You are on page 1of 121

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id










































ommit to user

DETERMINAN PERMASALAHAN EKONOMI SOSIAL
(STUDI KASUS ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA)





Skripsi
Disusun Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

oleh :
Nama : Fibrianto Adie Nugroho
NIM : F.1106030


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


HALAMAN PERSEMBAHAN

START
SJENAK MLUPAKAN EYD, RUMUS, TEORI, BAHASA APA DAN TATA
BAHASA GIMANA. HALAMAN INI KHUSUS BUAT KITA.THITIK.
TANKS TO:
DEAR GOD, TANKS FOR CHANCE FOR ME, TANKS FOR ANYTHING AND
EVERYTHING....UR MY LORD MY GUIDANCE IN MY LIFE. I BELIEVE YOUR
PLANS PERFECT, BEAUTIFUL AND TO EMBELLISH ME. DEAL and clear,
I believe that.

Tanks for my parents
for supporting until this thesis can be finis.

tanks for my big family.
FULL TEAM

GREAT and TANKS FOR my lecture AM. Soesilo (turnumun BE)

Tanks for all my friend in Sebelas Maret University (EP 2006);
Agus, Anggun, Adith, Aniep, Danang, Francismas, Sidiq, Yoeli,
Yoedi, Yusnanto, Danu, Susan, Pipid, Ermawati, Feni, Fetri, Ayu,
Puji, Widar, Wawan, Nurul, Nisa.
great Incha-INCHI, sTAnd Up bRoO...

Tanks for all my friend ex SMA BATIK 2 SURAKARTA
FROG KoDOx, zein topa, sebtiawan SiMLONK, simo MBAH MO,
GATOD, YUDHIEX SATANIS, BRIAN KETHUL, GOMBLOH, ANDIKA, AGAS,
HARIS Rambak.
brother , uR the real friend, real team

Tanks for: bro wiwIEd, bro Fajar, BRO BEAN.
U STAY AT s.o.s

TanKs for squad: 57060 8844646, 4992 98572, 339473866 232738,
4762 728482, 826426782.
secreet

NB; INI HALAMAM YANG PALING GW SUKA. BEBAS, GK RIBET.
SORY BWT CREW YANG GK KSEBUT . TANKS.

FINISH

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

HALAMAN MOTTO



In The Long Way We Are All Died
(A. Smith)


Berakit- Berakit Kehulu, Berenang-Berenang Kemudian
Bersakit-sakit Dahulu Bersenang-Senang Kemudian
(N.N)


Menggandeng Tangan, Membuka Pikiran, Membetuk
Masa Depan. Seorang Guru Berpengaruh Slamanya dan
Dirinya Tidak Pernah Tau Kapan Berakhirnya
(Henry Adam)


MAU= MAMPU
(Penulis)

Jika Keyakinan Itu Tetap Ada, Maka Impian Itu Akan
Tetap Terjaga. Bawa Slalu Nama Tuhan di dalamnya, maka
Impian Itu Akan Menjadi Nyata
(Penulis)


Logika, Rumus Matematika 1+1 = 2 Biasa
Nyata, Rumusnya Tuhan 1+1 = Lebih Dari 2
Tanya kenapa...???
Jawabnya,Karena Tuhan = 1/0 saja
(Penulis)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

KATA PENGANTAR

Puja serta puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi syarat dalam
pencapaian gelar Sarjana Ekonomi J urusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi.
Namun, seiring dengan berlalunya waktu serta usaha yang tidak kenal lelah, kendala
yang muncul bisa teratasi. Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
memberikan bantuannya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis menghaturkan terima
kasih kepada :
1. Bapak DR AM Soesilo, MSc selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan
masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak
langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas
Ekonomi UNS.
3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua J urusan Ekonomi Pembangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan pelayanan kepada penulis.
5. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan
kepada penulis.
6. Teman-teman Ekonomi Pembangunan Non Reguler ankatan 2006.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung
maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian
ini.
Ibarat pribahasa tiada gading yang tak retak, penulis menyadari betul bahwa
di dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, yang dikarenakan
keterbatasan waktu & pikiran. Semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang
berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Saran serta kritik akan penulis terima,
sebagai bahan evaluasi bagi penulis.

Surakarta, 27 Desember 2010


Penulis



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN J UDUL.. i
ABSTRAK..... ii
HALAMAN PERSETUJ UAN PEMBIMBING.
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJ I...
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN. v
HALAMAN MOTTO. vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI.. viii
DAFTAR TABEL..
DAFTAR GAMBAR.
xi
xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah . 6
C. Tujuan Penelitian.. 6
D. Manfaat Penelitian

BAB II. LANDASAN TEORI
6
A. Pembangunan Ekonomi 8
1. Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi....
2. Kemiskinan Sebagai Penghambat Pembangunan..
2.1 Pengertian dan Penjelasan Keluarga Miskin.
3. Upaya Mengatasi Kemiskinan

8
13
19
26

B. Determinan Permasalahan Ekonomi Sosial Anak J alanan.......
1. Tingkat Pendapatan Orang Tua...
30
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

2. J umlah Saudara Dalam Keluarga
3. Tingkat Pendidikan Orang Tua....
4. Status Pekerjaan Orang Tua...........
30
32
34
C. Kemiskinan Antar Generasi.. 34
D. Pengertian dan Karakteristik Anak J alanan ..... 42
E. Penelitian Terdahulu........
F. Kerangka Teoritis.....................................................................
G. Hipotesis...................................................................................
46
47
48


BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian.. 50
B. J enis dan Sumber Data. 50
C. Populasi Sampel dan Metode Sampling.. 51
D. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Lapangan .......
2. Studi Kepustakaan...
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Dependen..........................................................
2. Variabel Independen
a. Tingkat Pendapatan Orang Tua..............................
b. Saudara Kandung....................................................
c. Tingkat Pendidikan Orang Tua..............................
d. Status Pekerjaan Orang Tua..................................
F. Teknik Pengolahan Data
1. Analisis Deskriptif...............................................
2. Analisis Statistik..............................................................

50
51

52

52
52
52
53

53
53

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

BAB IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian...................................................
1. Kondisi Geografis...............................................................
2. Aspek Eonomi....................................................................
3. Indikator Kependudukan....................................................
a. Komposisi Penduduk..........................................................


68
68
70
72
72
b. Pendidikan....................................................................................
c. Kesehatan.......................................................................................
d. IPM................................................................................................
B. Analisis Deskriptif.
1. Distribusi Tingkat Pendapatan Orang Tua............................
2. Distribusi Jumlah Saudara Kandung.....................................
3. Distribusi Tingkat Pendidikan Orang Tua ............................
4. Distribusi Status Pekerjaan Orang Tua..................................
C. Analisis Statistic............................................................................
a. Model Logit (The Logistic Probability Distribution
Function)....................................................................
b. Uji T (Tes Run WaldWolfowitz)...............................
c. Uji F..........................................................................
d. KoefisienDeterminasi..............................................
D. Uji Ekonometrika (Asumsi Klasik)
1. Uji Multikolinearitas..............................................................
2. Uji Heteroskedastisitas..........................................................
3. Uji Autokorelasi....................................................................
E. Interprestasi Ekonomi...................................................................

74
76
78

81
84
86
89


91
95
96
97

97
98
99
100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user



BAB V. KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan.. 102
B. Saran 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
ii

DETERMINAN PERMASALAHAN EKONOMI SOSIAL
(STUDI KASUS ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA)

ABSTRAK


Fibrianto Adie Nugroho

F1106030



Tujuan dari suatu bangsa adalah menciptakan kemakmuran bagi
masyarakat yang ada dan tinggal di Negara tersebut. Kemakmuran suatu bangsa
tercipta apabila masyarakat memperoleh dan tercukupi kebutuhan baik secara
batiniyah dan lahiriyah. Kemakmuran suatu bangsa tidak hanya dilihat dari aspek
ekonomi, tetapi juga aspek-aspek lain di luar ranah ekonomi. Masyarakat dapat
dikatakan memperoleh kemakmuran jika tercukupi kebutuhan hidup secara
ekonomi dan juga memperoleh keadilan hak yang sama sebagai warga Negara dan
terbebas dari diskriminasi.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perameter
pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua dan status
pekerjaan orang tua terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan di Kota
Surakarta. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan alat analisis dalam
penelitian ini menggunakanan ML Binary Logit. Untuk ketepatan dalam
menganalisi data yang diperoleh dari lapangan di gunakan program SPSS.16 yaitu
untuk pengujian statistik dan asumsi klasik.

Hasil dari penelitian ini pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif
dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas seseorang menjadi anak jalanan.
J umlah saudara kandung mempunyai korelasi positif terhadap probabilitas
seseorang menjadi anak jalanan. Pendidikan orang tua memiliki korelasi negatif
dan secara signifikan mempengaruhi probablitas seseorang menjadi anak jalanan.
Status pekerjaan orang tua memiliki korelasi negatif terhadap tetapi tidak
signifikan mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat tentang penyebab keberadaan anak jalanan. Penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan terhadap pemeritah dan dinas terkait untuk
menanggulangi semakin banyaknya keberadaan anak jalanan di Kota Surakarta.

Key word : permasalahan ekonomi sosial, kemiskinan antar generasi, anak
jalanan.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masa depan suatu bangsa tidak hanya tergantung pada pemimpin yang
berkuasa, namun juga pada kondisi generasi penerus bangsa yang harus
dipersiapakan sejak dini dari semua aspek (fisik, mental, sosial,
intelektualitas). Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat memajukan dan
menciptan keadaan suatu negara ke arah yang lebih baik.
Kemiskinan sepertinya tidak pernah bisa lepas dari kehidupan
manusia. Banyak orang di dunia ini hidup di bawah garis kemiskinan.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung dari 2 hal
yaitu : 1) tingkat pendapatan nasional ratarata dan 2) lebarsempitnya
kesenjangan dari distribusi pendapatan di Negara bersangkutan (Todaro,
2000). Dengan demikian tingkat pendapatan nasional yang rendah dan
lebarnya jurang pendapatan akan semakin memperparah kemiskinan. Ini
terjadi di sebagian besar Negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia.
Secara umum negaranegara miskin di Negara Dunia Ketiga memiliki
karakteristik yang hampir sama. Karakteristik ini digunakan sebagai
komponen dalam menghitung kesejahteraan sosial. Karakteristik ini
diantaranya pengeluaran konsumsi yang relatif kecil, pendidikan rendah,
kondisi kesehatan yang buruk, banyaknya pengangguran, sulitnya akses
terhadap pelayanan umum serta kebutuhan dasar seperti air bersih,
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
2
perumahan dan pakaian (Skoufias, Suryahadi, and Sumarto, 2000). Ini pula
yang terjadi di Indonesia. Untuk memperbaiki keadaankeadaan tersebut
tentu tak semudah membalik telapak tangan dan tentunya memerlukan dana
yang tak sedikit. Oleh karena itulah banyak negara berusaha meningkatkan
pendapatan nasionalnya guna memperbaiki standar hidup masyarakatnya.
Kondisi perekonomian Indonesia mengalami goncangan sejak
terjadinya krisis ekonomi yang diawali dari pelemahan mata uang rupiah
pada pertengahan tahun 1997 kemudian berimbas pada sektor riil terbukti
beberapa industri dan infrastuktur mengalami kebangkrutan dan kemudian
terjadilah krisis multi dimensi yang belum tertangani sampai saat ini.
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan
antarkelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang
berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dus masalah
besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indanesia. Akan tetapi,
sejarah menunjukkan bahwa setelah 10 tahun berlalu pada tahun 1969,
ternyata efek yang dimaksud itu mungkin tidak tepat untuk dikatakan sama
sekali tidak ada, tetapi proses mengalir ke bawahnya sangat lambat.
Akhirnya, sebagai akibat dari stategi tersebut, pada dekade 1980-an hingga
pertengahan dekade 1990-an, sebelum krisis ekonomi, Indonesia memang
menikmati laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto yang
relatif tinggi, tetapi tingkat kesenjangan juga semakin besar dan jumlah
orang miskin tetap banyak. Sebenarnya, menjelang akhir dekade 1970-an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
3
pemerintah sudah mulai menyadari keadan tersebut yang menunjukan
buruknya kualitas pembangunan yang telah dilakukan hingga saat itu. Oleh
karena itu, strategi pembangunan mulai diubah, tidak hanya pertumbuhan
tetapi juga kesejahteraan masyarakat, juga menjadi sasaran utama dari
pembangunan. Perhatian mulai diberikan pada usahausaha untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan
industri industri yang padat karya dan sektor pertanian. Banyak program
yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi (kalau
tidak bisa menghilangkan) jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan
antara kelompok miskin dan kelompok kaya di tanah air, misalnya inpres
desa tertinggal (IDT), pengembangan industri kecil dan rumah tangga,
khususnya di daerah pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi. Krisis
ini yang akhirnya menciptakan suatu resesi ekonomi yang besar dengan
sendirinya memperbesar tingkat kemiskinan dan gap dalam distribusi
pendapatan di tanah air, bahkan menjadi jauh lebih parah dengan kondisi
pada dekade 1980-an.
Masalah kemiskinan di belahan dunia manapun selalu menjadi pusat
perhatian karena kemiskinan jelas memberikan dampak yang buruk bagi
kelangsungan hidup masyarakat. Kemiskinan menyebabkan kehidupan
masyarakat tidak dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia seperti
pendidikan dan keterampilan, sehingga mereka tidak mampu mendapatkan
pekerjaan yang layak dan imbasnya adalah ketidak mampuan untuk
mencukupi kebutuhan hidup di tingkat subsistem sekalipun. Kemiskinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
4
merupakan gambaran rendahnya kualitas manusia dan masyarakat yang
menderita. Penduduk miskin adalah penduduk yang pendapatanya lebih
kecil dari kebutuhan yang diperlukan untuk hidup minimum (subsistem).
J umlah penduduk miskin di Indonesia khususnya J awa Tengah tergolong
cukup besar, meskipun beberapa tahun telah terjadi penurunan. Pada tahun
1999 garis kemiskinan adalah Rp 76.579,00 penduduk miskin sebanyak
8.755.400 orang, presentasi penduduk miskin pada tahun tersebut adalah
23,06% dan pada tahun 2003 batas kemiskinan disesuaikan lagi menjadi Rp
119.403 dan jumlah penduduk yang miskin menjadi 6.979.800 orang dengan
presentase penduduk miskin pada tahun tersebut sebesar 21,78% (BPS J awa
Tengah 2004:190).
Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia dan ditambah lagi ledakan
jumlah penduduk mengakibatkan persaingan dalam memperoleh pekerjaan
semakin ketat terutama pada sektor pekerjaan formal akibatnya hanya
mereka yang mempunyai nilai tambah dan potensi sejalan yang lebih mudah
mendapatkan pekerjaan. Pada kenyataan sektor formal tidak dapat
menampung jumlah pencari kerja yang semakin meningkat seiring
peningkatan jumlah penduduk. Kondisi yang demikian terkadang memaksa
seseorang mencari jalan pintas karena keterbatasanya, tidak jarang rela
mendapat upah yang tidak sesuai demi tetap memperoleh suatu pekerjaan
dan terkadang juga menghalalkan sagala cara meskipun beresiko.
Fenomena merebaknya gepeng dan prostitusi merupakan persoalan
sosial yang komplek. Hidup menjadi pengamen, pengemis, gelandangan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
5
PSK memang bukan impian dari semua orang, mungkin kerasnya hidup,
keterbatasan, minimnya perhatiaan dari pihak lain memaksa mereka untuk
menjalani kehidupan yang keras dan penuh ketidak pastian. Fenomena ini
tentunya akan menimbulkan efek negatif bagi individu, masyarakat dan
suatu bangsa. Apabila hal ini tidak segera ditangani sudah pasti akan
merusak citra bangsa dan menciptakan mental dan karakter bangsa karena
masih banyak warga negara yang harus hidup menjadi pengemis, pengamen,
hidup menjadi gelandangan dan memaksa seseorang untuk menjual
kehormatan, sehingga tidak sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi
bangsa yang termuat pada sila ke 2 yang berbunyi kemanusiaan yang adil
dan beradab, Pancasila sila ke 4 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia) dan UUD 45 yang termuat dalam pasal 34 (fakir miskin dan
anak- anak terlantar dipelihara oleh negara).
Maka, berdasar pada latar belakan diatas penulis mengambil judul
penelitian:Determinan Permasalahan Ekonomi Sosial (Studi Kasus
Anak Jalanan di Kota Surakarta).

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di atas maka, dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apakah variabel jumlah saudara kandung, pendapatan orang tua, status
pekerjaan orang tua, dan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
probabilitas seseorang menjadi anak jalanan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
6
2. Variabel apa yang paling dominan mempengaruhi probabilitas seseorang
menjadi anak jalanan?

C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis:
1. Untuk mengetahui apakah variabel pendapatan orang tua, jumlah
saudara kandung, pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua
dapat mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut
terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan.

