You are on page 1of 17

ATRESIA ESOPHAGUS

Atresia esophagus lebih banyak memberikan gejala utama pada kesulitan pernapasan (Respiratory distress ). Karena itu sering di kelompokkan dalam Respiratory distress diseases1. Insiden kejadian Esophageal Atresia / Trakheo Esophageal Fistula ( EA / TEF ) bervariasi antara 2,55-2,88 per 10.000 kelahiran. Laki-laki lebih sering menderita dibandingkan perempuan ( 1,26 : 1 ). Tidak ada bukti hubungan antara kejadian EA/TEF dengan usia ibu hamil. Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi yaitu penggunaan Methimazole pada awal kehamilan, penggunaan pill KB jangka panjang, terpapar progesterone dan estrogen, ibu penderita diabetes dan terpapar thalidomide. EMBRIOLOGI Atresia esophagus terjadi karena gangguan perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esophagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embrional.1 Esofagus dan trachea terbentuk dari derivat usus depan ( fore gut ) yang terjadi pada minggu ke 3 dan ke 4. Pemisahan keduanya, antara esophagus dan trakea selanjutnya terjadi akibat pertumbuhan kearah dalam ( ingrowth ) mesodermal ridges. Proliferasi epitel terjadi pada 6 sampai 8 minggu bersamaan dengan pertumbuhan sekaligus pemisahan dua organ tersebut. 2 Embriologi dari foregut masih merupakan suatu kontroversi. Pada minggu ke 4, foregut mulai berdiferensiasi membentuk bagian ventral respiratori dan bagian dorsal esophagus.3 Esophagus dibentuk dari primitive foregut disebelah distal faring. Mungkin hal ini yang menyebabkan atresia esophagus terjadi sebelum usia kehamilan 32 hari. Atresia esophagus terjadi sebagai akibat kelainan pertumbuhan, diferensiasi sel dan apoptosis. Waktu yang tepat dan lokasi apoptosis dada region tracheoesophageal septum memberikan peranan yang kritis untuk pemisahan normal esophagus dan trachea. 4

KLASIFIKASI Klasifikasi menurut Pitz2 Grup I Berat badan lebih dari 1500 gram tanpa kelainan jantung mayor ( survival 97% ) Grup II Berat badan kurang dari 1500 gram atau ada kelainan jantung mayor ( survival 59% ) Grup III Berat badan kurang dari 1500 gram dengan kelainan jantung mayor ( survival 27% ) Kelainan jantung mayor didefinisikan sebagai kelainan jantung sianosis yang memerlukan koreksi atau pembedahan paliatif, atau kelainan jantung non sianotik disertai gagal jantung yang memerlukan terapi medis atau koreksi bedah.

FIGURE 65-1. Types of esophageal atresia. (A) Esophageal atresia and distal tracheoesophageal fistula. (B) Esophageal atresia alone (no fistula). (C) Esophageal atresia with proximal distal fistula. (D) Esophageal atresia with double fistula. (E) H fistulapercentage reflects approximate incidence.3 ESOPHAGEAL ATRESIA DGN FISTULA DISTAL ( EA/TEF ) Merupakan tipe EA yang tersering, mencapai 85% DIAGNOSIS Dapat diketahui sejak prenatal dengan pemeriksaan sonografi, gambaran yang mencurigakan seperti tidak ada gelembung lambung ( gastric bubble ), terdapat poli hidramnion karena menekuknya gastroesofageal junction dan pelebaran esophagus proksimal saat menelan. Setelah bayi lahir, bayi banyak mengeluarkan saliva yang keluar lewat mulut ( excessive drolling ) dan hidung, dengan riwayat episode tersedak ataupun kebiruan ( sianosis ). Gejala tersebut akan semakin bertambah parah setiap ada usaha member intake oral. Diagnosis menjadi lebih tegas dengan adanya kesulitan saat memasang feeding tube ( NGT ) ukuran 10 French dan berhenti kurang lebih pada 10 cm. Pada foto thoraks maka ujung NGT berada pada vertebra T2 atau T4. Ada yang menganjurkan menggunakan NGT no. 12 Fr karena tidak mudah menekuk dan secara radiologi lebih mudah terlihat. Ukuran feeding tube yang kecil dapat menyesatkan karenaakan masuk lebih panjang sementara pipa tersebut melekuk kedalam mulut. 3

