You are on page 1of 21

RINOSINUSITIS BAKTERIAL AKUT DENGAN KOMPLIKASI SELULITIS PERIORBITA PADA INFANT

Dewi Sinaga, Puspa Zuleika


Bagian IKTHT- KL FK Unsri/ Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Abstrak Rinosinusitis bakterial akut adalah infeksi mukosa kavum nasi dan sinus paranasal, sering sebagai gejala sisa dari infeksi virus saluran pernafasan bagian atas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tomografi Komputer (TK) sinus paranasal akan memberikan gambaran yang lebih jelas pada sinus paranasal pada anak maupun infant. Komplikasi rinosinusitis pada anak dan infant dapat mengenai orbita atau intrakranial. Terapi rinosinusitis akut pada anak dan infant lebih diutamakan secara medikamentosa dengan antibiotik yang sensitif terhadap hasil kultur. Dilaporkan satu kasus rinosinusitis bakterial akut pada bayi usia 29 hari dengan komplikasi selulitis periorbita yang ditatalaksana secara medikamentosa. Kata kunci : Rinosinusitis akut, Selulitis periorbita, Infant. Abstract Acute bacterial rhinosinusitis is an infection of nasal mucosa and paranasal sinuses, often as the sequelae of viral upper respiratory tract. Diagnostics enforced based on clinical features, physical examination and support examination. Computer Tomography (CT) of paranasal sinus will give a clearer picture of the paranasal sinuses in children and infant. Complications of rhinosinusitis in children and infant can spread to the orbital or intracranial. Therapy of acute rhinosinusitis in children and infant are preferred by medical treatment with antibiotics that are sensitive to culture results. Reported one case of acute bacterial rhinosinusitis in infants aged 29 days with cellulitis periorbita complications that management in medical treatmentl. Key word : Rhinosinusitis acute, Periorbita Celullitis, Infant.

PENDAHULUAN Rinosinusitis adalah kondisi yang ditimbulkan oleh respon peradangan yang mengenai mukosa kavum nasi dan sinus paranasal, yang merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak namun jarang sekali terjadi

pada infant. Gangguan pada hidung dan sinus paranasal ini sering sebagai gejala sisa dari suatu infeksi akut saluran pernafasan bagian atas. Infeksi saluran nafas atas pada anak-anak dan bayi lebih sering terjadi dibandingkan orang dewasa yaitu sekitar 6-8 kali per tahun, sedangkan pada orang dewasa 2-3 kali per tahun. Rinosinusitis bakterial akut adalah infeksi pada rongga hidung dan sinus paranasal dengan gejala infeksi saluran nafas atas yang menetap atau makin berat dalam waktu kurang dari 30 hari. Rinosinusitis bakterial akut sering terjadi pada anak yaitu sekitar 80-90% dari infeksi saluran pernafasan atas karena sistem imun pada anak masih belum sempurna dan gambaran anatomi hidung dan sinus paranasal yang lebih sempit dibanding orang dewasa.1-6 Di Amerika Serikat insidensi penyakit akut sistem pernafasan disebabkan oleh common cold dan 0,5-2% progresif menjadi suatu rinosinusitis bakterial akut pada dewasa sedangkan anak dan infant 5-10% progresif menjadi rinosinusitis bakterial akut. Faktor predisposisi yang paling umum adalah infeksi saluran nafas atas oleh virus dan alergi. Sinus yang sering mengalami infeksi pada anak adalah sinus maksila dan sinus etmoid karena kedua sinus tersebut sudah ada sejak lahir.2-4, 6-8 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kriteria diagnosis rinosinusitis akut yang diduga berasal dari bakteri berdasarkan panduan dari American Academy of OtolaryngologyHead and Neck Surgery adalah gejala lebih dari 10 hari sampai 28 hari, sekret hidung atau postnasal drip yang purulen selama 3 atau 4 hari yang disertai demam tinggi dan gejala memburuk dalam 10 hari pertama. Diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis pada anak dan bayi berbeda dibandingkan pada dewasa. Ini karena perkembangan sinus paranasal pada anak maupun bayi belum maksimal, lebih sering terjadi infeksi pada sinus etmoid dan sinus maksila. Rinosinusitis anak dan infant biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas karena virus. Rinosinusitis pada anak dan infant dicurigai bila infeksi saluran nafas atas setelah diberi pengobatan lebih dari 7-10 hari, tetapi batuk dan sekret hidung tetap ada.1,4,5,8

Pemeriksaan penunjang seperti Tomografi Komputer (TK) sinus paranasal akan memberikan gambaran yang lebih jelas pada sinus paranasal pada anak maupun infant. Komplikasi rinosinusitis pada anak dan infant jarang ditemukan tetapi bila komplikasi timbul lebih sering mengenai orbita atau intrakranial. Terapi rinosinusitis akut pada anak dan infant lebih diutamakan secara medikamentosa dengan antibiotik yang sensitif terhadap hasil kultur dan diberikan selama 10-14 hari. Tindakan operatif dilakukan bila terapi medikamentosa gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial.8,9