D. Manfaat penelitian
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat meberikan manfaat
dan kontribusi sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran
kepada Pemerintah Kota Surakarta dalam mengambil atau penerapan
kebijakan khususnya di sektor ekonomi sosial.
2. Memberikan masukan bagi para peneliti berikutnya mengenai
permasalahan ekonomi sosial.
3. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang keberadaan pengamen
jalanan dan vaktor-vaktor penyebabnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
7
BAB II
Landasan Teori

A. Pembangunan Ekonomi
1. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Paham pertumbuhan ekonomi dan paham pembangunan ekonomi
memiliki perbedaan yang jelas, masing-masing pengertian mengandung
makna yang berbeda satu dengan yang lainya. Pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan
ekonomi masyarakat. Pertumbuhan menyangkut perkembangan
berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan
pendapatan. Dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses
produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan
sejumlah sarana produk tertentu. Dalam hubungan ini ditunjukan
hubungan perimbangan kuantitatif antara sejumlah sarana di satu pihak
dengan hasil seluruh produksi disatu pihak dengan hasil seluruh
produksi di pihak lain (Djoyohadikusumo 1994 : 1).
Sedangkan pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih
luas. Peningkatan produksi memang merupakan salah satu ciri pokok
dalam proses pembangunan. Dalam hal itu selain dari segi peningkatan
produksi secara kuantitatif, proses pembangunan mencakup perubahan
pada komposisi produksi, perubahan pada pola pembangunan (alokasi)
sumberdaya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi,
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
8
perubahan pada pembagian (distribusi) kekayaan dan pendapatan antara
berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan kerangka kelembagaan
dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh (Djoyohadikusumo
1994 : 2-3).
Terwujudnya pembangunan ekonomi pada dasarnya tidak hanya
bertumpu pada aspek ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
proses yang tidak hanya mempengaruhi hubungan ekonomi tetapi
keseluruhan tatanan sosial dan budaya masyarakat (Hoselitz : 1999).
Aspek sosial budaya juga diperlukan dalam mewujudkan terciptanya
suatu kondisi terwujudnya pembangunan ekonomi, wawasan sosio-
budaya masyarakat haruslah diubah jikalau pembangunan diharapkan
dapat berjalan. Manakala terdapat hambatan sosial yang menghalangi
kemajuan ekonomi, hambatan tersebut harus disingkirkan atau
disesuaikan. Organisasi sosial seperti keluarga barsama, sistem kasta
warna kulit, dogma agama harus di modifikasi sehingga selaras dengan
pembangunan (J ingan : 70).
Menurut (Finer dalam Todaro: 26), dalam momentum
pertumbuhan Perekonomian diperlukan partisipasi dari masyarakat dan
juga dorongan pemerintah, tanpa pemerintahan yang stabil, perdamaian
dan ketentraman, kebijaksanaan publik akan selalu berubah-ubah.
Rencana ekonomi akan mengalami kemunduran, dan pembangunan akan
berantakan sehingga diperlukan perlengkapan administratif yang baik
dan efisien. Pembangunan ekonomi memerlukan hukum dan peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
9
perundang-undangan yang berfungsi sebagai pedoman dan memberikan
kepastian tentang keuntungan yang sepadan dengan usaha dan
pengorbanan seperti yang dijanjikan oleh program pembangunan
ekonomi.
Pembagunan ekonomi merupakan suatu tujuan dalam ekonomi
untuk menciptakan suatu keadaan masyarakat yang terjamin pada
kehidupanya, terbebas dari ketakutan dalam menjalani hidupnya. Dalam
terwujudnya pembangunan terdapat tiga inti pembangunan menurud
ketiga inti tersebut itu adalah (Goulet dalam Todaro dan Stephen, 2008 :
26-29) :
a. Kecukupan (sutenence) :Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Dasar
Kecukupan merupakan kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar meliputi pangan,
sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Fungsi dasar dari semua
kegiatan ekonomi, pada hakikatnya, adalah menyediakan sebanyak
mungkin masyarakat yang dilengkapi perangkat dan bekal
menghindari kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan
oleh keadaan kekurangan.
b. Harga Diri (self-esteem):Menjadi Manusia Seutuhnya
Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba
baik adalah adaya dorongan diri sendiri untuk maju, untuk
menghargai diri sendiri, untuk merasa pantas dan layak melakukan
mewujudkan sesuatu yang diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
10
c. Kebebasan Dari Sikap Menghamba: Kemampuan Memilih
Kebebasan meliputi kemampuan individu atau masyarakat
untuk memilih. Kebebasan terwujud dalam memperoleh rasa
aman, persamaan hak dalam memperoleh penghidupan, kebebasan
memperoleh pendidikan, kesehatan, rasa aman. Dengan rasa
kebebasan individu atau pun masyarakat akan lebih obtimal
menggali potensi yang ada pada diri dan potensi yang dimiliki
suatu bangsa. Buah terbesar dari pembangunan ekonomi bukanlah
kekayaan menambah kebahagiaan, melainkan menambah pilihan.

2. Kemiskinan Sebagai Penghambat Pembangunan
Negara yang maju dan makmur adalah negara yang mampu
memakmurkan masyarakatnya dan memajukan kehidupan
masyarakatnya dalam berbagai aspek kehidupan. Secara logika keadaan
perekonomian masyarakat akan berdampak pada baik dan buruknya
tingkat kehidupan masyarakat itu sendiri. Apabila suatu masyarakat
dalam kondisi perekonomian maju dan terkendali, maka secara logika
masyarakat dalam kondisi demikian akan memiliki tingkat kehidupan
yang layak dan lebih baik dibandingkan dengan suatu masyarakat yang
memiliki tingkat perekonomian yang rendah.
Tingkat kemiskinan merupakan indikator tingkat keberhasilan
suatu wilayah ataupun suatu negara dalam menciptakan suatu
pertumbuhan ekonomi. Tingkat kemiskinan yang tinggi dan cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
11
meningkat dari waktu-kewaktu menggambarkan suatu negara atau
wilayah tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah atau
negatif dan pada sebalikya apabila dalam suatu negara atau wilayah
memiliki tingkat kemiskinan yang rendah dan cenderung mengalami
penurunan dari waktu-kewaktu maka dapat dikatakan negara atau
wilayah tersebut memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif.
Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang berkaitan
dengan keterbelakangan ekonomi. Istilah kemiskinan muncul ketika
seorang atau kelompok orang tidak mampu menyukupi tingkat
kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal
standar hidup tertentu. Di negara berkembang kemiskinan biasanya
dihubungkan dengan masalah kemakmuran (walfare economic) yang
menguak pada konsumsi barang dan jasa (Kuncoro 2003 : 103)
Pembangunan ekonomi bukan saja berarti perubahan dalam
stuktur ekonomi suatu negara yang menyebabkan peranan sektor
pertanian menurun dan kegiatan industri meningkat. Di samping
perubahan seperti itu pembangunan ekonomi berarti pula suatu proses
menyebabkan antara lain: (i) perubahan orientasi kegiatan ekonomi,
politik dan sosial yang pada mulanya mengarah ke dalam suatu daerah
menjadi beriorentasi ke luar; (ii) perubahan pandangan masyarakat
mengenai anak dalam keluarga; (iii) perubahan dalam kegiatan
penanaman modal yang tidak produktif, seperti membeli rumah, emas
dan sebagianya menjadi penanaman modal yang produktif; (iv)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
12
perubahan dalam pandangan masyarakat yang pada mulanya
berkeyakinan bahwa kehidupan manusia ditentukan alam sekitarnya dan
selanjutnya berpandangan bahwa manusia harus memanipulasi keadaan
alam sekitarnya untuk menciptakan kemajuan (Rostow dalam Sukirno,
1985:102).
(Sharp 1996 dalam Kuncoro 1997: 107) mengidentifikasi
penyebab kemiskinan di pandang dari sisi ekonomi:
a. Kemiskinan muncul karena karena ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang.
b. kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya
alam.
c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal, ketiga
penyebab kemiskinan berawal pada teori lingkaran setan kemiskinan
(vercious circle of poverty).
Menurud (Nurkse dalam Sukirno: 217), lingkaran perangkap
kemiskinan, atau dengan singkat lingkaran setan kemiskinan, adalah
suatu rangkaian kekuatan-kekuatan yang saling mempengaruhi satu
sama lain secara demikian rupa, sehingga menimbulkan keadaan di
mana suatu negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak
kesukaran untuk mencapai pembangunan lebih tinggi. Pada hakekatnya
kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
13
masa lalu tetapi juga menimbulkan hambatan kepada pembangunan di
masa datang , A country is poor becaus s it poor.
Senada dengan pendapat Nurkse, (Meir dan Baldwin dalam
Sukirno: 219), lingkaran perangkap kemiskinan timbul dari hubungan
saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat terbelakang dan
tradisional dengan kekayaan alam yang belum dikembangkan. Di negara
berkembang kekayaan alam belum sepenuhnya dikelola dan
dikembangkan secara maximal karena tingkat pendidikan masyarakat
masih relatif rendah, karena kurangnya tenaga ahli, dan dikarenakan
terbatasnya mobilitas dari sumber daya manusia. Di berbagai negara
menunjukan bahwa semakin kurang berkembang keadaan sosial dan
ekonomi suatu negara semakin sedikit pula jumlah sumber daya dan
kekayaan yang dimiliki dapat dikembangkan dan dapat dimanfaatkan.
Ketiga lingkaran perangkap kemiskinan di atas dapat digambarkan
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
14

Gambar 2.1
Kemiskinan antar generasi
Sumber: Sadono Sukirno

Dari gambar diatas diartikan teori perangkap kemiskinan
berpendapat bahwa: (i) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan
yang cukup, (ii) kurangnya perangsang untuk penanaman modal, (iii)
taraf pendidikan, pengetahuan, dan kemahiran masyarakat yang relatif
rendah, merupakan tiga faktor utama penghambat terciptanya
pembentukan modal dan perkembangan ekonomi ke masa yang akan
datang.
Kemiskinan juga dapat dilihat dari faktor sosial-psikologis,
menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang
mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan
Kekayaan alam kurang dikembangkan

(3)
Masyarakat masih terbelakang

(1)