Gambaran abdomen yang skafoid menunjukkkan kemungkinan atresia murni, sedangkan pada atresia dengan fistel trakeo esophagus, abdomen dapat menjadi distensi.2

FIGURE Diagnosis of esophageal atresia4 4

Pemeriksaan foto yang dianjurkan adalah babygram ( mencakup leher, thoraks dan abdomen ), setelah 10 cc udara dimasukkan melalui pipa Replogle. Pencitraan ini penting untuk :2 Melihat adanya udara dalam abdomen yang menunjukkan adanya fistula trakeoesophagus ( 85% kasus ), sebaliknya pada atresia murni, gambaran udara dalam usus tidak tampak. Melihat ujung dari feeding tube yang berhenti antara C7 sampai T2. Kelainan vertebrae atau tulang iga ( adanya iga 13 berhubungan dengan jenis atresia yang long gap ). Kelainan jantung ataupun letak dari arkus aorta ( 2% kasus arkus aortanya disebelah kanan ), dipastikan dengan ekhokardiografi. Melihat pola gambaran udara usus, untuk menyingkirkan adanya atresia duodenum. Melihat keadaan paru , karena resiko terjadinya pneumonia aspirasi pada kasus-kasus ini, ataupun adanya sindromam distress pernafasan bila bayi tergolong premature.

FIGURE 65-2. Efek Fisiologis distal tracheoesophageal fistula Gambar A 1. Hyaline membrane disease akan mengakibatkan meningkatnya tekananyang akan mendorong udara melewati distal fistula

2. Abdomen yang distensi akan mengangkat diafragma 3. Lambung yang distensi dapat mengakibatkan rupture lambung dan pneumoperitoneum 4. Udara yang keluar melewati bagian distal tracheoesophageal fistula akan mengurangi volume tidal Gambar B 1. Aspirasi cairan lambung akan mencemari paru dan menimbulkan pneumonia 2. Gastroesophageal refluks 3. Pergerakan cairan lambung kearah proksimal dapat melewati distal fistula 4. Overflow sekresi atau kelalaian dalam pemberian feeding berperan dalam terjadinya aspirasi dan kontaminasi jalan nafas. Pertolongan pertama pada atresia esophagus sekaligus merupakan persiapan prabedah. Persiapan prabedah dimulai pada saat diagnose dibuat. Untuk dirujuk harus diberikan perintah perawatan dan pengobatan yang jelas dan bagaimana mengangkut penderita sampai ke RS dan seterusnya sampai ke meja bedah. Bayi yang menderita atresia esophagus harus diantar oleh perawat yang terlatih yang dapat membersihkan hidung, mulut, faring, laring dan ujung buntu esophagus, serta dapat mengawasi agar pernafasan dapat berlangsung bebas. Untuk mencegah regurgitasi isi lambung ke dalam trakea / paru sebaiknya bayi diletakkan terlentang dengan kepala lebih tinggi.1 Pemeriksaan fisik diteruskan untuk mencari kelainan penyerta lain dengan frekwensi 35% 50% mencakup jantung, atresia ani, ekstremitas dan kelainan kromosom. Sepuluh persen terdapat sindroma VACTREL ( Vertebrae, Atresia ani, Cardio, Trakeoesophagus, Renal dan Limb ), atau yang lebih jarang lagi sindroma CHARGE ( Coloboma of the eye, Heart, Atresia Choana, Retardation of growth, Genitalia, Ear deafness ).2,3,4 INCIDENCE OF ASSOCIATED ANOMALIES IN ESOPHAGEAL ATRESIA4 ANOMALI Congenital heart disease Urinary tract Orthopaedic (mostly vertebral and radial) Gastrointestinal (e.g., duodenal atresia, imperforate anus) Chromosomal (usually trisomy 18 or 21) FREQUNCY ( % ) 25 22 15 22 7

