Professional Documents
Culture Documents
Kedokteran Universitas Sriwijaya Departemen KTHT- KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ABSTRAK Latar belakang: Abses leher dalam multipel adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber. Manifestasi klinisnya berupa nyeri, demam, odinofagia, disfagia, pembengkakan dan keterbatasan gerak mandibula atau leher. Diagnosis abses leher dalam multipel ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan radiologi. Komplikasi dari abses ini dapat berupa obstruksi jalan nafas, mediastinitis, komplikasi vaskuler, sepsis, osteomielitis, defisit neurologis dan fistel akibat ruptur dari abses. Tujuan: Mempresentasikan cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan abses leher dalam multipel. Kasus: Dilaporkan satu kasus abses leher dalam multipel pada perempuan berusia 44 tahun. Penatalaksanaan: Pada pasien ini telah dilakukan trakeostomi, eksplorasi dan drainase abses serta diberikan antibiotik spektrum luas. Kesimpulan: Abses leher dalam multipel merupakan kasus emergensi yang dapat mengancam nyawa, tetapi mempunyai prognosis yang baik bila ditatalaksana secara dini disertai terapi yang adekuat. Kata kunci : Abses leher dalam multipel, komplikasi, penatalaksanaan
ABSTRACT Background: Multiple deep neck abscess are abscess that were performed in the potential space of the neck, they came from spreading of infections from other sourcess. Clinical manifestation are pain, fever, odinophagia, dysphagia, swelling, stiffing of mandible and neck. Complications of these disease are airway obstructions, mediastinitis, vascular complications, sepsis, osteomyelitis, deficit neurology, and fistula from rupture of the abscess . Objective: We present this case to know how to diagnose and the management of multiple deep neck abscess. Case: we reported a case of multiple deep neck abscess in a 44 years old-female. Management: This patient has been managed by tracheostomy, exploration and drainage of abscess under general anesthesia and also given broad spectrum antibiotic. Conclusions: Multiple deep neck abscess are emergency case that can life threatening, eventhough it has a good prognosis, especially if managed early and adequately treated. Keywords: Multiple deep neck abscess, complications, management
PENDAHULUAN Abses leher dalam multipel adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher akibat penjalaran infeksi dari parafaring dan ruang temporal.
Sedangkan yang terdapat di bawah os hyoid terdiri dari ruang pretrakea dan ruang suprasternal.2,3 Kasus abses leher dalam di bagian THT-KL RSMH periode
berbagai sumber, seperti infeksi pada daerah faring dan tonsil, gigi,
kelenjar liur, telinga tengah atau bisa juga akibat trauma pada saluran cerna, limfadenitis, serta penggunaan obat injeksi secara intravena dan subkutan. Sejak ditemukannya
Januari 2011 - Desember 2012 terdapat 41 kasus abses leher dalam yang terdiri dari 16 kasus abses submandibula (39%), 14 kasus abses peritonsil (34%), 4 kasus abses mastikator (9,7%). 1 kasus Ludwigs Angina (2,4%), 1 kasus abses
antibiotik, secara signifikan angka kesakitan dan kematian kasus abses leher dalam menurun secara drastis. Walaupun demikian, abses leher dalam sampai saat ini masih menjadi salah satu kasus kegawatdaruratan di bidang THT.
1,2
parafaring (2,4%), 1 kasus abses bezold (2,4%), 1 kasus abses region leher lateral (2,4%), 3 kasus abses leher dalam multipel (7,7%). Gejala dan tanda klinis dari abses leher dalam ini bervariasi tergantung ruang yang terlibat.