Kekurangan modal



Pembentukan modal rendah produktifitas rendah





Pembentukan rendah pendapatan riil rendah

(2)
Tabungan rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
15
produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai
kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat
yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor
penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal.
Faktor internal datang dari dalam diri seseorang itu sendiri sehingga
kemiskinan itu terjadi, seperti rendahnya pendidikan atau adanya
hambatan budaya.
Teori kemiskinan budaya (cultural poverty) dikemukakan
Oscar Lewis dalam artikel Edi Suharto, menyatakan bahwa kemiskinan
dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang
dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada
nasib, kurang memiliki etos kerja. Faktor eksternal datang dari luar
kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-
peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam
memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali
diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini,
kemiskinan terjadi bukan dikarenakan ketidakmauan si miskin untuk
bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan
struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang
memungkinkan si miskin dapat bekerja.
J ika kemiskinan didefinisikan sebagai keadaan kekurangan uang
atau keterbatasan sumber daya sebagai definisi paling umum maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
16
keberhasilan/kesejahteraan secara umum pula dapat didefinisikan
sebagai keadaan kecukupan bahkan lebih atas uang atau sumber daya.
Definisi serta pengukuran kemiskinan dan keberhasilan/kesejahteraan
diatas dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Keluarga Kaya
a. Bappenas (2004) mendefinisikan kesejahteraan/keberhasilan
apabila masyarakat, laki-laki dan perempuan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat secara umum antara
lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam
dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman
tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sosial-politik.
b. Bank Dunia mendefinisikan kesejahteraan melalui Garis
kemiskinan. Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia
adalah sebesar $US2 per kapita per hari (Suharto dalam
Rusmana, 2005), setelah dikonversi ke dalam rupiah (kurs:Rp
9.423,00/US$) maka jumlah ini menjadi sekitar Rp 18.800,00
per kapita per hari atau Rp 564.000,00 per bulan. Maka
seseorang dapat dikatakan sejahtera jika pendapatannya
melebihi Rp 564.000,00 per bulan, atau minimal sama.
c. Amartya Sen (dalam Nugroho, 2006) mendefinisikan bahwa
seseorang yang sejahtera maka ia tidak akan mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
17
kelaparan, atau kehinaan sosial serta dapat membesarkan dan
mendidik anak-anaknya.
d. BPS mengukur kemiskinan berdasarkan tingkat konsumsi
penduduk terhadap kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan
makanan dan non makanan (damandiri.or.id, dalam Wurie
2006). Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pengukuran
tersebut menghasilkan Garis Kemiskinan yang membatasi
seseorang miskin atau tidak dimana angka ini berubah dari
waktu ke waktu mengikuti perkembangan harga. Publikasi
terakhir BPS mendasarkan bahwa Garis Kemiskinan tahun
2004 adalah Rp.154.749,00.
e. Sajogyo mendefinisikan orang miskin dengan indikator beras
yang dibedakan atas daerah perkotaan dan pedesaan, maka
definisi kesejahteraan di daerah perkotaan adalah jika sebuah
keluarga dapat mengkonsumsi beras sebanyak >480 kg/tahun,
sementara di pedesaan keluarga dikatakan sejahtera bila
mampu mengkonsumsi beras sebanyak > 320 kg/tahun
(damandiri.or.id, 2006).
f. BKKBN sejak tahun 1994 menggunakan indikator
kesejahteraan untuk menggambarkan kondisi masyarakat dan
mengelompokkannya dalam tingkat kesejahteraan tertentu.
Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera dikelompokkan dalam
kelompok miskin, sementara keluarga sejahtera adalah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
18
memenuhi indikator kategori sebagai berikut (damandiri.or.id,
2006):
1) Sejahtera II, memiliki indikator telah dapat rnemenuhi
kebutuhan sosial psikologisnya, namun belum mampu
memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti
kebutuhan menabung dan memperoleh informasi.
2) Sejahtera III, indikatornya adalah yang telah mampu
memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan keluarga, tetapi belum dapat secara teratur
dan aktif memberikan sumbangan materi dan melakukan
kegiatan kemasyarakatan.
3) Sejahtera III Plus, memiliki indikator dapat memenuhi
seluruh kebutuhan, yakni dari kebutuhan dasar sampai
kebutuhan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
kemasyarakatan.
2. Keluarga Miskin
Kemiskinan bukanlah kata yang asing bagi masyarakat saat
ini karena kemiskinan tidak hanya dapat dirasakan namun juga
dapat dilihat dengan jelas. Seseorang dapat melihat dengan jelas
apa dan bagaimana miskin itu. Oleh sebab itu kemiskinan dapat
didefinisikan dalam berbagai kalimat yang berbeda namun
seragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
19
kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya
kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang
menyangkut aspek sosial dan moral. Sahdan (2005) menyatakan,
bahwa dalam aspek sosial kemiskinan berkaitan erat dengan sikap,
budaya hidup dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Selain itu
kemiskinan juga dapat merupakan suatu ketidakberdayaan
sekelompok masyarakat terhadap sistem pemerintahan sehingga
mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi
(kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika orang
berbicara mengenai masalah kemiskinan, yang dimaksud adalah
kemiskinan material. Dalam pengertian ini, maka seseorang masuk
dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar
minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Hal ini
sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh Kuncoro (2000)
bahwa kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan
seseorang atau sekelompok orang untuk mencukupi kebutuhan
minimum standar hidup tertentu. Ini yang sering disebut dengan
kemiskinan konsumsi.
Beberapa definisi lain dari konsep kemiskinan ini adalah
sebagai berikut:
a. Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi
dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan
perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
20
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat secara umum antara
lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam
dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman
tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk
mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini,
BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara
lain (J oseph F. Stepanek, (ed) dalam Sahdan, 2005):
1) pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach),
kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of
capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan,
sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan,
penyediaan air bersih dan sanitasi.
2) pendekatan pendapatan (income approach), kemiskinan
disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset, dan alat-alat
produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau
perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi
pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini,
menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di
dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
21
3) pendekatan kemampuan dasar (human capability
approach), menilai kemiskinan sebagai keterbatasan
kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan
menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam
masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan
tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam
pengambilan keputusan.
4) pendekatan objective and subjective, sering juga disebut
sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach)
menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus
dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif
menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan
orang miskin sendiri.
b. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan memperoleh standar hidup yang normal
(Mikkelsen dalam Nugroho, 2006).
c. Amartya Sen mendefinisikan kemiskinan adalah suatu keadaan
kelaparan dan ketidakmampuan untuk menghadapi kehinaan
sosial, membesarkan anak dan mendidiknya (Mikkelsen dalam
Nugroho, 2006).
d. BPS (1994) mendefinisikan kemiskinan adalah kondisi dimana
seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang
dari 2.100 kalori per kapita per hari (Papilaya, 2004). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
22
dikombinasikan dengan kebutuhan non makanan yang berupa
kecukupan sandang, papan, pendidikan, kesehatan, yang
didasarkan atas sejumlah komoditas dengan ukuran tertentu.
Gambaran komoditas tersebut dipaparkan dalam Modul
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yaitu survei
konsumsi dan belanja rumah tangga tiap propinsi untuk
menggambarkan tingkat nasional. Pengukuran BPS ini
menghasilkan apa yang disebut Garis Kemiskinan (GK),
sebagai batas seseorang miskin atau tidak. Garis kemiskinan
yang telah ditetapkan BPS dari tahun ke tahun mengalami
perubahan.
Untuk tahun l976, misalnya, indikator ini
menghasilkan patokan GK sebesar Rp 4.522 per orang per
buian untuk perkotaan dan Rp 2.849 per orang per bulan untuk
pedesaan. Tapi, 20 tahun kemudian, pada 1996, karena
meningkatnya harga berbagai komoditas, maka angka GK telah
berubah menjadi Rp 38.246 untuk perkotaan dan Rp 27.413
untuk pedesaan (damandiri.or.id, 2006).
Pada tahun 2003 menurut Indonesian Nutrition
Network (INN) (dalam Rusmana, 2005) GK adalah Rp. 96.956
untuk perkotaan dan Rp. 72.780 untuk pedesaan. Kemudian
Menteri Sosial menyebutkan berdasarkan indikator BPS garis
kemiskinan yang diterapkannya adalah keluarga yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
23
penghasilan di bawah Rp. 150.000 per bulan. Bahkan
Bappenas yang juga mendasarkan pada indikator BPS tahun
2005 menetapkan batas kemiskinan keluarga adalah yang
memiliki penghasilan di bawah Rp. 180.000 per bulan.
Berdasarkan kesamaan indikator tersebut maka BPS dan
Bappenas dapat dikatakan mempunyai kesamaan dalam
penetapan Garis Kemiskinan tahun 2005.
e. Sajogyo menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per
kapita sebagai indikator kemiskinan dan dibedakan antara desa
dengan kota. Indikator tersebut adalah sebagai berikut ;
1) Pedesaan
a) <320 kg/tahun miskin
b) <240 kg/tahun sangat miskin
c) <180 kg/tahun melarat
2) Perkotaan
a) <480 kg/tahun miskin
b) <270 kg/tahun melarat
c) <360 kg/tahun sangat miskin
f. BKKBN sejak tahun 1994 menggunakan indikator
kesejahteraan untuk menggambarkan kondisi masyarakat dan
mengelompokkannya dalam tingkat kesejahteraan tertentu.
BKKBN membuat tingkat kesejahteraan dalam 5 kategori
sebagai berikut. Berikut ini adalah kategori beserta
indikatornya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
24
1) Prasejahtera, dengan indikator tidak mampu memenuhi
kebutuhan standar minimal yaitu ibadah agama, pangan,
sandang, papan dan kesehatan.
2) Sejahtera I, memiliki indikator dapat memenuhi kebutuhan
dasar tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya, yakni pendidikan, keluarga berencana,
interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan
tempat tinggal dan transportasi.
3) Sejahtera II, memiliki indikator telah dapat rnemenuhi
kebutuhan sosial psikologisnya, namun belum mampu
memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan
menabung dan memperoleh informasi.
4) Sejahtera III, indikatornya adalah yang telah mampu
memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan keluarga, tetapi belum dapat secara teratur
dan aktif memberikan sumbangan materi dan melakukan
kegiatan kemasyarakatan.
5) Sejahtera III Plus, memiliki indikator dapat memenuhi
seluruh kebutuhan, yakni dari kebutuhan dasar sampai
kebutuhan untuk berpartispasi dalam aktivitas
kemasyarakatan.
Dewasa ini muncul fenomena kemiskinan kronis, dimana
kemiskinan yang terjadi bersifat lebih komplek bahkan melibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
25
lebih dari satu generasi (kemiskinan antar generasi akan
dibicarakan pada bagian lain). Clark dan Hulme (dalam Hulme dan
McKay, 2005) mengemukakan bahwa perspektif kemiskinan telah
lebih berkembang sekarang ini dengan pengertian yang lebih
meluas dari sekedar multidimensional alamiah kemiskinan, penting
untuk mengingat kedalaman dan kepelikan dari kemiskinan
tersebut karena terdapat perkembangan yang lambat dalam
mengenali dan merespon kemiskinan persisten dari waktu ke
waktu. Hulme dan McKay (2005), menyatakan bahwa diperlukan
perspektif multidimensi dan multidisipliner yang lebih luas untuk
memahami kemiskinan kronis karena terdapat banyak kasus
didalamnya dibandingkan kemiskinan secara umum.
3. Upaya Mengatasi Kemisknan
Menurut Hadiwiguno (2009), kemiskinan adalah masalah
yang kronis dan kompleks. Dalam menanggulangi kemiskinan
permasalahan yang dihadapi bukan hanya terbatas pada hal-hal
yang menyangkut pemahaman sebab-akibat timbulnya kemiskinan,
melainkan juga melibatkan preferensi, nilai, dan politik. Kemudian
menurut Nurhadi, dijelaskan bahwa untuk menanggulangi
kemiskinan dapat dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan peningkatan pendapatan.
b) Pendekatan pengurangan beban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
26
Kedua pendekatan tersebut ditopang oleh empat pilar utama,
yaitu :
a) Penciptaan kesempatan
b) Pemberdayaan masyarakat
c) Peningkatan kemampuan
d) Perlindungan sosial
Dalam mengatasi kemiskinan (Masyukur Wiratno 1992: 7 ;
M.L J ingan 1996: 53-71 dalam Vicha 2006), mengemukakan
bahwa mengatasi masalah kemiskinan dalam pembangunan atau
sebagai persyaratan dasar dalam pembangunan ekonomi
diperlukan upaya seperti:
a. Atas Dasar Kekuatan Sendiri
Proses pertumbuhan harus bertumpu pada
kemampuan perekonomian dalam negeri. Hasrat untuk
memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan
kemajuan meteri harus muncul dari warga itu sendiri.
Pembangunan harus diprakarsai oleh negara dan tidak dapat
di cangkok dari luar, karena kekuatan dari luar hanya
membantu dan tidak mengganti kekuatan nasional.
Masyarakat dalam suatu negara seharusnya dapat
menggunakan sumber-sumber alam yang ada di dalam negeri
ini secara produktif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
27
b. Menghilangkan Ketidak Sempurnaan Pasar
Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan immobilitas
faktor dan menghambat ekspansi sektoral pembangunan.
Untuk menghapus hal ini, lembaga sosio-ekonomi yang harus
diperbaiki atau diganti dengan yang lebih baik. Fasilitas
kredit yang mudah dan murah harus di sediakan bagi para
petani, pedagang kecil dan usahawan. Pengetahuan,
kesempatan, pasar dan teknik produksi harus di tingkatkan,
sehingga diharapkan produksi akan maksimun dan
penggunaan secara efisien sumber-sumber yang ada. Usaha
menghilangkan ketidaksempurnaan pasar dapat
meningkatkan produksi, sehingga diperlukan suatu
perubahan struktural.
c. Perubahan Struktural
Di Negara miskin kebanyakan penduduknya tidak
terlatih, tidak terdidik, buta huruf dan secara sosial
terbelakang. Oleh karena itu, penting pula mendatangkan
teknologi dari negara maju yang sesuai dengan tatanan sosio
ekonomi. Perubahan struktural merupakan peralihan dari
masyarakat pertanian tradisional menjadi ekonomi industri
modern yang mencakup peralihan lembaga, sikap sosial, dan
motifasi secara radikal. Perubahan-perubahan struktural ini
mengakibatkan kesempatan kerja semakin luas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
28
produktifitas buruh semakin meningkat, pendayagunaan
sumber-sumber baru serta perbaikan teknologi semakin
tinggi.
d. Kriteria Investasi yang Tepat
Negara terbelakang tidak hanya menentukan besarnya
tingkat investasi tetapi juga komposisi investasi tersebut.
Negara bertanggung jawab untuk melakukan investasi yang
paling menguntungkan masyarakat. Pola obtimum investasi
sebagian besar tergantung iklim investasi yang tersedia dan
produktifitas marginal sosial dari berbagai jenis investasi.
Dalam hal ini investasi harus dapat memperbaiki distribusi
pendapatan, memenuhi kebutuhan dasar.
e. Sosio Budaya
Kesejahteraan ekonomi merupakan bagian dari
kesejahteraan sosial pada umumnya. Kenaikan pendapatan
nasional tidak membawa kenaikan kesejahteraan sosial jika
kenaikan pendapatan itu tidak disertai penyesuain budaya
yang ada.
f. Administratif
Administrasi suatu negara yang baik akan
mendukung rencana pembangunan. Dalam hal ini sebuah
pemerintahan kuat tidak korup dan mampu menegakan
hukum dan ketertiban negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
29
B. Determinan Permasalahan Ekonomi Sosial Anak Jalanan
1. Tingkat Pendapatan Orang Tua
Orang tua yang tidak mampu tentu adalah alasan yang masuk
akal untuk seseorang tidak memiliki pendidikan yang memadai.
Awalnya penghasilan orang tua rendah dan semakin rendah pada suatu
waktu tertentu. Dengan demikian orang tua tersebut tidak mampu
menginvestasikan pendapatannya untuk pendidikan anak-anaknya
(Beams dalam Nugroho, 2006; Corcoran dan Chaudry, 1997). Dengan
pendapatan yang rendah, maka sangat memungkinkan seorang anak dari
keluarga miskin menjalani kehidupan yang tidak layak karena
keterbatasan dalam memperoleh kehidupan yang lebih baik.
2. J umlah Saudara Dalam Keluarga (Berdasar Teori Demografi)
Di negara berkembang pertumbuhan penduduk yang sangat
besar dan tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi justru akan
menimbulkan permasalahan. Berdasar teori demografi Thomas Robert
Maltus dalam buku The Principal of As It Affects Future Improfment of
Society, kematian sebagai bentuk paksaan alam guna mencapai
keseimbangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan sumber daya.
Teori ini menerangkan bahwa akan selalu tejadi keseimbangan antara
jumlah penduduk dan jumlah sumber kehidupan karena, dalam
pandangan Malthus jumlah dan tingkat hidup penduduk langsung
berkaitan erat dengan sumber kehidupan manusia (Djoyohadikusumo
1991: 50).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
30
Terdapat jarak yang cukup dekat antara variabel demografis
dengan kondisi kemiskinan sebuah keluarga. Demografis yang
dimaksudkan di sini antara lain: (i) J umlah Anggota keluarga (Bhalotra
dan Heady, 2003), (ii) Hasrat Mempunyai anak/birth order.(iii) Tingkat
ketergantungan/dependency ratio (Basu dan Tzanatos, 2003). (iv)
J umlah penduduk yang bekerja. (v) Tingkat mobilitas penduduk dan
sebagainya. Dikatakan cukup dekat karena kondisi demografis secara
tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kemakmuran sebuah
keluarga. Misalnya tingginya jumlah anggota keluarga dan hasrat
mempunyai anak akan semakin meningkatkan beban ketergantungan.
Beban ketergantungan yang tinggi dapat ditafsirkan pengeluaran yang
semakin besar. Dengan asumsi jumlah penduduk yang bekerja tidak
berubah, kondisi tersebut akan menyebabkan peluang keluarga menjadi
miskin lebih besar (Sutyastri dan Prijono, 2002; Alice Fabre And
Emmanuel Augeraud-Veron, 2004).
Michael Sadler (Lle Wellyin-J ones, 1974: 53), menyatakan
bahwa fecunditas (kemampuan memiliki anak) sama dengan ratio
inverse dari kondisi jumlah penduduk yang jarang dan sedikit akan
membantu manusia meningkatkan peradapan. J umlah penduduk yang
kecil akan membuat lapangan pekerjaan yang tersedia terdistribusikan
dengan baik dan hal ini akan semakin memberi kesempatan manusia
meningkatkan kemampuan intelektualnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
31
3. Tingkat Pendidikan Orang Tua (Berdasar Teori Model Politik Ekonomi)
Sesuai dengan UUD 1945, rakyat Indonesia tidak lagi
terstruktur dalam kelas yang didasarkan pada sistem feodal atau borjuasi
(setidaknya dalam teori/termaktub dalam undang-undang, walaupun
pada kenyataannya tidak demikian). Sistem pendidikan nasional yang
dirumuskan pemerintah masih cenderung menciptakan ketimpangan
struktur masyarakat seperti yang terlihat dalam praktik pendidikan
masyarakat kolonial. Melucuti kemapanan sekolah akan mempertajam
ketimpangan masyarakat. Sebagian besar porsi pendidikan terutama
pendidikan bermutu hanya dapat diakses oleh kalangan the have. Dalam
kenyataan yang demikian maka kecil harapan bagi rakyat miskin untuk
dapat mengakses pendidikan, apalagi pendidikan bermutu. Mereka akan
tetap bergulat dalam kemelaratan pendapat ini dikemukakan Ivan Illich
(2009).
Seseorang yang berpendidikan tinggi tentu akan memperoleh
ilmu pengetahuan dan keterampilan dari pendidikannya tersebut.
Dengan demikian ia akan dapat bekerja dan memberikan kontribusi pada
perusahaan yang dapat memberinya penghasilan tinggi, seandainya ia
tidak memiliki jiwa wirausaha. Penghasilan yang tinggi tentu dapat
membantu seseorang untuk lepas dari kondisi kemiskinan dan
kekurangan. Sebaliknya pengetahuan dan keterampilan yang
terbatas/kurang hanya dapat membuat seseorang memperoleh
penghasilan yang rendah (Becker; Weaver dan J amasy dalam Nugroho,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
32
2006). Pendapat lain mengenai pengaruh pendidikan adalah studi
mengenai kemiskinan persisten di Rusia tahun 1994-2001 oleh
Kalugina; Montmarqutte dan Sofer (2004). Mereka menemukan bahwa
semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga maka probabilitas
rumah tangga tersebut menjadi miskin akan semakin kecil. Mereka juga
menemukan bahwa pendidikan yang dicapai pasangan pun turut andil
dalam keberhasilan ekonomi seseorang serta memberikan efek yang
sama terhadap kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan. Misal
keberhasilan seorang suami turut dipengaruhi oleh pendidikan istrinya,
begitu pula sebaliknya dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap
kesejahteraan rumah tangga.
Tingkat pendidikan ini pun tidak terbatas pada pendidikan
individu yang bersangkutan namun pendidikan orang tua pun turut andil
dalam mempengaruhi pendidikan anaknya yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap keberhasilan ekonomi anak tersebut di masa
depan. Sebagai contoh orang tua yang berpengetahuan luas tentu akan
mendorong anak-anaknya untuk bersekolah sehingga mendapatkan
pendidikan yang memadai yang akan berguna untuk masa depannya.
Sebuah bukti yang dipublikasikan oleh BPS pun menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang rendah sangat
mempengaruhi indeks kemiskinan (dalam hal ini untuk konteks
kemiskinan desa). Penelitian BPS menghasilkan bahwa 72,01% dari
rumah tangga miskin di pedesaan dipimpin kepala rumah tangga yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
33
tidak tamat SD, dan 24,32% dipimpin kepala rumah tangga yang
berpendidikan SD (Sahdan dalam Wurie, 2006).
4. Status Pekerjaan Orang Tua
J enis pekerjaan orang tua turut menentukan keberhasilan
seorang anak. Hal ini dikemukakan Corcoran dan Chaudry (1997) dalam
studinya mengenai kemiskinan antar generasi di Amerika.

C. Kemiskinan Antar Generasi
Untuk banyak orang kemiskinan merupakan situasi yang sulit untuk
keluar/lepas darinya yang paling tegas digambarkan dengan
perampasan/kehilangan yang ditransmisi dari satu generasi ke generasi
selanjutnya (Hulme dan McKay, 2005). Perampasan/kehilangan yang
dimaksud adalah hak, kehidupan sejahtera, kebebasan, dan sebagainya. Oleh
karena itulah ciri yang paling terlihat dari orang miskin adalah tidak
terdapatnya kebebasan (berupa berpolitik, berpendapat dan lain-lain) serta
tidak sejahteranya hidup mereka.
Pola dari kemiskinan antar generasi ini dapat dilihat dari kemiskinan
anak-anak. Ada kemungkinan mereka dapat lepas dari kemiskinan tersebut
atau tetap hidup dalam kemiskinan ketika mereka dewasa. Inilah yang perlu
diperhatikan. Satu dari dua anak Negro Amerika serta tiga dari empat anak
kulit putih yang miskin persisten tidak mengalami kemiskinan ketika masa
dewasa. Namun demikian sejumlah kecil anak-anak miskin persisten,
kemiskinannya tetap berlangsung pada masa kanak-kanak. Kasus ini terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
34
pada orang Negro Amerika. Sebanyak separuh dari orang Negro Amerika
yang miskin, minimal dari separuh masa kanak-kanak mereka dalam
keadaan miskin yang paling sedikit pada masa awal dewasa mereka. Sekitar
seperempat dari orang Negro Amerika tersebut tetap berada dalam
kemiskinan persisten ketika dewasa (Corcoran dan Chaudry, 1997).
Anak-anak dari keluarga miskin mengawali kehidupannya dengan
ketidakberuntungan yang lebih tinggi dari pada anak-anak yang berasal dari
keluarga kaya, akibatnya ketika dewasa mereka kalah siap untuk menjadi
anggota masyarakat yang produktif. Berbagai ketidaksetaraan dalam bidang
ekonomi, politik dan sosiokultural mendorong munculnya perbedaan dalam
kesempatan atau peluang kehidupan dan besar kemungkinan akan
diteruskan dari generasi ke generasi (Laporan Pembangunan Dunia 2006:
209).
Anak-anak yang tidak pernah mengalami kemiskinan memiliki
kemungkinan sangat kecil akan mengalami kemiskinan kembali pada awal
masa dewasanya apabila dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh
dalam kondisi kemiskinan persisten. Dari empat anak Negro Amerika yang
tidak miskin hanya satu yang pernah mengalami kemiskinan pada masa
dewasa mudanya dan kurang dari satu dari dua belas kemudian hidup dalam
kemiskinan jangka panjang. Pola seperti ini terjadi pula pada anak-anak
kulit putih. Anak-anak kulit putih yang mengalami kemiskinan persisten
memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar untuk mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
35
kemiskinan persisten kembali pada masa dewasanya dibandingkan anak-
anak kulit putih yang tidak miskin (Corcoran dan Chaudry, 1997).
Kemiskinan yang dialami pada masa kanak-kanak dengan
kemiskinan pada masa dewasa sangat berhubungan erat dan pada sebagian
kasus disebabkan oleh adanya kekurangan pada keluarga serta lingkungan
yang miskin pada masa kanak-kanak tersebut. Dengan menggunakan
variabel struktur keluarga, kesejahteraan orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua serta keadaan lingkungan yang miskin maka anak-anak
dalam keadaan miskin persisten akan mengalami kemiskinan yang lebih
parah daripada anak-anak yang tidak miskin. Contohnya saja anak-anak
lelaki dari keluarga berpendapatan rata-rata memiliki pendapatan tahunan
50% lebih tinggi daripada anak-anak lelaki dari keluarga miskin setelah
memperhatikan latar belakang keluarga, kemiskinan lingkungan dan
tetangga (Corcoran dan Chaudry, 1997).
Moore (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa transmisi
kemiskinan antar generasi (pewarisan kemiskinan) dapat dipahami dengan
pendekatan mata pencaharian yang berpusat pada perpindahan ataupun
ketidakhadiran modal (asset) dalam konteks sosial, kelembagaan dan
lingkungan kebijakan. Transmisi tersebut dapat melibatkan transmisi
pribadi dan ketiadaan transmisi maupun transmisi publik dan ketiadaannya.
Transmisi pribadi tidak semata-mata merupakan perpindahan kemiskinan
dari orang tua kepada anak-anaknya namun juga dapat berupa transmisi
kemiskinan dari generasi yang lebih tua kepada generasi muda. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
36
transmisi publik merupakan perpindahan sumber daya dari suatu generasi ke
generasi berikutnya. Transmisi tersebut dapat berupa sesuatu yang positif
(cita-cita atau harta tunai) maupun negatif (tenaga kerja terikat, gizi buruk,
diskriminasi jenis kelamin). Berbagai macam aset dapat ditransfer dengan
berbagai mekanisme. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Harper;
Marcus dan Moore (2002):
Intergenerational transmission of poverty can involve the private
transmission of poverty from older generations of individuals and families
to younger generations (especially, but not solely, from parents to children),
and the public transfer (or lack of transfer) of resources from one
generation to the next through, for example, redistribution of the taxed
income of older generations to support the education of the youngest.
Transmisi antar generasi tersebut dipengaruhi oleh ekonomi, sosial,
politik, budaya serta kelembagaan dengan konteks dimana mereka terjadi.
Norma-norma yang terbentuk secara sosial dapat bersifat membantu atau
menghambat proses transmisi (Moore, 2004). Misalnya diskriminasi jenis
kelamin, ras atau warna kulit dapat membantu perpindahan kemiskinan
antar generasi (dari satu generasi ke generasi berikutnya) karena
diskriminasi tersebut dapat mengurangi bahkan menghalangi akses dari
generasi yang mengalami diskriminasi terhadap kesempatan ekonomi dan
pengakuan masyarakat. Diskriminasi ini pun sering bertahan dan bersifat
tetap dari generasi ke generasi. Generasi yang mendapat perlakuan
diskriminatif dari generasi sebelumnya sering meneruskan sikap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
37
diskriminatif pada generasi berikutnya. Hal ini dapat menunjukkan suatu
pola siklus kehidupan kemiskinan. Baik konsep transmisi kemiskinan antar
generasi maupun siklus kehidupan kemiskinan dapat memberikan peluang
untuk masuk dalam proses kemiskinan.
Siklus kehidupan kemiskinan membuka jalan bagi seorang anak
miskin untuk masuk dalam kemiskinan baru bahkan lebih miskin.
Diskriminasi dapat memegang peranan dimana ia dapat membuat orang tua
tidak mampu memberikan pendidikan layak kepada anaknya. Anak yang
tidak berpendidikan dapat tumbuh menjadi pengangguran (anak tersebut
menjalani proses siklus kehidupan kemiskinan). Kemiskinan kronis dapat
disebabkan oleh siklus ini maupun transmisi kemiskinan antar generasi, di
sisi lain dapat menjadi karakteristik dan efek dari kemiskinan kronis ini
(Moore, 2004).
Siklus kehidupan kemiskinan dan transmisi kemiskinan antar
generasi dapat menyebabkan seseorang mengalami kemiskinan kronis,
bahkan pada masa dewasanya. Ia menjalani siklus kemiskinan bertahun-
tahun serta mewariskan kemiskinannya pada generasi berikutnya, ia pun
diwarisi kemiskinan oleh generasi sebelumnya. Kemiskinan yang
dialaminya dapat menjadi lebih parah daripada generasi sebelumnya.
Kemiskinan kronis ditandai dengan adanya gejala bahwa kemiskinan
terus diwariskan dari generasi ke generasi (adanya transmisi kemiskinan
antar generasi). Selain itu keadaan ini juga ditunjukkan oleh pola
kemiskinan yang terus berlanjut akibat keadaan kemiskinan yang dialami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
38
seseorang pada suatu waktu. Misalnya saja contoh di atas, seorang anak
yang tidak berpendidikan karena dia memang tidak mampu mendapatkan
pendidikan layak akan berlanjut menjadi pengangguran. Seorang
pengangguran tentu akan tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal
kebutuhan dasar. Dengan demikian ia akan terjebak dalam proses siklus
hidup kemiskinan terus menerus sepanjang hidupnya, bahkan bukan tidak
mungkin ia akan mewariskan kemiskinannya pada keturunannya kelak.
Kemiskinan kronis dapat menghasilkan adanya siklus hidup
kemiskinan dan transmisi antar generasi. Kemiskinan kronis dapat berupa
suatu kemiskinan yang berlangsung terus menerus sehingga seorang
individu/masyarakat sangat sulit melepaskan diri darinya. Seorang yang
miskin bisa jadi karena diwarisi kemiskinan oleh generasi sebelumnya dan
besar kemungkinan akan mewariskan pula kemiskinannya pada generasi
berikutnya. Disamping itu ia pun akan terhalang dari akses-akses modern
akibat keterbatasan dan kekurangan yang ia miliki sehingga ia akan tetap
miskin karena keterbatasan yang terus membelenggunya.
Transmisi kemiskinan antar generasi maupun siklus hidup kemiskinan
dapat ditunjukkan oleh skema berikut ini:


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
39









Transfer antar generasi, ekstraktif, atau ketiadaan transfer
kemiskinan karena modal
Anak-anak miskin/tidak miskin disebabkan oleh transfer,
ekstraktif, keberadaan transfer kemiskinan karena modal, dan
faktor-faktor individual dan struktural
Pengaruh siklus hidup: anak-anak miskin/tidak miskin berubah
menjadi dewasa miskin/tidak miskin disebabkan oleh faktor-
faktor individual dan struktural
Gambar 2.2
Transmisi KemiskinanAntar Generasi
Maupun Siklus Hidup

Sumber: Moore, 2004


anak-anak
miskin
dewasa
miskin
dewasa
tidak
miskin
dewasa
tidak
miskin
anak-anak
tidak miskin
dewasa
miskin
keturunan
(anak-anak)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
40
D. Pengertian dan Karakteristik Anak Jalanan
Sebenarnya istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di
Amerika Selatan, tepatnya di Brazilia, Menimos de Ruas untuk menyebut
kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki tali ikatan
dengan keluarga (B.S Bambang, 1993: 9). Namun di beberapa tempat lain
istilah anak jalanan berbeda-beda. Di Colombia mereka disebut gamain
(urchin atau melarat) dan chinches (kutu kasur), marginas (kriminal
atau marginal) di Vietnam, saligoman. Istilah-istilah terrsebut
menggambarkan bagaimana posisi anak-anak jalanan di dalam kehidupan
bermasyarakat. Semua anak sebenarnya memiliki hak untuk memperoleh
kehidupan tidak terkecuali anak jalanan. Namun pada kenyataanya,
mayoritas dan dapat dikatakan semua anak jalanan terpinggirkan dalam
aspek kehidupan.
Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan oleh para ahli.
Secara khusus, anak jalanan menurut PBB adalah anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya di jalan untuk bekerja, bermain atau beraktifitas
lain. Anak jalanan tinggal dijalanan kerena kemiskinan dan kehancuran
keluarganya. Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong,
pemulumg, tukang semir, pelacur anak, dan pengais sampah.
Dalam buku Intervensi Psikosial, anak jalanan adalah anak yang
sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalan atau tempat-tempat umum lainya. Definisi tersebut
memberikan empat faktor penting yang saling terkait:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
41
1. Anak-anak
2. Menghabiskan sebagian waktunya
3. Mencari nafkah atau berkeliaran
4. J alanan dan tempat-tempat lainya
Berdasar hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan
di bedakan dalam tiga kelompok (Surbakti dkk: 1997);
Pertama, children of street, yakni anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi-sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai
hubungan yang kuat dengan orang tua mereka di jalanan, pada kategori ini
adalah membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang harus di tanggung karena tidak dapat
diselesaikan oleh kedua orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi
penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara
mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi
pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka anak-anak yang
karena suatu sebab biasanya dikerenakan kekerasan lari atau pergi dari
rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak ini sangat rawan
terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun
seksual (Irwanto, 1955).
Ketiga, children fromfamilies of the street, yakni anak-anak yang
berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini
mempunyai hubungan keluarga yang cukup erat, tetapi hidup mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
42
terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala
resikonya (Blanc dan Associates, 1900). Salah satu ciri penting dari kategori
ini adalah penampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan
sejak dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah ditemui di
kolong-kolong jembatan rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan di
pinggiran sungai walaupun secara kualitatif jumlahnya belum diketahui
secara pasti.
Menurut penelitian Departemen Sosial dan UNDP di wilayah J akarta
dan Surabaya (BKSN 200: 2-4) anak jalanan di kelompokan dalam empat
kategori:
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria;
a. Putus hubungan atau lama tidak ketemu dengan orang tuanya;
b. 8-10 jam berada di jalanan untuk bekerja;
c. Tidak lagi sekolah;
d. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.
2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan, dengan kriteria;
a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya;
b. 8-16 jam berada di jalanan;
c. Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang
tua/suaudara, umumya di daerah kumuh;
d. Tidak lagi sekolah;
e. Pekerjaan: Penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung,
penyemir sepatu dan lain-lain;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
43
f. Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.
3. Anak-anak yang rentan menjadi anak-anak jalanan, dengan kriteria;
a. Bertemu teratur setiap hari/ tinggal dan tidur dengan keluarganya;
b. 4-5 jam berada di jalan;
c. Masih bersekolah;
d. Pekerjaan : penjual koran, penyemir, pengamen dll;
e. Usia rata-rata di bawah 14 tahun.
4. Anak jalanan berusia diatas 16 tahun, dengan kriteria:
a. Tidak lagi berhubungan dengan/berhubungan dengan orang
tuanya;
b. 8-24 jam berada di jalanan;
c. Tidur di jalan atau rumah oarang tua;
d. Sudah tamat SD atau SLTP, namun tidak melanjutkan sekolah lagi;
e. Pekerjaan : calo,mencuci bis, menyemir dll.
Adapun ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan dapat dijelaskan pada
tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1
Ciri-ciri Fisik dan Psikis Anak Jalanan

Ciri Fisik Cara Psikis
Warna kulit kusam
Rambut kemerah-marahan
Pakaian tidak terurus
Mobilitas tinggi
Acuh tak acuh
Penuh curiga
Sangat sensitif
Berwatak keras
Semangat hidup tinggi
Mandiri
Berani menanggung resiko

Sumber:DEPSOS, 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
44
E. Penelitian Terdahulu
Sebagai pendukung dan acuan dari penelitian ini maka penulis
memasukan penelitian terdahulu, antara lain;
1. Penelitian yang dilakukan Marviam (2004) mengenai distribusi
pendapatan dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini
menganalisis tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 1993-2001 dan
juga pertumbuhan ekonomi serta distribusi pendapatan di Indonesia,
hasil penelitian berdasar perhitungan dengan menggunakan Indeks
Williamson diperoleh angka ketimpangan pendapatan propinsi indonesia
tidak menurun dan menunjukan ketimpangan yang tinggi selama 1993-
2001. Berdasar Head Count Indeks membuktikan bahwa tingkat
kemiskinan di kawasan Indonesia bagian timur lebih tinggi dari pada di
kawasan Indonesia bagian barat. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
keadaan kemiskinan di Indonesia dan belum adanya pemerataan
pembangunan.
2. Penelitian yang dilakukan Wurrie (2006) mengenai probabilitas
keberhasilan ekonomi keturunan kelurga kaya di Kecamatan Serengan,
alat analisis dalam penelitian ini menggunakan Model Logit dan
pengolahan data menggunakan Eviews. Dari penelitian tersebut
diketahui Proporsi Keberhasilan Ekonomi Keturunan Keluarga Kaya
Proporsi keberhasilan ekonomi keturunan keluarga kaya di Kecamatan
Serengan Kota Surakarta pada tahun 2008 menurut kriteria BPS adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
45
97,78% sedangkan bila menggunakan kriteria internasional maka
proporsi keberhasilan mereka adalah 66,67%.

F. Kerangka Teoritis
Untuk memudahkan alur pemikiran dalam penelitian ini maka dibuat
kerangka teoritis untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah saudara
kandung, tingkat pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, tingkat
pendidikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. Kerangka
teoritis tersebut sebagai berikut:










Gambar 2.3
Kerangka Teoritis

Menjadi anak
jalanan
Pendapatan
Orang Tua
Status pekerjaan
orang tua
J umlah
saudara
kandung
Tingkat
pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
46
G. Hipotesis
Dari kerangka teoritis diatas dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
1. Semakin besar pendapatan orang tua maka probabilitas menjadi anak
jalanan rendah, begitu juga sebaliknya apabila keadaan ekonomi orang
tua miskin, (berpendapatan rendah) maka probabilitas menjadi anak
jalanan tinggi.
2. Semakin banyak jumlah saudara diduga probabilitas menjadi anak
jalanan juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya apabila jumlah
saudara kandung sedikit, probabilitas menjadi anak jalanan semakin
rendah.
3. Bila Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua probabilitas menjadi
anak jalanan diduga juga semakin rendah, begitu juga sebaliknya apabila
tingkat pendidikan orang tua rendah probabilitas menjadi anak jalanan
juga semakin tinggi.
4. Bila status pekerjaan orang tua adalah formal probabilitas menjadi anak
jalanan diduga akan lebih rendah dibandingkan dengan seorang yang
berasal dari orang tua yang bekerja di sektor informal.





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian
Wilayah penelitian ini adalah Kota Surakarta dengan objek penelitian
para anak jalanan dan bukan anak jalanan di Kota Surakarta. Penelitan ini
mengacu pada probabillitas seseorang menjadi anak jalanan di Kota
Surakarta. Penelitian ini mengambil 200 sampel, dengan tabulasi 100
sampel dari anak yang berstatus anak jalanan dan 100 sampel dari anak-anak
yang berstatus anak jalanan di kota surakarta yang berumur 17 tahun
kebawah, hal ini dikarenakan pada umur 17 tahun kebawah merupakan
anak-anak yang masih menjadi tanggung jawab orang tua secara penuh.

B. Jenis dan Sumber Data
Data penelitian terdiri dari dua jenis menurut sumbernya, yaitu data
primer dan data sekunder sedangkan penelitian berdasar waktunya
dibedakan menjadi dua bagian yaitu data cross section dan data time series.
Menurut Mubyarto dan Soeratno (1976: 36) data primer merupakan data
yang bersumber langsung dari objek penelitian dan langsung diambil dari
lapangan oleh peneliti dan belum mengalami pengolahan lebih lanjut,
sedangkan data sekunder merupakan data yang pengumpulannya dilakukan
oleh pihak lain, bukan peneliti langsung, biasanya oleh kantor-kantor sensus
dan statistik, departemen-departemen dan instansi pemerintah lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
48
Sementara itu, data cross-section merupakan data variabel tertentu yang
berasal dari banyak satuan sampel pada satu waktu tertentu, sedangkan data
time-series merupakan data satu variabel tertentu yang berurutan pada waktu
yang panjang.
Data dalam penelitian ini menggunakan data primer yakni data yang
diperoleh langsung dari responden di lapangan. Data dalam penelitian ini
merupakan jenis data cross-section, data ini menunjukkan informasi yang
berbeda namun dalam satu waktu tertentu yaitu pada waktu penelitian.

C. Populasi, Sampel dan Metode Sampling
Populasi adalah keseluruhan dari kelompok orang, peristiwa atau
objek-objek lain yang sedang menjadi perhatian untuk diselidiki dan
kemudian dapat dikenai generalisasi dari hasil penelitian itu, sedangkan
sampel merupakan bagian dari populasi tersebut (Sarwoko, 2007: 51).
Populasi dari penelitian ini adalah semua Anak jalanan di Kota Surakarta
pada tahun 2010. Karena keterbatasan peneliti maka peneliti tidak akan
meneliti seluruh objek penelitian melainkan mengambil sampel yang
mewakili kriteria dan karakteristik seluruh populasi.

D. Metode Pengumpulan Data
1) Studi Lapangan
Data penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara kepada
responden, menggunakan daftar pertanyaan (terlampir) karena penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
49
ini merupakan penelitian lapangan yang berupa studi kasus langsung
pada objek penelitian. Data dari anak-anak jalanan maupun anak yang
berstatus bukan anak jalanan yang di peroleh dari Kota Surakarta dengan
sistem random sampling.
2) Studi Kepustakaan
Selain melalui wawancara, peneliti juga menggunakan teknik
studi kepustakaan dalam memperoleh informasi lain yang berguna
dalam penelitian ini. Studi kepustakaan antara lain melalui jurnal, text
book dan sumber lain seperti internet dan surat kabar.

E. Definisi Operasional Variabel
1) Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah probabilitas anak jalanan.
2) Variabel Independen
a. Tingkat Pendapatan Orang Tua
Tingkat pendapatan merupakan jumlah dari penghasilan orang tua
responden dalam satu bulan.
b. J umlah Saudara Kandung
J umlah saudara kandung merupakan semua saudara yang
dimiliki dari anak jalanan dan bukan anak jalanan. Variabel ini
diukur dengan satuan orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
50
c. Tingkat Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal
dan non formal serta keterampilan tertinggi yang ditempuh
keturunan keluarga kaya. Variabel ini diukur dengan lama tahun
pendidikan, misal bila tamat SD dinilai 6 tahun, tamat SMP dinilai
9 tahun, tamat SMA dinilai 12 tahun, tamat PT S1 dinilai 16 tahun,
tamat S2 dinilai 18 tahun, tamat S3 dinilai 21 tahun, dan
seterusnya.
d. Status Pekerjaan Orang Tua
Status pekerjaan orang tua dibagi menjadi dua kategori yaitu
formal diberi nilai 1, non formal diberi nilai 0.

