You are on page 1of 6

MIASTENIA GRAVIS Miastenia gravis yang berarti kelemahan otot yang serius adalah satu satunya penyakit neuromuskular

yang menggabungkan kelelahan cepat otot volunter dan waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh 10-20 kali lebih lama daripada normal). Penyebab miastenia gravis ini adalah kelainan autoimun yang menyebabkan berkurangnya reseptor dari asetilkolin. Epidimiologi dari penyakit 14 per 100.000 populasi. Puncak awitan pada usia 20 tahun. Perbandingan antara wanita dan laki-laki yaitu 3:1. Patofisiologi dari miastenia gravis berhubungan dengan menkanisme imunogenik. Observasi klinis yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritmatosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain. Pada miasteni gravis, defek yang mendasar adalah pengurangan dalam jumlah reseptor asetilkolin yang tersedia pada membrane otot pasca sinaps. Perubahan ini menyebabkan berkurangnya efisiensi transmisi neuromuskular. Menurunnya jumlah reseptor asetilkolin diakibatkan karena adanya antibodi yang berikatan dengan reseptor asetilkolin tersebut sehingga asetilkolin tidak dapet berikatan dengan reseptornya. Pada pasien ini, tidak terjadi atrofi otot secara makroskopis walaupun terdapat atrofi disuses akbibat kurangnya aktivitas.

Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang timbul juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang paling sering diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot pernafasan. Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek,

kesulitan untuk menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan bantuan ventilator. Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda). Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian. Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara (dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung. Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka. Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya aktivitas. Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang menjadi kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut cenderung menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi serta pada penderita dengan akhir masa kehamilan. Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala mata saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari Myasthenia Gravis dicapai dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5 tahun pada 85 % dari kasus. Aspek yang paling berbahaya dari Myasthenia Gravis disebut Myasthenia Krisis, yang memungkinkan diperlukannya ventilator pada beberapa kasus.

Diagnosa Myasthenia Gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis sebagai berikut : bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-apa, makin siang (penderita melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita merasa makin lemah atau mudah lelah, pandangan mata ganda (diplopia), atau suara makin lemah dan kesulitan menelan. Selain dengan melihat tanda-tanda awal tersebut, ada beberapa test yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnose penyakit Myasthenia Gravis. Test-test yang dapat dilakukan itu antara lain : 1. Test Wartenberg Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test Wartenberg. Penderita

diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu benda yang terletak diatas dan diantara bidang kedua mata untuk beberapa waktu lamanya. Pada Myasthenia Gravis, kelopak mata yang terkena akan menunjukkan ptosis. 2. Test Prostigmin atau Test Neostigmin Prostigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas kemudian disuntikkan kedalam pembuluh darah penderita (intramuskularis atau subcutan). Test dianggap positif apabila gejala-gejala kelemahan menghilang dan tenaga membaik. Prostigmin secara oral juga bisa diberikan sebagai dosis test. Efeknya masih perlahan pada permulaan dan berakhir lebih dari 2 sampai 3 jam. Raymon D. Adams, Maurice Victor dan Allan H. Ropper memberikan penjelasan mengenai test neostigmin sebagai berikut : Neostigmin metilsulfat disuntikkan ke dalam otot dengan dosis 1.5 mg. Atropin sulfat (0.8 mg) harus diberikan beberapa menit terlebih dahulu untuk meniadakan efek muskarinik. Neostigmin mungkin diberikan melalui pembuluh darah dengan dosis 5 mg, tapi penambahan harus selalu diawali dengan atropine sulfat untuk menyingkirkan bahaya dari ventricular fibrilitasi dan perhentian jantung. Kemajuan obyektif dan subyektif terjadi dalam 10 sampai 15 menit, mencapai puncaknya pada 20 menit, dan berakhir 2 atau 3 jam. Test yang negatif, tidak meniadakan Myasthenia Gravis tapi ini adalah poin yang kuat untuk mendiagnosa lagi. Percobaan neostigmin secara oral, 15 mg setiap 4 jam selama sehari, kadang direkomendasikan pada kasus-kasus yang meragukan, tapi cara ini juga belum teruji akurasinya. 3. Test Edrophonium Chloride (Tensilon) Test ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi antireseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif, sementara secara klinis masih tetap diduga adanya Myasthenia Gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah test 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangkan ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Test ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG. Test Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosa MG. Enzim asetilkolineterase membongkar asetilkolin (ACh) setelah otot dirangsang, mencegah perpanjangan respon otot ke impul syaraf tunggal. Edrophonium chloride (Tensilon) adalah obat yang secara berkala merintangi aksi dari asetilkolineterase. Pada MG, ada sedikit penerima asetilkolin (AChR) pada otot dan asetilkoline dihancurkan sebelum bisa secara penuh menstimulasi otot, sehingga menghasilkan kelemahan otot. Dengan merintangi aksi dari asetilkolineterase, tensilon memperpanjang stimulasi otot dan secara berkala memperbaiki kekuatan. Pada test ini, tensilon diberikan melalui pembuluh darah (ke dalam urat darah halus) dan respon otot akan dievaluasi. Test Tensilon paling efektif ketika dapat dengan mudah terlihat kelemahan, dan sedikit kurang berguna untuk yang samar-samar atau keluhan yang turun naik. Efek samping dari test ini adalah secara temporer membuat irama jantung menjadi abnormal, seperti irama jantung yang lebih cepat (atrial fibrilasi) dan irama jantung yang lambat (bradicardia). 4. Test Single Fiber Electromyography (EMG) Serabut otot dirangsang dengan impul elektrik, bisa juga mendeteksi gangguan syaraf ke transmisi otot. EMG mengukur potensi elektrik dari sel-sel otot. Serat-serat otot pada MG

