You are on page 1of 19

1.

Definisi Myokarial Infark Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010). Infark miokard mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran daerah koroner kurang (Smeltzer & Bare, 2000). Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Suyono, 2001). Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005). Infark miokardium didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh rupture plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki, 2004) Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrioventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996). 2. Etiologi Myokardial Infark Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain: a. Infark miokard tipe 1

Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hipertensi atau hipotensi. b. Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard. c. Infark miokard tipe 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat. d. Infark miokard tipe 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard. Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis. e. Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006). Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006). Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006). Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006). Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004). Faktor Resiko Miokardial Infark

Usia Resiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya setelah menopause). Jenis kelamin Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause. Riwayat keluarga Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat. 3. Patofisiologi Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Segera setelah suatu sumbatan koroner akut, aliran darah di pembuluh koroner sesudah letak sumbatan menjadi terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh disekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak mendapat aliran atau mendapat sedikit aliran, tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung dan dikatakan mengalami infark. Seluruh proses ini disebut infark miokardium. Segera setelah timbul infark, sejumlah kecil darah kolateral meresap ke dalam daerah infark, bersama dengan dilatasi progresif pada pembuluh darah lokal, menyebabkan daerah tersebut dipenuhi oleh darah yang terbendung. Secara bersamaan serat otot memakai sisa akhir oksigen dalam darah sehingga hemoglobin menjadi terproduksi secara total dan menjadi berwarna biru gelap. Daerah yang mengalami infark menjadi berwarna coklat kebiru-biruan dan pembuluh darah dari daerah tersebut tampak

mengembang walaupun aliran darahnya kurang. Pada tingkat lanjut, dinding pembuluh menjadi sangat permeabel dan membocorkan cairan, jaringan menjadi edematosa, dan sel otot jantung mulai membengkak akibat berkurangnya metabolisme seluler. Dalam waktu beberapa jam tanpa penyediaan darah, sel-sel akan mati. Penyebab utama kematian setelah infark miokardium akut adalah penurunan curah jantung, pembendungan darah di vena pulmonal atau vena sistemik dengan kematian akibat edema terutama edema paru, fibrilasi jantung dan ruptur jantung. Miocardial infark mengganggu fungsi ventrikuler dan merupakan predisposisi terhadap perubahan hemodinamik yang meliputi : kemunduran kontraksi, penurunan volume stroke, gerakan dinding abnormal, penurunan fraksi ejeksi, peningkatan ventrikuler kiri pada akhir sistole dan volume akhir diastole, dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikuler. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi refleks simpatetik untuk meningkatkan kecepatan jantung, vasokontriksi, hipertrofi ventrikuler, serta retensi air. Infark miocardium akut mengganggu fungsi miocardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding dan mengubah daya tampung ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli. Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatorik. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokontriksi perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan predistribusi aliran darah dari organ-organ yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan perfusi organ-organ vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung kanan, sehingga akan meningkatkan kekuatan kontraksi. Pengurangan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan

pengaktifan system rennin-angiotensin-aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan meningkatkan aliran balik vena. Infark Miokard menyebabkan kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobis lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. Tanpa ATP, pompa natrium-kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel mencederai sel-sel disekitarnya. Protein-protein intrasel yang mencederai sel-sel disekitarnya mulai mendapat akses ke sirkulasi sistematik dan ruang intersistium dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan intersistium disekitar sel miokardium. Akibat kematian sel, tercetus reaksi peradangan. Di tempat peradangan, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor-faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostagtandin. Sebagian bersifat vasokonstriktif dan sebagian merangsang pembekuan (tromboksan). Infark Miokard Akut juga memberikan efek pada depolarisasi jantung di mana dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat mengakibatkan jalur-jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel, atau timbulnya suatu disritmia.

