Professional Documents
Culture Documents
m epidermis) pada lipat pada, daerah perineum, dan sekitar anus yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Epidemiologi Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia. Dengan prevalensi pria lebih sering terkena daripada wanita. Etiologi Jamur dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris
adalah, E.Floccosum, T. Rubrum, dan T. Mentagrophytes. Manifestasi klinis Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas, peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya, efloresensi terdiri dari atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila penyakit ini menahun dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Dapat terjadi erosi dan keluarnya cairan akibat garukan.
Diagnosa Tinea kruris dapat di diagnosa dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa : pasien akan mengeluhkan rasa gatal yang hebat, kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Pemeriksaan fisik : akan terlihat lesi polimorfik (pada genito-krural, sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah) yang berbatas tegas, peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Terlihat makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis, daerah bersisik, pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif, pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi Pemeriksaan penunjang : dapat dilakukan pemeriksaan lampu wood yang akan menghasilkan warna hijau gelap. Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis yang dapat berupa kerokan kulit. Sebelumnya tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%. Untuk kulit tidak berambut diambil dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit, dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril. Sedangkan untuk kulit berambut sebelumnya rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan selanjutnya kulit dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Kemudian bahan diletakkan di atas object glass, tambahkan 1-2 tetes larutan KOH 20%. Setelah sediaan dicampur, tunggu 15-20 menit. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna, misalnya tinta Parker superchroom blue black. Kemudian diperiksa di bawah mikroskop akan tampak hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora). Penyebaran dan penularan
Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain. Penatalaksanaan Obat topikal : dapat diberikan, asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, atau derivat-derivat imidazol 1%. Obat sistemik : ketokonazol (fungistatik) 200mg perhari selama 10 hari-2 minggu pada pagi hari setelah makan (KI untuk penderita kelainan hepar), untuk pasien penderita kelainan hepar dapat diberikan itrakonazol 2 x 100-200mg sehari dalam kapsul selama 3 hari.
Anonymous. 20 Februari 2010. From : http://id.scribd.com/doc/27161650/Tinea-Kruris. Akses 7 Desember 2012 Djuanda, Adhi, Hamzah, Mochtar, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VI. Jakarta : Badan Penerbit FKUI