dan juga pada penyakit neuromuskular lainnya, tidak memberi respon yang baik pada rangsangan elektrik yang berulang-ulang dibanding dengan otot-otot pada individu yang normal. Test ini memiliki kesensitifan hingga 95 % secara sistem dan 84 % pada MG ocular, membuat test ini menjadi yang paling sensitif untuk penyakit ini. 5. Test Darah Test darah dilakukan untuk menentukan tingkatan serum dari beberapa antibodi (seperti, AChR-pengikat antibodi, AChR-modulasi antibodi, antitriasional antibodi). Tingkat yang tinggi dari antibodi-antibodi ini dapat mengindikasikan MG. 80 % dari semua pasien dengan MG memiliki peningkatan serum antibodi yang tidak normal. Tapi hasil test yang positif, mungkin kurang disukai oleh pasien dengan MG ocular murni. Peluang untuk menerima hasil test positif yang salah dari laboratorium yang ternama adalah kecil, akan tetapi garis batas test-test harus diulang-ulang. 6. Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) Digunakan untuk mengidentifikasi kelenjar thymus yang tidak normal atau keberadaan dari thymoma. 7. Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru) Test mengukur kekuatan pernafasan untuk memprediksikan apakah pernafasan akan gagal dan membawa kepada krisis Myasthenia. Pengobatan untuk Miastenia Gravis antara lain: A. Anticholinesterase Anticholinesterase (contohnya mestinon) memperkenankan asetilkolin untuk tinggal pada persimpangan neuromuskular lebih lama dari biasanya sehingga dengan begitu, lebih banyak tempat penerima yang bisa diaktifkan. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tak segera dihancurkan. Akibatnya, aktivitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90 % dari kekuatan dan daya tahan semula. Selain neostigmin (Prostigmin), dapat juga digunakan piridostigmin (Mestinon) dan ambenonium klorida (Mytelase), yang merupakan obat-obat analog sintetik lain dari fisostigmin (Eserine). Obat-obat ini tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan MG, tapi obat-obatan ini dapat memberikan pertolongan sementara untuk menolong pasien menjadi lebih baik. Beberapa otot mungkin membaik untuk beberapa jam ketika yang lainnya mungkin tidak merespon atau bahkan bertambah lemah dengan obat-obatan ini.

B. Corticosteroid dan Immunosuppressant Kortikosteroid (contohnya prednisone) dan immunosupresan (contohnya imuran) bisa digunakan untuk menekan reaksi tidak normal dari sistem imun yang terjadi pada MG. Di antara preparat steroid, prednisone paling sesuai untuk Myasthenia Gravis, dan diberikan sekali sehari selang-seling untuk menghindari efek samping. Pada kasus yang berat, prednisone dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis, maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan)

dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisone secara mendadak harus dihindari.

