You are on page 1of 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS DESEMBER 2013

ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS

OLEH : ABDUL GAFUR ZULKARNAIN 10542 0059 09

PEMBIMBING

dr. A. Indriaty Syaiful Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul Lembar Pengesahan...............................................................................................................I Kata Pengantar..................................................................................................................II Daftar Isi.............................................................................................................................III BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI 2.1 Definisi........................................................................................................................3 2.2 Anatomi, Fisiologi, dan Histologi...............................................................................3 2.3 Etilogi..........................................................................................................................5 2.4 Patologi dan Patogenesis.............................................................................................6 2.5 Gambaran Klinis..........................................................................................................7 2.6 Diagnosis.....................................................................................................................9 2.7 Penetalaksanaan.........................................................................................................11 2.8 Pencegahan................................................................................................................11 BAB III KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Enterokolitis nekrotikans (EKN) biasa juga disebut sebagai NEC merupakan penyakit saluran cerna pada bayi baru lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding usus. Penyakit ini menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Padaumumnya NEC lebih sering ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Faktor resiko penyebab terjadinya NEC adalah kelahiran prematur, pemberian makanan enteral dini, perlukaan mukosa usus, dan adanya bakteri pada usus. Angka kejadian NEC mencapai 6 % pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir dekade ini. Beberapa penulis melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5% pada bayi yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Angka kejadian NEC berbeda dari satu rumah sakit dengan dengan rumah sakit lainnya. Angka kematian NEC cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian NEC di Amerika Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda, Harapan Kita pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita NEC dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%). Diagnosis NEC di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 60-an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini baru meningkat sesudah tahun 1972. Pada penelusuran catatan medik di subbagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun 1982-1985 menunjukkan 1 kasus pada tahun 1980, 2 kasus tahun 1982, 3 kasus pada tahun 1983, 4 kasus padatahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. NEC merupakan penyebab kematian neonatal ketiga terbesar dengan angka mortalitas keseluruhan sebanyak 10-15 persen.

Angka kejadian NEC berbanding terbalik dengan berat lahir. NEC mempengaruhi 11,5% dari bayi berat 401-750 gram, 9% berat bayi lahir 751-1000 g, 6% bayi berat 1001-1250 g, dan 4% berat bayi 1251-1500 g. Dua set data memperlihatkan bahwa kejadian NEC relatif rendah di taiwan (7%). Angka kematian Bayi kurang bulan dengan berat lahir sangat rendah lebih tinggi di Taiwan dari Amerika karena NEC.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Enterokolitis nekrotikan adalah penyakit gastrointestinal yang didapat yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir. Terjadi Inflamasi dan nekrosis menyebar atau dalam satu bidang pada lapisan mukosa dan submukosa usus.1

2.2 Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Usus halus Di sepanjang sekitar 5 meter usus halus, terdapat tiga regio yang berbeda. Sfingter pilorus menandai awal duodenum, yang sebagian besar terletak retroperitonium dan terfiksasi dilokasinya. Diduodenum isi lambung bercampur dengan produk sekresi ductus biliaris communis dan ductus pancreaticus. Setelah duodenum, usus halus dapat bergerak dan menggantung melalui mesenterium pada rongga peritonium. Dua perlima proksimal dinamai jejunum. Tiga perlima distal dinamai ileum berakhir dikatup ileosaekum dipermulaan usus besar.6