Total with one or more associated anomalies

58 6

RELEVANCE OF ASSOCIATED ANOMALY TO ESOPHAGEAL ATRESIA4 Anomalies


Meckel diverticulum Duplex kidney Vertebral anomalies Pelviureteric junction obstruction Vesicoureteric reflux Duodenal atresia and anorectal

Relevance
Interesting, but not relevant in relation to management of esophagus Relevant because of frequency of association (treatment in later childhood may be required for scoliosis) Demands treatment, but not urgently; esophageal atresia takes undisputed priority

anomaly
Congenital dislocation of the hip Duct-dependent congenital heart

Demands treatment early, following closure of tracheoesophageal fistula; needs to be coordinated with treatment of esophageal atresia Does not need to be coordinated with treatment of esophageal atresia Prostaglandin E1 infusion should be commenced preoperatively; occasionally, if infant remains unstable, the heart may take priority over complete repair of the esophageal atresia

disease

Trisomy 18 Bilateral renal agenesis

Incompatible with survival; definitive surgery not indicated

Persiapan Operasi Pemeriksaan darah lengkap meliputi fungsi ginjal, glukosa, elektrolit dan persiapan darah. Ekhokardiografi dan USG ginjal dilakukan sebelum operasi, tetapi bila klinis pemeriksaan normal, pemeriksaan dapat ditunda setelah operasi. Pasien dibaringkan dengan kepala elevasi dan penghisapan liur dilakukan secara kontinyu.2 Pasien dengan masalah pernafasan diusahakan tidak diintubasi, bila di intubasi biarkan pasien bernafas spontan, karena tekanan positif akan berakibat udara melalui fistula trakea masuk kedalam lambung dan menyebabkan refluks isi gaster ke trakea dan abdomen yang distensi menyebabkan gangguan pernafasan sehingga diperlukan gastrotomy darurat. Dalam keadaan yang mengancam nyawa seperti Trisomi 13 dan 18, anuria dan kelainan jantung kompleks, operasi dapat ditunda sampai pemeriksaan lengkap. Penting untuk mengetahui adanya Trisomi 18 karena prognosisnya yang buruk dan menjadikannya kontra indikasi untuk thorakotomy. Selain karena keadaan tersebut, operasi tidak boleh ditunda karena refluks gaster melalui fistel menyebabkan aspirasi pneumonia, meskipun pada bayi premature. Pernafasan akan semakin buruk dengan adanya udara yang masuk ke gaster dan