F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2006) analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisa data dengan mendeskripsikan/menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat
suatu kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.
2. Analisis Statistik
Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode logit
karena variabel dependen berupa variabel kualitatif yang
mencerminkan pilihan antara dua alternatif (menjadi anak jalanan dan
tidak menjadi anak jalanan). Model ini dipilih karena penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
51
hendak mengkuantitatifkan hubungan antara probabilitas dua pilihan
tersebut dengan beberapa variabel independent (tingkat pendapatan
orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua, dan status
pekerjaan orang tua).
Model penelitian ini berasal dari model sebagai berikut:
Y
0
+
1
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
+
4
X
4
+e
Keterangan:
Y = anak jalanan
X
1
= tingkat pendapatan orang tua
X
2
= jumlah saudara kandung
X
3
= tingkat pendidikan orang tua
X
4
= status pekerjaan orang tua
e = variabel di luar model yang dapat mempengaruhi variabel
dependen
Persamaan model logit (fungsi distribusi logit) digambarkan
sebagai berikut:
Li = Ln )
1
(
Pi
Pi
Zi
=
0
+
1
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
+
3
X
4
+e

Sumber: Gujarati, 2003: 596
)
1
(
Pi
Pi
disebut rasio odds, L merupakan logaritma dari rasio odds, L
disebut Logit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
52
Pi didefinisikan sebagai probabilitas seseorang ke-i menjadi
anak jalanan, jika seorang menjadi anak jalanan maka ke-i dapat
diartikan Pi =1 dan apabila seseorang tidak menjadi anak jalanan
maka Pi =0. Dengan demikian distribusi probabilitas Y adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Probabilitas Y

Yi Probabilitas
0 1-Pi
1 Pi
Sehingga )
1
(
Pi
Pi
merupakan rasio probabilitas menjadi anak
jalanan ke-i maka seorang menjadi anak jalanan.
Fungsi distribusi logistik (logistic distribution function) juga
dapat dinyatakan langsung dengan Pi. Dengan meng-antiln-kan kedua
sisi persamaan logit diatas maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
Ln )
1
(
Pi
Pi
Zi di-antiln-kan
Pi
Pi
1
Zi

) 1 (
1
Pi Pi
Zi

Pi Pi
Zi
1
Pi
Zi
+Pi = 1
Pi (
Zi
+1) =1
Pi
1
1
Zi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
53
Pi
Zi
1
1
, dimana Zi =
0
+
1
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
+
4
X
4

=
Zi
Zi
1

bilangan dasar logaritma natural =2,718 (Gujarati, 2003:175).
Zi

merupakan antiln dari Zi.
Rumus tersebut (Pi
Zi
1
1
) juga dapat dinyatakan dalam bentuk
sebagai berikut:
Pi ={ 1 +exp [ -
0
-
1
X
1
-
2
X
2
-
3
X
3
-
4
X
4
] }
-1

exp = dipangkatkan fungsi dalam tanda [ ] (Gujarati, 2003: 175)
Rumus probabilitas di atas adalah rumus probabilitas untuk
tingkat X tertentu. Untuk menghitung probabilitas rata-rata yang
menunjukkan besarnya perubahan probabilitas Pi untuk setiap
perubahan satu unit dalam X dapat digunakan rumus Pi(1-Pi)
(Gujarati, 1995: 602). Rumus tersebut menunjukkan slope dari
variabel independen tertentu.
Probabilitas Y = 0 adalah 1-Pi, maka 1-Pi adalah sebagai
berikut:
1 - Pi = 1
Zi
Zi
1

=
Zi
Zi
Zi
Zi
1 1
1

=
Zi
1
1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
54
Model logit dapat ditaksir dengan metode OLS, namun akan
mengakibatkan situasi heteroskedastis, varian dari disturbansi u
i

menjadi tidak sama/konstan. Oleh karena itu model harus
ditransformasikan terlebih dahulu untuk menghindari situasi
heteroskedastis. Namun terdapat cara/metode yang lebih praktis untuk
menaksir model logit yaitu metode Maximum Likelihood (ML).
Bahkan Gujarati menyatakan bahwa OLS tidak dapat diterapkan untuk
mengestimasi model tersebut karena Pi tidak linier bukan hanya pada
X namun juga pada , khususnya pada data individual/level mikro
sehingga ML adalah metode yang paling tepat untuk mengestimasi
parameter model (Gujarati, 2003: 595). Disamping itu, penerapan OLS
pada data individual akan menyebabkan estimasi menjadi infeasible
(Gujarati, 2003:597). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
log )
1
(
Pi
Pi
0
+
1
logX
1
+
2
logX
2
+
3
logX
3
+
4
logX
4

jika seseorang menjadi anak jalanan ke-i, maka Pi =1 dan apabila
seorang menjadi anak jalanan, jika seseorang tidak menjadi anak
jalanan maka Pi =0. J ika nilai ini ditulis langsung pada model logit
didapatkan:
Li = log )
0
1
( jika seorang menjadi anak jalanan ke-i
Li = log )
1
0
( jika jika seorang tidak menjadi anak jalanan ke-i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
55
J ika nilai Li dihitung dengan cara tersebut maka nilai Li menjadi tak
terhingga.
Dalam situasi ini metode ML yang harus digunakan, untuk
menggunakan metode ini harus dibuat asumsi mengenai distribusi
probabilitas error term u
i .
Dalam konteks regresi asumsi yang paling
populer adalah bahwa u
i
mengikuti distribusi normal (Gujarati,
2003:113). Sedangkan asumsi kenormalan untuk u
i
adalah:
Mean : E(u
i
) =0
Variance : E [u
i
-E(u
i
)]
2
=E (u
i
)
2
=
2
Cov (u
i
u
j
) : E{[
ui
-E(u
i
)] [u
i
-E(u
i
)]}=E(u
i
u
j
) =0 i j
Dengan demikian perlu dilakukan uji asumsi klasik yang
menyatakan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas,
autokorelasi dan multikolinearitas.
a. Uji Asumsi Klasik
Dalam penelitian ini model harus memenuhi beberapa
asumsi klasik antara lain yaitu:
1. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas diartikan sebagai adanya varian
yang berbeda dari unsur gangguan/disturbance, sedangkan
asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah homoskedastis,
varian dari unsur gangguan tersebut harus konstan. Metode
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastis adalah
metode Park. Langkah pertama adalah dengan meregres
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
56
residual (yang telah dikuadratkan) dengan semua variabel
independent. Langkah kedua adalah dengan uji t (dengan
melihat probabilitas kesalahan setiap variabel independen
tersebut pada hasil pengolahan data). Dengan level of
significant ( ) tertentu probabilitas tersebut dibandingkan.
J ika probabilitas < signifikan, ada masalah
heteroskedastis
J ika probabilitas > tidak signifikan, tidak ada
masalah heteroskedastis
Masalah heteroskedastis sebaiknya tidak ditemukan dalam
model agar model tersebut efisien baik dalam sampel besar
maupun sampel kecil.
2. Autokorelasi
Autokorelasi diartikan sebagai adanya hubungan di
antara variabel gangguan sehingga menyebabkan penaksir
tidak lagi efisien baik dalam sampel besar maupun sampel
kecil. Metode untuk mendeteksi masalah ini adalah dengan
percobaan d (DurbinWatson). Nilai d statistic dapat dilihat
pada hasil regresi, lalu nilai d ini dilihat pada kurva normal
DurbinWatson, dengan menentukan nilai d
L
dan d
U
pada
table DurbinWatson, letak d tersebut akan dapat diketahui.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
57
f ( d )

a b c d e






0 d
L=1,78
d
U=1,81
2

4-d
U1,81
4 d
L =1,78
4
Gambar 3.1
Kurva Durbin Watson

Sumber: Gujarati, 1995: 21
H
0
: tidak ada autokorelasi positif
H
*
0
: tidak ada autokorelasi negatif
Keterangan :
a: Merupakan daerah dimana H
0
di tolak, sebagai bukti adanya
autokorelasi positif
b Merupakan daerah keraguraguan, antara ada atau tidak adanya
autokorelasi
c Merupakan daerah dimana H
0
atau H
*
0
atau keduanya diterima
d Merupakan daerah keraguraguan, sama dengan daerah b
e Merupakan daerah dimana H
*
0
ditolak, sebagai bukti bahwa
ada autokorelasi negatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
58
Letak d pada kurva tersebut akan menentukan apakah ada
autokorelasi pada model atau tidak ataukah, model tersebut
diragukan ada autokorelasi atau tidak.
Selain dengan metode Durbin-Watson autokorelasi dapat
dideteksi dengan B-G test, yang merupakan pengujian
autokorelasi yang lebih umum. Langkah-langkah pengujian
adalah sebagai berikut (Modul Lab.Ekonometrika, 2006):
a) Estimasi persamaan regresi dengan OLS, dapatkan nilai
residualnya (u
t
)
b) Regresi residual dengan variabel bebas dan u
t-i
dan u
t-p

c) Hitung (n-p)R
2
~
2
jika lebih besar dari nilai tabel chi-
square dengan df p, menolak hipotesa bahwa setidaknya
ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda dengan
nol.
Dengan program pengolah data SPSS 16.0, prosedur ini
dapat dijalankan dengan lebih mudah. Dengan melihat
probabilitas pada hasil olah datanya, dan dibandingkan
dengan tingkat signifikansi tertentu maka dapat diketahui
apakah model mengandung autokorelasi atau tidak. Bila
probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi tertentu
yang telah dipilih maka hipotesa yang menyatakan bahwa
model tidak mengandung autokorelasi diterima sehingga
model lolos dari masalah autokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
59
3. Multikolinearitas
Multikolinearitas artinya adanya hubungan antar
variabel-variabel yang menjelaskan atau variabelvariabel
independent. Model harus memenuhi asumsi bahwa tidak
ada hubungan antara variabel tersebut artinya tidak ada
multikolinearitas.
Uji multikolinieritas dilakukan dengan Uji VIF
(Varians Inflating Factors), dengan ketentuan jika nilai
tolerance <0,01 dan nilai VIF >10 maka tidak terjadi
multikolinieritas.
J ika dalam model terjadi masalah multikolinearitas
maka model tersebut akan memiliki kesalahan standar yang
besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan
ketepatan tinggi. Oleh karena itu diupayakan agar model
tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas.
b. Uji Statistik
Terhadap analisis logit dengan model tersebut di atas
dilakukan beberapa pengujian untuk menganalisis seberapa besar
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, antara
lain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
60
-t /2:n-
k
t /2:n-k
Ho ditolak Ho ditolak
Ho diterima
1. Uji t
Merupakan pengujian variabel-variabel independen
secara individu, dilakukan untuk melihat signifikansi dari
variabel independen sementara variabel yang lain konstan.
Langkah pengujian:
Hipotesis
Ho :
1
=0
Ha :
1
0
t tabel =t : 2 / n-k
Kriteria pengujian :





Gambar 3.2
Daerah Kritis Uji t
Sumber: Modul Laboratorium Ekonometrika, 2003.

Keterangan:
1) Ho diterima, Ha ditolak jika -t : 2 / n-k <t hitung <+
t : 2 / n-k
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
61
2) Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung <+t : 2 / n-k atau t
hitung >+t : 2 / n-k
3) Nilai t hitung diperoleh dengan rumus
T hitung =
) (
1
1
b se
b

(Gujarati, 1945: 65)
Dimana :
b
1
= koefisien regresi
se(b
1
) = standar error koefisien regresi
Bila t hitung >t
: 2 /
n-k pada confidence interval
tertentu, Ho ditolak. Penolakan terhadap Ho ini berarti
bahwa variabel independen tertentu yang diuji secara
nyata berpengaruh terhadap variabel dependen. Dalam
penelitian ini uji T menggunakan test run wald wolfowitz.
2. Uji Bersama-sama (F statistik)
Uji secara bersama-sama dilakukan dengan menguji
hipotesis terhadap semua variabel independen secara
bersama-sama. Uji ini menggunakan uji F untuk mengetahui
apakah variabel independen secara bersama-sama
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Dengan
kata lain uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, jumlah saudara
kandung, dan status pekerjaan orang tua secara bersama-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
62
sama berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi
anak jalanan.
Hipotesis gabungan dari semua variable independen
adalah sebagai berikut:
a) H
0

1
=
2
=
3
=
4
= 0, secara bersama-sama
variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung,
pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua tidak
berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi
anak jalanan.
b) H
1

1

2

3

4
0, secara bersama-sama
variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung,
pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua
tidak berpengaruh terhadap probabilitas seseorang
menjadi anak jalanan.
Sama halnya dengan pengujian t statistik di atas,
pengujian F statistik juga membandingkan antara F statistik
dengan F kritis pada Tabel Nilai F. Nilai F kritis pada tabel
ditentukan oleh level of significance () tertentu dan degree
of freedom N
1
/N
2
. N
1
merupakan jumlah variable
independent yang terdapat dalam persamaan regresi logit
sedangkan N
2
merupakan jumlah observasi dikurangi jumlah
variable termasuk konstanta. Nilai F statistik dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
63

) /( ) 1 (
) 1 /(
2
2
k N R
k R
F
Sumber: Gujarati, 1995: 120
Keterangan:
F : nilai F statistic
R
2
: nilai koefisien determinasi berganda
k : parameter total termasuk intersep/konstanta
N : jumlah observasi
Karena pengolahan data dilakukan dengan bantuan
komputer yaitu program SPSS 16.0 maka uji F dilakukan
dengan membandingkan antara nilai F statistik yang
diperoleh dari hasil regresi logit pada printout SPSS 16.0
dengan nilai F kritis yang diperoleh dari tabel nilai F yang
telah diuraikan sebelumnya. Kriteria pengujian F statistik
adalah sebagai berikut:
F statistik >F kritis H
0
ditolak
F statistik <F kritis H
0
diterima
3. Uji R
2
(koefisien determinasi)
Koefisien determinasi diartikan sebagai seberapa
besar variabelvariabel bebas dapat mempengaruhi variabel
tak bebas atau seberapa besar variasi variabelvariabel
independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1, jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
64
2 2 2 2
2
y x
y n x
y x xy n
koefisien determinasi bernilai 0 maka tidak terdapat variasi
variabel dependen yang dijelaskan oleh variasi variabel
independent, sebaliknya bila koefisien determinasi bernilai 1
maka terdapat kesesuaian yang sempurna dalam variasi
variabel dependen. Semakin mendekati 1 maka variasi
variabel independent semakin baik dalam menjelaskan
variasi variable dependen. Rumus koefisien determinasi
adalah sebagai berikut:

R
2
=

Sumber: Gujarati, 1995: 99
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan program
SPSS 16.0 untuk mengestimasi nilai koefisien variabel
independen dan lain-lain.






perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
65
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Penelitian
1. Kondisi Geografis
Secara astronomis Kota Surakarta yang juga terkenal dengan
sebutan Kota Solo terletak diantara 11046'49" - 110 51'30" Bujur Timur
dan antara 731'43"-735'28" Lintang Selatan dengan luas wilayah 4.404
Ha. Secara geografis Surakarta berada di antara dua buah gunung yaitu
Gunung Lawu dan Gunung Merapi serta dibelah oleh tiga sungai besar
yaitu Sungai Bengawan Solo, Sungai Pepe dan Sungai J enes. Kota
Surakarta berada di tepi sungai Bengawan Solo sehingga memiliki
topografi yang relatif rendah dengan ketinggian rata-rata 92 di atas
permukaan laut. suhu udara antara 21,9-32,5C dengan kelembaban udara
71%. Batas Wilayah Kota Surakarta adalah:
a. Sebelah Utara: Kab. Karanganyar dan Kab. Boyolali
b. Sebelah Timur: Kab. Karanganyar dan Kab. Sukoharjo
c. Sebelah Selatan: Kab. Sukoharjo
d. Sebelah Barat: Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar
Kota Surakarta yang luas wilayahnya 4.404,06 Ha, penggunaan
lahannya terbanyak untuk perumahan/pemukiman yaitu seluas 2.716,59
Ha, jasa 427,63 Ha, ekonomi industri dan perdagangan 388,90 Ha, ruang
terbuka 248,29 Ha, pertanian (sawah dan ladang) 210,83 Ha dan lain-lain
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
66
(prasarana lingkungan dan fasilitas umum) 461,16 Ha. Secara
administratif kota Surakarta terbagi menjadi lima wilayah kecamatan yaitu
J ebres, Banjarsari, Pasar Kliwon Serengan dan Laweyan dan 51 kelurahan
dengan luas wilayah dan kepadatan penduduk yang berbeda-beda.
Wilayah terluas berada di Kecamatan Banjarsari (14,81 Km) dan wilayah
tersempit di Kecamatan Serengan (3,19 Km). Kepadatan penduduk
tertinggi berada di Kecamatan Serengan (19.758 jiwa/Km) dan terendah
di Kecamatan J ebres (11.167 jiwa/Km). Untuk lebih jelasnya pembagian
administrasi Kota Surakarta serta tingkat kepadatan penduduk tiap
kecamatan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Kelurahan, RT, RW dan
Kepala Keluarga di Surakarta Tahun 2010.

Kecamatan Kelurahan Rw Rt KK
Laweyan 11 105 454 24.788
Serengan 7 72 309 13.579
Pasar Kliwon 9 100 424 20.685
J ebres 11 149 631 31.939
Banjarsari 13 169 849 39.293
Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
67
Tabel 4.2
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat
Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010

Kecamata
n
Luas
Wilayah
(km2)
J umlah Penduduk

Rasio
J enis
Kelamin
Tingkat
Kepadatan

Laki-
laki
Peremp
uan
J umlah
Laweyan 8,63 54.003 55.317 109.320 97,62 12.667
Serengan 3,19 31.093 31.936 63.029 97,36 19.758
Pasar
Kliwon 4,82 42.725 44.524 87.249 95,96 18.101
J ebres 12,58 69.414 71.072 140.486 97,67 11.167
Banjarsari 14,81 79.843 81.649 161.492 97,79 10.904
Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010

2. Aspek Ekonomi
Perekonomian suatu daerah salah satunya dapat dilihat dari PDRB
sebagai indikator dari adanya perkembangan dalam kegiatan ekonomi
masyarakat. Berikut ini digambarkan persentase sumbangan tiap sektor
ekonomi terhadap PDRB selama tahun 2005-2009.