4. Manifestasi Klinis Myokardial Infark Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus, terletak di bagian bawah sternum dan perut atas, adalah gejala utama yang biasanya muncul. Nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan. Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan lengan biasanya lengan kiri. Tidak seperti nyeri angina, nyeri ini muncul secara spontan (bukan setelah bekerja berat atau gangguan emosi) dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin. Pada beberapa kasus nyeri bisa menjalar ke dagu dan leher. Nyeri sering disertai dengan napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan, dan mual serta muntah (Smeltzer, 2001). Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan

angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996). Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005). Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996). Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).

5.

Diagnosis Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudonormalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST 0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI.Inversi gelombang T yang simetris 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010). EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam

pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila: EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk valuasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien dirawat di ICCU. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai stemi
6.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Tampilan umum: a. Pucat, berkeringat dingin, gelisah, stress, mual, dan muntah karena aktivitas berlebih simpatis b. Takipnu dan sesak napas c. Demam kurang dari 38oC d. Awal infark miokard, JVP normal atau sedikit tinggi dan dapat meningkat sekali pada infark ventrikel kanan Nadi dan Tekanan Darah a. Biasanya sinus takikardia (100-120/menit) b. Denyut nadi bisa melambat kecuali bila terdapat syok kardiogenik yang mengancam c. Denyut jantung rendah/brakikardia merupakan komplikasi infark d. Brakikardi merupakan tanda infark inferior yang disebabkan karena

hipertensiparasimpatis Takikardia merupakan tanda infark anterior yang disebabkan karena hipertensi simpatis e. Peningkatan TD disebabkan oleh pelepasan katekolamin f. Hipotensi akibat aktivitas berlebih vagus, dehidrasi, infark ventrikel kanan, tanda syok kardiogenik g. TD menurun beberapa jam/hari dan kembali ke keadaan normal dalam 2/3 minggu,tetapi dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat atau renjatan kardiogenik. Dapatpula hipertensi transien karena sakit dada yang hebat Pemeriksaan jantung a. Bunyi jantung IV terdengar; bunyi jantung I dan II lemah; BJ III ditemui bila gagal jantung b. Terdengar bunyai gallop S3 dan S4

c. Banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3 dan/atau split terbalik S2 d. Terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh regurgitasi mitral akibatdisfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena dilatasi ventrikel kiri e. Bising sistolik kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar di lineasternalis kiri dan di apeks disebabkan oleh muskulus papilaris f. Gesekan friksi perikard jarang hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama g. Pulsasi apeks sulit diraba h. Palpasi prekadium menunjukkan area yang diskinesia pada pasien infark anterior luasberlanjut Pemeriksaan paru a. Ronki akhir pernapasan dapat terdengar meski tidak terlihat edema paru pada radiografi b. Edema paru sebagai komplikasi infark luas (biasanya anterior) Pemeriksaan penunjang 1. EKG (Electrocardiogram) Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST yang menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, hal tersebut akan mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjamjam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.

Gambaran spesifik pada rekaman EKG Daerah infark Anterior Perubahan EKG Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF. Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 V6, I, aVL.

Lateral Posterior

Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 V6. Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 V2.

Ventrikel kanan

Perubahan gambaran dinding inferior

Pemeriksaan laboratorium darah 1. Creatinin fosfakinase (CPK), Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Nilai normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali ke nilai normal pada hari ke 3. SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine Test) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12 48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan, kadangkadang hiperglikemia ringan. 2. Kateterisasi jantung (Coronary Angiography) merupakan sebuah jenis pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Cara kerjanya yaitu Dokter Jantung akan memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Angiografi koroner (kateterisasi jantung) ini berguna untuk mengetahui derajat obstruksi dari pembuluh darah koroner. 3. Radiologi Hasil radiologi atau rontgen dada ini tidak bisa menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan pembesaran dari jantung. 4. Ekhokardiografi Ekhokardiografi ini sendiri digunakan untuk menilai fungsi dari ventrikel kiri, gerakan jantung abnormal.