Ruang leher dalam dapat dikelompokkan menurut modifikasi dari Hollingshead berdasarkan
Manifestasi klinis dari abses leher dalam multiple berupa nyeri, demam, odinofagia, disfagia, pembengkakan dan keterbatasan gerak mandibula atau leher. Sebelum adanya
penampang panjang leher yaitu ruang retrofaring, danger space, ruang prevertebral dan ruang viseral
vaskular. Berdasarkan lokasinya di atas atau di bawah tulang hyoid. Ruangan yang berada di atas tulang Hyoid, dibagi menjadi ruang
antibiotik, 70% abses leher dalam disebabkan oleh infeksi pada tonsil dan faring. Sekarang infeksi pada
tonsil dan faring ini, merupakan penyebab infeksi leher dalam yang
tersering pada anak-anak, sedangkan pada dewasa umumnya disebabkan oleh infeksi gigi. Sekitar 20 50 % kasus abses leher dalam tidak diketahui penyebabnya. Bakteri aerob gram positif merupakan bakteri yang paling sering diisolasi pada abses leher dalam ini, diikuti oleh bakteri anaerob, bakteri aerob gram negatif dan jamur. Infeksi leher dalam ini juga
2,3,4
lainnya sehingga dapat menimbulkan penyulit dalam penanganan infeksi. Penyulit yang sering timbul berupa obstruksi jalan nafas karena
penekanan dari abses, mediastinitis akibat penjalaran abses ke inferior, komplikasi vaskuler (thrombosis
vena jugularis dan ruptur arteri karotis), sepsis, osteomielitis, defisit neurologis dan fistel akibat ruptur dari abses.2, 4
dapat
disebabkan
oleh
polimikroba yaitu sekitar 62% kasus. LAPORAN KASUS Diagnosis abses leher dalam ini dapat ditegakkan dengan Dilaporkan kasus abses leher dalam multipel pada seorang wanita usia 44 tahun, alamat luar kota, pada tanggal 29 Agustus 2012 datang ke instalasi gawat darurat dengan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan radiologi. Pasien yang kita diagnosis dengan abses leher dalam dapat diberikan adekuat Umumnya terapi dan antibiotik drainase pasien yang abses. diberikan
keluhan bengkak pada rahang bawah kanan dan kiri. Dari hasil anamnesis didapatkan 1 minggu yang lalu pasien mengeluh kanan bengkak dan rahang bawah keluar nanah,
antibiotik intravena untuk kuman aerob dan anaerob. Drainase abses dapat berupa aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang ditimbulkannya.2,3,4 Abses leher dalam dapat
demam ada, sesak tidak ada, pasien mulai sulit membuka mulut, namun pasien masih bisa makan makanan lunak. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit bengkak semakin
mengancam kehidupan bila tidak ditatalaksana dengan adekuat. Infeksi dapat meluas ke ruang leher dalam
bertambah kesisi sebelah kiri, pasien semakin sulit membuka mulut, pasien hanya bisa makan makanan cair,
pasien mengeluh sesak terutama pada posisi tidur. Lalu pasien berobat ke rumah sakit daerah dan dirujuk ke RSMH Pada generalisata umum pemeriksaan didapatkan sakit fisik
fluktuatif, hiperemis dan nyeri tekan. Hasil ratorium pemeriksaan dijumpai laboleukosit
keadaan sedang,
23.700/mm3, Laju endap darah 100 mm/jam, diff count 0/0/2/92/3/3, albumin 2,3 g/dl, yang lain dalam batas normal.
tampak
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, RR 16x/menit, frekwensi nadi 88x/menit, suhu badan 37,8oC. Pada pemeriksaan THT telinga dan hidung tidak
ditemukan
kelainan.
Pemeriksaan
rongga mulut, didapatkan trismus sekitar 2,5 cm, lidah terangkat dan tampak karies pada gigi premolar satu kanan bawah, molar satu dan dua kanan bawah serta kalkulus hampir di seluruh gigi. Tampak nanah keluar dari gigi premolar satu rahang bawah kanan. Tenggorok sukar dinilai. Pada daerah submandibula sisi kanan dan kiri serta submental nyeri sedikit terdapat tekan, fluktuatif.
.
