejala seperti ini merupakan bagian dari terbelahnya isi pikiran yang merupakan ciri dari penderita skizofrenia. Bentuk keyakinan seperti itu disebut juga waham. Kedua, orang yang kesurupan mengalami metamorfosis total, ia menganggap dirinya bersama dengan orang lain atau benda tertentu.1,3,4.5 Gejala seperti ini sering terlihat pada orang yang mengalami gangguan dissosiasi. Jika pemicunya adalah konflik atau stres psikologis, keadaan ini disebut dengan reaksi dissosiasi yang merupakan sub-jenis dalam neorosa histerik. Dissosiasi yang didasarkan pada kepercayaan atau kebudayaan tertentu disebut dengan kesurupan. Gejala yang menonjol yang berhubungan dengan gangguan kesurupan adalah adanya gejala psikotik pada penderita epilepsi. Gejala psikotik didahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik. Gejala psikotik yang paling khas adalah halusinasi dan waham paranoid. Sesuatu yang membedakannya dengan penderita skizofrenia pasien tetap tampak hangat dan sesuai pada afeknya. 1,3,4.7 Kesurupan dalam stereotip masyarakat terjadi dalam dua tahap, yaitu: a) orang yang kesurupan merasa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri sendiri di samping akunya dan dapat menguasainya. Jadi, stimulan terdapat dua kekuatan yang bekerja sendirisendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun dan perasaan ini berlangsung kontinu. Dalam hal ini kita melihat suatu permulaan perpecahan kepribadian yang merupakan khas dari skizofrenia; b) orang yang kesurupan menjadi pribadi lain. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih kekuatan di dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tetapi terjadi suatu metamorfosis yang lengkap. Orang yang kesurupan juga mengalami amnesia total atau sebagian. Keadaan yang kedua adalah apa yang disebut dengan
6

dissosiasi. Bila dissosiasi terjadi karena konflik dan stres psikologik, maka keadaan ini disebut dengan reaksi dissosiasi suatu sub-jenis dalam neorosa histerik. Bila dissosiasi terjadi karena pengaruh kepercayaan dan kebudayaan, maka dinamakan kesurupan. 1,4,5 Dampak orang yang mengalami gangguan kesurupan akan mengalami gangguan tidur. Adapun gejalanya adalah: a) seorang tidak dapat tidur kecuali setelah kendornya persendian dalam waktu yang cukup lama, b) gelisah, yaitu sering terbangun dari tidur waktu malam, c) kondisi tertekan atau terhimpit, yaitu bermimpi melihat sesuatu yang membuatnya gundah dan ingin meminta tolong, tapi tidak mampu, d) mimpi-mimpi yang menyeramkan, e) bermimpi melihat binatang ketika tidur, seperti kucing, anjing, singa, unta, ular, musang dan tikus, f) menggigit dengan gigi taringnya ketika tidur, g) tertawa, menangis, atau berteriak ketika tidur, h) mengaduh ketika tidur, i) berdiri atau berjalan tanpa sadar ketika tidur, j) bermimpi seakan dia akan jatuh dari tempat yang tinggi, k) bermimpi melihat dirinya berada di kuburan, tempat sampah, atau jalan yang mengerikan, l) bermimpi melihat orang-orang yang aneh, seperti orang-orang yang berpostur sangat pendek atau tinggi, atau orang-orang yang serba hitam, dan m) bermimpi melihat gambar atau lukisan.1,4,5 Sedangkan gejala yang muncul di luar kondisi tidur adalah: 1) hilangnya kendali diri secara menyeluruh baik dalam bentuk kelumpuhan fisik, maupun fungsi kesadaran, seperti, penyakit ayan, ataupun apa yang diasumsikan orang awam sebagai sakit gila, dan 2) gangguan secara parsial yang bisa muncul dalam bentuk: a) sakit kepala yang berkelanjutan, dengan catatan bahwa gangguan tersebut tidak berhubungan dengan gangguan mata, telinga, hidung, gigi, tenggorokan, atau perut, b) penyakit pada salah satu anggota tubuh, sementara pihak medis tidak dapat mendeteksinya, c) linglung, d) lemas atau loyo, dan e) seakan-akan ada yang mengahalanginya untuk berdzikir kepada Allah, melaksanakan shalat, dan hendak melaksanakan ketaatan. 1,4,5 VIII. KRITERIA DIAGNOSIS Dunia kedokteran internasional, khususnya psikiatri mengakui fenomena ini dan dituliskan dalam penuntun diagnosis psikiatri yang paling mutakhir Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) dan The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10 (ICD10). DSM IV memasukkan kerasukan patologis (pathologic possession) ke dalam diagnosis gangguan disosiatif yang tidak spesifik (dissociative disorder not otherwise specified). ICD10 mengkategorikan gangguan kerasukan sebagai trance and possession disorder (DSMIVTR, 2000). 6,7,8
7

Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang mengalami trans disosiatif tanpa disadarinya. Dengan kata lain dirinya menolak dikatakan mengalami trans misalnya, pada waktu mereka sedang mengendarai mobil, pesawat terbang, maupun sedang nonton TV dalam keadaan melamun. Trance, kasusnya banyak dijumpai di negara dunia ketiga. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1-4% dari populasi umum.1,4,5 Kriteria diagnosis kesurupan atau trans menurut PPDGJ III (F 44.3) adalah adanya kehilangan sementara penghayatan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain. Hanya gangguan trans yang involunter (diluar kemauan individu)dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini. Tidak ada penyebab organik (epilepsi, cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (skizofrenia, gangguan kepribadian multipel).4,10 IX. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik/neurologik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.3,8,9 Terapi kesurupan terbagi menjadi tiga, yakni terapi farmakologik, terapi psikoterapi, dan terapi hypnosis. Pada terapi farmakologi dapat digunakan barbiturat kerja sedang dan kerja singkat, seperti thiopental dan natrium amobarbital diberikan secara intravena, dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang.3,8,9 Secara umum penanganan gangguan disosiatif sebagai berikut :3,8,9 1. Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopental, dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk memulihkan
8

ingatannya yang hilang. Amobarbital atau lorazepam parental Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. 2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. 3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. 4. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. 5. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa. X. PENCEGAHAN Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.4,9 XI. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS Gejala disosiatif biasanya pulih tiba-tiba dan lengkap dengan sedikit rekurensi. Klinisi harus memulihkan ingatan pasien sesegera mungkin. Gangguan disosiasi ini biasanya singkat, beberapa jam sampai beberapa hari. Umumnya pemulihan cepat dan jarang rekurens.4,9
9

XII. KESIMPULAN Kesurupan merupakan reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi atau reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang disebabkan oleh tekanan fisik maupun mental (berlebihan). Tetapi kalau kesurupannya massal, itu melibatkan sugesti. Reaksi disosiasi dapat terjadi secara perorangan atau bersamasama, saling memengaruhi, dan tidak jarang menimbulkan histeria massal. Kesurupan hanya terjadi pada diri orang yang memiliki jiwa yang lemah, sehingga ketika mendapat tekanan tidak mampu untuk mengatasinya. Orang yang lemah dari segi jiwa atau mental melepaskan ketidak berdayaanya dengan tanpa disadarinya masuk ke dalam bawah sadarnya. Ketika berada dalam wilayah bawah sadarnya tersebut terjadilah letupan-letupan emosinya yang tertahan selama ini. Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Penyebab kesurupan multifaktorial, terutama kondisi psikologis yang tertekan, bermasalah dalam isu agama dan budaya, dan penelitian menunjukkan peningkatan kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha, serta Kekacauan neurotransmitter Kriteria diagnosis untuk kesurupan dalam PPDGJ III sesuai dengan blok diangosis F44.3, gangguan trans dan kesurupan. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Pencegahan utamanya tertuju pada anak usia sekolah dan wanita dengan selalu berusaha menghadapi persoalan yang ada dengan sebaik-baiknya dan memiliki mental pertahanan yang baik sehingga tidak akan terjadi kondisi psikologis yang tertekan, stress, atau bahkan depresi, yang pada akhirnya akan menurunkan resiko terjadinya gangguan trance possession atau kesurupan.

10

DAFTAR PUSTAKA 1. Arifin Z, dkk. (2009). Gangguan Kesurupan dan Terapi Rukyah. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2. Idrus Faisal M. (2010). Kesurupan Dalam Tinjauan Medis. Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas hasanuddin. 3. Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. seventh edition, Baltimore;Williams & Wilkins. 4. Harsono. (2013). Gambaran Trans Disosiatif Pada Mahasiswi. Jurusan Ilmu Psikologi Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Semarang.. 5. Ni Ketut Sri Diniari, Nyoman Hanati. (2012). Kesurupan, Tinjauan Dari Sudut Budaya Dan Psikiatri. Bagian/SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 6. CJakes1, Swift. Textbook of Psychiatry/Dissociative Disorders/Phenomenology. Source: http://en.wikibooks.org/w/index.php?oldid=2360528.[2013]. 7. Ferracuti S, et.all. (1996). Dissociative Trance Disorder : Clinical and Rorscharrch Finding In Ten Persons reporting Demon Possesion and Trated by Exorcism. Journal Depaetrement Of Psichiatry and psychological Medicine university Of Rome. 8. M. B. First and A. Tasman . (2006). Clinical Guide to the Diagnosis and Treatment of Mental Disorders. Printed and bound in Great Britain by Antony Rowe Ltd, Chippenham, UK.. 9. Elbert H.M. et. all. (2007). Current Diagnosis And Treatment In Psichiatry. Textbook Of Psichiatry Tennese-California Press.

11

You might also like