KEKERAPAN Rinosinusitis pada kelompok anak lebih banyak ditemukan karena anakanak mengalami infeksi saluran nafas atas 6-8 kali per tahun dan diperkirakan 510% infeksi virus saluran nafas atas akan berlanjut menjadi rinosinusitis bakterial akut. Prevalensi yang sebenarnya rinosinusitis akut pada anak dan infant adalah belum jelas. Pada anak-anak puncak insidensi rinosinusitis bakterial muncul antara usia 2-6 tahun yang merupakan puncak insidensi infeksi virus saluran pernafasan bagian atas. Hal ini sesuai penelitian Sultesz kasus rinosinusitis akut jarang sekali terjadi pada kelompok infant tetapi dikatakan insidensi tertinggi pada kelompok anak, tertinggi terjadi pada usia 3-6 tahun.3,4,6,7,10-12

ANATOMI Untuk mengerti anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal adalah hal dasar dalam pendekatan dan terapi penyakit sinonasal pada anak-anak dan dewasa. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan berikut :13 karena bentuknya yang bervariasi untuk tiap individu.

Perkembangan anatomi sinus paranasal pada masa anak-anak adalah sebagai

Sinus

Perkembangan

Temuan Radiologi

Perkembangan lengkap

Etmoid

Ada sejak lahir

Segera lahir

setelah 12 tahun

Maksila

Ada sejak lahir

Segera lahir

setelah 12 tahun

Frontal Sfenoid

Usia 1-2 tahun Usia 3-4 tahun

Usia 5-6 tahun. Usia tahun 8 atau

18 tahun 9 Dewasa muda

Tabel 1. Perkembangan sinus paranasal13 Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada setiap sisi hidung, sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri yang disebut juga sebagai antrum Highmore, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus etmoidalis biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi udara.14,15 Sinus Frontal Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi, dan seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. Sinus ini berhubungan dengan meatus medius melalui duktus nasofrontal, yang berjalan ke bawah dan belakang dan bermuara pada atau dekat infundibulum bagian atas. Kadang-kadang kanalis frontonasal ini bermuara langsung di meatus medius. Ukuran rata-rata sinus frontal : tinggi 3cm, lebar 2-2,5cm, dalam 1,5-2cm, dan isi rata-rata 6-7 cm.13-15

Sel-sel Etmoid Sel-sel atau labirin etmoid terletak di kiri-kanan kavum nasi kira-kira sebelah lateral di setengah atau sepertiga atas hidung dan di sebelah medial orbita. Bagian superior bidang yang vertikal disebut Krista gali, dan bagian inferiornya disebut lamina perpendikularis os etmoid, yang merupakan bagian dari septum. Bidang horizontalnya terdiri dari bagian medial, yang tipis dan berlubang-lubang yaitu lamina kribrosa, dan bagian lateral yang lebih tebal dan merupakan atap selsel etmoid.14,15 Lamina kribrosa tidak ditutupi oleh sel-sel etmoid akan tetapi terbuka bebas pada atap rongga hidung. Terbentuk oleh tulang yang keras dan tidak mudah patah oleh kekuatan yang biasa digunakan pada operasi hidung, tetapi lubang-lubang yang ada dapat merupakan jalan untuk penjalaran infeksi ke selaput otak, terutama bila operasi dilakukan pada waktu ada infeksi akut traktus respiratorius atas. Dinding luar sinus etmoid adalah os planum, atau lamina papirasea os etmoid dan os lakrimalis. Lempeng-lempeng tulang ini sangat tipis dan juga merupakan dinding medial rongga orbita. Bila tulang ini tembus dapat mengakibatkan selulitis orbita yang mungkin disertai dengan menonjolnya isi orbita. Sel-sel etmoid mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, sudah ada pada waktu bayi lahir, kemudian berkembang sesuai dengan bertambahnya usia sampai mencapai masa pubertas.13-15 Sinus maksila Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil di sebelah medial orbita. Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi. Perkembangannya berjalan kearah bawah, bentuk sempurna terjadi setelah erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. Menurut Morris pada anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7-8 x4-6 mm dan untuk usia 15 tahun 31-32 x18-20 x19-20 mm dan pada orang dewasa isinya kira-kira 15ml.14,15

Sinus Sfenoid Sinus sfenoid anak usia 3 tahun masih kecil, namun telah berkembang sempurna pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang letaknya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan lebih besar daripada sisi lainnya. Masing-masing sinus sfenoid berhubungan dengan meatus superior melalui celah kecil menuju ke resesus sfeno-etmoidalis. Ukuran ostium sinus sfenoid berkisar antara 0,5 sampai 4 mm dan letaknya kira-kira 10 sampai 20 mm di atas dasar sinus, sehingga kurang menguntungkan dari segi drainase menurut gravitasi. Ukuran sinus ini kira-kira sebagai berikut: usia 1 tahun 2,5x 2,5x1,5 mm dan usia 9 tahun 15x 12x 10,5 mm. Isi rata-rata sekitar 7,5 ml (0,05 sampai 30ml).13-15 Perkembangan sinus paranasal. Bakal sinus paranasal pada janin timbulnya agak lambat, terutama sinus frontal. Kavum nasi mulai berdiferensiasi pada janin umur 1 dan 2 bulan. Sinus paranasal berasal dari tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin 2 bulan. Resesus ini nantinya akan menjadi ostium sinus. Sinus maksila dan sinus sfenoid berasal dari cekungan mukosa pada bulan ketiga janin. Pada saat itu timbul tonjolan membulat berasal dari resesus mukosa di hiatus semilunaris pada meatus medius, yang kemudian akan menjadi sinus maksila. Pada waktu lahir sinus maksila sudah terbentuk dengan baik, dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus inferior. Setelah 7 tahun perkembangan ke bentuk dan ukuran dewasa berlangsung dengan cepat.13,15 Sinus etmoid mulai terbentuk pada janin umur 4-6 bulan, berasal dari meatus superior dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Pneumatisasi os frontal mulai pada umur 1 tahun dengan salah satu cara berikut : (1) merupakan ekspansi resesus frontalis di bagian anterior atas infundibulum; (2) merupakan perkembangan dari salah satu sel frontalis ; atau (3) pertumbuhan dan ekspansi sebuah sel bula. Lokasi ostium frontalis pada orang dewasa tergantung dari mana asal sinusnya. Pertumbuhan sinus frontal berjalan