6. Farmakoterapi Ada tiga jenis obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen; vasodilator (khususnya nitrat), antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik dapat menghilangkan nyeri namun tidak diketahui apakah bisa memperbaiki aliran darah koroner secara langsung. Vasodilator. Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitrogliserin (NTG) intravena. Dosis NTG yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri dada bervariasi antara satu pasien denagn lainnya. Karena dosisnya berbeda-beda, maka jumlah NTG yang diberikan ditentukan berdasar jumlah yang mampu menghilangkan nyeri, tetapi tetap mempertahankan tekanan systole dalam batas parameter terapeutik untuk masing-masing pasien. Dosis ditentukan berdasar berat badan dan diukur dalam milligram per kilogram berat badan. Nitrogliseri menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung (preload). Dan mengurangi beban kerja (workload) jantung. Karena NTG juga bekerja pada arteri, maka penurunan tekanan darahjuga merupakan hasil yang diharapkan, karena menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik (afterload). Efek terapeutik nitrat juga menjelaskan efek samping utama yaitu hipotensi klinis. Antikoagu. Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu

mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan thrombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah. Trombolitik. Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada. Tiga macam obat trombolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan thrombus (trombolisis) adalah; streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue Plasminogen activator) dan anistreplase. Streptokinase. Streptokinase bekerja secara sistemik pada mekanisme pembekuan dalam tubuh. Meskipun obat ini terbukti efektif melarutkan bekuan darah, namun ada risiko terjadi potensial perdarahan sistemik. Streptokinase juga mempunyai risiko reaksi alergi dan terbukti hanya efektif bila diinjeksikan langsung ke arteri koroner. Pemberian secara intrakoroner memerlukan fasilitas kateterisasi jantung, seorang dokter, dengan keterampilan tinggi, dan tim ahli bedah toraks yang siap siaga.

Activator Plasminogen Tipe-Jaringan. Berdeda dengan streptokinase, activator plasminogen tipe-jaringan mempunyai kerja spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga risiko perdarahan sistemik bisa dikurangi. Enzim t-PA adalah enzin yang selalu ada dalam keadaan norma, sehingga reaksi alergi dapat dikurangi. Akhirnya penelitian menunjukkan bahwa pemberian intravena dan intrakoroner t-PA sama efektifnya. Anistreplase. Anistreplase, obat trombolitik spesifik- bekuan darah, mempunyai efektifitas yang sama dengan streptokinase dan t-PA. Anistreplase semakin banyak diterima karenalebih mudah diberikan dan lebih murah. Obat ini hanya efektif bila diberikan dalam 6 jam awitan nyeri dad, sebelum terjadi nekrosis jaringan transmural; sehingga jumlah pasien yang mendapat manfaat obat ini sangat sedikit. Bedah pintas arteri koroner tetap merupakan alternative untuk revaskularisasi jantung pada pasien dengan bekuan darah yang tidak dapat larut secara efektif atau kontraindikasi. Pemberian oksigen. Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran gas, dan pasien mampu bernapas secara bersamaan diukir dengan pulsa-oksimetri. Analgeti. Pemberian anlgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan antikoagulan analgetil pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan sevara intravena dengan dosis meningkat 1 smapai 2 mh. Respons kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat, khususnya tekanan darah, yang sewaktu-waktu dapat turun. Tetapi karena morfin dapat menurunkan preload dan afterload dan merelaksasikan bronkus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada keuntungan terapeutik selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat. Penatalaksanaan pada serangan akut Penatalaksanaan rasa nyeri harus dilakaukan sedini mungkin untuk mencegah aktivasi, karena aktivasi saraf simpatik ini dapat menyebabkan takikardi, vasokontriksi, dan peningkatan tekanan darah yang pada gilirannya dapat memperberat beban jantung dan memperlias kerusakan miokardium. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Perawat perlu mengetahui penatalaksanaan medis yang umum dilakukan pada fase serangan akut, sehingga perawat dapat memberikan implikasi keperawatan pada klien dengan IMA.