kemudian gaster menjadi over distensi, yang mentebabkan terjadinya splinting diafragma dengan resiko perforasi gaster yang lebih fatal.2 Tehnik Operasi2 Insisi thorakotomi posterolateral di sisi yang kontra dari arkus aorta dengan pendekatan ekstra pleura. Cara ini ( ekstra pleura ) lebih disukai untuk menghindari empiema bila terjadi kebocoran anastomosis. Rongga ekstra pleura dibuka interkostal IV atau V. Pleura dilepaskan secara tumpul dari otot intercostals dan segmen distal esophagus dikenali kemudian dipasang loop karet vaskuler. Jangan terlalu ekstensif membebaskan segmen ini karena mengganggu vaskularisasinya. Fistula biasanya dekat karina, dipotong dan dijahit secara interrupted dengan silk 5.0. Untuk membantu identifikasi dan diseksi segmen proksimal, pemasangan kateter 20 Fr lewat mulut cukup membantu. Letakkan jahitan traksi pada segmen ini, kemudian setelah panjangnya adekuat untuk anastomosis dengan bagian distal tanpa tegangan. Segmen proksimal dibuka dan anastomosis dilakukan dengan menggunakan silk 5.0 end to end satu lapis. NGT 8 Fr dipasang melalui nasal sebelum anastomosis selesai untuk member akses nutrisi. Jahitan posterior dibuat dengan simpul didalam lumen dan jahitan anterior simpulnya diluar lumen. Setelah itu pasang dren thoraks 12 Fr dan dinding thoraks dijahit lapis demi lapis. Bila segmen proksimal sudah dimobilisasi tetapi kedua ujung esophagus tidak dapat dipertemukan, mobilisasi bagian distal dapat dilakukan karena kekuatiran terhadap segmen distal tidak seberat yang dibayangkan sebelumnya, mengingat segmen distal sudah ada gangguan motilitas. Dalam suatu laporan anastomosis pada long gap ( > 3,5cm ) Sembilan kasus dengan anastomosis setelah mobilisasi segmen distal, ternyata tidak ada kebocoran ataupun fistel yang rekurens. Terdapat 5 GER dan 4nya terjadi striktur, bayi-bayi ini tumbuh baik. Miotomi segmen proksimal satu atau tiga ( setiap gap mempunyai jembatan 1 cm ) menambah panjang, tetapi gangguan fungsional tetap terjadi sehingga ada yang menganjurkan miotomi dilakukan juga pada segmen distal. Bila dengan tindakan diatas tetap tidak dapat dilakukan anastomosis, segmen distal dijahitkan ke fasia prevertebra untuk mencegah retraksi. Untuk rencana anastomosis transpleural atau esophageal replacement dikemudian hari. Pasien dilakukan gastrotomi untuk nutrisi enteraldan ada yang melakukan esofagostomi servikal. Nutrisi enteral dimulai 2-3 hari pasca operasi. Antibiotik diberikan sampai hari ke tujuh. Hari ke 5 atau ke 6 dibuat foto kontras meal atau diberi minum cairan metilen blue glukosa peroral. Bila terdapat kebocoran, akan keluar dari drain. Bila tidak terdapat kebocoran NGT dilepas dan dimulai diet peroral. 8

Dren dipertahankan sampai hari ke 10. Pasien dipulangkan bila diet oral adekuat, awasi tanda-tanda refluks ataupun gangguan menelan.2 Perawatan paska operasi Pada neonatus yang mendekati aterm dan anastomosis tidak sulit dilakukan, ekstubasi dilakukan dalam 24 jam, analgetik Fentanil dengan bolus atau drip. Ada ahli bedah yang menganjurkan sedasi dalam atau bahkan pasien ditidurkan selama beberapa hari, khususnya pada anastomosis yang dilakukan dalam tegangan, ekstubasi ditunda sampai beberapa hari. Esophagografi dibuat pada 5-7 hari paska operasi dengan kontras non ionic, iso osmolar, watersoluble dalam fluoroskopi. Dilihatgambaran anatomis, mencari adanya kebocoran, ataupun peristaltik esophagus. Gambaran segmen esophagus proksimal yang dilatasi adalah normal asalkan tidak ada stasis kontras, ataupun kebocoran dan proses menelan berjalan dengan baik. Dren dilepas ke esokan harinya. Intake oral dimulai bila hasil esophagografi baik. Mortalitas berhubungan dengan prematuritas, kelainan jantung ataupun penyakit bawaan yang kompleks.2 KOMPLIKASI2 Bocor anastomosis Kebocoran disebabkan karena mobilisasi kedua ujung esophagus berlebihan sehingga mengakibatkan iskemia. Kebocoran anastomosis terjadi 5-10% dengan gejala keluarnya saliva dari dren. Biasanya dengan penghisapan kontinyu per oral, pasien dipuasakan dan antibiotic dilanjutkan, maka sebagian besar kebocoran akan menutup dengan sendirinya dlam waktu 4 minggu. Hal ini dapat di konfirmasi dengan foto kontras. Indikasi rethorakotomi antara lain pneumothoraks yang massif ataupun efusi yang banyak, kebocoran total, sepsis yang tidak terkontrol ataupun jahitan trakea yang terlepas. Kejadian ini mencapai 5%. Pada keadaan ini, biasanya pasien memburuk dengan cepat. Pada thorakotomi, dengan bocor kecil dapat dilakukan reanastomosis kadang ditambahkan flap pericardium, muskulus interkostal atau pleura sebagai onlay patch atau interposisi penunjang anastomosis, tetapi lebih aman dilakukan servikal esofagostomi, gastrostomi dan repair ditunda sampai beberapa bulan kemudian