lambat hanya sebesar kacang sampai umur 7 tahun, dan baru mencapai ukuran dewasa umur 15-20 tahun.13-15

KLASIFIKASI Klasifikasi rinosinusitis menurut The Task Force on Rhinosinusitis dibagi beberapa kategori yaitu : Rinosinusitis akut yaitu suatu infeksi akut yang terjadi sampai 4 minggu dan dapat dibagi menjadi dua bagian lagi yaitu simptomatis yang berat dan tidak berat. Rinosinusitis akut rekuren dimana terdapat 4 atau lebih dengan episode sinusitis akut yang muncul dalam satu tahun. Rinosinusitis subakut yaitu suatu infeksi yang bertahan antara 4-12 minggu dan mewakili suatu transisi antara infeksi akut dan kronis. Rinosinusitis kronis yaitu suatu kondisi dimana gejala dan tanda menetap lebih dari 12 minggu seperti batuk, rinore dan hidung tersumbat. Rinosinusitis kronis eksaserbasi yaitu ketika gejala dan tanda rinosinusitis yang kronis mengalami gejala dan tanda-tanda akut seperti semula sesudah terapi.2,4,5,9,16,17

ETIOPATOGENESIS Sinus paranasal terbentuk sebagai evaginasi membran mukosa meatus nasalis. Lapisan mukosa sinus paranasal sama dengan lapisan mukosa hidung. Sinus maksila dan sinus etmoid mulai berkembang selama kehamilan. Sinus frontalis mulai berkembang pada usia 1-2 tahun, bersamaan dengan sinus sfenoid, maka tidak akan terlihat secara radiologis sampai usia 5-6 tahun.2,4,5 Tiga faktor utama yang berperan pada fisiologi sinus paranasal adalah ostium yang terbuka, silia yang berfungsi efektif dan pengeluaran sekret yang normal. Retensi sekret dalam sinus paranasal dapat diakibatkan oleh obstruksi ostium, penurunan jumlah atau fungsi silia atau produksi yang berlebihan atau berubahnya viskositas sekret, diikuti dengan infeksi sekunder sehingga terjadi peradangan mukosa sinus paranasal.2,4,5 Variasi faktor lokal, regional, atau sistemik bisa menimbulkan obstruksi kompleks osteomeatal. Faktor lokal dan regional meliputi deviasi septum, polip nasi, variasi anatomi seperti atresia koana atau konka bulosa, benda asing, edema

yang berhubungan dengan peradangan virus, bakteri, alergi maupun radang selaput hidung non alergi. Faktor sistemik seperti sindrom diskinesia silia, kistik fibrosis dan defisiensi imunologis. Faktor paling sering yang menyebabkan terjadinya rinosinusitis adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas yang disebabkan oleh virus. Bagaimana infeksi virus dapat menyebabkan rinosinusitis masih belum jelas, namun diperkirakan respon peradangan terhadap virus menyebabkan tertutupnya ostium sinus, pertukaran oksigen menjadi terganggu sehingga memicu tumbuhnya bakteri dan timbul infeksi. Gerakan silia pada mukosa sinus menjadi sangat terganggu sehingga timbul penumpukkan sekret dan penebalan mukosa sinus.2-5 Infeksi saluran nafas atas menyebabkan obstruksi aliran sinus sehingga menimbulkan infeksi, hal ini terjadi pada anak-anak hampir 80%, sedangkan sisanya 20% kasus muncul dari komplikasi rinitis alergi. Pada anak-anak dengan anatomi perkembangan sinus yang berukuran kecil dan pendeknya jarak antara permukaan mukosa dari ostium memainkan peranan pada perkembangan rinosinusitis. Peranan alergi pada rinosinusitis adalah akibat reaksi gen antibodi yang menimbulkan pembengkakan mukosa sehingga menimbulkan obstruksi pada ostium sinus dan menghambat aliran mukus. Selanjutnya terjadi vakum di rongga sinus sehingga terjadi transudasi cairan ke rongga sinus. Menumpuknya cairan di rongga sinus merupakan media pertumbuhan bakteri sebagai hasil obstruksi ostium sinus yang lama.4,5,6,16 Bila dua lapisan mukosa yang berdekatan saling kontak karena edema akan terjadi gangguan fungsi silia di tempat tersebut sehingga terjadi retensi sekret. Kontak mukosa pada kompleks ostiomeatal terjadi pada celah antara prosesus unsinatus dengan konka media, antara bula etmoid dan konka media serta diatas dan belakang bula etmoid. Pada keadaan ini pertukaran udara atau ventilasi terganggu, perubahan PH sinus akan menurun, oksigen akan diserap dan mukosa akan mengalami hipoksia dan kematian sel mukosa sinus yang memudahkan terjadinya infeksi.5,16 Jika tidak mengalami resolusi, rinosinusitis dapat progresif menjadi beberapa fase. Fase awal adalah paling sering oleh virus. Virus yang paling sering

adalah Rhinovirus, Adenovirus, Influenzae dan virus Parainfluenzae dan umumnya menetap sampai 10 hari dan mengalami resolusi sempurna hampir pada 99% kasus. 2,4,7,17