Gambaran mikroskopik yang paling mencolok pada usus halus adalah adanya vilus (tonjolan mukosa dengan tinggi sekitar 1 mm) dalam jumlah besar. Setiap vilus mengandung satu cabang terminal dari sistem arteri, vena, dan limfe. Hal ini memungkinkan zat-zat yang diserap dari lumen usus oleh enterosit (sel epitel permukaan) mudah dipindahkan ke sistem sirkulasi. Dengan mikroskop elektron, setiap enterosit memperlihatkan banyak mikrovilus, yaitu evaginasi membran plasma yang semakin meningkatkan luas permukaan penyerapan. Mikrovilus membentuk brush border yang menghadap kelumen usus.6 Kriptus Liberkhun di antara vilus-vilus adalah tempat proliferasi sel. Di kriptus terdapat suatu sel punca multipoten yang belum teridentifikasi yang berfungsi sebagai prognitor untuk empat tipe sel matur divilus: sel goblet, yang mengeluarkan mukus ke dalam lumen saluran cerna, sel entero endokrin yang mengeluarkan hormon ke dalam darah dan sel panerth yang menghasilkan berbagai peptida antimikroba dan faktor pertumbuhan. Usus halus adalah tempat utama untuk penyerapan nutrien. Antara lain karbohidrat yang terutama terdapat dalam diet sebagai polisakarida dan disakarida, harus dicerna menjadi monosakarida untuk diserap. Protein yang masuk ke dalam usus berasal dari diet dan juga dari sel yang terlepas dari mukosa. Sebagian besar pencernaan protein terjadi di lumen duodenum dan jejenum oleh kerja sebagai protease pankreas yang menghasilkan oligopeptida kecil dan asam amino bebas. Adapun lapisan usus halus adalah otot longitudinal muskularis externa, otot sirkular muscularis externa, submukosa, muscularis mukosa, kriptus liberkhun, lamina propria, Kriptus terdiri atas sel adbsorbtif, sel goblet, sel endokrin enterik, sel punca, dan sel paneth.6

Usus besar Kolon berperan dalam penyerapan air dan elektrolit, sekresi mukus, pembentukan, pengeluaran, dan penyimpanan zat yang tidak diserap (tinja). Kolon juga rumah bagi flora mikroba usus. Permukaan kolon terdiri atas epitel kolumnar tanpa vilus dan hanya sedikit lipatan kecuali direktim distal. Epitel memiliki mikrovilus yang pendek dan ireguler. Terdapat banyak kelenjar yang mengandung sel goblet, sel endokrin, dan sel adbsorbtif. Pencernaan dikolon terjadi akibat konsekuensi kerja mikroflora kolon. Penyerapan cairan dan elektrolit telah banyak diteliti dan merupakan fungsi utama kolon. Produk sekresi kolon adalah musin. Suatu konjugat glikoprotein yang kompleks berfungsi melumasi dan melindungi kolon.6

2.3 Etiologi Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi bakteri. NEC jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun sekali pemberian makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis) atau memasuki vena portal.1 NEC sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik, antara lain: pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit jantung bawaan,
7

dan mielomeningokel. NEC bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit dominan di NICU. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen spesifik tidak diketahui.7 2.4 Patologi dan Patogenesis Enterokolitis nekrotikan (NEC) penyakit gastrointestinal di dapat yang paling sering terjadi diantara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir. Spektrum penyakitnya bervariasi dari rendah yang dapat sembuh sendiri sampai berat yang dicirikan dengan inflamasi dan nekrosis menyebar atau dalam satu bidang pada lapisan mukosa dan submukosa usus. Patogenesis NEC adalah multifaktorial. Saat ini etiologi di bagi ke dalam tiga mekanisme patologis utama yang dikombinasikan untuk menciptakan suatu kondisi penyakit yang dimaksud : Cedera Iskemik pada usus Cedera Iskemik pada usus menyebabkan suatu penurunan aliran darah ke usus. Asfiksia saat lahir, sindrom distress pernapasan. Hipoperfusi usus merusak mukosa usus dan sel mukosa yang melapisi usus menghentikan sekresi enzim protektif. Bakteri yang berploriferasi dibantu oleh makanan enteral (substrat), menginvasi mukosa usus yang rusak. Invasi bakteri mengakibatkan kerusakan usus lebih lanjut karena pelepasan toksin bakteri dan hidrogen. Gas mulanya membelah lapisan serosa dan submukosa usus. Gas tersebut juga dapat merobek ke dalam vaskular mesenterika yang akan didistribusikan ke dalam sistem vena porta. Toksin bakterial yang berkombinasi dengan iskemia mengakibatkan
8

nekrosis. Nekrosis yang sangat tebal mengakibatkan perforasi dengan pelepasan udara bebas ke dalam rongga peritonial dan peritonitis. Ini dianggap sebagai kedaruratan bedah.4