Fistel rekuren Insiden rekurensi trakheo esophageal fistel 5 14 %. Fistel yang rekuren dicurigai bila pasien batuk saat diberi minum, apneu atau sianosis atau sering terjadi infeksi saluran nafas berulang setelah anastomosis berhasil. Rekurensi ini biasanya terjadi pada anastomosis end to side yang bocor. Salah satu cara pencegahannya adalah segmen distal tidak dimobilisasi secara berlebihan. Komplikasi ini cukup serius, dapat di evaluasi dengan esofagografi dalam fluoroskopi dan bronkhoskopi. Fistel tidak mungkin menutup dengan sendirinya. Cara konvensional dilakukan thorakotomi pada bekas incise lama, pematangan fistel transpleural dan interposisi jaringan yang sehat dengan flap pericardium atau otot interkostal. Pilihan lain thorakotomi dilakukan lewat sisi kiri ataupun pendekatan transtrakhea dengan elektrokoagulasi., fibrin glue ataupun agen skleroting tetapi resiko rekuren lebih tinggi, keuntungan metode Ini adalah kurang invasive dibandingkan cara sebelumnya. Gastroesophageal refluks GER terjadi 40% setelah anastomosis, setengahnya memerlukan tindakan bedah. Umumnya terjadi karena anastomosis yang tegang sehingga sebagian esophagus abdomen tertarik kedalam thoraks dan menghilangnya sudut His atau karena gangguan neuromuskuler dari bagian distal esophagus yang atretik, Gejala dapat menyerupai fistel yang rekurensi. Pasien bisa muntah, pneumonia berulang, asma, gagal tumbuh dengan stenosis pada esophagus distal atau bagian anastomosis Evaluasi mencakup pemeriksaan monitor pH, foto esophagogram menelan dengan fluoroskopi, endoskopi distal esophagusdisertai biopsy. Striktur yang gagal dengan terapi dilatasi sering sembuh dengan dikoreksinya GER. Fundoplikasi dilakukan pada 5-20% kasus.Sebelum tindakan, pasien dicoba terapi dengan H2 bloker, pump inhibitor dan metoklopramid. Trakeomalasia Definisinya adalah kelemahan struktur dan fungsi tulang rawan trakea yangmenyebabkan obstruksi jalan nafas yang parsial atau episode obstruksi total. Kelemahan ini bersifat lokal atau umum. Saat ekspirasi atau batuk, dinding anterior dan posterior akan bertemu dan mentumbat saluran nafas. Biasanya kelemahan pada bekas fistula trakeoesophageal. Terjadi pada 10% bayi dan setengahnya memerlukan intervensi bedah. Hal ini cukup sering ditemukan pada atersia esophageal trakheoesophageal fistel yang rendah, letak kelemahannya pada bekas fistula ( bagian kolaps ini ditemukan dengan bronkoskopi ). Gejala ringannya batuk yang menggonggong dan stridor ekspirasi, biasanya sembuh sendiri dalam beberapa bulan Namun dalam kasus yang berat dapat terjadi gangguan respirasi, apneu sampai 10

kematian mendadak. Dalam keadaan ini dilakukan aortopexy baik secara thorakoskopi ataupun konvensional. Pada prosedur ini, arkus aorta dan aorta ascendant difiksasi ke sternum dengan jahitan tidak diserap. Dengan aortopexy trachea akan mendapat ruangan untuk ekspansi ( karena trachea melekat dengan aorta ascenden dan arcus aorta ). Dapat juga digunakan stent palmaz untuk stabilisasi trakea ( trakeopexy ) yang dimasukkan secara endoskopi. Bila stent tidak melekat atau terdilatasi dengan baik akan terbentuk jaringan granulasi karena pergeseran stent terhadap mukosa trachea. Stenosis anastomosis Biasanya terjadi karena kebocoran yang menutup secara spontan, anastomosis yang dilakukan dalam tegangan ataupun akibat refluks gastroesophagus. Dengan handling yang baik kepada kedua puntung esophagus, preservasi suplai vaskuler dan aposisi mukosa disetiap jahitan yang baik, diharapkan resiko stenosis dapat diperkecil. Dengan dilatasi balon sebagian besar dapat diatasi, dilakukan dalam fluroskopi menggunakan rigid esophagoskopi tanpa anastesi lebih aman. Bila dalam beberapa minggu tidak membaik, menjadi indikasi untuk tindakan bedah. Bila terdapat GER, dilakukan juga fundoplikasi kemudian reseksi daerah striktur.