MIKROBIOLOGI Organisme yang sering ditemukan pada rinoinusitis bakterial anak biasanya sama seperti yang ditemukan pada otitis media seperti Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumonie, Haemophylus influenzae, dan Moraxella catharralis. Pada kasus kronis Staphylococcus pneumonie, Streptococcus haemolyticus, spesies Streptococcus group A dan bakteri anaerob sering ditemukan. Bakteri anaerob sering di isolasi dari komplikasi infeksi dari infeksi kronis, termasuk selulitis periorbita, abses otak dan empyema epidural dan subdural. Streptococcus pneumonie adalah prevalensi patogen yang sering dikaitkan dengan rinosinusitis bakterial akut pada anak-anak berkisar 30-60% kasus. Haemophylus influenza jumlahnya sekitar 20-30% kasus, Moraxella catarrhalis 12-28% dan grup A Streptococcus seperti S. pyogenes berkisar 3-7%. Staphylococcus aureus dan anaerob tidak merupakan bakteri patogen pada rinosinusitis pada anak-anak.1,2,4,5,16,19 Namun penelitian Liu dkk menyatakan bahwa Staphylococcus aureus merupakan yang terbanyak.18 Pemeriksaan mikrobiologi biasanya tidak rutin dilakukan pada anak-anak dengan rinosinusitis akut maupun kronis yang tidak mengalami komplikasi. Indikasi pemeriksaan mikrobiologi adalah : (1) Kondisi sakit yang berat atau kondisi toksik pada anakanak, (2) Penyakit akut pada anak-anak yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi medikamentosa selama 48-72 jam, (3) Kondisi immunocompromise pada anak-anak, (4) Adanya komplikasi supuratif (Intrakranial dan Intraorbital).19,20

DIAGNOSIS Diagnosis rinosinusitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Sebenarnya gejala klinis rinosinusitis pada anak bervariasi sesuai umur karena anak kecil sulit untuk menceritakan keluhannya dengan jelas, sedangkan pada anak yang lebih besar

dapat memberikan keluhan yang jelas sehingga akan lebih tepat seperti keluhan pada rinosinusitis dewasa. Gejala yang berat dan komplikasi sering terjadi pada rinosinusitis akut. Menurut Clement, munculnya gejala-gejala rinosinusitis pada anak-anak adalah rinorea (71-80%), batuk (50-80%), demam (50-60% pada rinosinusitis akut), nyeri (29-33% pada rinosinusitis akut), hidung tersumbat (70100% pada rinosinusitis kronis), bernafas melalui mulut (70-100% pada rinosinusitis kronis), keluhan telinga (adanya otitis media rekuren atau otitis media efusi pada 40-68% kasus rinosinusitis kronis).1,3,4,5,20 Gambaran klinis yang paling sering dari rinosinusitis bakterial pada anak dan infant adalah suatu nasal discharge yang persisten disertai batuk yang menetap lebih dari 10 hari. Gambaran klinis adalah penting untuk diagnosis rinosinusitis, periode 10 hari adalah batasan infeksi virus dan sebagian dari infeksi bakterial. Gejala dan tanda dari infeksi bakterial akut dapat dibagi menjadi berat dan tidak berat. Bentuk rinosinusitis yang berat memiliki resiko yang tinggi untuk komplikasi dan membutuhkan terapi antimikroba sejak awal. Kombinasi demam tinggi dan nasal discharge purulent yang menetap sedikitnya 3-4 hari diduga suatu rinosinusitis bakterial. Pemeriksaan fisik pada rinosinusitis tidak khas, kadang-kadang dijumpai adanya sekret nasal, kelainan pada septum, konka nasal yang livid dan post nasal discharge serta nyeri pada sinus. Perkusi pada permukaan sinus dapat menyebabkan nyeri, juga selulitis yang menyertai permukaan sinus dapat muncul. Temuan lainnya, khususnya pada etmoiditis akut adalah selulitis periorbita, edema, dan proptosis. Ketidakmampuan transluminasi sinus dan suatu suara hidung (rinolalia) dapat muncul pada beberapa kasus. Swab pada sekresi hidung biasanya menunjukkan banyak neutrofil dan banyaknya eosinofil diduga suatu alergi.1,2,5,6,16 Gejala sering berkelanjutan dan bervariasi pada setiap individu, pada rinosinusitis subakut atau rinosinusitis bakterial kronis, demam dapat tidak muncul dan pasien sering mengeluh malaise, mudah lelah, post nasal discharge, sering sakit kepala, kesulitan dalam konsentrasi, dan anoreksia. Batuk dan hidung tersumbat dan nyeri tenggorok dapat menetap. Lokasi nyeri wajah dapat menunjukkan sinus yang terkait. Sinus maksilaris bila terlibat sering berkaitan

