You are on page 1of 42

LAPORAN KASUS GERIATRI

Diajukan untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing : dr. Dwi Ngestiningsih, M.Kes, Sp.PD

Disusun oleh: Restiana Hilda I. Raissa Vaniana H. Leonardo Cahyo N.

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014

BAB I ASSESMENT GERIATRI

IDENTITAS PENDERITA Nama No. CM Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Masuk RSDK Status : Tn. MZ :C463444 :72 tahun : Islam : Tamatan SR (setara SD) : Tidak bekerja :Pedurungan Lor no. 337 RT 3/ RW 5, Semarang :8 Februari 2013 : BPJS
Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian

I. DATA DASAR A. Data Subyektif Autoanamnesis dengan penderita dan alloanamnesis dengan anak penderita pada tanggal 10 Februari 2014, pukul 13.30 WIB di bangsal Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang Keluhan utama :Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang : Onset dan kronologis : Selama 1 bulan ini pasien sering merasa sesak, sesak muncul secara tiba-tiba, tidak ada pemicunya, sesak berlangsung selama beberapa menit, kemudian sesak membaik sendiri dengan istirahat. Saat sedang terjadi sesak, akan bertambah berat dengan aktivitas, ketika tidur menggunakan 1 bantal, saat sesak terdapat keringat dingin (+), rasa berdebardebar (+). Pasien tidak mengobati keluhan sesak dengan obat. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam (+) tinggi, 41 C, menggigil, diukur dengan termometer, terus-menerus. Batuk (-), pilek (-), mual (+), muntah (-) BAB diare 1x, nafsu makan turun sudah 1 minggu, BAK anyang-anyang (-), nyeri kepala (-), nyeri sendi (-), pegal-pegal (-). Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit kencing manis (-) Riwayat penyakit darah tinggi (+) 10 tahun, berobat tidak teratur
Formatted: Indonesian

Riwayat penyakit jantung (+) Riwayat merokok (+) 60 tahun, 1 bungkus/ 2 hari

Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit hipertensi (+) kakak Riwayat penyakit kencing manis (-) Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat sakit asma (-)

Riwayat Sosial Ekonomi : Penderita seorang laki-laki 72 tahun, bekerja sebagai karyawan swasta (pembuat loster), sering terpapar semen dan debu. Istri bekerja serabutan,mempunyai 5 orang anak. Penderita tinggal bersama anak ke 4, anak ke 5 dan seorang cucu (dari anak ke 4). Rumah milik pribadi, ukuran 5x11 m, tidak bertingkat, dinding tembok, lantai keramik, atap genteng dengan eternit. Pintu keluar masuk 2 buah, jendela ada 4 ( pada masingmasing kamar tidur dan ruang tamu), terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi dengan wc duduk tanpa pegangan, sirkulasi dan sinar matahari cukup baik. Memasak menggunakan kompor gas. Sumber air minum dan aktivitas sehari-hari menggunakan sumur pompa. Penerangan dari PLN. Lingkungan tempat tinggal di tempat datar, tidak banjir, akses dari jalan utama 200 meter. Tembok rumah penderita menempel dengan rumah sebelahnya. Biaya hidup saat ini merupakan tanggungan penderita. Penderita mempunyai 3orang anak, sbb : Anak 1 : Laki-laki, 45 tahun, bekerja sebagai pembuat roti di Arab, istri seorang pegawai negeri, mempunyai 1 orang anak, gaji tidak tahu Anak 2 : Perempuan, 34 tahun, menikah, ibu rumah tangga, suami pegawai swasta, anak 1 orang, penghasilan 2,7 juta/bulan Anak 3 : Perempuan, 23 tahun, menikah, ibu rumah tangga, suami pegawai swasta, anak 2 orang, penghasilan 1,5 juta/bulan Anak 4 Anak 5 Kesan Biaya : Perempuan, 22 tahun, sudah menikah dan bercerai, penghasilan tidak ada. : Perempuan, 10 tahun, seorang pelajar SD : sosial ekonomi kurang : BPJS

Riwayat Fungsional Sebelum masuk RS Dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan di dalam dan sekitar rumah masih baik. Untuk buang air kecil dan buang air besar penderita dapat melakukannya dengan mandiri tanpa bantuan, kecuali saat sakit. Untuk aktivitas seperti makan, mandi dan berpakaian pasien juga masih dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Saat dirawat di RS

INDEKS KATZ ( Menilai AKS) No 1. Aktivitas Bathing Mandiri Memerlukan bantuan hanya pada 1 bagian tubuh (bagian belakang / anggota tubuh yang terganggu) atau dapat melakukan sendiri Menaruh pakaian & mengambil pakaian, memakai pakaian, brace, & menalikan sepatu dilakukan sendiri Pergi ke toilet, duduk berdiri dari kloset, memakai pakaian dalam, membersihklan kotoran (memakai bedpan pada malam hari saja & tidak memakai penyangga mekanik) Berpindah dari dan ke tempat tidur & berpindah dari dan ke tempat duduk (memakai atau tidak memakai alat bantu) BAK & BAB baik Tergantung Memerlukan bantuan dalam mandi lebih dari 1 bagian tubuh dan saat masuk serta keluar dari bak mandi / tidak dapat mandi sendiri Tidak dapat memakai pakaian sendiri atau tidak berpakaian sebagian Memakai bedpan atau comode atau mendapat bantuan pergi ke toilet atau memakai toilet 6-1-2014

Tergantung

2.

Dressing

Tergantung

3.

Toilletting

Tergantung

4.

Transfering

5.

Continence

6.