2.5 Gambaran Klinis Bayi dengan NEC mempunyai variasi gejala klinis dan onset bisa secara tersembunyi maupun tiba-tiba. Onset NEC biasanya muncul pada usia kurang dari 3 minggu pertama. Hal ini lebih sering terjadi pada bayi prematur yang paling kecil. Penyebabnya belum diketahui, tetapi cedera hipoksia pada dinding usus mungkin berhubungan dengan septikemia, serangan apnue, dan kolonisasi usus oleh organisme tertentu mungkin merupakan faktor presipitat.2 Penyakit ini dicirikan oleh suatu rentang tanda dan gejala yang luas yang

mencerminkan keparahan, komplikasi, dan mortalitas penyakit. Secara khas, NEC yang dicurigai derajat I terdiri atas temuan klinik yang tidak spesifik dan dapat menyerupai kondisi yang biasa lainnya pada bayi prematur temuan klinis antara lain:3 1. Ketidakstabilan Suhu 2. Letargi 3. apnue dan bradikardi 4. Hipoglikemia 5. Perfusi perifer buruk 7. Intoleransi makan 8. Emesis 9. Distensi Abdomen ringan 10. Peningkatan residu gaster prapemberian makan melalui selang
9

NEC pasti derajat II terdiri atas temuan klinis non spesifik yang telah disebutkan ditambah: 1. Distensi abdomen berat 2. Nyeri tekan abdomen 3. Feses berdarah 4. Lengkung pada usus teraba 5. Edema dinding abdomen 6. Bunyi usus yang mungkin menurun NEC lanjut derajat III terjadi bila sakit akut. Tanda-tanda dan gejala yang berkaitan meliputi 1. Kemunduran tanda-tanda vital 2. Adanya bukti syok septik 3. Edema dan eritema dinding abdomen 4. Massa Kuadran kanan bawah 5. Asidosis (metabolik dan/respiratorik) Komplikasi 1. Komplikasi segera meliputi Sepsis Gagal nafas Gagal ginjal Syok Anemis Trombositopenia Perforasi

2. Komplikasi jangka panjang Striktur Syndrome usus pendek Malabsorbsi Gagal tumbuh kembang Fistula enterokolitis Sekuele neurodevelopmental

10

Kriteria Bells menurut Gomella:8 Stadium 1 (suspek NEC) a. kelainan sistemik : tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia, letargi dan suhu tidak stabil. b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan distensi abdominal. c. kelainan radiologik : gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.

Stadium 2 (terbukti NEC) a. kelainan sistemik : seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan trombositopenia. b. kelainan abdominal : distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan, edema dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal. c. kelainan radiologik : gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites. Stadium 3 (NEC lanjut) a. kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan disseminated intravascular coagulation (DIC). b. kelainan abdominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi. c. kelainan radiologik :gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum (udara bebas dalam rongga peritoneal sekunder terhadap perforasi). 2.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik : intoleransi makanan, Peningkatan residu lambung, Perut kembung, Hematochezia, Perubahan warna dinding perut, massa perut. Pemeriksaan laboratorium yang menggambarkan tanda-tanda sepsis :1,2,3 Leukopenia (hitung sel darah putih total di bawah 6000/mm3) Trombositopenia (hitung trombosit dibawah 50.000/mm3) Ketidakseimbangan elektrolit. Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia sering terjadi. Analisa gas darah apakah terjadi Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)

11

Kultur Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen. Sistem koagulasi. Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial Thromboplastin time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin, merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).

Temuan radiologis merupakan dasar untuk mengonfirmasi diagnosis NEC. Radiografi standar anteroposterior dan dekubitus lateral kiri dapat menunjukkan tanda tanda berikut:4,5 Distensi Fokal atau gas nonspesifik pada lengkung usus Penebalan dinding usus dari adanya edema Pnematosis intestinal (gelembung udara pada dinding usus) Lengkung usus yang berdilatasi Udara vena porta Pnemoperitonium (udara abdomen bebas)