10

dengan nyeri pada pipi, wajah dan dahi. Sinus etmoid ditandai dengan nyeri pada daerah kantus medius dan sinus sfenoid ditandai dengan nyeri pada daerah occipital. Nasal endoskopi baik yang rigid ataupun fleksibel adalah penting dalam evaluasi rinosinusitis. Temuan yang dicatat termasuk adanya sekret mukopurulen, pada kompleks osteomeatal dan resesus sfenoetmoid adanya edema, eritema, polip atau jaringan polipoid maupun krusta. Pada rinosinusitis bakterial akut, endoskopi digunakan untuk konfirmasi diagnostik dan untuk melakukan kultur pada meatus medius, dimana kultur aspirasi dari meatus medius merupakan baku emas. Namun karena nasal endoskopi dan kultur aspirasi dari meatus medius pada anak-anak membutuhkan general anestesi sehingga jarang sekali dilakukan, demikian juga pada infant.1,2,16,20

PEMERIKSAAN PENUNJANG Prosedur penunjang diagnostik untuk rinosinusitis akut meliputi transluminasi, ultrasonografi (USG), foto polos sinus paranasalis, Tomografi Komputer (TK) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Banyak penulis yang menyatakan bahwa transluminasi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis rinosinusitis pada anak maupun infant, demikian juga pemeriksaan USG. USG digunakan hanya untuk mengevaluasi sinus maksilaris, itupun hanya memiliki hasil minimal dalam menegakkan diagnosis.1,5 Foto polos sinus paranasalis merupakan pemeriksaan standar utama untuk rinosinusitis. Kekurangan foto polos adalah sering ditemukan hasil positif dan negatif palsu pada anak dan infant. Ada tiga jenis proyeksi yang digunakan untuk diagnosis rinosinusitis dengan pemeriksaan foto polos yaitu Waters position (occipitomental) untuk menilai sinus frontal dan sinus maksila, Caldwell position untuk menilai sinus etmoid dan proyeksi lateral untuk menilai kelainan sfenoid, ukuran adenoid dan massa nasofaring.5,10 Tomografi Komputer (TK) digunakan untuk diagnostik rinosinusitis pada anak dan infant sangat membantu, terutama rinosinusitis kronis, hasil yang didapat menggambarkan keadaan sinus dan kompleks osteomeatal. TK dibutuhkan juga untuk menilai komplikasi dari rinosinusitis akut dan pada anak-

11

anak yang menderita rinosinusitis kronik maupun rinosinusitis rekuren. Gambaran berawan, opasifikasi dan penebalan dari mukosa (> 4 mm), juga tingkat cairan didalam sinus dapat ternilai. Opasifikasi komplit memiliki spesifitas 85% dan adanya suatu air fluid level menunjukkan spesifitas 80% untuk diagnostik.4,10,20 MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat baik untuk mengetahui kelainan soft tissue dari sinus paranasalis, namun terbatas dalam pencitraan kelainan tulang, sehingga MRI tidak dapat mengevaluasi rinosinusitis akut maupun kronis. MRI menolong dalam evaluasi komplikasi regional dan intrakranial dari penyakit inflamasi sinus dan mendeteksi proses neoplastik dan menilai perbaikan anatomi yang berkaitan antara komponen intra dan ekstra orbital.4,10

DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari rinosinusitis bakterial akut pada kelompok anak dan infant adalah adenoid hipertropi, infeksi virus rekuren saluran pernafasan atas, alergi, defisiensi imunitas, diskinesia siliar.1,16,20

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan rinosinusitis pada anak dan infant terdiri dari dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Terapi konservatif merupakan terapi utama pada rinosinusits anak dan infant, dan terapi operatif dilakukan bila dengan konservatif gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk eradikasi mikroorganisme, perbaikan ventilasi, drainase dan pembersihan mukosa silia pada kompleks sinonasal.1,3,20 Indikasi pemberian antibiotika pada anak dan infant adalah : 1) Suatu keadaan sakit yang berat (severe) atau kondisi toksik pada anak-anak dengan kecurigaan adanya komplikasi yang supuratif. 2) Rinosinusitis akut berat. 3) Rinosinusitis akut tidak berat pada anak-anak dengan gejala-gejala yang berkelanjutan. Jangka pemberian antibiotik sedikitnya 10-14 hari untuk rinosinusitis akut. Bila gejala-gejala tidak mengalami perbaikan dalam waktu 72 jam setelah pemberian antibiotik maka harus dilakukan reevaluasi atau memberikan antibiotik berdasarkan kultur dari spesimen sekresi sinus.1,9

12

Tabel 2: Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pediatrik.20

Tindakan operatif pada anak dilakukan bila terapi medikamentosa gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial. Namun pada infant tindakan operatif bukan merupakan suatu pilihan terapi. Indikasi absolut operasi sinus pada anak antara lain: 1) Obstruksi hidung total pada kistik fibrosis, pada poliposis massif atau tertutupnya hidung oleh medialisasi dinding lateral hidung. 2) Polip antrokoanal. 3) Komplikasi intrakranial. 4) Mucocele dan mucopyocele. 5) Abses orbital. 6) Luka traumatik pada kanal optik (dekompresi). 7) Dacryocystorhinitis oleh karena rinosinusitis dan resisten terhadap pemberian terapi medikamentosa. 8) Rinosinusitis fungal. 9) Beberapa meningoencephalocele dan neoplasma. Sedangkan indikasi relatif adalah rinosinusitis kronik yang persisten walaupun sudah mendapat terapi konservatif yang optimal.1,9,15,20