Penatalaksanaan medis pada fase serangan akut adalah sebagai berikut. Penanganan nyeri Penanganan nyeri dapat berupa terapi farmakologi yaitu: Morphin sulfat Nitrat Penghambat beta (beta blocker) Membatasi ukuran infark miokardium Penatalaksanaan yang diberikan bertujuan untuk membatasi ukuran infark secara selektif yang dilakukan dengan upaya meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jaringan miokardium dan untuk memelihara, mempertahankan, atau memulihkan sirkulasi. Keempat golongan utama terapi farmakologi yang diberikan adalah: Antikoagulan Trombolitik Antilipemik Vasodilator perifer Antikoagulan mencegah pembentukan bekuan darah yang dapat menyumbat sirkulasi. Trombolitik sering disebut sebagai penghancur bekuan darah, menyerang dan melarutkan bekuan darah. Antilipemik juga disebut hipolipemik atau antihiperlipemik berefek menurunkan konsentrasi lipid dalam darah. Vasodilator perifer bertujuan untuk meningkatkan dilatasi pembuluh darah yang menyempit karena vasospasme. Secara farmakologis, obat-obatan yang dapat membantu membatasi ukuran infark miokardium adalah antiplatelet, antikoagulan, dan tromboliti. Pemberian oksigen Terapi oksigen segera dimulai saat awitan (onset) nyeri terjadi. Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektivitas terapeutik oksigen ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernapasan. Terapi oksigen dilanjutkan hingga mampu bernapas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam darah secara bersamaan diukur dengan pulsa-oksimetri. Pembatasan aktivitas fisik Istirahat merupakan cara paling efektif untuk membatasi aktivitas fisik. Pengurangan atau penghentian seluruh aktivitas pada umumnya akan mempercepat penghentian nyeri. Klien boleh diam tidak bergerak atau dipersilahkan untuk duduk atau sedikit melakukan aktivitas.

Penatalaksanaan jangka panjang Manajemen penatalaksanaan jangka panjang pada klien yang mengalami angina dapat dilakukan dengan: Pemberian diuretic, biasanya menggunakan derivate Chlorodiatiazide 50 mg setiap pagi; Pemberian Nitrates, secara sublingual sangat efektif sebagai upaya preventif serangan angina. Klien dianjurkan untuk meminum Nitrigliserin 0,4-0,6 mg tablet secara sublingual 3-5 menit sebelum melakukan aktivitas atau Isosorbide Dinitrat 5 mg; Pemberian penghambat beta, yang biasanya digunakan adalah Propanolol 10 mg setiap tiga kali sehari. Penghambat beta akan mencegah serangan angina; Antilipermik; Latihan fisik, bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, mental, social, serta vokasional seseorang seoptimal mungkin (setelah mendapat serangan jantung atau mengalami pembedahan jantung). Dengan adanya latihan fisik, klien diharapkan mampu melakukan aktivitas di rumah maupun pekerjaan (lingkungan) secara mandiri; Memperpanjang masa istirahat; Tindakan pembedahan. Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan ringan yang stabil. Namun bila menjadi tidak stabil penyakit ini dianggap serius. Episode nyeri dada menjadi lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala tidak dapat dikontrol dengan terapi farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive seperti angioplasty koroner transluminal perkutan (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty-PTCA) atau

revaskularisasi harus dipertimbangkan untuk mengoreksi penyebab utama, baik dengan memperbaiki sirkulasi atau memberi suplai darah baru ke area jantung yang mengalami iskemia. 7. Pencegahan Pencegahan serangan pertama dan berikutnya mencakup penghentian merokok, menurunkan berat badan, pengendalian hipertensi, penurunan kadar kolesterol, olahraga, gizi dan istirahat yang seimbang. Makanan yang baik dan pengaturan gizi Hanbook of Clinical Nutrition (2006) karangan Heimburger dan Ard secara jelas menguraikan bagaimana makanan/nutrisi berperan dalam pencegahan berbagai penyakit termasuk diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit

hati, penyakit ginjal, kegemukan, osteoporosis dan juga penyakit kanker. Makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan penyakit jantung dan pembuluh darah adalah lemak jenuh (saturated fat), kolesterol, makanan yang mengandung kalori berlebihan, garam berlebihan, dan daging (kecuali ikan). Sedangkan makanan yang memiliki resiko rendah termasuk disini adalah karbohidrat kompleks, mono-and poly-unsaturated fatty acid (MUFA dan PUFA), asam lemak Omega-3 yang berasal dari ikan, makanan berserat yang cepat larut, polifenol protein kacang kedelai, antioksidan, buah, sayur, asam folat, vit. K, D, dan kalsium. Pemberian Antioksidan Antioksidan yang terdapat dalam tubuh disebut enzim antioksidan, diantaranya adalahsuperoxide dismutase, glutation peroxidase, dan catalase. Sedangkan

antioksidan yang bersal dari makanan diantaranya adalah vitamin (vit) C, vit E, vit A, karoteinoid, beta-karoten, probukol, flavonoid, beberapa asam amino, berbagai trace element seperti Cuprum, Mangan, Selenium, dan Zinc, juga beberapa zat gula dan basa DNA. Teori Linus Pauling yang mengatakan vit. C dapat menghambat terjadinya arterosklerosis adalah sebagai berikut: vit. C memiliki efek untuk mengikat Lipoprotrein-a, jenis lemak yang memengaruhi aterosklerosis. Telah dilaporkan bahwa binatang yang dapat memproduksi vit. C memiliki konsentrasi lipoprotein-a yang rendah, dengan demikian secra teoritis vit. C dapat mencegah bahkan dapat mengecilkan plak aterosklerosis, karena sebenarnya yang membentuk plak adalah Lp-a dan bukan kolestrol LDL. Antioksidan kedua yang menarik adalah astaxanthin, pigmen merah berasal dari ikan salmon dan berbagai jenis kerang yang dikembangkan oleh grup dari jepang. Zat ini dilaporkan selain memiliki antioksidan, juga mempunyai efek antiinflamasi yang kuat sehingga dapat melindungi kita terhadap penyakit degeneratif termasuk penyakit jantung koroner, hipertensi, kencing manis, dan dapat menunda proses penuaan. Dosis yang dianjurkan adalah 4 mg per hari. Olahraga atau latihan fisik Latihan fisik merupakan komponen penting dalam program pencegahan primer maupun skunder bagi penyakit jantung koroner. Beberapa studi melaporkan bahwa bagi pasien serangan jantung, latihan fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit setiap hari

memberikan hasil yang baik. Latiahan fisik dapat menurunkan kejadian penyakit jantung koroner penyebabnya antara lain: 1. Olahraga memperbaiki keseimbangan kebutuhan dan suplai O2 pada miokard. Hal ini bisa dicapai karena latihan fisik menurunkan denyut jantung, jadi menurunkan kebutuhan O2. Sebaliknya, olahraga menyebabkan flak regresi dan meningkatkan produksi NO sehingga meningkatkan suplai O2. 2. Olahraga memiliki efek antiperadangan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa latihan fisik menurunkan kebutuhan C-Reactive protein, salah satu pertanda adanya inflamasi. 3. Olahraga memperbaiki irama jantung. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa latihan fisik menurunkan angka kejadian mati mendadak pada pasien PJK karena menurunkan angka kejadian gangguan irama. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: latihan fisik menciftakan lokasi iskemia sementara pada miokard sehingga memberi kesembatan miokard untuk beradaptasi terhadap iskemia yang mendadak. 4. Olahraga memiliki efek antitromboti; thrombus atau gumpalan darah yang terbentuk didaerah penyempitan adalah penyebab terjadinya serangan jantung. Latihan fisik memperbaiki kualitas sel-sel darah (reologi) sehingga darah tidak gampang beragregasi atau bergumpal. 5. Olahraga mengurangi disfungsi psiko-sosisl seperti stres dan depresi yang dilaporkan meningkatkan kejadian seranagan jantung. 6. Latihan fisik menurunkan kadar gula darah pada orang normal, dan bagi penderita kencing manis, gula darah lebih mudah terkontrol. Selain itu olahraga memperbaiki sensitivitas baroresptor pasien serta meningkatkan kadar HDL dalam darah. (Kabo, 2008).