Feeding

Tidak dapat melakukan / dengan bantuan untuk berpindah dari & ke tempat tidur / tempat duduk Tidak dapat mengontrol sebagian / seluruhnya dalam BAB & BAK, dengan bantuan manual / kateter Mengambil makanan Memerlukan bantuan dari piring / yang untuk makan atau lainnya & memasukkan tidak dapat makan

Tergantung

Tergantung

Mandiri

ke dalam mulut (tidak semuanya atau termasuk kemampuan makan peruntuk memotong parenteral) daging & menyiapkan makanan seperti mengoleskan mentega di roti) Klasifikasi menurut Indeks Katz : A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi C : Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain D : Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain E : Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain F : Mandiri,kecuali bathing,dressing, toiletting, transfering & 1 fungsi lain G : Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas Kesan : KatzFmandiri, kecuali bathing,dressing, toiletting, transfering & 1 fungsi lain Pada saat dirawat di RS, pasien masih dapat berubah posisi tidur, dari telentang ke miring kanan dan miring kiri. Pasien juga terkadang duduk di ranjang, tidak selalu tiduran. Berikut adalah skor untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien. SKOR NORTON ( Untuk Mengukur Risiko Dekubitus) Penilaian Skor Kondisi fisik umum : 4 Baik 3 Lumayan 2 Buruk 1 Sangat buruk Kesadaran : Komposmentis Apatis Konfus/soporus Stupor/koma Aktivitas : Ambulan Ambulan dengan bantuan Hanya bisa duduk Tiduran Mobilitas : Bergerak bebas Sedikit terbatas Sangat terbatas Tak bisa bergerak Inkontinensia : Tidak ada Kadang-kadang Sering inkontinensia urin 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 6-1-2014

1 Inkontinensia alvi & urin Skor total : 20 Kategori : Skor 16-20 : kecil sekali/tak terjadi 12-15 : kemungkinan kecil terjadi < 12 : kemungkinan besar terjadi Hasil skor : 20 Kesan :kemungkinan kecil terjadi dekubitus Riwayat Gizi Pasien biasanya makan 3x/hari dengan nasi 1 piring dan habis. Lauk sayur dan tempe tahu, ikan asin,udang, ayam, telur. Masakan di rumah sehari-hari sering masak sendiri, masih menggunakan MSG dan garam. Pasien minum air putih sekitar 3/4 botol aqua besar per hari. Hampir setiap pagi pasien minum teh manis setiap hari 1 gelas dengan 1 sendok teh gula pasir. Riwayat Psikiatri Sebelum masuk RS, kegiatan sehari-hari pasien adalah bekerja sebagai pembuat loster. Selain itu, pasien jarang melakukan aktivitas di luar rumah. Hubungan dengan tetangga masih baik. Waktu luang digunakan untuk menonton TV, mengobrol dengan keluarga, tetangga, dan mengurus cucu. Pemeriksaan Status Mental Keadaan umum : Seorang laki-laki 72 tahun, tampak sesuai umur, berkulit sawo matang, penampilan cukup bersih, rambut berwarna putih, terpasang infus Perilaku & Aktivitas Psikomotor Kesadaran Sikap Mood Afek Gangguan Persepsi Bentuk Pikir Proses Pikir Isi Pikir SKALA DEPRESI GERIATRI. Pilihan jawaban yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu minggu terakhir: No 1 Apakah.. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya Ya Tidak Tidak : normoaktif : jernih : kontak psikis + wajar, dapat dipertahankan. : eutimik : serasi : halusinasi (-), ilusi (-) : realistik : lancar : waham (-)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Anda telah meninggalkan banyak kegiatan / minat / Ya kesenangan anda? Anda merasa kehidupan anda kosong? Anda merasa sering bosan? Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda? Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Anda sering merasa tidak berdaya? Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan Ya mengerjakan sesuatu yang baru? Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat Ya anda dibanding kebanyakan orang? Anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? Anda merasa anda penuh semangat? Anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Ya Ya Ya Ya

Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada Ya anda?

Keterangan : Jawaban pasien yang bergaris bawah. Skor : Diitung dari jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar Tiap jawaban bercetak tebal dan bergaris bawah mempunyai nilai 1 Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi Hasil Skor = 0 Kesan: keadaan baik/ tidak depresi. KUESIONER STATUS MENTAL No DAFTAR PERTANYAAN 1 Tanggal berapakah hari ini? (bulan, tahun) 2 Hari apakah ini 3 Apakah nama tempat ini? 4 Berapa nomor telepon atau alamat rumah Bapak/Ibu? 5 Berapa umur Bapak/Ibu? 6 Kapan Bapak/Ibu lahir? 7 Siapakah nama presiden kita sekarang 8 Siapakah nama presiden sebelum ini? 9 Siapakah nama gadis ibu Anda? 10 Hitung mundur 3-3 dari 20! 0 2 kesalahan = baik 3 4 kesalahan = gangguan intelek ringan 5 7 kesalahan = gangguan intelek sedang

JAWABAN B B B B B B B B B B

8 10 kesalahan = gangguan intelek berat Bila penderita tidak pernah sekolah, nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari nilai di atas Hasil =0 kesalahan Kesan =Baik MINI MENTAL STATE EXAMINATION. Max Nilai ORIENTASI 5 ( 5) Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa? 5 ( 4 ) Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit, jalan, nomor rumah, kota kabupaten, provinsi) REGISTRASI 3 ( 3) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,misalnya : satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah respon mengulang ketiga nama benda tersebut. Ulangi hingga benar menyebutkan. Hitung jumlah percobaan dan catat : 2 kali. ATENSI DAN KALKULASI 5 ( 5) Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata WAHYU (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan. RECALL 3 (2) Tanyakan kembali nama tiga benda yang telah disebut di atas. Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. BAHASA 9 (9) a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil atau arloji (2 nilai) b. Ulangi kalimat berikut : JIKA TIDAK, DAN ATAU TAPI (1 nilai) c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini: Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas tersebut pada pertengahan dan letakkan di lantai (3 nilai ) d. Bacalah dan laksanakanlah perintah berikut: PEJAMKAN MATA ANDA (1 nilai) e. Tuliskanlah sebuah kalimat (1 nilai) f. Tirulah gambar ini (1 nilai )

Kategori : Skor 25-30 17-24 0-16 Skor Kesan : 28 : Normal

Jumlah skor : 30 : Normal : Probable cognitive impairment : Definite cognitive impairment

B. DATA OBJEKTIF 1. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 10 Februari 2014 pukul 10.00 di Bangsal Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang. Keadaan umum Kesadaran Tanda vital :Tampak Lemah, terpasang infus : Komposmentis, Lemas (+), GCS E4V5M6=15 : TD RR N t Status gizi :BB TB IMT Kepala Kulit Mata : 160/100mmHg (berbaring) : 26x/menit : 92/menit,reguler, isi dan tegangan cukup : 37,70C : 47kg :155cm :19,5kg/m2(normoweight)

: mesosefal : turgor cukup, pucat (-) :konjungtiva palpebra pucat(-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva suffusion (-)

Telinga Hidung Mulut

: discharge (-/-), tinitus (-/-), nyeri tekan tragus (-/-) : epistaksis (-/-),discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-) :bibir pucat (-), bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), pursed lip breathing (-), gigi palsu (-), coated tongue (+)

Tenggorok Leher Thorax

: T1-1, faring hiperemis (-) : trakeaditengah, pembesaran nnll -/-, JVP R+1cm : normal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-)