13

KOMPLIKASI Infeksi sinus dapat sebagian melalui anastomosis vena atau oleh perluasan langsung terhadap struktur yang berdekatan. Sinus paranasal juga disebut sebagai sinus paraorbital, karena sinus-sinus ini juga mengelilingi orbita kecuali disebelah lateralnya. Tanda pertama penyakit sinus sering bermanifestasi di orbita. Rinosinusitis bakterial akut merupakan penyebab tersering infeksi orbita pada anak-anak. Pembengkakan kelopak mata atau edema peradangan dapat terjadi pada sinusitis akut maksila, etmoid, dan frontal. Edema ini lunak tanpa adanya daerah yang nyeri tekan seperti yang ditemukan pada infeksi akut kelenjar meibom. Gerakan bola mata dan pengelihatan tidak terganggu. Jika proses peradangan sinus-sinus ini meluas ke dalam orbita, edema peradangan ini dapat menghebat sesuai dengan perjalanan selulitis orbita. Pada umumnya kelopak mata atas lebih bengkak pada sinusitis frontal. Kedua kelopak bengkak pada etmoiditis, dan kelopak bawah dapat lebih bengkak pada perluasan infeksi dari sinus maksila.2,15.21 Komplikasi orbita oleh Chandler dkk terbagi dalam 5 stadium berdasarkan tingkat keparahan. Kelompok I: Selulitis periorbita (Selulitis preseptal). Kelompok II: Selulitis orbita. Kelompok III: Abses subperiosteal (abses periorbita). Kelompok IV: Abses orbita. Kelompok V: Trombosis sinus kavernosus. Sebagian menular ke area orbita dapat menyebabkan selulitis periorbita, abses subperiosteal, dan abses orbita. Komplikasi rinosinusitis ke orbita melalui dua jalan. Pertama, langsung yaitu melalui defek kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang terbuka atau tulang yang mengalami erosi, terutama pada lamina papirace. Kedua, tromboflebitis retrogad yaitu melalui pembuluh darah vena yang tidak berkatup pada wajah, kavum nasi, sinus dan mata. Selulitis orbital dapat merupakan komplikasi etmoiditis akut jika thrombophlebitis pada vena etmoidalis anterior dan posterior. Sebagian infeksi memasuki bagian lateral atau sisi orbita dari labirin etmoid. Rinosinusitis dapat juga meluas ke sistem saraf pusat, dimana dapat menyebabkan thrombosis sinus kavernosus, meningitis retrograde dan abses epidural, subdural dan abses otak. Simptom (gejala orbital) sering mendahului infeksi perluasan intrakranial.

14

Komplikasi lainnya muncul termasuk sinobronkitis, osteomyelitis maksilaris dan osteomyelitis tulang frontal. Osteomyelitis tulang frontal sering berasal dari suatu thrombophlebitis.1,2,8,22 Penelitian Eviatar dkk tahun 2008 melaporkan 52 anakanak dari 101 kasus rinosinusitis bakterial akut dengan selulitis periorbita sebagai komplikasi dari rinosinusitis bakterial akut, dimana terdapat 27 laki-laki dan 25 perempuan dan rata-rata usia 2 bulan sampai 2 tahun.22 Proses peradangan mukosa hidung yang berkepanjangan dapat

menyebabkan epifora karena stenosis duktus nasolakrimalis atau karena obstruksi orifisiumnya di meatus inferior. Juga proses peradangan dapat meluas dari sinus etmoid ke sakus lakrimalis disertai air mata yang keluar terus menerus. Proses peradangan dapat meluas dari tiap sinus paranasal ke dalam orbita secara langsung melalui dinding tulang atau melalui sirkulasi vena. Mula-mula didapati edema peradangan pada salah satu atau kedua kelopak mata disertai nyeri. Pemeriksaan rotngen sinus dibuat untuk menentukan asal infeksi. Tersering berasal dari sinus etmoid, tetapi dapat juga dari sinus lainnya. Keadaan ini harus diterapi secara intensif karena bahaya perluasan infeksi ke rongga intrakranial atau kebutaan. Seringkali sulit menentukan apakah ada abses orbita, kecuali jika jelas teraba fluktuasi. Jika kondisi ini tidak membaik dengan terapi intensif, harus dipikirkan tindakan operasi eksplorasi.1,2,8,22 Trombosis sinus kavernosus sering merupakan penyakit fatal. Terkadang sulit untuk membedakan selulitis atau abses orbita dengan trombosis sinus kavernosus. Pada trombosis sinus kavernosus dapat ditemukan dilatasi vena retina dan edema diskus optikus, yang disertai peningkatan temperatur secara intermiten sampai 104 atau 105 F diikuti dengan menggigil harus dicurigai adanya trombosis sinus kavernosus.1,15 LAPORAN KASUS Seorang bayi perempuan berusia 29 hari datang ke RSMH Palembang pada tanggal 10 Juli 2012. Dari anamnesis didapatkan keluhan bengkak pada sekitar kedua bola mata sampai pangkal hidung sudah lebih kurang 5 hari, 2 hari sebelumnya keluar cairan berwarna kekuningan kental keluar dari kedua lubang

