You are on page 1of 13

HIV AIDS Definisi

Virus HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS. HIV berasal dari subtipe retrovirus yang disebut lentivirus, yang berarti ada interval kadang bertahuntahun antara awal mula infeksi dan timbulnya gejala. Memasuki aliran darah melalui membran mukosa atau kontak antar darah. HIV menginfeksi sel CD4+T dan mulai bereplikasi secara cepat. Ilmuwan meyakini ketika virus memasuki tubuh, HIV mulai

menonaktifkan system imun tubuh dengan menggunakan respon imun tubuh yang agresif dari virus untuk menginfeksi, bereplikasi dan membunuh sistem imun. Memburuknya fungsi imun dan terjadinya destruksi limfoid dan organ imunologik adalah pencetus immunosupresis yang mengakibatkan AIDS.

Epidemiologi Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) pada subpopulasi tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai 2 prevalensi HIV cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok orang berperilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu para pekerja seks komersial dan penyalah-guna NAPZA suntikan di 6 provinsi: DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur (concentrated level of epidemic). Bila masalah ini tidak ditanggulangi segara, kemungkinan besar epidemi akan bergerak menjadi epidemi yang menyeluruh dan parah (generalized epidemic). Penyebab Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat.

Patofisiologi Infeksi HIV melalui 3 fase yang berbeda yaitu acute seroconversion, asymptomatic infection, dan AIDS. Acute seroconversion Pada fase ini, infeksi terjadi dan gudang proviral terbentuk. Reservoir terdiri dari sel terinfeksi yang persisten, makrofag yang khas, dan virus yang siap dilepaskan. Walaupun menurun dengan terapi ARV. Tubuh berusaha membentuk antibodi untuk melindungi tubuh. Pengobatan dini secara agresif dari infeksi akut dapat menurunkan proviral load tetapi, umumnya pengobatan pada pasien yang baru terinfeksi tidak memberikan efek jangka panjang. Pada tahap ini, viral load sangat tinggi, dan nilai CD4 T-cell menurun secara drastis. Dengan adanya anti-HIV antibodi dan respon CD8 Tcell, jumlah virus menurun ke ambang batas dan nilai CD4 T-cell kembali ke level semula, walaupun lebih rendah sebelum terinfeksi. Fase ini memerlukan beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala pada fase ini yaitu demam, flulike illness, limfadenopati, dan kemerahan. Asymptomatic infection Pada fase ini, orang yang terinfeksi HIV memperlihatkan beberapa atau tidak bergejala selama beberapa tahun sampa decade bahkan lebih. Replikasi virus terus berlanjut pada fase ini, dan respon imun melawan virus efektif dan hebat. Pada pasien yang terdapat limfadenopati yang persisten dikeluarkan dari tanda dan gejala.

Sebuah penelitian menunjukkan dimulainya terapi secara dini pada periode asimptomatik sebelum nilai CD4+ menurun diambang batas dapat meningkatkan ketahahan hidup. AIDS
ketika sistem imun rusak , infeksi oportunis mulai berkembang, dan pasien dapat terkena AIDS. Banyak infeksi oportunis digunakan sebagai tanda ketika infeksi HIV berkembang menjadi AIDS. Bebrapa contoh infeksi oportunis: o o o o o o o o o o o Kandidiasis pada bronki, trakea, dan paru Kandidiasis esophageal Ca. cervic Penyakit cytomegalovirus Herpes simplex Ensefalopati Sarcoma Kaposi Limpoma Pneumocystis pneumonia Salmonella sepsis

Faktor resiko Hubungan seks yang ridak aman Pasangan seks dalam jumlah banyak Pernah terkena PMS: penyakit infeksi gonnorhea dan Chlamydia, sifilis, herpes genital. Menggunakan jarum secara bergantian Menerima donor darah Kontak mukosa dengan darah yang terinfeksi Maternal infeksi.