Pulmo depan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris saat statis dan dinamis : stem fremitus kanan = kiri : Sonor seluruh lapangan paru :Suara dasar vesikuler, Ronki Basah Kasar (+/+) di basal

Pulmo belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris saat statis dan dinamis : Stem fremitus kanan = kiri : Sonor Seluruh lapangan paru :Suara dasar vesikuler, Ronki Basah kasar (+/+) di basal

Anterior kanan-Kiri

Posterior Kiri-Kanan

vesikuler

RBK (+/+)

Cor Inspeksi Palpasi :Ictus cordis tampak :ictus cordis teraba di SIC VI 2cm lateral LMCS, bergeser ke kaudo lateral, kuat angkat (+), pulsasi parasternal (-) pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-) Perkusi :Batas atas: SIC II linea parasternal Batas kiri: SIC IV2 cm lateral LMCS Batas kanan: linea parasternal dekstra Auskultasi : BJ I-II normal , bising (+) sistolik 3/6 dijalarkan ke axilla, gallop(-)

Abdomen Inspeksi : datar, venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal Perkusi : timpani,pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube Timpani, liver span 8 cm, nyeri ketok costovertebra (-) Palpasi :supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Refleks fisiologis Refleks Patologis Tonus Kekuatan Sensibilitas Edema Akral Dingin

Superior +N/+N -/N/N 5-5-5/5-5-5 +N/+N -/-/-

inferior +N/+N -/N/N 5-5-5/5-5-5 +N/+N -/-/-

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Hematologi (08/02/2014) Pemeriksaan Hasil Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCH MCV MCHC Leukosit Trombosit RDW MPV GDS Ureum Creatinin Natrium Kalium Chlorida ( ) ( 10,9 33,4 4,1 26,4 81,1 32,6 11,8 351,1 14,67 9,18 128 28 0.94 135 3.7 101 ) ( ) Satuan g/dL % 10 /uL Pg fL g/dL 10 /uL 10 /uL % fL mg/dl mg/dl mg/dl mmol/l mmol/l mmol/l (
3 3 6

Nilai rujukan 9.5 19.60 35 47 4.4 59 27,00 32,00 76 96 29.00 36.00 3.6 11.0 150 400 11,60 14,80 4,00 11,00 80 - 140 1539 0.51.5 136 145 3.5 5.1 98 107 )

Klasifikasi PGK stadium III, LFG = 47,22 (LFG 30-59 ml/mnt/1,73 m2)

Pemeriksaan Urin Rutin (tanggal 9 Februari 2014) Pemeriksaan Warna Kejernihan Berat jenis pH Protein Reduksi Uroblinigen Bilirubin Aseton Nitrit Hasil Kuning Jernih 1.020 5,5 100 NEG 0,2 NEG NEG NEG mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl 1.003 1.025 4,8-7,4 NEG NEG NEG NEG NEG NEG Satuan Normal

Sedimen Epitel Leukosit Eritrosit Granula Kasar Granula Halus Sil. Hyalin Sil. Epitel Sil. Eritrosit Sil. Lekosit Bakteri 1-2 2-5 0-1 NEG 0-1 1.06 NEG NEG NEG NEG /LPK /LPK /LPB /LPK /LPK u/L /LPK /LPK /LPK u/L NEG NEG 0,00-1,20 NEG NEG NEG NEG

Hasil Pemeriksaan EKG(10 Februari 2014)

Irama : sinus HR : 64x/menit, reguler Axis : LAD Gel. P : P terminal force (+); P pulmonal (-), P mitral (-) PR interval : 0.16 detik Komplek QRS: 0.08 detik ST segmen : ST-T changes V1-V4 Gel T : inverted (-), tall T(-) Q patologis : (-) Lain-lain : R di V5/V6+S V1/V2> 35 mm R/S di V1<1 Poor R progression (+), S persisten (-) Kesan : LAD, LVH, iskemik anteroseptal Hasil Konsul mata: ODS retinopati hipertensi grade II dengan aterosklerosis grade II Rectal Toucher Mukosa licin, TSA cekat, ampula tidak kolaps, sulcus medianus tidak teraba, pool superior prostat tidak teraba, massa (-), sarung tangan lendir (-), darah (-), feses (-)

X-foto thoraks

PEMERIKSAAN X FOTO THORAKS AP / LATERAL (SEMI-ERECT) (8 Februari 2014) Klinis: Dyspneu Cor : Apeks jantung bergeser ke laterokaudal Retrocardiac space tampak menyempit, retosternal space tak menyempit Pulmo : Corakan vaskuler normal Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru Hemidiafragma kanan setinggi costa 11 posterior Sinus costofrenikus kanan lancip, Kesan: Suspek Kardiomegali Pulmo tak Tampak Infiltrat

IV. DAFTAR ABNORMALITAS 1. Sesak nafas 2. Ronki Basar Kasar (+/+) di basal paru 3. Bising sistolik 4. Kardiomegali 5. Hipertensi 6. Diare 7. TD : 160/100mmHg 8. Riwayat Keluarga Hipertensi (+) Kakak 9. Pemeriksaan jantung Batas jantung kiri : SIC VI 1 cm lateral LMCS 10. X Foto thorax (08/01/2014) - Kardiomegali (LV) 11. EKG (8/2/2014)Kesan : LAD, LVH, iskemik anteroseptal 12. Hasil Konsul Mata (9/2/2014) : ODS retoinopati hipertensi grade II dengan aterosklerosis grade II 13. Sindroma Geriatri Sindroma serebral (-) Konfusio (-) Gangguan otonom (-) Inkontinensia (+) 14. AKS Insomnia Impairment of vision and hearing Incontinence Immobility Isolation Impaction Impotence Immuno-deficiency Instability Iatrogenic Infection Intelectual impairment Inanition Insomnia Incontinence Impecunity Jatuh (-) Kelainan tulang dan patah tulang (-) Dekubitus (-)

Problem Medis 1. Sindroma geriatrik: incontinence, infection, impecunity 2. Bronkopneumonia 3. Hipertensi (terkontrol) 4. Hipertensive heart disease 5. Diare akut (perbaikan) 6. Anemia (Hb: 10,9) 7. Suspek Hipertrofi prostat 8. Inkontinensia