TABLE 65-4 Esophageal Complications After Repair of Esophageal Atresia4 Incidental leaks with no clinical symptoms

Observe on postoperative contrast study No specific treatment

Minor leakage

Saliva in chest drain (if used), but infant clinically well Cease oral feeds, antibiotics Will close spontaneously

Major leak

Mediastinitis or abscess Pneumothorax or empyema Radiologically confirmed major esophageal disruption Cease oral feeds, antibiotics, may require further surgery

11

Recurrent tracheoesophageal fistula


Close surgically Transpleural thoracotomy when infant well Endoscopic ablation (?)

Anastomotic stricture

Check for gastroesophageal reflux Can be due to technical errors suturing anastomosis

Motility problems; delayed esophageal clearance


Tends to improve with age Adjust diet, drink with meals

Esophageal pseudodiverticulum after leakage or circular myotomy

Occurs after anastomotic leakage or circular myotomy

Shelf at site of anastomosis (secondary to eccentric anastomosis)

Technical error

Gastroesophageal reflux

Potent cause of esophageal stricture at anastomosis Initial treatment with proton pump inhibitor Fundoplication if conservative treatment fails and stricture develops Long-term malignancy risk

Tehnik Operasi 4 1. Pendekatan standar untuk repair Atresia esophagus adalah right latero-dorsal thoracotomy. Tetapi jika right aortic arch didiagnosa sebelum operasi, maka left-sided thoracotomy direkomendasikan. Incisi agak melengkung dilakukan 1 cm dibawah ujung scapula mulai dari linea midaxilari sampai ke sudut scapula.

12

Serratus anterior Trapezius Scapula Latissimus dorsi

13

2.

Musculus intercostalis dipisahkan sepanjang sela iga V.

3.

Pemaparan segmen esofagus . V.azygos adalah struktur pertama yang nampak pada mediastinum. Esofagus distal terlihat mengembang saat inspirasi. Vena Azygos dimobilisasi dengan forceps dan dipisahkan. Esofagus distal dipisahkan, sling karet lembut dimasukkan Jahitan penanda dilakukan pada sisi lateral esofagus distal. Esofagus distal dipisahkan sampai level TEF, sisi atas dan bawah fistel ditandai dengan jahitan traksi

14

4.

Fistula dipisahkan dan ditutup dengan continuous absorbable monofilament 6/0 suture.Kantung esofagus atas diidentifikasi dengan memberi tekanan pada pipa nasoesofageal Kantung proksimal dimobilisasi untuk mencapai anastomose bebas ketegangan
.

15

5.

Dilakukan end to end anastomosis dengan benang absorbable 6/0 interupted.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Farid Mantu, Obstruksi saluran cerna pada bayi baru lahir dalam Catatan Kuliah Bedah Anak, EGC, 1993, Jakarta 2. Pratingnyo Adjie. SpBA, Atresia Esophagus dalam Bedah Saluran Cerna Anak, SAP Publish Indonesia, 2011, Jakarta 3. Klaas Bax, MD, PhD, Esophageal Atresia And Tracheoesophageal Malformations, in Ashcrafts Pediatric Surgery, Saunders, 2010 4. Oldham, Keith T, Esophageal Atresia and Tracheoesophageal Fistula in Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005 5. Michael E. Hllwarth, Oesophageal Atresia in Pediatric Surgery, Springer, 2006

17

You might also like