Keterangan gambar : A, B Rontgen soft tissue cervical AP/Lateral, C. Tomografi komputer faring potongan sagital , D. Tomografi komputer parafaring potongan aksial
Pada pemeriksaan ronsen foto jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral tampak perselubungan pada daerah submandibula
luas di submandibula kanan kiri, tampak abses di parafaring kanan, tampak pembengkakan di retrofaring (swelling), tulang-tulang baik,
tampak gambaran abses retrofaring Aspirasi pus pada daerah submental didapatkan pus 0,3 cc. Pasien
didapatkan jantung dan paru dalam batas normal. Hasil pemeriksaan CT scan tanggal 29 Agustus 2012
sumbatan jalan napas dan tandatanda syok, tirah diet baring posisi nasi lunak,
sentimeter dan didapati nanah 0,5 cc. Setelah tidur tindakan dengan pasien posisi
Trendelenberg,
dianjurkan
diberikan cairan infus RL 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxon 2 x 1 gram (skin test), metronidazol 3 x 500 mg per infus, injeksi gentamisin 2 x 80 mg, injeksi ketorolak 30 mg drip dalam cairan infus RL jika diperlukan, injeksi ranitidin 2 x 50 mg. Pada hari kedua dirawat tanggal 30 Agustus 2012 pasien mengeluh sesak stridor suprasternal, kemudian bertambah berat, tampak retraksi epigastrium, trakeostomi
tanggal 31 Agustus 2012 keluhan keluar nanah dari mulut, dagu dan dari drain pada submandibula, sulit membuka mulut masih dijumpai. Dilakukan evaluasi abses pada drain didapatkan pus 50cc. Terapi
diteruskan. Tanggal 1 September 2012 keluhan sukar membuka mulut, nanah bercampur darah keluar dari incisi abses dan drain terlepas, kemudian dilakukan pencucian luka dengan H2O2 3% dilanjutkan
dilanjutkan insisi dalam narkose umum. Insisi dilakukan pada daerah submental setelah sebelumnya
dengan NaCl 0,9% dicampur dengan gentamisin 2 ampul sampai luka bersih kemudian ditutup dengan kasa bersih, pencucian luka dan
dilanjutkan dengan insisi 2 jari dibawah mandibula sepanjang 1 batas inferior ramus
penggantian drain dilakukan tiap hari, hasil pemeriksaan laboratorium didapati leukosit 14.800/ mm3, LED 104 mm/jam. Pada tanggal 5 September 2012 didapatkan luka incisi melebar, nanah bercampur darah serta jaringan nekrosis keluar dari dalam luka, demam timbul kembali, balon kanul trakeostomi dikempeskan setiap 2-3
secara cm
diperdalam lapis demi lapis dengan klem. pada saat tindakan dapat dieksplorasi pus sebanyak 100 cc, warna kuning kehijauan dan berbau busuk. Insisi juga dilakukan pada
transfusi 1 kantong pack red cell (PRC), pasien dianjurkan melatih gerakan mulut dan menelan makanan lewat mulut sehingga slang NGT dapat dilepaskan. Pasien menolak dilakukan rekonstruksi pada
fistula dari sublingual ke mental, hasil kultur dan resistensi kuman yakni Streptococus bovis suatu
kuman cocus gram positif yang sensitif dengan antibiotik Penisilin, Ampisilin, Cefotaksim, Gentamisin, Eritromisin, Vancomisin, dan
lehernya. Tanggal 5 Oktober 2012 pasien sudah dapat bernafas spontan kemudian pasien dilakukan dekanulasi, duduk,
Amoksisilin asam klavulanat. Pada tanggal 12 September 2012 nanah masih mengalir dari ruang
dilatih
mobilisasi
submandibula bercampur darah 10 cc, nanah dibawah lidah berkurang, luka bekas fistula sedikit menutup, trismus 2,5 cm, terapi diteruskan. Tanggal 25 September 2012 didapati nanah sekitar 1 cc bercampur cairan serous membuka dilakukan didapati Hb keluhan nyeri dan sukar mulut masih ada, darah leukosit
mengecil dengan diameter 1 cm. Tanggal 13 Oktober 2012 pasien diperbolehkan pulang dan diberi obat ciprofloksasin mefenamat 2x500 3x500 mg, mg, asam dan
disarankan kontrol 1 minggu lagi, ke poli THT dan poli gigi. Tanggal 20 Oktober pasien kontrol didapati luka semakin setengah kecil dengan dan diameter lubang
sentimeter menutup
trakeostomi
sempurna
Gb 4. Foto pasien post trakeostomi dan insisi abses leher dalam, dan foto selama perawatan di RSMH Palembang.