RENCANA PEMECAHAN MASALAH PROBLEM I Bronkopneumonia Assesment : Ip Dx : Pengecatan gram, jamur & kultur sputum Ip Tx: Ip Mx Ip EX O2 nasal kanul 3 lpm bila sesak nafas Infus RL 30 tpm Terapi gizi : Diet RG 1500 kkal / 50 gr protein ( 1300 kkal lunak, extra susu skim 1x200), Zinc 1x 20 mg Ciprofloxacin 400 mg/12 jam Ambroxol 30 mg/ 8 jam : RR, Nadi, Balance cairan/24 jam, sesak : - Memberitahukan kepada pasien untuk mengikuti diet dari rumah sakit - tampung dahak, edukasi cara menutup mulut dan batuk yang benar, kompres bila suhu tubuh naik

PROBLEM II Hipertensive Heart Disease Assessment : - LVEF - IHD - Faktor resiko PJI (dislipidemia)

Ip Dx : Profil lipid, asam urat, GD I/II, Gambaran darah tepi, retikulosit Ip Tx: Lisinopril 5 mg/ 24 jam Ip Mx : KU, tanda vital, Echocardiografi Ip Ex : - Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita dan rencana terapi yang akan dilakukan - Perlunya mengontrol asupan garam makanan - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien tidak terlalu banyak melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan beban kerja jantung

PROBLEM III Diare akut Assessment Ip Dx Ip Rx Ip Mx Ip Ex : - Etiologi primer : Feses rutin dan kultur feces : New Diatabs 2 tab : Keadaan umum dan tanda vital, tanda dehidrasi : - Menjelaskan kepada penderita tentang penyakitnya dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul

PROBLEM IV Anemia Normositik Normokromik Assessment Ip Dx Ip Tx Ip Mx Ip Ex : Penyakit kronik sekunder problem II : Darah rutin, gambaran darah tepi, hitung jenis, retikulosit, Fe, Feritin :: : Mengedukasi kepada pasien untuk menghabiskan makanan dari rumah sakit

PROBLEM V Suspek hipertrofi prostat Assesment

Ip Dx : USG Prostat

Ip Tx Ip Mx Ip Ex

: : : Menjelaskan kepada pasien tentang kemungkinan penyakit yg diderita,

menjelaskan rencana pemeriksaan USG

PROBLEM VII Inkontinensia Assesment IP Dx IP Rx IP Mx IP Ex :sekunder problem V : : Konsul rehabilitasi medik : keadaan umum dan tanda vital : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai keadaan pasien tentang inkontinensia dan kegiatan dari pasien yang harus di bantu dalam kehidupan seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ASPEK KESEHATAN LANJUT USIA (GERIATRI)1,2 I. Teori Proses Menua Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Populasi lansia (usia 60 tahun) semakin meningkat. Diperkirakan 600 juta di tahun 2000 dan diramalkan menjadi 2 milyar di tahun 2050. Dengan semakin berkembangnya teknologi kesehatan, populasi lansia akan semakin meningkat dan demikian berpengaruh pada angka ketergantungan. Demikian juga problem kesehatan yang ditemui pada populasi lansia semakin banyak. Ada beberapa teori proses menua, antara lain: 1. Teori genetic clock Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya. Usia harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin. 2. Mutasi somatik (error catastrophe) Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik menyebabkan kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul kesalahan yang menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi) 3. Rusaknya sistem imun tubuh Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri sendiri sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai macam jaringan. 4. Teori menua akibat metabolisme Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses degenerasi 5. Kerusakan akibat radikal bebas Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan menumpuk melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase, glutation peroksidase) sehingga menimbulkan kerusakan sel Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang dan tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat menua Healthy Aging. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.

II.

Perubahan dalam Proses Penuaan

Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan psikososial akibat proses menua. Pada panca indra didapatkan perubahan degeneratif otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis, perubahan elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat terganggu. Fungsi telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ corti. Dalam sistem pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah, turunnya elastisitas otot dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan pengecapan turunnya refleks batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan, perubahan nafsu makan, malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah tersedak dan mengalami kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di mana terjadi penebalan dan kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi katup jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung dan mempengaruhi aliran darah otak. Sistem respirasi berubah di mana elastisitas alveolus menurun, terjadi degenerasi epitel, dan kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas vital menurun dan refleks batuk menurun. Dengan ini lansia peka terhadap pneumonia dan mudah mengalami gagal respirasi. Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun mempengaruhi metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis. Transmisi asetilkolin, dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia mudah mengalami hipotensi postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia akibat perubahan degeneratif. Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan infeksi kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat penurunan elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada lansia. Sistem imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan kanker. Secara umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga mudah terjadi nyeri punggung. III. Asesmen Kesehatan dan Penyakit Pada Usia Lanjut

Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma geriatrik, serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada strategi pencegahan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier lewat modifikasi perilaku dan gaya hidup. Sifat penyakit pada lansia memiliki perbedaan mendasar dengan penyakit pada dewasa umumnya menyangkut beberapa hal berikut:

Parameter Etiologi

Usia lanjut Endogen (dari dalam) Tersembunyi Kumulatif/multipel Lama terjadi Insidious, kronik Tidak khas

Usia muda Eksogen (dari luar) Jelas, nyata Spesifik, tunggal Recent Florid (jelas sekali) Khas, hukum memenuhi Parsimoni

Awitan gejala

(gejala dan tanda khas untuk masing-masing penyakit) Perjalanan penyakit Kronik/menahun, progresif, menyebabkan cacat lama Menjadi rentan penyakit lain Variasi individual Beragam kecil Self-limiting Memberi kekebalan

Oleh karena itu penanganan penderita geriatri harus menyeluruh (holistik) dengan model analisis multi disiplin (asesmen geriatri). Asesmen ini bertujuan menegakkan diagnosis kelainan yang fisiologis maupun patologis, menemukan adanya impairment, disabilitas, atau handicap yang perlu rehabilitasi, menilai sumber daya ekonomi, sosial, dan lingkungan pasien. IV. Sindroma Geriatri

Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah: the O complex : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired homeostasis the big three : intelectual failure, instability, incontinence

the 14 I : Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelectual Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence, Immunodefficiency, Infection, Inanition, Impairment of Vision, smelling, hearing, Impecunity

Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai berikut: 1. Sindroma serebral Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30 mL/100gram jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena terjadi atrofi neuron. Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit. Penurunan aliran darah otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat menimbulkan sindroma serebral, yaitu perubahan patologik pembuluh darah otak. Gejala yang timbul dapat berupa gejala umum (rigiditas, peningkatan refleks, tendensi condong ke belakang, sulit berjalan) gejala klinis daerah yang diperdarahi karotis (TIA, stroke, arteritis) dan vertebrobasiler (drop attack, TIA). Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab mekanik maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara mekanik didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra sehingga menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak lewat susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus intervertebralis membuat arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan akibat turunnya aliran darah menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher dapat membuat lansia kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh. Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan, sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi aliran darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner. Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung, bronkopneumonia, interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak. Diabetes dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya angiopati. 2. Konfusio Akut dan Dementia Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat kesadaran dan kewaspadaan dan proses berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi. Penyebab konfusio dapat akibat penyebab intraserebral, penurunan nutrisi serebral, penyebab toksik, kegagalan mekanisme homeostatik, dan lain-lain seperti nyeri, depresi, perubahan lingkungan, obat-obatan. Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.

Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran. Biasanya dementia tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi dementia. Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini Mental State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan patologi. Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif primer/Alzheimer (50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia reversibel/sebagian reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%). Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai berikut: D : drugs E : emotional (emosi, depresi) M : metabolik/endokrin E : eye and ear (mata dan telinga) N : nutrisi T : tumor trauma I : infeksi A : arteriosklerosis Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien, mengenali dan mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada keluarga, dan nasihat pada keluarga. 3. Gangguan otonom Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor kolin yang berakibat penurunan fungsi otonom. Beberapa gangguannya adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih, gerakan esofagus dan usus besar. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik sebanyak 20 mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah 1-2 menit. Hal ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan perpindahan darah ke posisi bawah tubuh. Biasanya tidak menimbulkan gejala karena mekanisme kompensasi. Namun pada lansia dapat terjadi adanya penurunan elastisitas pembuluh darah, gangguan barorefleks akibat tirah baring lama, hipovolemia, hiponatremia, pemberian obat hipotensif, atau penyakit SSP maupun neuropati lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus). Gejala bisa berupa penurunan kesadaran atau jatuh. Penatalaksanaannya adalah meninggikan kepala waktu tidur. Terapi farmakologis dapat menggunakan hormon mineralokortikoid,

simpatomimetik, atau vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein, pindolol.

Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka rentan mengalami hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia adalah suhu inti tubuh > 40,6 oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis, delirium, koma). Sementara itu hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh di bawah 35oC. 4. Inkontinensia Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebab inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor), kelainan neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya (imobilisasi, lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau yang kronik/lama. Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan akronim DRIP yang merupakan Delirium, Restriksi mobilitas retensi, Infeksi inflamasi impaksi feses, Pharmasi poliuri. Juga dengan akronim DIAPPERS : Delirium, Infection, Atrophic vaginitis/uretheritis, Pharmaceuticals, Physiologic factor, Excess urine output, Restricted mobility, Stool impaction. Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih ( over active bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan uretra (stress type), atau obstruksi uretra. Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder training, pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang digunakan dapat meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk tipe urgensi/stres, -adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin) untuk tipe stres atau urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres atau urgensi, kolinergik agonis (betanekol), arendergik antagonis (terasozine) untuk tipe overflow atau urgensi karena pembesaran prostat. Pembedahan meliputi juga kateterisasi sementara (2-4 kali sehari) atau menetap. 5. Jatuh Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya. Sebanyak 30% lansia 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi stabilitas badan yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan, pendengaran, vestibuler, proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan fungsi muskuloskeletal. Ia juga dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh obat dan kondisi lingkungan. Penyebab jatuh ada beragam, antara lain kecelakaan, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan (diuretik,

antihipertensi, antidepresan trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia, TIA, stroke, parkinson), idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF). Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur (terutama pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal. Jatuh perlu dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun ekstrinsik, penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan pemeriksaan rutin. Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan evaluasi status kesehatan. Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai dengan etiologi yang dirasa memberi risiko terjadinya jatuh. 6. Kelainan tulang dan patah tulang Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan pria > 80 tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan tulang yang timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis, dan keganasan tulang. Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3 jenis yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur pergelangan tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau baji). 7. Dekubitus Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit, menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki potensi dekubitus karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobil, tekanan jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan nekrosis. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan, dan kelembaban. Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko dekubitus. Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya ulkus. Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit, mengurangi gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi yang cukup, menjaga kelembaban kulit. Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus adalah sepsis.

V. Infeksi pada Geriatri Faktor yang memudahkan infeksi pada lansia kurang gizi, multipatologi, mekanisme pertahanan tubuh turun, faktor lingkungan.

kulit menjadi tipis dan jaringan lemak yang berkurang menyebabkan barier mekanik menjadi berkurang sehingga kuman menjadi lebih mudah menembus kulit dan menyebabkan infeksi seperti selulitis. tekanan-tekanan yang lebih sering pada kulit akibat imobilisasi memudahkan terjadinya dekubitus, osteomielitis bahkan bakteriemia. Manifestasi Klinik Infeksi pada Lansia MANIFESTASI KLINIK INFEKSI PADA LANSIA 1. Gejala demam Gejala utama dari infeksi seringkali tidak jelas bahkan tidak ada sama sekali pada lansia. Temperatur tubuh dalam keadaan basal pada lansia memang sudah rendah, sehingga dalam keadaan infeksi kenaikan temperatur tubuh tidak akan melebihi 38,3 o C. Penderita dengan sepsis sering tidak demam, bahkan hipotermia, dan terjadi pada 20 % penderita. Tidak adanya demam selain memperlambat diagnosis juga menurunkan efek fisiologis dari lekosit dalam melawan infeksi, sehingga akan lebih berbahaya. 2. Gejala tidak khas Gejala infeksi yang biasa didapati pada orang dewasa sering tidak didapati bahkan berubah pada lansia. Batuk pada pneumonia hanya berupa keluhan ringan saja, sehingga oleh penderita dianggap sebagai batuk biasa. Gejala pneumonia yang sering didapati berupa penurunan kesadaran/konfusio, inkontinensia, jatuh, anoreksia dan kelemahan umum. 3. Gejala akibat penyakit penyerta(komorbid). Sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas akibat infeksi, padahal penyakit komormid ini sering didapati pada lansia.