Penegakkan diagnosis a. Gejala klinis Satu-satunya cara untuk menentukan infeksi HIV harus melalui tes, gejal pada setiap orang bervariasi. Sudah umum selam 2 minggu pertama sampai minggu keempat orang yang terinfeksi akan mengalami flu-like syndrome dan pembesran kelenjar getah bening. Berdasarkan centers for disease control and prevention, berikut dalah gejala yang mungkin terjadi pada pasien HIV : Penurunan berat badan yang cepat Batuk kering Demam yang berulang atau keringat malam hari Rasa lemah yang tidak dapat dijelaskan Diare lebih dari 1 minggu Bercak putih pada lidah Pneumonia Hilang inigatan, depresi dan kelainan neurologi yang lain.

b. Pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan klinis yang spesifik pada pasien yang terinfeksi HIV. Namun ada beberapa tampilan klinis yang menunjang, yaitu: Limfodenopati generalisata Berat badan yang menurun Tampilna klinis dari infeksi opportunis, seperti kandidiasis Pasien AIDS dengan retinitis cytomegalovirus sebabkan hilnagnya penglihatan.

c. Pemriksaan penunjang tes serologi ialah yang paling penting untuk mengevaluasi pasien HIV.

Tes ELISA digunakakn untuk menyaring pasien HIV. Tes ELISA biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV-1 tipe M,N, dan O HIV-2 hasil ELISA yang positif harus diikuti konfirmasi tes 1 atau lebih tes darah yang serupa. Criteria diagnostic bervariasi pada setiap tes. Hasilnya yaitu positif, negative.

Hitung CD4 dapat digunakan sebagai indikator dari infeksi oportunistik. Nilai CD4 bervariasi dan tes dapat dilakukan berulang untuk mengetahui perubahan yagn signifikan. Batas nilai CD4 yaitu 500-2000 cells/L, niali CD4 cenderung turun (rata-rata 700/L). Setelah seroconversion, nilai CD4 menurun dan terus menurun seiring waktu.

Kultur virus Biopsy limfa Proviral DNA PCR: digunakan pada bayi yang baru lahir Genotip dari DNA/RNA virus karena mutasi virus dapat menyebabkan resistensi obat, amaka tes ini diperlukan untuk memberikan obat ARV yang spesifik.

d. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan sesuai riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis Foto toraks digunakan untuk mengevaluasi infeksi tuberculosis. Pemeriksaan urin rutin dan mikroskopik Serologi virus hepatitis C (HCV) dan virus hepatitis B(HBV)

Pengobatan Prinsip pengobatan antiretroviral atau antiretroviral therapy secara umum disingkat sebagai ART adalah sebagai berikut.

A. Tujuan Pengobatan ARV 1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat

2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV 3. Memperbaiki kualitas hidup ODHA 4. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh 5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus

B. Pengetahuan Dasar Penggunaan ART o Replikasi HIV sangat cepat dan terus menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk sepuluh miliar virus setiap hari, namun karena waktu paruh (half-life) virus bebas (virion) sangat singkat maka sebagian besar virus akan mati. Walaupun ada replikasi yang cepat sebagian pasien merasa tetap sehat tanpa ART selama sistem kekebalan tubuhnya masih berfungsi baik. o Replikasi HIV yang terus-menerus mengakibatkan kerusakan sistem kekebalan tubuh semakin berat, sehingga semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO), kanker, penyakit saraf, kehilangan berat badan secara nyata (wasting) dan berakhir dengan kematian. o Viral load menunjukkan tingginya replikasi HIV, sedangkan penurunan CD4 menunjukkan tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. o Nilai viral load menggambarkan progresivitas penyakit dan risiko kematian. Pemeriksaan secara berkala jumlah CD4 dan viral load (jika memungkinkan) dapat menentukan progresivitas penyakit dan mengetahui saat yang tepat untuk memulai atau mengubah rejimen ART. o Tingkat progresivitas penyakit pada ODHA dapat berbedabeda. Keputusan pengobatan harus berdasarkan pertimbangan individual dengan memperhatikan gejala klinis, hitung limfosit total dan bila memungkinkan jumlah CD4. o Terapi kombinasi ART dapat menekan replikasi HIV hingga di bawah tingkat yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan yang peka (PCR).

Penekanan virus secara efektif ini mencegah timbulnya virus yang resistan terhadap obat dan memperlambat progresivitas penyakit. Jadi tujuan terapi adalah menekan perkembangan virus secara maksimal. o Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV secara terus-menerus adalah memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saat yang bersamaan pada pasien baru. Pada pasien yang pernah diterapi tidak boleh menggunakan obat yang memiliki resistensi silang (cross resistant) dengan obat yang pernah dipakai.