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
68
Tabel 4.3
Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
Harga Konstan 2004, Kota Surakarta Tahun 2005-2009

Lapangan Usaha
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 0,1 0,08 0,08 0,07 0,07
2. Pertambangan dan Penggalian 0,05 0,05 0,05 0,05 0,04
3. Industri Pengolahan 29,46 29,63 29,7 28,67 27,88
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 2,27 2,15 2,19 2,18 2,26
5. Bangunan 11,86 11,97 11,47 11,81 11,86
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 24,5 24,58 25,09 25,67 26,04
7. Pengangkutan dan Komunikasi 9,94 9,83 9,87 9,9 9,95
8. Keuangan, Persewaan dan J asa
Perusahaan
9,88 9,67 9,66 9,8 9,88
9. J asa-jasa 11,94 12,04 11,9 11,85 12,03
Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: PDRB Kota Surakarta 2009
Pada tabel 4. 3 di halaman 65 terlihat bahwa selama tahun 2005-
2009 persentase sumbangan sektor terhadap PDRB yang terus mengalami
pertumbuhan adalah pada sector perdagangan, hotel dan restoran,
sementara sektor lain mengalami gradasi naik dan turun bahkan terus
menurun seperti sektor pertanian. Pada tahun 2009 sektor yang memiliki
kontribusi terbesar dalam sumbangan terhadap PDRB Kota Surakarta
adalah sektor industri pengolahan yaitu 27,88% terhadap total PDRB
meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2008.
3. Indikator Kependudukan
a. Komposisi Penduduk
Pada tahun 2009 jumlah penduduk terbanyak di Kota Surakarta
adalah pada kelompok umur 25 29 tahun dengan perincian jumlah
penduduk berjenis kelamin laki-laki 30.441 jiwa dan penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
69
berjenis kelamin perempuan 25.185 jiwa sehingga totalnya adalah
55.626 jiwa. Sebaliknya jumlah penduduk terkecil adalah pada
kelompok umur 60 64 tahun yang merupakan usia non produktif
dengan jumlah total 15.111 jiwa, terdiri dari 6.570 jiwa penduduk laki-
laki dan 8.541 jiwa penduduk perempuan. Secara keseluruhan tanpa
memandang kelompok umur tertentu di Kota Surakarta pada tahun
2009 jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah
penduduk laki-laki yaitu 258.639 jiwa penduduk perempuan dan
254.259 jiwa penduduk laki-laki. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4
Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (Berdasarkan hasil SUSENAS 2010)

Tahun
J enis Kelamin
J umlah
Laki-laki Perempuan
0 4 18.177 19.053 37.230
5 9 21.243 16.425 37.668
10 14 20.367 21.024 41.391
15 19 20.805 21.681 42.486
20 24 26.061 24.747 50.808
25 29 30.441 25.185 55.626
30 34 23.433 22.557 45.990
35 39 15.330 17.520 32.850
40 44 18.834 22.338 41.172
45 49 14.454 18.177 32.631
50 54 16.863 15.111 31.974
55 59 9.855 10.512 20.367
60 64 6.570 8.541 15.111
65 + 11.826 15.768 27.594
J umlah 254.259 258.639 512.898
Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
70
Laju pertumbuhan pada tahun 2008-2009 menunjukkan laju
yang negatif artinya terdapat pengurangan jumlah penduduk antara
tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2008 jumlah total penduduk Kota
Surakarta adalah 534.540 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 adalah
512.898 jiwa (terjadi pengurangan jumlah penduduk sebesar -0,45).
b. Pendidikan
Pada tahun 2010 penduduk Kota Surakarta yang berumur lima
tahun ke atas paling banyak memiliki ijazah SMP, terbukti dengan
paling tingginya jumlah lulusan SMP/Kejuruan dibandingkan dengan
lulusan tingkat pendidikan lain yaitu 103.104 orang sedangkan lulusan
yang paling sedikit jumlahnya adalah lulusan MI (sederajad SD)
sebanyak 219 orang. Hal ini berarti sebagian besar penduduk Kota
Surakarta pada tahun 2010 telah berhasil mengenyam pendidikan dasar
sembilan tahun.
Lulusan perguruan tinggi dianggap memiliki kualitas SDM
yang lebih baik dibandingkan lulusan tingkat pendidikan lain. Namun
di Kota Surakarta pada tahun 2010 lulusan perguruan tinggi S2/S3
yang merupakan tingkat pendidikan tertinggi masih lebih sedikit
dibandingkan lulusan perguruan tinggi yang lain (DI/II/III/IV/S1).
Dari sini terlihat bahwa kualitas SDM di Kota Surakarta rata-rata
belum menunjukkan gejala yang baik.
Meskipun belum menunjukkan gejala yang baik dalam hal
kualitas, namun sebagian besar penduduk Kota Surakarta sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
71
terbebas dari buta huruf. Hal ini terlihat dari paling tingginya angka
dalam besaran kemampuan baca dan tulis huruf latin yaitu 450.045
orang meskipun angka ini masih didominasi oleh penduduk laki-laki.
Gambaran umum pendidikan dan kemampuan membaca dan menulis
di Kota Surakarta pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 4. 5
Penduduk Usia
5 tahun ke AtasMenurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan di Kota Surakarta Tahun 2010

Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan
J enis Kelamin
J umlah
Laki-laki Perempuan
tidak punya ijasah SD 36.792 38.325 75.117
Sekolah Dasar 38.544 47.523 86.067
Madrasah Ibtidaiyah 219 0 219
SMP Umum/Kejuruan 49.713 53.436 103.149
Madrasah Tsanawiyah 219 876 1.095
SMU 51.684 42.048 93.732
Madrasah Aliyah 438 438 876
SMK 27.813 20.805 48.618
DI/II 1.095 1.971 3.066
DIII/Sarmud 7.665 7.227 14.892
DIV/S1 15.987 13.140 29.127
S2/S3 1.095 438 1.533
J umlah 231.264 226.227 457.491
Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010

c. Kesehatan
Indikator kesehatan merupakan salah satu indikator yang
menentukan IPM suatu daerah. Besaran yang dapat menunjukkan baik
buruknya derajat kesehatan antara lain angka kematian bayi, angka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
72
kematian ibu maternal, umur harapan hidup, angka kesakitan terhadap
penyakit tertentu, prevalensi balita bergizi baik dan sebagainya.
Pada tahun 2010 jumlah kasus kematian bayi per 1000
kelahiran hidup adalah tujuh kasus, sementara kasus kematian ibu
maternal adalah 50 kasus dalam 100.000 kelahiran hidup. Penduduk
Kota Surakarta pada tahun 2010 memiliki harapan hidup hingga usia
72 tahun yang ditunjukkan dengan besaran umur harapan hidup 71,7
tahun (dibulatkan 72 tahun). Status gizi balita yang menentukan
kualitas SDM di masa depan sudah menunjukkan gejala yang baik,
terbukti dengan angka prevalensi balita bergizi baik yang mendekati
angka 100% yaitu 80,22%.
Penyakit demam berdarah dengue masih menjadi momok yang
menakutkan masyarakat. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit
yang dapat mengakibatkan kematian, sehingga perlu penanganan yang
ekstra. Sejauh ini penanganan terhadap penyakit DBD di Kota
Surakarta telah menunjukkan hasil yang maksimal, terbukti dengan
rendahnya angka kesakitan DBD di kota ini pada tahun 2010 yaitu
terdapat 184 kasus baru penyakit DBD per 100.000 penduduk.
Gambaran umum indikator kesehatan di Kota Surakarta dapat
ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
73
Tabel 4. 6
Indikator Kesehatan di Kota Surakarta
Tahun 2010

Indikator Cakupan (tahun)
Angka Kematian Bayi 7,05
Angka Kematian Ibu Maternal 49,61
Umur Harapan Hidup 71,7
Angka Kesakitan DBD 183,66
Prevalensi Balita Bergizi Baik 80,22
Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010

d. IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
Kota Surakarta merupakan kota dengan IPM yang paling tinggi
dibandingkan kabupaten/kota lain di J awa Tengah yaitu 76,0. IPM
terdiri dari beberapa indikator yaitu angka harapan hidup (71,7 tahun
dibulatkan 72 tahun); angka melek huruf (95,8%); rata-rata lama
sekolah (9,8 tahun dibulatkan 10 tahun) serta pengeluaran riil per
kapita disesuaikan (Rp. 638.400,00) (J awa Tengah dalam Angka
2010).
Sama halnya dengan tahun 2010, pada tahun 2009 penduduk
Kota Surakarta memiliki harapan hidup hingga usia 72 tahun yang
ditunjukkan dengan besaran umur harapan hidup 71,7 tahun
(dibulatkan 72 tahun). Angka melek huruf menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk di Kota Surakarta, yaitu mencapai 95,8%
dapat membaca dan menulis. Penduduk Kota Surakarta rata-rata
mengenyam pendidikan dasar yang ditunjukkan dengan besaran rata-
rata lama sekolah sebesar 9,8 tahun dibulatkan 10 tahun. Pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
74
riil per kapita disesuaikan adalah sebesar Rp. 638.400,00, artinya
penduduk Surakarta rata-rata telah lepas dari Garis Kemiskinan yang
ditetapkan oleh BPS yaitu Rp.154.000 per kapita per bulan (J awa
Tengah dalam Angka 2010). IPM kabupaten /kota di J awa Tengah
selengkapnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
75
Tabel 4.7
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010
No Kabupaten/Kota
Angka Harapan
Hidup (tahun)
Angka
Melek
Huruf
(%)
Rata-rata
Lama
Sekolah
(tahun)
Pengeluaran
Riil per
Kapita
Disesuaikan
(Ribu Rp.)
IPM
1 Kab. Cilacap 69,5 90 6,5 719 70,5
2 Kab. Banyumas 69,4 93,3 6,9 721,5 71,7
3 Kab. Purbalingga 68,5 93 6 720,1 69,3
4 Kab. Banjarnegara 68,2 85 5,8 720,8 67,3
5 Kab. Kebumen 68,7 89,4 6,5 718,9 68,9
6 Kab. Purworejo 68,9 86,9 7 723 69,1
7 Kab. Wonosobo 68,9 85,6 5,7 719,3 69,6
8 Kab. Magelang 69,7 90,5 6,7 719,1 69,9
9 Kab. Boyolali 70 84,5 7,1 719,5 71
10 Kab. Klaten 70,7 85,5 7,7 637,2 71,4
11 Kab. Sukoharjo 69,7 87,2 7,8 735,2 71,2
12 Kab. Wonogiri 71,9 79,1 6,1 731,5 69
13 Kab. Karanganyar 71,8 81,5 7 737 72,7
14 Kab. Sragen 71,7 73 5,9 720,2 66,6
15 Kab. Grobogan 69 86,8 6,2 717,6 70,1
16 Kab. Blora 70,9 82,3 5,9 717 67,9
17 Kab. Rembang 69,1 88,2 5,9 726,1 69
18 Kab. Pati 72,6 84,3 6,4 732,8 70,9
19 Kab. Kudus 69,2 89,5 7,3 721,6 70
20 Kab. J epara 70,2 87,2 6,9 720,3 69,6
21 Kab. Demak 69,5 89,3 6,6 719,3 69,4
22 Kab. Semarang 72,1 91,6 7 722,9 71,9
23 Kab. Temanggung 72 93,2 6,5 722,2 71,8
24 Kab. Kendal 66,7 88,4 6 722,5 67,5
25 Kab. Batang 69,1 85,1 5,8 718,8 67,6
26 Kab. Pekalongan 67,7 86,4 6 730,2 68,2
27 Kab. Pemalang 66,4 85,5 5,8 720,4 66,3
28 Kab. Tegal 67,4 86,4 6,2 722 67,5
29 Kab. Brebes 66,3 80,1 4,9 719,7 64,3
30 Kota Magelang 69,7 94,5 10 738,9 74,7
31 Kota Surakarta 71,7 95,8 9,8 738,4 76
32 Kota Salatiga 70,3 95,2 9,5 738 74,8
33 Kota Semarang 71,8 95,1 9,6 733,2 79,3
34 Kota Pekalongan 69,1 94,7 8,3 722 73,9
35 Kota Tegal 67,9 91,4 7,8 739 72,4
J awa Tengah 70,6 87,4 6,6 721,4 72,3
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
76
B. Analisis Deskriptif
1. Distribusi Pendapatan Orang Tua Responden
Tabel 4.8
Distribusi Pendapatan
Orang Tua Responden

Pendapatan Per Kapita Per Bulan
(dalam Ribuan Rupiah)
J umlah Persentase
0 500 43 21,5%
500 - 1000 63 31,5%
1000 - 1500 47 23,5%
1500 - 2000 21 10,5%
2500 - 3000 26 13%
Total 200 100%
Sumber: Data Diolah, 2010
Dari tabel di atas 43 responden memiliki orang tua dengan
pendapatan per bulan antara Rp 0-Rp.500.000,00 dengan prosentase
sebesar 21,5% dari total responden pada interval kelas ke-1 merupakan
kelas yang mempunyai jumlah terbanyak ke-3 setelah interval kelas ke-2
dan interval kelas ke-3. Interval kelas dengan pendapatan orang tua
responden antara Rp 500.000,00 - Rp 1000.000,00 terdapat 63 orang
(31,.5% dari total responden). J umlah responden pada interval kelas ke-3
yaitu pendapatan orang tua per bulan antara Rp1000.000,00 -
Rp1.500.000,00 berjumlah 47 orang jika diprosentasikan sebesar 23,5%.
Pendapatan orang tua responden per bulan antara Rp 1.500.000,00-Rp
2000.000,00 berjumlah 21 orang (10,5% dari total responden), interval ini
merupakan jumlah terkecil. Pada interval kelas ke-5 yaitu kelas dengan
pendapatan orang tua antara Rp 2000.000,00-Rp 3000.000,00 interval ini
terdapat 26 orang dan jika diprosentasekan sebesar 13% dari keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
77
responden. J ika digambarkan dalam bentuk gambar adalah sebagai
berikut;
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0-500
500-1000
1000-1500
1500-2000
2500-3000

Gambar 4.1
Distribusi Tingkat Pendapatan
Orang Tua Responden


Hasil pengolahan data mengenai pendapatan orang tua dan status
responden dapat dijelaskan dengan tabel sebaga berikut;
Tabel 4.9
Distribusi Status Responden Berdasar
Pendapatan orang Tua

Pendapatan
Status
Total
Anjal Bukan Ajal
EKO
(dalam ribuan
rupiah)
0 500 37 6 43
500 - 1000 49 14 63
1000 - 1500 2 45 47
1500 - 2000 1 20 21
2500 - 3000 0 26 26
Total 100 100 200
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Dari data di atas setelah dibandingkan menunjukan bahwa
pendapatan per bulan orang tua mempengaruhi seseorang menjadi anak
jalanan, terbukti dari responden yang berstatus anak jalanan 97 dari 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
78
responden anak jalanan berasal dari orang tua dengan pendapatan per
bulan orang tua antara Rp 0-Rp 500.00,00 dan Rp500.000,00-
Rp1000.000,00 dan dari responden berstatus bukan anak jalanan setelah
dibandingkan, kebanyakan dari mereka berasal orang tua yang memiliki
pendapatan antara interval kelas ke-3, 4 dan 5 yang berarti secara ekonomi
antara interval tersebut dikategorikan mampu.
2. Distribusi J umlah Saudara Kandung Responden
Data dari lapangan diperoleh distribusi jumlah saudara kandung
responden yang memiliki satu orang sudara kandung berjumlah 27 orang
(13,5%). Terdapat 8 responden tidak memiliki saudara kandung (4%).
Lima puluh tujuh responden memiliki dua orang saudara kandung
(28,5%), distribusi terbanyak terdapat pada responden dengan tiga orang
saudara kandung yaitu berjumlah 71 responden (35,5%). Dua puluh
sembilan responden mempunyai empat saudara kandung (14,5%) dan 8
responden memiliki 5 orang saudara kandung (4%). Data diatas dapat
dijelaskan dangan tabel sebagai berikut;
Tabel 4.10
Distribusi Jumlah Saudara Kandung
Responden
J umlah Saudara
Kandung
J umlah Persentase
0 8 4%
1 27 13,5%
2 57 28,5%
3 71 35,5%
4 29 14,5%
5 8 4%
Total 200 100%
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
79
Dari tabel diatas dapat digambarkan dengan gambar di bawah ini
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
1
2
3
4
5
Gambar 4.2
Distribusi Jumlah Saudara Kandung
Responden

Data yang diperoleh dari lapangan, dihasilkan distribusi sebagai
berikut, dijelaskan dalam tabel di bawah ini;
Tabel 4.11
Distribusi Status Responden Berdasar
Jumlah Saudara Kandung

Kriteria
Status
Total
Anak J alanan
Bukan
Anak
J alanan
SDR
(orang)
0 0 8 8
1 10 17 27
2 25 32 57
3 42 29 71
4 19 10 29
5 4 4 8
Total 100 100 200
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Setelah dibandingkan, membuktikan jumlah saudara kandung tidak
berpengaruh terhadap seseorang menjadi anak jalanan. Data yang diolah
menunjukan antara responden dengan status anak jalanan dan bukan anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
80
jalanan disetiap interval jumlah saudara kandung hampir serupa atau
dengan kata lain tidak terdapat berbedaan jumlah yang signifikan.

3. Distribusi Tingkat Pendidikian Orang Tua Responden
Data distribusi tingkat pendidikan orang tua responden diperoleh 26
responden (13% dari total responden) memiliki orang tua dengan
pendidikan Sekolah Dasar, 63 responden (31,5% dari total responden)
mempunyai orang tua berpendidikan SLTP, 68 responden (34% dari total
responden) mempunyai orang tua berpendidikan SLTA, untuk responden
dengan pendidikan D1 berjumlah 8 orang (4% dari total responden), 23
orang (11,5% dari total responden) memiliki orang tua dengan pendidikan
D3 dan 16 orang (6% dari total responden) berasal dari orang tua
berpendidikan S1. Data diatas dapat dijelaskan dengan tabel sebagai
berikut;
Tabel 4.12
Distribusi Tingkat Pendidikan Orang Tua
Responden.