Kuman Penyebab Infeksi Lansia Dibandingkan dengan Usia Dewasa Jenis penyakit Pneumonia masyarakat Penyebab pada usia muda di Streptokokus pneumonia Penyebab pada lansia S.pneumoniae, H.Influenza, Staphilococcus batang gram (-) ISK E.Coli E.coli, Proteus, auerus,

Klebsiela, Batang gram (-) Meningitis Virus, S.pneumoniae Virus, S.pneumoniae,

batang gram (-) Endokarditis infeksiosa S.viridans Enterokokus, S.Pneumonia,S. viridans

Pneumonia. Diagnosis pneumonia pada lansia ditegakkan jika terdapat 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor, didukung oleh adanya infiltrat baru atau perubahan infiltrat yang progresif pada foto thorax. Kriteria mayor : batuk-batuk, sputum produktif, demam (>37,8O C). Kriteria minor : sesak nafas, nyeri dada, konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik, lekositosis (> 12.000/mm3).

Bakteri penyebab pneumonia dapat diduga dari lingkungan/tempat lansia mendapat infeksi Tempat Infeksi Pneumonia yang didapat di masyarakat Penyebab Str.pneumonia,H.influenzae, M.catarrhahalis,St.aureus,G NB (gram negative enteric bacilli), Atypical agents (mycoplasma, chlamydia,

legionella) Pneumonia yang didapat di panti wredha Str.pneumoniae, GNB, St.aureus, H.influenzae, anaerob, atypical agents. Pneumonia yang didapat di rumah sakit. Bakteri Gram negatif (seperti klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa), St.aureus, polimikrobial..

Pada Lansia imobilisasi juga dikaitkan dengan terjadinya pneumonia. Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada lansia. Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostamtidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit keluar, keadaan ini diperberat dengan daya pegas (rekoil) elastik yang sudah berkurang (proses penuaan) yang mengakibatkan perubahan pada tekanan penutup saluran udara kecil, kondisi tersebut mempermudah lansia mengalami pneumonia dan atelektasis paru. 2.2. HIPERTENSI I. Definisi Hipertensi Menurut WHO tahun 2001, secara umum hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut dan pada kejadian berulang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Pengertian ini juga sesuai dengan sistem klasifikasi yang ada pada saat ini, yaitu sesuai dengan JNC VII. Klasifikasi hipertensi penting untuk penentuan diagnosis dan kebijakan para klinisi dalam penanganan yang optimal mengingat komplikasi yang dapat ditimbulkan.13 II. Klasifikasi Hipertensi

Menurut JNC VII, tekanan darah dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu : normal, prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Klasifikasi ini berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.

Klasifikasi Tekanan Darah Normal Pre Hipertensi

Tekanan Darah Sistolik (mmhg) <120 120 139

Tekanan Darah Diastolik (mmhg) < 80 80 89

Modifika si Gaya Hidup Anjuran Tanpa

Obat Awal Dengan Indikasi Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (risiko)

indikasi Tidak perlu menggunakan

Ya

obat anti hipertensi Untuk semua kasus gunakan diuretik jenis

Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (risiko). Kemudian tambahkan dengan obat anti hipertensi (diuretik, ACEi, ARB, BB, CCB) seperti yang dibutuhkan

Hipertensi Stage I

thiazide 140 159 90 99 Ya dengan pertimbangan ACEi, ARB, BB, CCB, atau kombinasikan Gunakan kombinasi 2

Hipertensi Stage II

obat ( biasanya 160 100 Ya diuretik jenis thiazide) dan ACEi/ARB/B B/CCB

Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya peningkatan edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi gaya hidup dalam rangka menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah ke arah hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu strategi dalam pencapaian tekanan darah target, mengingat hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan oleh perilaku gaya hidup yang salah.14 III. Penyebab hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. a. Hipertensi esensial ( primer/idiopatik ).

Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada jenis ini adalah peningkatan resistensi perifer. Yang menjadi penyebab jenis ini adalah faktor genetik ( terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga, sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular terhadap vasokonstriktor, dan resistensi

insulin ) dan faktor lingkungan ( makan garam berlebihan, stress psikis, dan obesitas ). b. Hipertensi sekunder Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat dan lain-lain. IV. Faktor risiko hipertensi Faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu, sebagai berikut : Usia Risiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Pada usia pertengahan tahun, laki laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi sedangkan wanita lebih berisiko untuk mengalami hipertensi setelah menopause. Ras Hipertensi lebih sering terjadi pada ras hitam, seringkali terjadi pada usia muda jika dibandingkan dengan ras kulit putih putih. Komplikasi serius, seperti stroke dan serangan jantung, lebih sering terjadi pada ras kulit hitam. Riwayat keluarga Overweight atau obesitas Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami hipertensi. Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan darah yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang melalui pembuluh darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat. Kurang aktif bergerak. Individu yang kurang aktif secara fisik memiliki kecenderungan memiliki denyut jantung lebih tinggi. Semakin tinggi detak jantung, semakin berat jantung harus bekerja di setiap kontraksi dan semakin kuat tekanan pada arteri. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko kegemukan.

Merokok Merokok tidak hanya akan meningkatkan tekanan darah sementara tetapi zat kimia yang terkandung di dalamnya akan merusak permukaan dinding arteri, hal ini akan menyebabkan arteri akan menyempit, dan tekanan darah akan meningkat. Diet tinggi garam ( sodium) Diet tinggi garam dapat menyebabkan retensi cairan tubuh yang akan meningkatkan tekanan darah. Diet kurang potasium Potasium membantu menyeimbangkan kadar sodium dalam sel. Diet kurang potasium akan menyebabkan akumulasi sodium dalam darah. Diet kurang vitamin D Mekanisme defisiensi vitamin D dengan peningkatan tekanan darah belum sepenuhnya dimengerti. Vitamin D diduga berefek pada enzim yang diproduksi oleh ginjal yang akan mempengaruhi tekanan darah. Alkohol Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Stres Penyakit kronik Individu yang menderita kolesterol, diabetes, penyakit ginjal kronik dan sleep apneu berisiko untuk mengalami hipertensi15 Komplikasi target Organ ( TOD) pada hipertensi: Hipertrofi ventrikel kiri Penebalan dinding arteri atau plag aterosklerosis Creatinin : pria > 1,3-1,5 mg/dl

Wanita > 1,2-1,4mg/dl Mikroalbuminuria : 30-300mg/24jam Albumin creatinin ratio : pria 22, wanita 31mg/g Penyakit Penyerta pada hipertensi : Penyakit serebrovaskular Penyakit jantung : infark miokard, Angina Revaskularisasi koroner Gagal jantung kongestif

Penyakit ginjal :

nefropati diabetik Gagal ginjal

Penyakit Vaskular perifer Retinopati lanjut : perdarahan, eksudat dan papil edema