15

hidung disertai dengan demam. Tampak langit-langit mulut membengkak sejak 3 hari yang lalu dan tampak cairan kuning kental dari mulut. Riwayat sesak nafas saat menyusu tidak dijumpai, Riwayat kelahiran aterm, normal, lahir dengan bidan, BBL: 3000gr, menangis spontan (+), G5P4A0. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, kompos mentis, HR 140 kali/menit, RR : 40 kali/menit, Temperatur 38,5 C, stridor inspirasi tidak dijumpai, retraksi tidak dijumpai. Pemeriksaan telinga: liang telinga lapang, sekret tidak ada, serumen minimal, membran timpani intak, hiperemis minimal. Pada rongga hidung kanan kiri tampak sempit, sekret mukopurulen, konka inferior tampak edema dan hiperemis. Pada daerah tenggorok arkus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, tidak hiperemis, tampak palatum mole terdorong ke bawah, tampak sekret mukopurulen dari rongga mulut. Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening. Dilakukan pemeriksaan penunjang dengan foto polos toraks tanggal 11 Juli 2012 kesan normal toraks, foto polos sinus paranasal kesan: sinus paranasal belum berkembang sempurna. Dilakukan konsul kebagian mata, kesan : Selulitis periorbita/ preseptal. TK SPN dilakukan tanggal 12 Juli 2012, didapati kesan : sinusitis maksilaris dupleks, etmoiditis disertai gambaran selulitis periorbita. Pasien ditegakkan dengan diagnosis rinosinusitis bakterial akut dengan komplikasi selulitis periorbita. Dilakukan swab kultur resistensi dari rongga hidung kanan dan kiri dan dari palatum. Pasien diberi terapi Ampisilin 2x 115 mg, Gentamisin 2x10 mg, Parasetamol drop 3x0,5 ml, cairan Nacl fisiologis 2x 2tetes hidung kanan dan kiri. Hasil pemeriksaan laboratorium tampak kenaikan jumlah leukosit 21.600/mm, trombosit 124.000, CRP kualitatif positif, CRP kuantitatif 145 mg/l. Kesan dari bagian IKA: sepsis. Hari ke tiga perawatan tampak keluhan bengkak pada daerah mata mulai berkurang, hiperemis berkurang, sekret dari hidung kanan dan kiri sudah tidak ada. Pasien juga rawat bersama dengan bagian mata dan IKA. Terapi dari bagian mata adalah Gentamisin tetes mata 6x1 tetes mata kanan dan kiri, kompres hangat, dan direncanakan TK orbita.

16

Hari ke 7-8 perawatan, keluhan pada mata bengkak berkurang, hiperemis sudah tidak tampak lagi, sekret dari hidung sudah tidak ada lagi. Terapi gentamisin tetes mata dihentikan pada hari ke-7. Hasil kultur swab dari hidung dan palatum tampak kesan : Staphylococcus aureus. Obat yang sensitif ampisilin, gentamisin, eritromisin, ceftriaxon, klindamisin, dan vancomisin. Pasien dirawat sampai hari ke 14 untuk pemberian antibiotik adekuat. Hasil laboratorium ulang pasien tanggal 24 Juli 2012 adalah Hb 15,6 gr/dl, leukosit 10.100, trombosit 597.000, lain-lain dalam batas normal. Hari ke-15 pasien dinyatakan rawat jalan dan dianjurkan kontrol 1 minggu kemudian. Pasien kontrol ulang 1 minggu kemudian di poliklinik IKA dan THT-KL, tidak tampak pembengkakan pada daerah sekitar mata, pemeriksaan rinoskopi anterior kavum nasi kanan dan kiri tidak tampak kelainan, sekret tidak dijumpai, pasase hidung lancar kanan dan kiri.

DISKUSI Dilaporkan satu kasus rinosinusitis akut pada infant dengan komplikasi selulitis periorbita yang ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang Tomografi Komputer (TK) sinus paranasal. Rinosinusitis akut dengan komplikasi selulitis periorbita ditemukan pada bayi perempuan usia 29 hari. Menurut penelitian Sultesz kasus rinosinusitis akut jarang sekali terjadi pada kelompok infant tetapi dikatakan insidensi tertinggi pada kelompok anak tertinggi terjadi pada usia 3-6 tahun. Rinosinusitis akut sering terjadi pada anak yaitu sekitar 80-90% dari infeksi virus saluran pernafasan atas karena sistem imun pada anak dan infant masih belum sempurna dan gambaran anatomi hidung dan sinus paranasal yang lebih sempit dibanding orang dewasa. Rinosinusitis etmoid dan maksila akut merupakan penyebab terbanyak dari komplikasi orbita seperti selulitis periorbita. Sesuai kriteria Chandler komplikasi orbita pada pasien ini masuk dalam kelompok I yaitu selulitis periorbita atau selulitis preseptal, yang terjadi oleh karena penyebaran infeksi langsung dari tulang yang tipis, trombophlebitis atau tromboemboli pada sistem vena tanpa katup.