Pendidikan J umlah Presentasi
6 26 13%
9 63 31,5%
12 68 34%
12,5 8 4%
15 23 11,5%
16 12 6%
Total 200 100%

Data diatas dapat di jelaskan dengan gambar sebagai berikut;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
81






Gambar 4.3
Distribusi Tingkat Pendidikan Orang Tua
Responden

Setelah dibandingkan antara data dari status anak jalanan dengan
bukan anak jalanan membuktikan tingkat pendidikan orang tua
mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan. Data dari 100 anak
jalanan sebagian besar orang tuanya berpendidikan rendah yaitu
mempunyai pendidikan SD dan SMP. Dua puluh dua dari dua puluh enam
responden yang mempunyai orang tua dengan pendidikan SD berstatus
anak jalanan dan responden yang memiliki orang tua berpendidikan SLTP,
dari 63 orang, sebanyak 50 orang menjadi anak jalanan. Setelah
dibandingkan data dari responden dengan status bukan anak jalanan,
membuktikan sebagian besar dari mereka memiliki orang tua
berpendidikan relatif lebih tinggi, yaitu antara SLTA S1. dengan
tabulasi, pendidikan orang tua responden pada tingkat SLTA berjumlah 68
orang dan dari data tersebut hanya 21 orang yang menjadi anak jalanan.
Tingkat pendidikan D1-S1 berjumlah 43 orang dan keseluruhanya tidak
0
20
40
60
80
100
6
9
12
12,5
15
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
82
menjadi anak jalanan. Dari hasil analisis diatas dapat dijelaskan dalam
tabel sebagai berikut;
Tabel 4.13
Distribusi Status Responden
Berdasar Pendidikan Orang Tua
Kriteria
Status
Total
Anjal Bukan Anjal
6 22 4 26
9 57 6 63
DIK 12 21 47 68
(tahun) 12,5 0 8 8
15 0 23 23
16 0 12 12
Total 100 100 200

4. Distribusi Status Pekerjaan Orang Tua Responden
Distribusi status pekerjaan orang tua responden dapat dijelaskan pada
tabel sebagai berikut;
Tabel 4.14
Distribusi Status Pekerjaan Orang Tua
Responden

Status Pekerjaan Orang Tua J umlah Persentase
Non Formal 186 93%
Formal 14 7%
Total 200 100%
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Data dari responden mengenai status pekerjaan orang tua, dari 200
responden 14 orang mempunyai orang tua bekerja di sektor formal
(Pegawai Negri Sipil) jika diprosentasekan sebesar 7% dan responden
memiliki orang tua yang bekerja disektor non formal (swasta) sebanyak
186 responden, jika diprosentasekan sebesar 93%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
83
Dari penjelasan ditas dapat dideskripsikan dengan gambar di bawah
ini;
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Formal
Non Formal

Gambar 4.4
Status Pekerjaan Orang Tua
Responden

Dari data yang didapat dari lapangan, dapat dijelaskan dengan tabel
sebagai berikut;
Tabel 4.15
Distribusi Status Anak Jalanan dan
Bukan Anak Jalanan Berdasar Pada Pekerjaan Orang Tua


Kriteria
Status Total
Anjal Bukan Anjal
KRJ Non Formal 100 86 186
Formal 0 14 14
Total 100 100 200
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Berdasar data yang diolah menunjukan status pekerjaan orang tua
tidak mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan, meskipun dari 100
responden berstatus anak jalanan orang tuanya bekerja di sektor non
formal namun jika dibandingkan dengan data dari responden berstatus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
84
bukan anak jalanan, terbukti dari 100 responden dengan status bukan anak
jalanan 86 orang diantaranya memiliki orang tua yang bekerja di sektor
non formal (swasta).

C. Analisis Statistic
a. Model Logit (The Logistic Probability Distribution Function)
Faktor-faktor yang diduga mampu mempengaruhi seseorang
menjadi anak jalanan dalam penelitian ini diuji dengan model statistik
logistic regression, dalam penelitian selanjutanya digunakan teknik
binary Logistic Regression dengan dua kategori binomial pada variabel
dependennya (1=jika menjadi anak jalanan, 0=jika tidak menjadi anak
jalanan) Model ini berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan di Kota Surakarta.
Sebagaimana diterangkan dalam Bab III bahwa hipotesis
penelitian ini adalah diduga variabel pendapatan orang tua, jumlah
saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua, dan status pekerjaan
orang berpengaruh terhadap seseorang menjadi anak jalanan di Kota
Surakarta (anak jalanan dipengaruhi oleh pendidikan orang tua, jumlah
saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua dan status pekerjaan
orang tua). Hasil dari pengujian hipotesa tersebut akan menjawab tujuan
penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang menjadi anak jalanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
85
Tabel 4.16
Model Logit

Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 119.002
a
.547 .729
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum
iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Tebel 4.17
Hosmer and Lemeshow Test

Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 576.549 8 .000

Nilai -2 Log likelihood =119.002, jika -2 Log likelihood <X
2

tabel dengan df n-q (200-4) =196 , maka Ho diterima, berarti model
fit/sesuai dengan data.
J ika nilai X
2
tabel dengan df =196 dan =0,05 sebesar 44,95.
Karena -2 Log likelihood =119,002 <44,95 maka Ho diterima yang
berarti model sudah sesuai / fit dengan data.
Ketetapan model juga dapat dilihat dari nilai Nagelkerke R
2
=
0,729. Nilai Nagelkerke R
2
dapat ditafsirkan sebagaimana R
2
dalam
metode OLS, yaitu bahwa variabel X dapat menjelaskan variabel Y
sebesar 72,9 %. Ketepatan model juga dapat dilihat dari Hosmer and
Lemenshow Test. J ika signifikansi >0,05 maka model dinilai fit/sesuai
dengan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
86
Tabel 4.18
Hasil B dan Test run Wald

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1
a
x1 -.531 .002 19.925 1 .003 1.000
x2 .401 .228 3.086 1 .079 1.494
x3 -.414 .148 7.788 1 .005 .661
x4 -.915 8.150E3 .000 1 .998 .438
Constant 7.181 1.579 20.669 1 .000 1.314E3
a. Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4.

Nilai koefisien b diatas pendapatan orang tua (-0,531), saudara
kandung (0,401), tingkat pendidikan orang tua (-0,414), dan status
pekerjaan orang tua (-0,995).
J ika di masukan dalam model
Y
0
+
1
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
+
4
X
4
+e
Y=ln )
1
(
Pi
Pi
7,181-0,531 (PNDOR) +0,401 (SDR) -
0,414(DIKOR) 0,915 (STAT)+e
Keterangan:
Y = anak jalanan
X
1
= tingkat pendapatan orang tua
X
2
= jumlah saudara kandung
X
3
= tingkat pendidikan orang tua
X
4
= status pekerjaan orang tua
Dari model diatas dapat dijelaskan bahwa, dalam angka konstan
7,181 variabel pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
87
variabel jumlah saudara kandung mempunyai korelasi positif, tingkat
pendidikan orang tua mempunyai korelasi negatif dan status pekerjaan
orang tua mempunyai korelasi negatif terhadap variabel dependen
(probabilitas menjadi anak jalanan)

b. Tes Run Wald-Wolfowitz ( T test )
Tes ini digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis
komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal dan
disusun dalam bentuk run.
Dalam logistik uji t digantikan dengan uji Wald. Signifikansi
Wald tabel variabel pendapatan orang tua sebesar 19,625 dengan
signifikansi 0,03 atau 0,3 persen, ini berarti kemungkinan menerima Ho
sebesar 0,3 persen dan kemungkinan menerima Ha sebesar 99,7 persen.
Hal ini berarti pengaruh pendapatan orang tua terhadap seseorang
menjadi anak jalanan signifikan. Dengan demikian hasil penelitian
sesuai dengan teori bahwa pendapatan orang tua berpengaruh terhadap
kondisi anaknya.
Wald tabel variabel saudara kandung sebesar 3,086 dengan
signifikansi 0,79 atau 7,9 persen, ini berarti kemungkinan menerima Ho
sebesar 7,9 persen dan kemungkinan menerima Ha sebesar 92,1 persen.
Hal ini berarti pengaruh saudara kandung terhadap seseorang menjadi
anak jalanan signifikan.
Wald tabel variabel pendidikan orang tua sebesar 7,788 dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
88
signifikansi 0,05 atau 0,5 persen, ini berarti kemungkinan menerima Ho
sebesar 0,5 persen dan kemungkinan menerima Ha sebesar 99,5 persen.
Hal ini berarti pengaruh pendidikan orang tua terhadap seseorang
menjadi anak jalanan signifikan.
Wald tabel variabel status pekerjaan orang tua 0,00 dengan
signifikansi 998 atau 9,98 persen, ini berarti kemungkinan Ho diterima
sebesar 9,98 persen dan kemungkinan Ha ditolak sebesar 99,58 persen.
Hal ini berarti pengaruh status pekerjaan orang tua tidak signifikan.

c. Uji Secara Bersama-sama (F Statistic)
Uji secara bersama-sama menggunakan uji F untuk mengetahui
apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen. Dengan kata lain uji F digunakan untuk mengetahui
apakah variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, tingkat
pendidikan orang tua, dan status pekerjaan orang tua secara bersama-
sama berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan.
Kriteria pengujian F statistik adalah sebagai berikut:
F statistik >F kritis H
0
ditolak
F statistik <F kritis H
0
diterima
Nilai F kritis pada tabel ditentukan oleh level of significance ()
tertentu dan degree of freedom N
1
/N
2
. N
1
merupakan jumlah variabel
independent yang terdapat dalam persamaan regresi logit, sedangkan N
2

merupakan jumlah observasi dikurangi jumlah variabel termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
89
konstanta. Setelah dihitung angka F statistik menunjukan angka 0,0258.
Hasil pengolahan data dengan program SPSS 16.0 menunjukkan
nilai F statistik sebesar 58.383 maka dapat disimpulkan bahwa secara
bersama-sama variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung,
tingkat pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap probabilitas seseorang
menjadi anak jalanan.

d. Koefisien Determinasi (R
2
)
Koefisien determinasi diartikan sebagai seberapa besar variabel
variabel independent dapat mempengaruhi variabel dependen atau
seberapa besar variasi variabelvariabel independen dapat menjelaskan
variasi variabel dependen. Dari hasil regresi ditemukan bahwa besarnya
koefisien determinasi dilihat dari nigelkerke R square adalah 0,729
artinya 72,9 % variasi dalam variabel anak jalanan dapat dijelaskan oleh
variasi variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung,
pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, sisanya 27,1 %
dijelaskan oleh variabel di luar model.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
90
D. Uji Ekonometrika (Uji Asumsi Klasik )
Persamaan yang baik dalam ekonometrika harus memiliki sifat BLUE
(Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati,1999:153). Untuk mengetahui
apakah persamaan sudah memiliki sifat BLUE maka perlu dilakukan uji
asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah variabel
independen saling berkorelasi. Uji multikolinieritas dilakukan dengan Uji
VIF (Varians Inflating Factors), jika nilai tolerance <0,01 dan nilai VIF
>10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Berikut adalah hasil pengujian
multikolinearitas :

Tabel 4.19
Hasil Pengujian Multikolinearitas

No Variabel Independen Tolerance VIF
1. Pendapatan Orang Tua (X
1
) 0,462 2.164
2. Saudara Kandung (X
2
) 0.943 1.060
3. Pendidikan Orang Tua (X
3
) 0.453 2.207
4. Status Pekerjaan Orang Tua (X
4
) 0.805 1.243
Sumber: data primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel di atas diketahui, pengujian multikolinieritas
dari masing-masing variabel independen diperoleh nilai tolerance <0,01
dan nilai VIF >10. Hasil pengujian ini menunjukkan satu atau lebih
variabel independen tidak dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
91
variabel independen lainnya, artinya model regresi tidak terdapat
permasalahan multikolinearitas, jadi asumsi multikolinearitas terpenuhi.
2. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada model
regresi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji park, dengan ketentuan
apabila nilai t
hitung
<t
tabel
dan nilai Sig >taraf signifikan () = 0,05, maka
H
0
diterima artinya data variabel pendapatan orang tua (X
1
), saudara
kandung (X
2
), pendidikan orang tua (X
3
), dan status pekerjaan orang tua
(X
4
), terjadi heteroskedastisitas. Langkah-langkah pengujiannya yaitu
dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen.
Apabila variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi
variabel dependen (absolut residual) maka ada indikasi terjadi
heteroskedastisitas. Berikut adalah hasil pengujian heteroskedastisitas.
Tabel 4.20
Uji Heteroskedastisitas

No Variabel Independen t
hitung
Sig
1. Pendapatan Orang Tua(X
1
) 0.969 .334
2. Saudara Kandung(X
2
) -1.756 .081
3. Pendidikan Orang Tua(X
3
) 0.427 .670
4. Status Pekerjaan Orang Tua(X
4
) -1.796 .074
Sumber: data primer diolah, 2010
Dari hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Park
diketahui bahwa masing-masing variabel independen terbukti tidak
signifikan, karena nilai t
hitung
>t
tabel
(2,42) dan nilai Sig tabel <taraf
signifikan () = 0,05. Dengan demikian disimpulkan bahwa model regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
92
yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas, jadi asumsi heteroskedastisitas terpenuhi.

3. Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dideteksi
dengan uji Durbin-Watson (DW). Dari uji Durbin-Watson diperoleh nilai
DW

=2,095, dan nilai tersebut berada di dearah C pada kurva Durbin
Watson .Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang
dihasilkan tidak terjadi masalah autokorelasi, jadi asumsi autokorelasi
terpenuhi.
f ( d )
a b c d e






0 d
L=1,78
d
U=1,81
2

4-d
U1,81
4 d
L =1,78
4
Gambar. 4.5
Hasil Uji Auto Korelasi Dengan
Menggunakan Kurva Durbin Watson


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
93
E. Interprestasi Ekonomi
1) Pendapatan Orang Tua
Pada tingkat kesalahan 5%, pendapatan orang tua mempunyai korelasi
negatif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak
jalanan. Berarti apabila pendapatan naik maka probabilitas seseorang
menjadi anak jalanan menurun, jika variabel lain selain pendapatan orang
tua konstan, pada angka konstan 7,181 diperoleh angka koefisien
pendapatan orang tua sebesar (-0,531), hal ini menunjukan jika
pendapatan orang tua naik sebesar Rp 1000.000,00 maka penurunan angka
probabilitas seseorang menjadi anak jalanan secara signifikan sebesar
0,53%. Dengan demikian hasil penelitiaan sesuai dengan penelitian
(Beams dalam Nugroho, 2006; Corcoran dan Chaudry, 1997). Dengan
pendapatan yang rendah maka sangat memungkinkan seorang anak dari
keluarga miskin menjalani kehidupan yang tidak layak karena
keterbatasan dalam memperoleh kehidupan yang lebih baik.

2) Saudara Kandung
Pada tingkat kesalahan 5%, saudara kandung mempunyai korelasi
positif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak
jalanan, berarti apabila saudara kandung bertambah maka probabilitas
seseorang menjadi anak jalanan turun, jika variabel lain selain variabel
saudara kandung konstan, pada angka konstan 7,181 diperoleh angka
koefisien pendapatan orang tua sebesar (0,401), hal ini manunjukan jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
94
saudara kandung bertambah 1 orang, maka probabilitas seseorang menjadi
anak jalanan naik secara signifikan sebesar 0,4 %. Dengan demikian hasil
penelitian sesuai dengan teori demografi yang dikemukakan oleh Malthus,
bahwa tingginya jumlah anggota keluarga dan hasrat mempunyai anak
semakin meningkatkan beban ketergantungan. Beban ketergantungan yang
tinggi dapat ditafsirkan pengeluaran yang semakin besar dan apabila
pengeluaran semakin besar dengan asumsi orang yang bekerja cenderung
tetap menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan.

3) Pendidikan Orang Tua
Pada tingkat kesalahan 5%, pendidikan orang tua mempunyai korelasi
negatif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak
jalanan, berarti apabila pendidikan orang tua naik maka probabilitas
seseorang menjadi anak jalanan turun, jika variabel lain selain pendidikan
orang tua konstan, pada angka konstan 7,181 diperoleh angka koefisien
pendapatan orang tua sebesar (-0,414), hal ini manunjukan jika
pendidikan orang tua turun 1 tahun, maka probabilitas seseorang menjadi
anak jalanan naik secara signifikan sebesar 0,41%. Dengan demikian hasil
dari penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kalugina;
Montmarqutte dan Sofer (2004). Mereka menemukan bahwa semakin
tinggi pendidikan kepala rumah tangga maka probabilitas rumah tangga
tersebut menjadi miskin semakin kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
95
4. Status Pekerjaan Orang Tua
Pada tingkat kesalahan 5%, status pekerjaan orang tua mempunyai
korelasi negatif namun tidak signifikan mempengaruhi probabilitas
menjadi anak jalanan. Berarti apabila jumlah orang tua yang bekerja di
sektor formal naik maka probabilitas menjadi anak jalanan turun. Data
yang diolah menghasilkan angka koefisien status pekerjaan orang tua
sebesar (-0,915), berarti apabila variabel lain selain status pekerjaan orang
tua kostan jika jumlah orang tua yang bekerja di sektor formal naik
sebesar 1% maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan turun secara
tidak signifikan sebesar 0,92%. Status pekerjaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan, hal ini
mungkin dikarenakan faktor X yang menyebabkan seseorang memilih
tidak menjadi anak jalanan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor
budaya malu, sehingga seseorang lebih memilih tidak menjadi anak
jalanan.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai analisis probabilitas anak jalanan di
Kota Surakarta dengan perameter pendapatan orang tua, jumlah saudara
kandung tingkat pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif dan berpengaruh
signifikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan di Kota
Surakarta. J ika pendapatan naik sebesar Rp 1000.000,00 maka probabilitas
menjadi anak jalanan turun sebesar 0,53%.
2. J umlah saudara kandung mempunyai korelasi positif dan berpengaruh
signifikan terhadap probabilitas anak jalanan di Kota Surakarta. J ika
jumlah saudara bertambah 1 orang maka probabilitas menjadi anak jalanan
naik sebesar 0,40%.
3. Tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi negatif dan
berpengaruh signifikan terhadap probabilitas anak jalanan di Kota
Surakarta. J ika tingkat pendidikan orang tua naik 1 tahun maka
probabilitas menjadi anak jalanan turun sebesar 0,41%.
4. Status pekerjaan orang tua tidak signifikan mempengaruhi probabilitas
seseorang untuk menjadi anak jalanan.