DISKUSI Telah dilaporkan satu kasus seorang perempun berusia 44 tahun yang didiagnosis abses leher dalam multiple komplikasi fistula
ruang retrofaring (12%) sedangkan menurut Nikakhlag5 (2010), kasus tersering (59%) adalah diikuti angina oleh ludwig abses
submandibula, abses parafaring dan abses maseter. Sumber infeksi pada pasien ini berasal dari gigi. Hal ini sesuai dengan Uluibau dkk6 yang mengatakan bahwa penyebab abses tersering pada daerah kepala dan leher adalah infeksi odontogenik. Hal yang sama juga disampaikan oleh Parhiscar dkk7 sumber infeksi dari abses leher dalam yang tersering adalah infeksi gigi (43%) diikuti oleh penggunaan obat intravena (12%), tonsilofaringitis (6,7%) dan fraktur mandibula (5,6%). Sekitar 76%
sublingual dan mental. Abses pada pasien ini telah mengenai beberapa ruang leher submandibula, dalam yaitu ruang
submental,
sublingual, parafaring dan retrofaring yang disebabkan oleh infeksi gigi. Menurut Quinn3 usia rata-rata pasien dengan infeksi abses leher dalam antara 40-50 tahun dan umumnya berasal dari kelompok sosioekonomi rendah tersebut dimana kurang pada kelompok
memperhatikan
kebersihan mulut dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan gigi. Nikakhlagh dkk5 mengatakan bahwa insiden abses leher dalam lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan, pada kasus ini terjadi pada perempuan yang
menyebabkan infeksi pada ruang submandibula. Penjalaran dalam dikutip ini dari infeksi leher
menurut
Ungkanont infeksi
disebabkan
kurangnya
perhatian
Murray,
akan kebersihan dan kesehatan gigi. Lokasi tersering dari abses leher dalam ini menurut Parhiscar dkk7 adalah ruang parafaring (43%)
odontogenik ini dapat menyebar secara langsung melalui komunikasi antara ruang-ruang pada leher dalam (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen) dan pembuluh limfe (limfogen). Penyebaran yang paling
sering secara
terjadi
adalah
penjalaran karena
sublingual
atau
submandibula
perkontinuitatum
bahkan dapat meluas kedua ruang tersebut tergantung dari panjang akarnya. Pada pasien ini dari hasil kultur tes sensitifitas dapat diisolasi kuman sedangkan mandibula streptococcus dari tidak daerah bovis sub-
adanya celah atau ruang diantara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
Disamping itu fasia leher dalam merupakan suatu barier yang efektif untuk berkembangnya infeksi.4 Infeksi gigi pada pasien ini berasal dari gigi premolar satu kanan bawah, molar satu dan dua kanan bawah yang mengalami karies.