12

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis didasarkan pada tiga prinsip umum yaitu mengistirahatkan usus mencegah berlanjutnya cedera, mengoreksi atau memodifikasi respon sistemik.3 Hentikan minum enteral Pasang pipa lambung untuk drainase Mulailah infus glukosa atau garam normal Mulailah antibiotik: Beri ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin ditambah metronidazol (jika tersedia) selama 10 hari. Jika bayi mengalami apnu atau mempunyai tanda bahaya lainnya, berikan oksigen melalui pipa nasal. Jika apnu berlanjut, beri aminofilin atau kafein IV Jika bayi pucat, cek hemoglobin dan berikan transfusi jika hemoglobin < 10 g/dL.3 Lakukan pemeriksaan foto abdomen pada posisi A-P supinasi dan lateral sinar horizontal. Jika terdapat gas dalam rongga perut di luar usus, mungkin sudah terjadi perforasi usus. Mintalah dokter bedah untuk segera melihat bayi. Periksalah bayi dengan seksama setiap hari. Mulai lagi pemberian ASI melalui pipa lambung jika abdomen lembut dan tidak nyeri-tekan, BAB normal tanpa ada darah dan tidak muntah kehijauan. Mulailah memberi ASI pelan-pelan dan tingkatkan perlahan-lahan sebanyak 1-2 mL/minum setiap hari.3 2.8 Pencegahan Enterokolitis nekrotikan merupakan ancaman serius pada bayi

khusunya prematur. Penelitian prospekti terhadap bayi berat lahir rendah di India dengan menggunakan ASI donor dari manusia, didapatkan kejadian infeksi lebih sedikit secara bermakna dan tidak terdapat infeksi berat pada kelompok yang diberi ASI

13

manusia, sedangkan bayi pada kelompok yang tidak mendapat ASI (kontrol) banyak mengalami diare, pneumonia, sepsis dan meningitis.1 Mencegah prematuritas, pemberian antibiotic enteral dan penggunaan cairan perenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendampinng ASI, pemberian ASI dan penggunaan prebiotik dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah Enterokolitis Nekrotikan. 1

14

BAB III KESIMPULAN

1.

Enterokolitis nekrotikan adalah penyakit gastrointestinal yang didapat yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir. Terjadi Inflamasi dan nekrosis menyebar atau dalam satu bidang pada lapisan mukosa dan submukosa usus. Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi bakteri

2.

Perjalana

Klinisnya meliputi feses berdarah, distensi abdomen, yang paling

berbahaya, kolaps sirkulasi. Foto Polos abdomen kerap kali memperlihatkan gas di dalam dinding usus (pnematosis intestinalis) . 3. Enterokolitis yang dini kerap kali dapat ditangani secara konservatif kendati 20% hingga 60% kasus tersebut memerlukan reseksi segmen usus yang nekrotik 4. penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendampinng ASI, pemberian ASI dan penggunaan prebiotik dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah Enterokolitis Nekrotikan.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Children Hospital Los Angeles. Enterokolitis Necrotikan diakses pada tanggal 15Desember.2013.http://www.chla.org/site/c.ipINKTOAJsG/b.4356869/k.7128/ Necrotizing_Enterocolitis.htm#.Uq0vuifMiXQ. 2. Lucile Parkchard Children Stanford. Enterocolitis Necrotikan. Diakses tannggal 15 Desember 2013. http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/hrnewborn/nec.html 3. World Health Organization. Enterokolitis Nekrotikan. Dalam : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Tim Adaptasi Indonesia : editor. 2009; h.67-68. 4. Robbins & Cotran. 2006. Enterokolitis Nekrotikan dalam Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (Edisi 7), Jakarta : EGC 5. Hull, David & Derek I. Johnston. 2008. Dasar-dasar Pediatri, Edisi 3. Jakarta:EGC. 6. Stephen J. Mcphee. William F. Ganong. 2011. Penyakit gastrointestinal dalam Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis (Edisi 5). Penerbit: EGC. 7. Richard E. Behrman. Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 1999. Sindroma usus pendek dalam Kesehatan Anak Nelson Vol. 2. Jakarta : EGC. hal. 13461347. 8. Robbins, Kumar, Cotran . 2007. Buku Ajar Patologi (Volume 2) (Edisi 7) Penerbit: EGC. 9. Shu Fen Wu, Michael Caplan, Nectrozing Enterocolitis: Old problem with new hope. ELSEVIER Journal of Nepnatology

16

17

You might also like