Langkah diagnosis diambil untuk mengetahui : 1. Tingkat tekanan darah yang tetap 2. Mengidentifikasi hipertensi sekunder. 3. Mengevaluasi faktor risiko lainnya, kerusakan target organ dan penyakit penyerta Langkah- langkah pemeriksaan meliputi :14 1. Pengukuran tekanan darah berulang. Tekanan darah mengalami variasi yang besar baik dalam sehari maupuin di antara hari yang berbeda sehingga pengukuran tekanan darah harus dilakukan beberapakali pada keadaan yang berbeda. Jika tekanan darah hanya meningkat ringan maka pengukuran diulang selama beberapa bulan. JNC 7 menyebutkan bahwa diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran posisi duduk pada setiap 2 atau lebih kunjungan. 2. Riwayat penyakit Riwayat penyakit yang seharusnya dicari adalah : Lama dan level tekanan darah sebelumnya. Gejala yang mengarah pada hipertensi sekunder dan obat yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah. Gaya hidup seperti diet lemak hewani, garam dan alkohol, merokok, aktifitas fisik dan penambahan berat badan sejak awal usia dewasa. Riwayat penyakit dahulu : penyakit jantung koroner, gagal jantung, diabetes melitus, gout, dislipidemi, bronkospasme, atau penyakit lainnya dan obat yang dipakai. Terapi antihipertensi sebelumnya. Riwayat pribadi, keluarga dan lingkungan.

3. Pemeriksaan fisik Pengukuran tekanan darah juga dilakukan pada lengan kontralateral. Pemeriksaan fisik harus mencari adanya tanda kerusakan target organ, faktor risiko ( obesitas sentral) dan kemungkinan penyebab hipertensi sekunder yaitu :

Tanda hipertensi sekunder : Tanda sindroma Cushing Stigmata kulit neurofibromatosis ( feokromositoma) Palpasi pembesaran Ginjal ( ginjal polikistik) Murmur abdomen ( hipertensi renovaskular) Murmur precordial ( Koartasio aorta) Tekanan darah femoral yang berkurang dan denyut yang mengurang ( koartasio aorta) Tanda kerusakan organ : Otak : murmur di arteri leher, defek motorik dan sensorik. Kelainan funduskopi. Jantung : tanda pembesaran jantung, irama jantung, gallop, ronki basah, dan udem. Arteri perifer : pulsasi yang hilang, berkurang atau asimetri, ekstremitas dingin dan lesi kulit iskemi. 4. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan rutin meliputi : Gula darah, Kolesterol total, HDL, TGA puasa, asam urat, creatinin serum, Kalium serum, Hemoglobin dan hematokrit, urinalisis, dan elektrokardiogram. Pemeriksaan yang direkomendasikan : Ekokardiografi, USG karotis, C-reactive Protein, Mikroalbuminuria, proteinuria kwantitatif, funduskopi. Pemeriksaan lebih lanjut : Hipertensi komplikasi: pemeriksaan fungsi otak, jantung dan ginjal. Pemeriksaan hipertensi sekunder : pemeriksaan renin, aldosterone, terlambat dan

kortikosteroid, katekolamin, arteriografi, USG ginjal dan adrenal, MRI otak. Terapi Pedoman untuk memulai terapi anti hipertensi berdasarkan dua kriteria yaitu : 1. Total risiko kardiovaskuler 2. Level tekanan sistolik dan diastolik. Rekomendasi terapi WHO/ISH tidak lagi terbatas pada hipertensi stage 1 dan 2 tetapi juga penderita dengan tekanan darah normal tinggi. Bukti- bukti penelitian menunjukkan bahwa penderita dengan tekanan darah < 140/90 dengan riwayat stroke, TIA, jika tidak diterapi memiliki insiden kejadian Kardiovaskular 17% dalam 4 tahun,

dan risiko turun 24%dengan penurunan tekanan darah (PROGRESS Study), demikian juga pada HOPE study terhadap penderita normotensi dengan risiko koroner tinggi. Pemberian terapi pada penderita dengan tekanan darah normal tinggi terbatas pada penderita dengan risiko tinggi sedangkan penderita dengan risiko sedang dan rendah hanya dilakukan pengawasan ketat dan perubahan gaya hidup. Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular. Sebagai contoh, perencanaan diet natrium 1600 mg mempunyai efek yang sama dengan pemberian terapi 1 macam obat. Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi Perkiraan Penurunan Modifikasi Rekomendasi Tekanan darah sistolik - Penurunan BB - Perencanaan pola makan - Diet rendah Natrium Pertahankan BMI 18,5-24,9 Konsumsi kaya buah, sayur dan rendah lemak Diet Natrium tidak lebih dari 2,4 g Na atau 6 g NaCl - Aktivitas Fisik Aktifitas aerobik minimal 30 4-9 mmHg 2-8 mmHg 5-20 mmHg/ 10 kg 8-14 mmHg

menit sehari - Konsumsi alkohol sedang Konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas sehari. 2-4 mmHg

Terapi Farmakologi Bukti-bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dengan obat Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin receptor blockers (ARBs), blocker, calcium chanel blocker dan thiazhide akan mengurangi semua komplikasi hipertensi. Thiazide, berdasarkan hasil beberapa penelitian , merupakan dasar dari terapi hipertensi. Diuretik merupakan terapi hipertensi yang dapat mencegah komplikasi kardiovaskuler yang tak tertandingi. Diuretik dapat meningkatkan efektivitas

antihipertensi dari berbagai jenis obat, dan bermanfaat dalam mencapai target tekanan darah dan lebih baik dari golongan antihipertensi lain. Thiazide seharusnya digunakan sebagai terapi awal bagi sebagian besar pasien hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi dengan obat lain. Target Terapi Target penurunan tekanan darah adalah kurang 140/90mmHg yang dapat menurunkan komplikasi penyakit jantung. Pada penderita hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal maka targetnya adalh kurang dari 130/80mmHg. Pada lanjut usia penurunan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg sulit dicapai. Bila proteinuria <1g/hari maka target tekanan darah adalah 130/85mmHg dan bila > 1g/hari maka targetnya adalah 125/75mmHg. Strategi Terapi Pada kebanyakan pasien, terapi dimulai bertahap, dan target tekanan darah