C. Immunoglobulin Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah terkadang digunakan juga untuk mempengaruhi fungsi atau produksi dari antibodi yang tidak normal. Penggunaan immunoglobulin melalui pembuluh darah, sama dengan pertukaran plasma, yakni untuk menghasilkan perbaikan yang lebih cepat untuk menolong pasien melalui periode sulit dari kelemahan Myasthenia atau sebelum menjalani pembedahan. Pengobatan ini memiliki keuntungan yaitu tidak memerlukan peralatan khusus untuk jalan masuk ke pembuluh darah. Dosis yang umum adalah 400 mg/kg per hari untuk 5 hari berturut-turut (total dosis = 2 g/kg). Perbaikan terjadi pada sekitar 70 % dari pasien, dimulai sekitar 4 sampai 5 hari setelah pengobatan dan dilanjutkan beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pengobatan ini tidak memiliki pengaruh yang konsisten pada nilai atau kadar sirkulasi antibodi AChR.

C. Plasmapheresis Plasmapheresis atau pertukaran plasma mungkin juga berguna pada pengobatan MG. Cara ini memindahkan atau mengangkat antibodi tidak normal dari plasma darah. Kemajuan pada kekuatan otot mungkin terlihat jelas tetapi biasanya tidak bertahan lama karena produksi antibodi yang tidak normal masih terus berlanjut. Ketika plasmapheresis dilakukan, ini akan memerlukan pertukaran yang berulang-ulang. Pertukaran plasma mungkin khususnya berguna pada saat kelemahan MG yang sangat hebat atau sebelum menjalani pembedahan. Plasmapheresis (penarikan plasma) adalah sebuah pengobatan jangka pendek yang mahal, dimana beberapa liter dari darah diangkat dari pembuluh darah pasien, diolah dalam sebuah mesin, dan sel darah merah dikembalikan melalui pembuluh darah ke dalam plasma tiruan (albumin dan larutan garam). Plasmapheresis dilakukan berulang-ulang untuk 2 minggu ketika manfaat pengobatan jangka pendek sangat diperlukan bagi pasien, seperti ketika sedang mengalami krisis pernafasan atau sebelum menjalani pembedahan atau penyinaran. Beberapa pasien menjadi lebih kuat beberapa hari setelah menjalani proses ini, tapi manfaatnya hanya berlangsung beberapa minggu saja. D. Thymectomy Thymectomy (pembedahan menghilangkan kelenjar thymus) adalah pengobatan lain yang digunakan pada sebagian pasien. Kelenjar thymus terletak di belakang tulang dada dan ini adalah bagian penting dari sistem imun. Ketika ada tumor pada kelenjar thymus (10-15 %), akan dilakukan pengangkatan dikarenakan resikonya yang berbahaya. Thymectomy seringkali mengurangi kehebatan dari kelemahan MG setelah beberapa bulan. Pada beberapa orang, kelemahan mungkin hilang sepenuhnya. Ini disebut masa remisi. Tingkat sampai dimana thymectomy bisa dikatakan menolong, adalah bervariasi pada setiap pasien. Dalam sebuah bukunya, Harrison mengatakan bahwa harus dibedakan antara pembedahan untuk menghilangkan thymoma, dengan thymectomy sebagai pengobatan bagi Myasthenia Gravis. Pembedahan untuk menghilangkan thymoma diperlukan karena adanya kemungkinan

menyebarnya tumor lokal, walaupun banyak thymoma jinak. Dengan ketidak adaan tumor, fakta-fakta yang ada memperkirakan hingga 85 % pasien mengalami perbaikan setelah thymectomy, dan karena ini sekitar 35 % mencapai remisi bebas obat. Tetapi, perbaikan ini biasanya berjalan lambat hingga hitungan bulan atau tahun. Keuntungan dari thymectomy yaitu menawarkan manfaat jangka panjang, dalam beberapa kasus terjadi berkurangnya kebutuhan untuk meneruskan pengobatan medis. Dalam tinjauan dari potensi manfaat dan resiko, tidak berarti di tangan yang ahli, thymectomy memperoleh penerimaan yang cukup luas sebagai pengobatan bagi MG. Dengan kesepakatan bahwa thymectomy harus dilakukan pada pasien-pasien MG umum antara usia puber dan kurang dari 55 tahun, apakah thymectomy direkomendasikan untuk anak-anak dan orang dewasa diatas 55 tahun, dan apakah thymectomy juga perlu dilakukan pada pasien yang kelemahannya terbatas hanya pada mata saja, hal ini masih merupakan perkara yang diperdebatkan. Thymectomy harus dilakukan di rumah sakit yang sudah terbiasa melakukannya dan memiliki staf yang berpengalaman dalam proses sebelum dan sesudah pembedahan, pembiusan serta teknik pembedahan thymectomy.

You might also like