ditemukan
pertumbuhan kuman aerob. Menurut Quinn FB dkk3 mikroorganisme yang paling banyak diisolasi pada abses leher dalam adalah kuman aerob gram positif diikuti oleh kuman anaerob, kuman aerob gram negative dan jamur. Sekitar 62% infeksi disebabkan oleh polimikroba. Kuman aerob gram positif yang paling sering ditemukan yaitu
Faktor yang menentukan apakah infeksi gigi tersebut mengenai ruang submandibula atau sublingual
tergantung pada perlekatan akar gigi ke m. milohioid terhadap garis milohioid. Bila infeksi berkembang ke arah medial mandibula di atas garis milohioid, maka infeksi akan menyebar Biasanya ke ini ruang berasal sublingual. dari gigi
streptococcus viridans (39%) diikuti oleh staphylococcus epidermidis (21%).7 Kuman anaerob diisolasi sekitar 35% kasus dimana jenis kuman bacteroides, terbanyak Bacteroides spesies melani-
premolar dan molar satu. sedangkan bila infeksi meluas ke arah medial mandibula dan di bawah garis
nogenicus dan pepto-streptococcus.2 sedangkan kuman aerob gram negatif yang banyak ditemukan adalah dan
milohioid, maka infeksi menyebar ke ruang submandibula. Gigi molar dua dan tiga bawah merupakan sumber infeksi tersering dari ruang
proteus,
pseudomonas
escherichia colli.7 Kebanyakan abses akibat melibatkan infeksi kuman odontogenik anaerob atau
10
Diagnosis
abses
leher
komputer dapat menentukan lokasi, batas serta hubungan infeksi dengan struktur disekitarnya. Pasien ini didiagnosis
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini dari anamnesis mengeluhkan bengkak dibawah dagu, nyeri
menelan dan sukar buka mulut. Menurut Quinn dkk3, gejala yang ditimbulkan oleh abses leher dalam ini tergantung pada lokasi infeksi. Abshirini dkk
19
Penatalaksanaan
submental yang merupakan daerah paling fluktuatif pada abses tersebut. Pasien ini juga mengalami kesulitan bernafas karena lidah yang terangkat akibat terkumpulnya pus di ruang sublingual. Menurut Hedge A dkk9, bila terjadi infeksi pada daerah sublingual yang di tandai adanya eritema, fluktuatif, pembengkakan dan nyeri tekan, serta lidah yang
mendapatkan pada
penelitiannya gejala yang paling sering pada abses leher dalam adalah pembengkakan pada leher (87,1%), trismus (53,7%), disfagia (30,6%) dan odinofagia (29,3%). Selain
gejala di atas, juga ditemukan adanya kesulitan bernafas, obstruksi jalan nafas atas serta pneumonia.3 Pemeriksaan radiologi
maka juga
selain dilakukan
insisi insisi
yang diperlukan berupa foto cervical lateral, foto mandibula, foto thorak dan tomografi komputer. Pe-
meriksaan
tomografi
computer
Penatalaksanaan
awal
kasus abses leher dalam diutamakan pada mengatasi sumbatan jalan nafas kemudian dilakukan pemeriksaan
dalam
mengevaluasi
infeksi pada leher dalam. Menurut Crespo dkk pemeriksaan klinis saja belum dapat memperkirakan per-
kultur yang dapat berupa kultur pus atau darah, pemberian antibiotik
11
intravena dan dilanjutkan dengan drainase dapatkan ekstraoral abses. dengan Kultur pus dibaik
Infeksi gigi pada pasien ini berasal dari gigi premolar satu kanan bawah dan molar satu dan dua kanan bawah yang mengalami karies. Faktor yang menentukan tersebut mandibula apakah infeksi ruang gigi subter-
aspirasi
maupun
intraoral.
Pemberian antibiotik dimulai dengan regimen empiris sampai didapatkan hasil kultur. Antibiotik intravena yang diberikan mencakup untuk kuman aerob gram positif, aerob gram negatif dan anaerob. Menurut Quinn dkk3 regimen empiris yang efektif digunakan adalah gabungan antara penicillin, gentamisin dan metronidazol. mendapatkan Wei dari Yang dkk10
mengenai atau
sublingual
milohioid. Bila infeksi berkembang ke arah medial mandibula di atas garis milohioid, maka infeksi akan menyebar Biasanya ke ini ruang berasal sublingual. dari gigi
penelitiannya
premolar dan molar satu. sedangkan bila infeksi meluas ke arah medial mandibula dan di bawah garis
bahwa pemberian kombinasi antibiotik ceftriakson dan klindamisin lebih efektif dibandingkan kombinasi antara penicillin dan gentamisin atau ceftriaxone dan metronidazol.
