You are on page 1of 11

TUGAS AGAMA AWATARA

NAMA : NI MADE KARTIKA WIJAYANTI NOMOR : 16 KELAS : IX D

AWATARA
1. Awatara berasal dari kata awa yang berarti bawah dan tara yang berarti menyeberang atau menjelma. Jadi, Awatara adalah Tuhan yang turun ke dunia sebagai Dewa Wisnu dalam berbagai wujud untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran yang disebabkan oleh adharma dan menegakkan dharma. 2. Dasa Awatara dari zaman ke zaman a. Matsya Awatara, sang ikan, muncul saat Satya Yuga (zaman kebenaran) b. Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga c. Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga d. Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga e. Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga f. Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga g. Rama Awatara, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga h. Kresna Awatara, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga i. j. Buddha Awatara, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga

a. Matsya Awatara Matsya adalah awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan Manu untuk membuat bahtera besar. Maharaja segera

b. Kurma Awatara Kurma Awatara adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa. Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih.

Kurma Awatara c. Waraha Awatara Waraha Awatara adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa Wisnu yang berwujud babi hutan. Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga, ada seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa. Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang. Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan kembali bumi pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud awatara tersebut.

Waraha Awatara dilukiskan sebagai babi hutan yang membawa planet bumi dengan kedua taringnya dan meletakkannya di atas hidung, di depan mata. Kadangkala dilukiskan sebagai manusia berkepala babi hutan, dengan dua taring menyangga bola dunia, bertangan empat, masing-masing membawa: cakra, terompet dari kulit kerang (sangkakala), teratai, dan gada.

d. Narasimha Awatara Narasimha Awatara adalah awatara (inkarnasi/penjelmaan) Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga, seorang raja asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu. Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Hiranyakasipu meminta pada Dewa Brahma, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya. Narasimha datang untuk menyelamatkan Prahlada anak Hiranyakasipu dari amukan ayahnya, sekaligus membunuh Hiranyakasipu. Namun, atas anugerah dari Brahma, Hiranyakasipu tidak bisa mati apabila tidak dibunuh pada waktu,

tempat dan kondisi yang tepat. Akhirnya, berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku. Narasinga berhasil merobek-robek perut Hiranyakasipu. Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh Narasinga, karena ia dibunuh bukan oleh manusia, binatang, atau dewa. Ia dibunuh bukan pada saat pagi, siang, atau malam, tapi senja hari. Ia dibunuh bukan di luar atau di dalam rumah. Ia dibunuh bukan di darat, air, api, atau udara, tapi di pangkuan Narasinga. Ia dibunuh bukan dengan senjata, melainkan dengan kuku.

Membunuh Hiranyakasipu dengan mengambil wujud sebagai Narasinga merupakan salah satu cara menghukum yang paling sadis dari Dewa Wisnu. e. Wamana Awatara Wamana Awatara adalah awatara Wisnu yang kelima, turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan Kasyapa, seorang Brahmana. Ia (Wisnu) turun ke dunia guna menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada Raja Bali (Mahabali), seorang Asura, cucu dari Prahlada. Wamana kadangkadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."

Kisah Wamana Awatara dimuat dalam kitab Bhagawatapurana. Menurut cerita dalam kitab, Wamana sebagai Brahmana cilik datang ke istana Raja Bali karena pada saat itu Raja Bali mengundang seluruh Brahmana untuk diberikan hadiah. Pada waktu pemberian hadiah, seorang Brahmana kecil muncul di antara Brahmana-Brahmana yang sudah tua-tua. Brahmana tersebut juga akan diberi hadiah oleh Bali.

Brahmana kecil itu meminta tanah seluas tiga jengkal yang diukur dengan langkah kakinya. Ia menyuruh Brahmana kecil itu melangkah. Pada waktu itu juga, Brahmana tersebut membesar dan terus membesar. Dengan ukurannya yang sangat besar, ia mampu melangkah di surga dan bumi sekaligus. Pada langkah yang pertama, ia menginjak surga. Pada langkah yang kedua, ia menginjak bumi. Pada langkah yang ketiga, karena tidak ada lahan untuknya berpijak, maka Bali menyerahkan kepalanya. Sejak itu, tamatlah kekuasaan Bali.

Wamana awatara dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil yang membawa payung. Wamana Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun berwujud Brahmana mungil.

f. Parasurama Awatara Secara harfiah, nama Parasurama bermakna "Rama yang bersenjata kapak". Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut. g. Rama Awatara Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa. Rama menghancurkan kejahatan dan kelaliman yang ditimbulkan oleh raksasa Rahwana dari negara Alengka.

beribukota Ayodhya.

Ia

h. Kresna Awatara Kresna lahir sebagai putra kedelapan Basudewa (putra Raja Surasena) dan Dewaki. Raja Kangsa, kakak sepupu Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya sendiri ke penjara, yaitu Ugrasena. Pada suatu ketika, ia

mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba membunuh Dewaki, namun Basudewa mencegahnya dan menyatakan bahwa mereka bersedia dikurung dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru lahir untuk dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putra ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam bahaya, maka ia diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dirawat oleh orang tua tiri bernama Yasoda dan Nanda di Vrindavan. Dua saudaranya yang lain juga selamat yaitu, Baladewa alias Balarama (putra ketujuh Dewaki, dipindahkan secara ajaib ke janin Rohini, istri pertama Basudewa) dan Subadra (putra dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan

Kresna). Kresna beserta Baladewa yang masih muda diundang ke Mathura untuk mengikuti pertandingan gulat yang diselenggarakan Kangsa. Tujuan sebenarnya adalah membunuh Kresna dengan dalih pertandingan gulat. Setelah mengalahkan para pegulat Kangsa, Kresna menggulingkan kekuasaan Kangsa sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kepada ayah Kangsa, Ugrasena, sebagai raja para Yadawa. Ia juga membebaskan ayah dan ibunya yang dikurung oleh Kangsa. Kemudian ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut.

Kresna dan Baladewa i. Gautama Buddha (Siddhartha Gautama) Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai Awatara kesembilan dari Dasa awatara Dewa Wisnu. Buddha Awatara terlahir sebagai putera mahkota Raja Suddhodana di sebuah kerajaan Hindu bernama Kapilawastu. Ayahnya sangat menginginkan dia

menjadi Maharaja Dunia, namun pikirannya dibayang-bayangi oleh ramalan petapa Kondanna yang mengatakan bahwa anaknya akan menjadi Buddha karena melihat empat hal: orang sakit, orang tua, orang mati,

dan pertapa. Keempat hal tersebut selalu berusaha ditutupi olah ayahnya. Ia tidak akan membiarkan sesuatu yang bersifat sakit, tua, mati, dan pertapa suci dilihat oleh Siddhartha. Namun Siddhartha memang sudah ditakdirkan untuk menjadi Buddha. Keinginan Siddhartha untuk mendapat pencerahan (yang mengantarnya menjadi Buddha) terlintas ketika ia melihat empat hal tersebut. Pikirannya terbuka untuk mencari obat penawar sakit, tua, dan mati. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pertapa. Ia menemukan pencerahan ketika bertapa di bawah pohon bodhi di Bodh Gayapada malam Purnama Sidhi bulan Waisak.

j. Kalki Awatara Kalki Awatara adalah awatara kesepuluh dan awatara (inkarnasi) terakhir Dewa Wisnu Sang pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran). Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara yaitu beliau adalah Awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya Devadatta (anugerah Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali, kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman yang baru.

You might also like