17

Penyebab rinosinusitis akut pada pasien ini diduga karena infeksi saluran pernafasan bagian atas. Keluhan pasien ini saat datang ke rumah sakit adalah bengkak pada sekitar mata, demam, batuk, dan adanya sekret purulen dari hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan konka inferior edema serta terdapat sekret kental berwarna kekuningan. Ini sesuai dengan gejala rinosinusitis akut. Hasil kultur swab dari rongga hidung dan tenggorokan didapati kuman Staphyloccocus aureus. Obat yang sensitif Ampicillin, gentamisin ,eritromisin, ceftriaxon, klindamisin, dan vancomysin. Hal ini sesuai dengan penelitian Liu dkk bahwa Staphylococcus aureus merupakan yang terbanyak. Penatalaksanaan rinosinusitis akut dengan komplikasi selulitis periorbita masih efektif dengan medikamentosa yaitu pemberian antibiotik intravena. Pasien ini dirawat selama 14 hari karena pemberian antibiotik yang adekuat, sesuai literatur pemberian antibiotik intravena pada kasus rinosinusitis akut dengan komplikasi selulitis periorbita diberikan sebaiknya 10-14 hari. Terapi medikamentosa merupakan pilihan untuk rinosinusitis akut yang terjadi pada infant. Pasien ini ditegakkan dengan diagnosis rinosinusitis bakterial akut, sesuai dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil kultur swab juga menunjukkan adanya infeksi bakterial yaitu Staphylococcus aureus yang merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan rinosinusitis bakterial akut pada infan dan anak. Pasien dianjurkan untuk kontrol secara berkala agar dapat menilai apakah ada tanda-tanda kekambuhan.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Lusk R. in Bayle, Byron. Pediatric Rhinosinusitis. In : Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. 2006 : p 1229-1238 2. Brook I. Management of Bacterial Rhinosinusitis in Children. European Respiratory Disease. 2012 ;8:56-60. 3. Munir D, Rahman A, Ilham P. Rinosinusitis pada anak. Majalah Kedokteran Andalas no.1, vol 26. jan-juni 2002.h 1-10. 4. Concrad DA, Jenson HB. Management of acute bacterial rhinosinusitis. Curr Opin Pediatric. 2002;14:86-90. 5. Rinaldi, Helmi, Daulay R, Panggabean G. Sinusitis pada anak. Sari Pediatri. vol 7. 2006;4:2446. Chow AW, Benninger MS, Brook I et all. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and

adults.Clinical Infectious Diseases Advance access published. 2012;20:121. 7. The sinus and Allergy partnership. The joint efforts of the American Academy of Otolaryngic Allergy, The Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, and The American Rhinology Society. Disease Amonth. Otolaryngology Head and Neck Surg.2000;123:4-31 8. Budiman BJ, Mulyani S. Rinosinusitis Akut pada anak dengan komplikasi abses periorbita. THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2010:h 1-4 9. Clement PAR, Bluestone CD, Gordts PL et all. Management of rhinosinusitis in children. International Journal of Pediatric

Otolaryngology. 1999;49: 95-100 10. Nafi A, Ovsev U, James S, Zinreich. Imaging Sinusitis. in Sinusitis from Microbiology to Management. 2006. p55-59. 11. Thomas M, File JR, Brook I. Epidemiology Sinusitis.in Sinusitis from Microbiology to Management. 2006.p1-13

19

12. Sultesz M, Csakanyi Z, Majoros T. Acute bacterial rhinosinusitis andits complications in our pediatric otolaryngological department between 1997 and 2006. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. 2009;73:1507-1512. 13. Krouse JH, Stachler R. Anatomy and Physiology of the Paranasal sinus. in Sinusitis from Microbiology to Management. 2006.p95-106 14. Hilger PA. Hidung: Anatomi dan fisiologi terapan. Buku ajar penyakit THT. edisi 6: Jakarta : Adam Boies Higler, 1997. h 173-183. 15. Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal. Edisi 13. Philadephia : Stephen Yeh, 1994 ;h 1-15. 16. Shah AR, Salamone FN, Tami A. Acute and Chronic Sinusitis. In Current Diagnosis and treatment. Otolaryngology head and neck surgery. 3th ed. 2012 : p273-278 17. Demoly P. Safety of intranasal corticosteroids in acute rhinosinusitis. American Journal of Otolaryngology Head and Neck Medicine and Surgery. 2008;29:403-413. 18. Liu IT, Kao SC, Wang AG, Tsai CC et all. Preseptal and orbital Cellulitis a 10 year review of hospitalized patient. J. Chin Med Assoc. 2006;69(9):415-22. 19. Michel O, Essers S, Heppt WJ et all. The value of ems Mineral Salts in treatment of rhinosinusitis in children, prospective study on the efficacy of mineral salts versus xylometazoline in the topical nasal treatment of children. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology.

2005;69:1359-1365 20. Clement PAR. Rhinosinusitis in Children. In: Pediatric ENT. New York. 2007.p307-323 21. Holzmann D, Willi U, Nadal D. Allergic Rhinitis as a risk factor for orbital complication of acute rhinosinusitis in children. American Journal of Rhinology. 2001;15:388-390.

20

22. Eviatar E, Gavriel H, Pitaro K et all. Conservative treatment in rhinosinusitis orbital complications in children aged 2 years and younger. Rhinology. 2008;46:334-337.

21

You might also like