milohioid, maka infeksi menyebar ke ruang submandibula. Gigi molar ketiga bawah merupakan sumber infeksi tersering dari ruang
sumber infeksi, perluasan abses, higienis mulut yang jelek dan kurang responnya kuman terhadap antibiotik yang diberikan. Menurut Murray dkk4 pasien dengan infeksi leher dalam akan sembuh sempurna bila semua penyebab telah diobati dan lamanya penyembuhan menyebabkan banyaknya komplikasi yang terjadi.
sublingual
submandibula
bahkan dapat meluas kedua ruang tersebut tergantung dari panjang akarnya, tersering dari abses ini adalah ruptur spontan dan perluasan abses ke ruang leher dalam lainnya.1 Pada pasien ini dari hasil kultur tes sensitifitas dapat diisolasi
12
Lamanya
penyembuhan
mikroorganisme
pada pasien ini disebabkan oleh banyaknya sumber infeksi, perluasan abses, higienis mulut yang jelek dan kurang responnya kuman terhadap antibiotik yang diberikan. Menurut Murray dkk4 pasien dengan infeksi leher dalam akan sembuh sempurna bila semua penyebab telah diobati dan lamanya penyembuhan
yang paling banyak diisolasi pada abses leher dalam adalah kuman aerob gram positif diikuti oleh kuman anaerob, kuman aerob gram negative dan jamur. Sekitar 62% infeksi disebabkan oleh polimikroba. Kuman aerob gram positif yang paling sering ditemukan yaitu
epidermidis
sekitar 35% kasus dimana jenis kuman terbanyak spesies bacteroides terutama ninogenicus streptococcus.2 Bacteroides dan sedangkan melapeptokuman
bahwa luka pada mukosa mulut lebih cepat penyembuhannya dan jaringan parut yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan sedikitnya jaringan parut kulit, pada
jaringan
aerob gram negatif yang banyak ditemukan adalah proteus, pseudomonas dan escherichia colli.7 Kebanyakan abses akibat infeksi odontogenik melibatkan kuman
penyembuhan luka di mukosa mulut disebabkan karena rongga mulut memiliki lingkungan yang lembab dan adanya cytokines dan growth factor di dalam air liur.
13
DAFTAR PUSTAKA 12-year. Asian Journal of 1. Shumrick KA, Sheft SA. Deep Neck Infections. In: Paparella, Gluckman, Shumrick, Meyerhoff, Biological 2010;3:128-33 6. Uluibau IC, Jaunay T,Goss AN. Severe Odontogenic Dent J Sciences
editors. Otolaryngology, 3rd ed. W.B. Saunders Company; 1991.P. 2545-63 2. Gadre AK. Infections of the deep spaces of the neck. In: Byron J. Bailey & Jonas T.Johnson,editors. Head & neck Surgery 4th Williams Otoed. &
Infection.
Aust
laryngology. Lippincott
Wilkins; Philadelphia 2006. P.665-82 3. Quinn FB, Buyten J. Deep neck Space and Infection. PresentationUTMB, Dept. of Otolaryngology, 2005. 4. Murray AD. Deep Neck
evaluation in the diagnosis and management of deep neck infection. Sao Paulo Med J 2004;130:201-7 9. Hedge A, Mohan S, Lim W. Infection of the deep neck spaces. CMEArticle,
Infection. [Update Nov 18 2009: cited March 12,2011] available from www.
Singapore Med J 2012; 53 (5): 305-11. 10. Wei Yang S, Lee MH, Huang Abscess: SH. an Deep Neck of
analysis
14
Infection
and
Drug
2010;
12. Chen L, Arbieva ZH, Guo S et al. Positional differences in the wound transcriptome of skin and oral mucosa. BMC Genomic 2010; 11: 471
Predisposing
Factors for the complications of Deep neck Infection. The Iranian Journal of
15