dicapai dalambeberapa minggu.Untuk mencapai target tekanan darah, tidak jarang diperlukan kombinasi dengan beberapa obat. Pada Hipertensi Stage 1, terpi dimulai dengan monoterapi. Penelitian ALLHAT, yang merekrut stage 1 dan 2 menunjukkan bahwa 60% penderita tetap menggunakan monoterapi. Penelitian HOT pada Hipertensi stage 2 dan 3 menunjukkan hanya 25-40% penderita yang tetap monoterapi. Pada penderita diabetes, kebanyakan penderita memerlukan sekurang-kurangnya 2 obat. Berdasarkan tingkat tekanan darah awal dan ada atau tidaknya komplikasi, tampaknya baik monoterapi maupun kombinasi cukup beralasan. Keuntungan menggunakan monoterapi adalah bila penderita ternyata tidak toleran dengan obat pertama maka dapat segera diketahui dan diganti obat lain. Sedangkan keuntungan terapi kombinasi adalah lebih besar kemungkinan mengontrol tekanan darah dan komplikasi, masing-masing obat dapat diberi dengan dosis kecil sehingga efek samping minimal. Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah : Diuretik dan blocker Diuretik dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonist Calcium antagonist dan diuretik Calcium antagonist dan B Blocker Calcium antagonis dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonis blocker dan blocker Kombinasi lain : obat efek sentral demham ACE inhibitor dan angiotensin receptor antagonist

Hipertensi pada Lanjut Usia16,17,18 Dua pertiga penderita lanjut usia (>65 tahun) menderita hipertensi. Patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensif pada usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada usia yang lebih muda : Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan tekanan darah sistolik tanpa perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan TD sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha kompensasi/adaptasi. Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis. Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga bukan sebagai penyebab hipertensi pada lansia. Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor -adrenergik masih berespons tapi reseptor -adrenergik menurun responsnya. Terjadi disfungsi endotel sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer. Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma. Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi. Terapi pada lanjut usia prinsipnya sama dengan terapi hipertensi golongan usia muda tetapi dengan dosis awal yang lebih rendah.2 Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi lini pertama pada terapi hipertensi sistolik terisolasi adalah diuretik dan Calcium antagonis dihydropyridine. Jenis-jenis hipertensi pada usia lanjut 1. Hipertensi sistolik saja Hipertensi ini terdapat 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia 2. Hipertensi diastolik

Terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun terutama pada pria. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia. 3. Hipertensi sistolik-diastolik Terdapat antara 6-8%% penderita diatas usia 60 tahun lebih banyak pada wanita. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia. Komplikasi Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard, penyakit jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada kerusakan organ. Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini membutuhkan obat antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada beragam hasil percobaan klinis. Penanganan dengan kombinasi obat kemungkinan dibutuhkan. Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan sebelumnya, tolerabilitas obat serta tekanan darah target yang harus dicapai. 16,17

V.

Penatalaksanaan hipertensi16

Modifikasi gaya hidup

Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg) atau (<130/80 mmHg pada pasien DM, penyakit ginjal kronik, 3 faktor risiko atau adanya penyakit) penyerta tertentu) Obat antihipertensi inisial

Dengan indikasi khusus

Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk indikasi khusus tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretik ACEi, BB, CCB)

Hipertensi tingkat I (sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg) Diuretik golongan Tiazide. Dapat dipertimbangkan pemberian ACEi, BB, CCB atau kombinasi)

Hipertensi tingkat II (sistolik 160 mmHg atau diastolik >100 mmHg) Kombinasi dua obat. Biasanya diuretik dengan ACEi atau BB atau CCB

Target tekanan darah tidak terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain. Pertimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis.

2.4 Anemia Normositik Normokromik19,20 Anemia normositik normokromik adalah suatu bentuk anemia dimana hemoglobinisasi sel darah merah normal ( 26-32pg/dl, equivalen dengan 1,61-1,99 fmol/l) dan rata-rata MCV normal ( 77-100 fl), hal tersebut dapat dijelaskan secara luas oleh 3 mekanisme berikut: a. Perdarahan akut dengan sisa cadangan metabolik yang sufficient, b. Peningkatan turnover sel yang mana besi yang dibebaskan segera digunakan, sehingga kondisi hipokromia tidak muncul ( tipikal pada semua anemia hemolitik kecuali thalasemia), c. Supresi produksi sel pada kondisi suplai besi normal ( jenis anemia hipoplastik-aplastik yang disebabkan oleh berbagai hal). Penyebab anemia normositik normokromik dibagi menjadi: a. Peningkatan jumlah retikulosit Perdarahan akut Anemia hemolitik b. Jumlah retikulosit normal atau menurun Anemia penyakit kronik Hipersplenisme Penyakit endokrin Penyakit sumsum tulang primer Mielosupresi terkait penggunaan obat atau alkohol Anemia fisiologis pada kehamilan

Alur diagnosis pada anemia normositik normokromik


Anemia Normokromik Normositer

Retikulosit

Meningkat Tanda hemolisis positif Riwayat perdarahan akut

Normal/Menurun Sumsum Tulang Hipoplastik

Displastik

Infiltrasi

Normal

Tes Coomb (-) Riwayat Keluarga positif (+) Tumor ganas hematologi Limfoma Faal hati,Faal ginjal,faal tiroid,peny akit kronik

AIHA Anemia Aplastik Anemia pada leukimia akut/miel oma Anemia Mieloptisik

Enzimopati Membranopati Hemoglobinopato

Mikroangiopati Obat/Parasit

Anemia pasca perdarahan akut

Anemia pada MDS

Anemia pada GGK,penyakit hati kronik,hipotiroid, peny. kronik

Diagnosis Diferensial Anemia Akibat Penyakit Kronik Anemia Defisiensi Besi Derajat anemia MCV Ringan sampai berat Menurun Anemia Akibat Penyakit Kronik Ringan Menurun/N Trait Thalassemia Anemia Sideroblastik Ringan sampai berat Menurun/N

Ringan Menurun

MCH Besi serum TIBC Saturasi transferin Besi sumsum tulang Protoporfirin eritrosit Feritin serum Elektrofoesis Hb

Menurun Menurun < 30 Meningkat > 360 Menurun < 15 %

Menurun/N Menurun < 50 Menurun < 300

Menurun Normal/ Normal/

Menurun/N Normal/ Normal/ Meningkat > 20 % Positif dgn

Menurun/Normal Meningkat > 10 20 % 20 %

Negatif

Positif

Positif kuat

ring sideroblast

Meningkat Menurun < 20 g/l N

Meningkat Normal 20 200 g/l N

Normal Meningkat > 50 g/l Hb A2 meningkat

Normal Meningkat > 50 g/l N

You might also like