C. Indikasi ART Sesuai rekomendasi WHO untuk daerah dengan keterbatasan sumberdaya, maka ODHA dewasa seharusnya segera mulai ART manakala infeksi HIV telah ditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi di bawah ini. Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut dari infeksi HIV: o Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang jumlah CD4 o Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 <350/mm3 Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 <200/mm3 Artinya bahwa ART untuk penyakit Stadium IV (criteria WHO disebut AIDS klinis) tidak seharusnya tergantung pada jumlah CD4. Untuk Stadium III, bila tersedia sarana pemeriksaan CD4 akan membantu untuk menentukan saat pemberian terapi yang lebih tepat. Tuberkulosis paru dapat timbul pada tahapan dengan jumlah CD4 berapapun, bila jumlah CD4 tersebut dapat terjaga dengan baik (misalnya >350/mm3), maka terapi dapat ditunda dengan meneruskan pemantauan pasien secara klinis. Untuk kondisi Stadium III terpilih nilai ambang 350/mm3 karena pada nilai di bawahnya biasanya kondisi pasien mulai menunjukkan perkembangan penyakit yang cepat memburuk dan sesuai dengan

pedoman yang ada. Bagi pasien dalam stadium I atau II, maka jumlah CD4 <200/mm3 merupakan indikasi pemberian terapi. Apabila tidak ada sarana pemeriksaan CD4, maka yang digunakan sebagai indikator pemberian terapi pada infeksi HIV simtomatik adalah jumlah limfosit total 1200/mm3 atau kurang misalnya pada Stadium II WHO). Sedangkan pada pasien asimtomatik jumlah limfosit total kurang berkorelasi dengan jumlah CD4. Namun bila dalam stadium simtomatik baru akan bermanfaat sebagai petanda prognosis dan harapan hidup Pemeriksaan viral load (misalnya dengan menggunakan kadar RNA HIV1 dalam plasma) tidak dianggap perlu sebelum dimulainya ART dan tidak direkomendasikan oleh WHO sebagai tindakan rutin untuk memandu pengambilan keputusan terapi, oleh karena harganya yang mahal dan pemeriksaannya rumit. Diharapkan di masa mendatang dapat terkembang cara pemeriksaan viral load yang lebih terjangkau sehingga cara memantau pengobatan tersebut dapat diterapkan secara luas. Perlu diperhatikan bahwa sistem pentahapan infeksi HIV menurut WHO bagi ODHA dewasa tersebut dikembangkan pada beberapa tahun yang lalu dan memiliki keterbatasan, namun demikian, tetap masih bermanfaat untuk membantu menetapkan indikator saat memulai terapi.

D. Obat antiretroviral

Pencegahan Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang-orang yang beresiko tinggi untuk tertular. Cara-cara pencegahan ini adalah: 1. Untuk orang sehat - Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual) - Seks aman (terlindung) 2. Untuk penderita HIV positif - Abstinens - Seks aman - Tidak mendonorkan darah atau organ - Mencegah kehamilan - Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi 3. Untuk penyalahguna obat-obatan - Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama - Mengikuti program rehabilitasi 4. Untuk profesional kesehatan - Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh - Menggunakan jarum sekali pakai Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit, tapi sejauh ini belum ada yang berhasil. Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan disucihamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang biasa digunakan seperti hidrogen peroksida dan alkohol.

Kesimpulan

HIV merupakan penyakit yang tidak dapadisembuhkan namun kita dapat memerpanjang umur pasein dengan memberikan terapi antiretroviral, pemebrian terapi dianjurkan sedini mungkin karena pemberian antiretroviral dini dapat meningkatkan ketahanan hidup dari pasien. HIV sendiri dibagi 4 fase yaitu window period, seroconversion, asymptomatic, dan AIDS. Pemebrian terapi dapat dialkukan secara kombinasi namun harus memperhatikan efek sampingnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djauzi, samsurijdal. Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu. penyakit dalam FKUI. 2005. 2. HIV. From: http//www.emedicine.com. shamra, sat. 2008 3. Rachmat, Haikin. Dkk. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004 4. HIV. From: http//www.hiv.com. john Hopkins, dkk. 2009 5. Effect of Early versus Deferred Antiretroviral Therapy for HIV on Survival. From: http//www.nejm.org. kitahata, dkk. 2009

You might also like