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
97
5. Dalam penelitian ini variabel yang paling signifikan mempengaruhi
probabilitas seseorang menjadi anak jalanan adalah variabel pendapatan
orang tua, yakni sebesar 99,7%.
6. Di penelitian ini sebesar 72,9% veriabel dependen (probabiltas menjadi
anak jalanan) dapat menjelaskan variabel independent (pendapatan orang
tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua, dan status pekerjaan
orang tua) dan sebesar 27,1% dijelaskan variabel independent di luar
model (e).

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat penulis berikan
adalah sebagai berikut
1. Dikarenakan pada penelitian ini variabel yang paling berpengaruh
terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan adalah pendapatan
orang tua, maka di harapkan adanya penambahan penghasilan terhadap
masyarakat yaitu dengan mengoptimalkan investasi yang ada di Kota
Surakarta, dengan demikia jika terdapat peningkatan dan pengobtimalan
investasi maka kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dan
memperoleh pendapatan yang layak untuk penghidupan.
2. Penelitian ini membuktikan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap
probabilitas seseorang menjadi anak jalanan, maka dari itu di sarankan
agar semua masyarakat yang ada di Kota Surakarta mendapatkan
pendidikan yang memadai baik pendidikan formal ataupun non formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
98
PEMKOT Surakarta di harapkan menaikan anggaran APBD untuk sektor
pendidikan.
3. Dikarenakan dalam penelitian ini jumlah saudara kandung berpengaruh
terhadap keberadaan anak jalanan maka program untuk menekan jumlah
penduduk harus tetap dijalankan, yakni dengan mengoptimalkan program
KB dengan tujuan menyeimbangkan antara laju jumlah penduduk dengan
kemajuan perekonomian.
4. Diharapkan pada Dinas sosial Kota Surakarta selaku Dinas yang
menangani permasalahan sosial, dapat membina dan membekali anak-
anak jalanan sesuai dengan bakat dan minat dari anak-anak jalanan yang
nantinya anak-anak jalanan tidak lagi berada di jalanan.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
Daftar pustaka



Abdulsyani.1994. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan.Jakarta.Puri Aksara.

Corcoran, Mary E dan Ajay, Chaudry. 1997. The Dynamic of Childood Poverty.
Summer/FALL Vol.7 No.2 diakses di www.futureofchildren.org

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometric Fourth Edition. New York:
McGraw Hill

Gujarati, Damodar N. 1995. Ekonometrika Dasar terjemahan. J akarta:
Erlangga

Harper, Caroline; Rachel Marcus dan Karen Moore. 2002. Enduring Poverty
and the Conditions of Childhood Lifecourse and Intergenerational
Poverty

Hulme, David and Andy McKay.2005. Identifying and Measuring Chronic
Poverty: Beyond Monetary Measures. Conference Paper diakses di
www.undp.org/povertycentre

Kuncoro, M.1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan
Kebijakan.Jogjakarta. AM, YKPN.

Mubyarto Dr. Prof. 2000. Membagun Sistem Ekonomi. Yogyakarta. BPFE

Mubyarto dan Soeratno. 1976. Metodologi Penelitian Ekonomi. Yogyakarta:
Program pasca Sarjana FE UGM


Nugroho, J oko.2006.Studi Peluang Keberhasilan Ekonomi Keturunan
Keluarga Miskin: Studi Kasus Di Kalurahan KadipiroKecamatan
Banjarsari, Kota surakarta.Thesis MSi Tidak
Dipublikasikan.Malang:Universitas Brawijaya.

Rusmana, Aep. 2005. Kajian Indeks BPS Tentang Kemiskinan diakses di
http://ditppk.depsos.go.id/html/modules.php?name=News&file=article&si
d=21




perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

Sahdan, Gregorius. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa diakses di
www.jurnalekonomirakyat.org

Sarwoko. 2007. Statistik Inferensi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Andi


Soerjono. Soekamto. 2002 . Sosiologi Suatu Pengantar. J akarta. Bina Aksara

Sukirno. Sadono. 1985. Proses Masalah, dan Dasar Kebijakan. J akarta. Bima
Grafika

Skoufias, Emmanuel, Asep Suryahadi and Sudarno Sumarto, 2000. Changes in
Household Welfare, Poverty and Inequality During The Crisis. Bulletin
of Indonesian Economic Studies. Vol. 36 No. 2, Agustus 2000: 97114.

Suryawati, Chriswardani. 2005. Memahami Kemiskinan Secara
Multidimensional. J MPK Vol. 08/No.03/September/2005 diakses
di www.google.com

Tambunan, Tulus, 2006. Economic Growth, Institutions, and Poverty Reduction:
The Indonesian Case . Kajian Ekonomi. Vol. 5 No. 1, 2006: 12.
Transmissions diakses di www.futureofchildren.org

Todaro, M. P. 2000. Ekonomi Pembangunan di Dunia Ketiga Jilid 1.
J akarta: Erlangga




perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user











Lampiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

NO KODE OBS PENDAPATAN ORANG TUA (Ribuan Rp) J UMLAH SAUDARA (Orang) PENDIDIKAN ORANG TUA PEKERJ AAN ORANG TUA STATUS RESPONDEN
1 1 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
2 2 1200000 3 SMA Swasta Bukan anjal
3 3 800000 1 SD Swasta Anak J alanan
4 4 700000 4 SMP Swasta Anak J alanan
5 5 2500000 4 S1 PNS Bukan anjal
6 6 2000000 3 D3 Swasta Bukan anjal
7 7 800000 4 SMA Swasta Anak J alanan
8 8 2000000 5 D3 Swasta Bukan anjal
9 9 600000 2 SMP Swasta Anak J alanan
10 10 1200000 1 SMA Swasta Bukan anjal
11 11 2500000 2 D3 Swasta Bukan anjal
12 12 700000 3 SMP Swasta Anak J alanan
13 13 1600000 2 SMA Swasta Bukan anjal
14 14 1500000 3 D1 Swasta Bukan anjal
15 15 1200000 1 SMP Swasta Bukan anjal
16 16 1200000 1 SMA Swasta Bukan anjal
17 17 1800000 3 D1 Swasta Bukan anjal
18 18 1200000 0 SMA Swasta Bukan anjal
19 19 750000 3 SMP Swasta Anak J alanan
20 20 1500000 3 SMA Swasta Bukan anjal
21 21 800000 4 SMP Swasta Bukan anjal
22 22 1600000 3 SMA Swasta Bukan anjal
23 23 1000000 3 SMA Swasta Anak J alanan
24 24 2500000 0 D3 Swasta Bukan anjal
25 25 800000 4 SMP Swasta Bukan anjal
26 26 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
27 27 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
28 28 2800000 2 S1 Swasta Bukan anjal
29 29 1200000 3 SMA Swasta Bukan anjal
30 30 700000 3 SMP Swasta Anak J alanan
31 31 1000000 1 SMA Swasta Anak J alanan
32 32 700000 3 SMP Swasta Anak J alanan
33 33 1100000 2 SMA Swasta Anak J alanan
34 34 3000000 2 S1 PNS Bukan anjal
35 35 1500000 3 D1 Swasta Bukan anjal
36 36 800000 3 SMP Swasta Anak J alanan
37 37 800000 2 SD Swasta Anak J alanan
38 38 500000 2 SMP Swasta Anak J alanan
39 39 3000000 1 S1 PNS Bukan anjal
40 40 1000000 1 SMA Swasta Bukan anjal
41 41 750000 2 SMP Swasta Anak J alanan
42 42 2500000 1 D3 PNS Bukan anjal
43 43 2800000 5 S1 Swasta Bukan anjal
44 44 2000000 2 D1 Swasta Bukan anjal
45 45 1500000 2 SMA Swasta Bukan anjal
46 46 600000 2 SMP Swasta Anak J alanan
47 47 1000000 3 SMA Swasta Anak J alanan
48 48 3000000 2 S1 PNS Bukan anjal
49 49 1200000 2 SMA Swasta Bukan anjal
50 50 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
51 51 2500000 2 D3 Swasta Bukan anjal
52 52 1300000 2 D1 Swasta Bukan anjal
53 53 1300000 4 SMA Swasta Bukan anjal
54 54 1500000 0 SMA Swasta Bukan anjal
55 55 500000 2 SMP Swasta Anak J alanan
56 56 2500000 2 D3 Swasta Bukan anjal
57 57 2000000 2 D1 Swasta Bukan anjal
58 58 2300000 2 D3 Swasta Bukan anjal
59 59 1800000 3 D1 Swasta Bukan anjal
60 60 540000 2 SMP Swasta Anak J alanan
61 61 1000000 2 SMA Swasta Anak J alanan
62 62 2000000 2 D3 Swasta Bukan anjal
63 63 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
64 64 1200000 0 SMA Swasta Bukan anjal
65 65 600000 3 SMP Swasta Anak J alanan
66 66 700000 2 SMP Swasta Anak J alanan
67 67 1400000 1 D3 Swasta Bukan anjal
68 68 1500000 3 SMA Swasta Bukan anjal
69 69 800000 1 SD Swasta Bukan anjal
70 70 2000000 1 D3 Swasta Bukan anjal
71 71 500000 1 SMP Swasta Anak J alanan
72 72 700000 3 SMP Swasta Anak J alanan
73 73 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
74 74 2000000 3 D3 Swasta Bukan anjal
75 75 500000 1 SD Swasta Anak J alanan
76 76 500000 3 SMP Swasta Anak J alanan
77 77 500000 2 SMP Swasta Anak J alanan
78 78 1500000 2 D3 PNS Bukan anjal
79 79 500000 3 SD Swasta Anak J alanan
80 80 700000 4 SMP Swasta Anak J alanan
81 81 900000 2 SMP Swasta Anak J alanan
82 82 1400000 3 SMA Swasta Bukan anjal
83 83 1500000 1 SMA Swasta Bukan anjal
84 84 2300000 4 SMA Swasta Bukan anjal
85 85 500000 2 SMP Swasta Anak J alanan
86 86 1500000 2 SMA Swasta Bukan anjal
87 87 1500000 3 SMA Swasta Bukan anjal
88 88 800000 4 SD Swasta Anak J alanan
89 89 500000 3 SD Swasta Anak J alanan
90 90 700000 4 SD Swasta Anak J alanan
91 91 500000 4 SMP Swasta Anak J alanan
92 92 1300000 3 SMA Swasta Anak J alanan
93 93 800000 4 SD Swasta Anak J alanan
94 94 1200000 3 SMA Swasta Bukan anjal
95 95 1000000 3 SD Swasta Bukan anjal
96 96 500000 4 SD Swasta Anak J alanan
97 97 500000 4 SMP Swasta Anak J alanan
98 98 600000 5 SD Swasta Anak J alanan
99 99 800000 1 SMA Swasta Bukan anjal
100 100 750000 3 SMA Swasta Anak J alanan
101 101 600000 4 SMP Swasta Anak J alanan
102 102 700000 5 SMA Swasta Anak J alanan
103 103 1200000 2 SMA Swasta Anak J alanan
104 104 500000 4 SMP Swasta Anak J alanan
105 105 2500000 4 S1 Swasta Bukan anjal
106 106 1500000 0 D3 PNS Bukan anjal
107 107 800000 4 SMA Swasta Anak J alanan
108 108 2000000 5 D3 PNS Bukan anjal
109 109 600000 2 SMP Swasta Anak J alanan
110 110 1500000 4 SMA Swasta Bukan anjal
111 111 2500000 2 D3 Swasta Bukan anjal
112 112 600000 3 SMP Swasta Anak J alanan
113 113 1600000 2 SMA Swasta Bukan anjal
114 114 1500000 3 SMA Swasta Bukan anjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

QUESIONER


Identitas Responden
Nama :................................................................................
Umur : ...............................................................................
J enis kelamin : perempuan/laki-laki
Alamat : ..............................................................................


Keadaan Umum Responden
1. Profesi apa yang anda jalani sebagai anak jalanan........?

......................................................................................................
2. Sudah berapa Lama anda menjadi Anak J alanan.........?
a. 1 bulan sampai 3 bulan
b. 4 bulan sampai 7 bulan
c. 8 bulan sampai 1 Tahun
d. lebih dari satu tahun (.....tahun)
3. Dimanakah Anda Tinggal....?
a. Dirumah orang Tua
b. Rumah teman
c. Rumah kontrakan
d. Lainnya (...............................................)
4. Apakah saat ini anda masih bersekolah......................?
a. Ya (..............................)
b. Tidak
5. Apa pendidikan terakhir anda..........................?
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Lainya, (...........................)
6. Apakah Anda masih tinggal serumah bersama orang tua Anda
a. Ya
b. Tidak
7. Berapakah pendapatan orang tua anda dalam sebulan......?
a. Rp 100.000- Rp500.000
b. Rp 500.000-Rp 100.000
c. Lebih dari 1000.000/bulan (...................)


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


Logistic Regression

Case Processing Summary
Unweighted Cases
a
N Percent
Selected Cases Included in Analysis 200 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 200 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 200 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.


Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Tidak Menjadi Anak jalanan 0
Menjadi Anak J alanan 1


Block 0: Beginning Block

Iteration History
a,b,c

Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 277.259 .000
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 277.259
c. Estimation terminated at iteration number 1
because parameter estimates changed by less than
.001.




















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

Classification Table
a,b


Observed
Predicted
Anak J alanan
Percentage
Correct
Tidak Menjadi
Anak jalanan
Menjadi Anak
J alanan
Step 0 Anak J alanan Tidak Menjadi Anak jalanan 0 100 .0
Menjadi Anak J alanan 0 100 100.0
Overall Percentage
50.0
a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500



Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .944 .223 17.983 1 .000 2.571


Variables not in the Equation
a

Score df Sig.
Step 0 Variables x1 90.441 1 .000
x2 11.324 1 .001
x3 90.506 1 .000
x4 16.216 1 .000
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

Block 1: Method = Enter

Iteration History
a,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant x1 x2 x3 x4
Step 1 1 151.699 3.585 .000 .237 -.258 .384
2 127.268 5.418 .000 .372 -.371 .093
3 120.383 6.625 .000 .408 -.407 -.790
4 119.297 7.120 .000 .402 -.414 -1.892
5 119.103 7.180 .000 .401 -.414 -2.956
6 119.039 7.181 .000 .401 -.414 -3.981
7 119.015 7.181 .000 .401 -.414 -4.990
8 119.007 7.181 .000 .401 -.414 -5.993
9 119.004 7.181 .000 .401 -.414 -6.995
10 119.003 7.181 .000 .401 -.414 -7.995
11 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -8.995
12 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -9.995
13 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -10.995
14 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -11.995
15 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -12.995
16 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -13.995
17 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -14.995
18 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -15.995
19 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -16.995
20 119.002 7.181 .000 .401 -.414 -17.995
a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 277.259

d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached.
Final solution cannot be found.


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 158.257 4 .000
Block 158.257 4 .000
Model 158.257 4 .000





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 119.002
a
.547 .729
a. Estimation terminated at iteration number 20 because
maximum iterations has been reached. Final solution cannot
be found.


Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 576.549 8 .000


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Anak J alanan =Tidak Menjadi
Anak jalanan
Anak J alanan =Menjadi Anak
J alanan
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 19 19.998 1 .002 20
2 20 19.852 0 .148 20
3 20 18.212 0 1.788 20
4 19 16.116 1 3.884 20
5 12 13.919 9 7.081 21
6 4 6.941 16 13.059 20
7 2 2.066 17 16.934 19
8 4 1.515 16 18.485 20
9 0 .918 19 18.082 19
10 0 .463 21 20.537 21


Classification Table
a


Observed
Predicted
Anak J alanan
Percentage
Correct
Tidak Menjadi
Anak jalanan
Menjadi Anak
J alanan
Step 1 Anak J alanan Tidak Menjadi Anak jalanan 92 8 92.0
Menjadi Anak J alanan 12 88 88.0
Overall Percentage
90.0
a. The cut value is .500



Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1
a
x1 -.531 .002 19.925 1 .003 1.000
x2 .401 .228 3.086 1 .079 1.494
x3 -.414 .148 7.788 1 .005 .661
x4 -.915 8.150E3 .000 1 .998 .000
Constant 7.181 1.579 20.669 1 .000 1.314E3
a. Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4.



Casewise List
b

Case Selected Status
a

Observed
Predicted Predicted Group
Temporary Variable
Anak J alanan Resid ZResid
21 S T** .911 M -.911 -3.206
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

25 S T** .911 M -.911 -3.206
69 S T** .914 M -.914 -3.268
95 S T** .923 M -.923 -3.471
98 S M** .000 T 1.000 75.499
105 S T** .787 M -.787 -1.923
138 S T** .890 M -.890 -2.840
154 S T** .873 M -.873 -2.623
a. S =Selected, U =Unselected cases, and ** =Misclassified cases.

b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.



Correlation Matrix
Constant x1 x2 x3 x4
Step 1 Constant 1.000 -.010 -.384 -.813 .000
x1 -.010 1.000 -.023 -.465 .000
x2 -.384 -.023 1.000 .041 .000
x3 -.813 -.465 .041 1.000 .000
x4 .000 .000 .000 .000 1.000




































perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


St ep number : 1

Obser ved Gr oups and Pr edi ct ed Pr obabi l i t i es

40



T

F T

R 30 T

E T

Q T

U T

E 20 T
M
N T
M
C T
M
Y T
M
10 T
M
T T
MMM M M
T TT T T M T M M
M MMMMM MMMM
TTT TT T TTT TTT TM T T M M M
M M MM MMTMM MMMMM
Pr edi ct ed

Pr ob: 0 . 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 6
. 7 . 8 . 9 1
Gr oup: TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTMMMMMMMMMMMMM
MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM

Pr edi ct ed Pr obabi l i t y i s of Member shi p f or Menj adi Anak J al anan
The Cut Val ue i s . 50
Symbol s: T - Ti dak Menj adi Anak j al anan
M - Menj adi Anak J al anan
Each Symbol Repr esent s 2. 5 Cases.

You might also like