a)

Klasifikasi Myocardial Infark a) Unstable Angina Hal yang Menyebabkan : thrombus sebagian atau intermitten yang menyumbat arteri koroner Tanda dan Gejala Nyeri dengan atau tanpa penjalaran pada lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium

Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea, hipotensi atau hipertensi, penurunan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan kelainan irama jantung

Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas; intoleransi aktivitas

Temuan Diagnostik ST-segmen depresi atau inversi gelombang T pada elektrokardiografi Biomarker jantung ( CK, MB, Trop I, Trop T) tidak naik. Pengobatan Oksigen untuk mempertahankan tingkat kejenuhan oksigen lebih dari 90% ( SpO2 > 90%) Nitrogliserin atau morfin untuk mengontrol rasa sakit b-bloker, angiotensin-converting enzyme inhibitor, statin (mulai tentang pendaftaran masuk dan lanjutan jangka panjang),clopidogrel (Plavix), heparin tak terpecah atau lowmolecular- heparin berat, dan glikoprotein IIb / IIIa inhibitor

b). Non-ST-Segmen Elevation Myocardial Infark (NSTEMI) Hal yang menyebabkan thrombus sebagian atau intermitten yang menyumbat arteri koroner pembuluh darah Tanda dan Gejala Nyeri dengan atau tanpa radiasi untuk lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea, hipotensi atau hipertensi, penurunan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan kelainan irama Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas; intoleransi aktivitas panjang dalam durasi dan lebih parah daripada angina tidak stabil

Temuan Diagnostik ST-segmen depresi atau inversi gelombang T pada elektrokardiografi Biomarker jantung naik/ tinggiPengobatan Oksigen untuk mempertahankan tingkat SaO2 di> 90% Nitrogliserin atau morfin untuk mengontrol rasa sakit b-bloker, angiotensin-converting enzyme inhibitor, statin (mulai tentang pendaftaran masuk dan lanjutan jangka panjang), clopidogrel (Plavix), heparin

tak terpecah atau lowmolecular- heparin berat, dan glikoprotein IIb / IIIa inhibitor kateterisasi jantung dan kemungkinan percutaneous intervensi koroner pada pasien dengan dada yang sedang berlangsung sakit, ketidakstabilan

hemodinamik, atau meningkatnya risiko memburuknya kondisi klinis

Angina tidak stabil, infark non-ST-segmen miokard (NSTEMI), dan infark STsegmen miokard (STEMI) berbeda sehubungan dengan durasi, tingkat keparahan, dan perawatan, namun perbedaan itu bisa sulit untuk diingat. Di sinimereka disajikan berdampingan. Carilah daerah yang disorot untuk melihat di mana mereka berbeda satu sama lain.

c). ST-Segmen Elevation Myocardial Infarction (STEMI) Hal yang menyebabkan Sumbatan thrombus total arteri koroner Tanda dan Gejala Nyeri dengan atau tanpa radiasi untuk lengan, leher, punggung, atau wilayah epigastrium Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea,

hipotensi atau hipertensi, penurunan oksigen arteri saturasi (SaO2), dan kelainan irama Terjadi pada saat istirahat atau aktivitas; kegiatan terbatas Panjang dalam durasi dan lebih parah daripada angina tidak stabil (kerusakan jaringan ireversibel [infark] terjadi jika perfusi tidak dikembalikan) Temuan Diagnostik ST-segmen elevasi atau bundel kiri baru cabang blok pada elektrokardiografi Biomarker jantung ditinggikan

Pengobatan Oksigen untuk mempertahankan tingkat SaO2 di> 90% Nitrogliserin atau morfin untuk mengontrol rasa sakit b-bloker, angiotensin-converting enzyme inhibitor, statin, (Plavix), heparin tak terpecah atau LWMH Intervensi koroner perkutan dalam waktu 90 menit evaluasi medis clopidogrel

Fibrinolitik terapi dalam waktu 30 menit evaluasi medis

You might also like