You are on page 1of 35

Art Of Therapy

1. Interna-Tropik Infeksi
DEMAM TIFOID
DEFINISI Demam Tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.

DIAGNOSIS 1. Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. 2. Pemeriksaan fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatif (peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae. 3. Laboratorium : leukopenia, leukositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati.

Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

TERAPI Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan Demam Tifoid, yaitu : 1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. 2. Diet dan terapi penunjang(simptomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. 3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4x500mg per hari dapat diberikan secara peroral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman, penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas Tiamfenikol hampir sama dengan Kloramfenikol. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan Kloramfenikol. Dosis Tiamfenikol adalah 4x500mg, demam rata-rata menurun pada hari ke5 sampai ke-6. Kotrimoksazol Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan Kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

sulfametoksazol 400mg dan 80mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. Ampisilin dan Amoksisilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan Kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin generasi ketiga Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dektrosa 100cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan Fluorokuinolon Beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya : 1. 2. 3. 4. 5. Norfloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2x500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Kombinasi 2 antimikroba Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja, antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.

Kortikosteroid Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3x5 mg.
Referensi Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006. Tropik Infeksi, FK UI. Jakarta

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

DIARE AKUT
DEFINISI Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.

MANIFESTASI KLINIS Secara klinis, diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan. Pertama koleriform, dengan diare yang terutama terdiri ataas cairan saja. Kedua, disentriform, pada diare didapatkan lender kental dan kadang-kadang darah. Berdasarkan kemungkinan penyebabnya: 1. Diare non inflamatori: 2. Diare dengan banyak air, tanpa darah, kram periumbilikal, perut kembung, mual dan muntah. Kemungkinan disebabkan oleh ETEC, S. aureus, Bacillus cereus, C. perfringens. Klinis akibat efek toksin bakteri pada usus halus. Diare dengan darah (disentri) disertai demam, sedikit air, kram pada abdomen kuadran kiri bawah, tenesmus, terdapat lendir dalam feses. Kemungkinan disebabkan oleh EHEC, C. difficile, shigellosis, salmonellosis, Campylobacter, amoebiasis. Diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Asidosis metabolik akan meyebabkan frekuensi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat, maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali per menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria (volume urine <50cc/24 jam), sehingga bila Diare inflamatori :

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

kekurangan cairan tidak cepat diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut.
Tabel 1. Manifestasi klinis dari beberapa etiologi diare akut

PENYEBAB Kolera (inkubas i : 3-6 hari)

Disentri basiler (inkubasi : beberapa jam sampai 3 hari) Amebiasis (inkubasi :8 hari (2-4 minggu)

Salmonellosis (inkubasi : 1014 hari)

MANIFESTASI KLINIS Diare disertai dengan tinja yang encer/lembek, diikuti oleh cairan seperti air cucian beras berbau amis Disertai mual dan muntah Tanda penting: dehidrasi (turgor kulit jelek, mata dan pipi cekung), jari-jari keriput, asidosis, syok. Diare dengan lendir dan darah, tenesmus, demam, sakit perut, dehidrasi. Kolitis ringan sampai berat (diare re kuren dan abdominal cramp, kadang berubah menjadi konstipasi) Berak darah dan lendir, sakit perut, hiperperistaltik, meteorismus, nyeri tekan perut bagian bawah Diare atau konstipasi disertai malaise, nyeri kepala, nyeri abdomen, suara serak dan batuk

TERAPI Penatalaksanaan pada diare akut antara lain: 1. Rehidrasi (pemberian cairan) Prinsip dalam menentukan jumlah cairan yang akan diberikan adalah sesuai dengan cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam cara pemberian cairan: BJ Plasma dengan rumus:
B J p la s m a 1 .0 2 5 0 .0 0 1 x B B (K g )x 4 m l

2.

Metode Pierce berdasarkan klinis: a. Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan b. Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan c. Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 5% X Berat Badan (Kg) = 8% X Berat Badan (Kg) = 10% X Berat Badan (Kg)

3.

Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis antara lain:


Tabel 2. Skor Klinis Daldiyono

KLINIS Rasa haus / muntah Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg Tekanan darah sistolik <60mmHg Frekuensi Nadi >120X/menit Kesadaran apatis Kesadaran somnolen, Sopor, atau K oma Frekuensi nafas > 30X/menit Facies Cholerika

SKOR 1 1 2 1 1 2 1 2

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

Vox cholerica Turgor kulit menurun Washer- woman hand Ekstremitas dingin Sianosis Umur 50-60 tahun Umur > 60 tahun

2 1 1 1 2 -1 -2

sko r
Kebutuhan cairan =

x 1 0 % x K g B B x 1 L it e r

15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin, sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengasn 3 disertai syok diberikan cairan intravena.

Tahapan pemberian cairan terdiri atas 3 tahap, yaitu: a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut rumus BJ plasma atau skor daldiyono diberikan langsung dalam dua jam ini agar tercapai rehidrasi ooptimal secepat mungkin b. Satu jam berikutnya (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkankehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss (IWL)

2.

Diet Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien justru dianjurkan untuk minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transient yang disebabkan virus atau bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

2.

Obat anti diare Obat jenis ini fdapat mengurangi gejala-gejala. a. Paling efektif : derivate opioid misal loperamid, difenoksilat-atropin dan

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

tinktur opium. Loperamid paling banyak disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan enselopati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama kesembuhan penyakit. b. c. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 X 2 tab/hari, smectite 3 X 1 sachet diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti Obat anti sekretorik atau anti enkephakinase: Hidrasec 3X 1 tab/hari.

3.

Terapi definitif Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi yang tertera pada tabel berikut. Tabel 3. Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare
Penyebab Diare Cholera eltor Dosis (perhari) 4x500mg 2x3 tab( awal) 2x2 tab Kloramfenikol 4x500mg Tak memerlukan terapi Ampisillin 4x1 g Kotrimoksazol 4x500mg Siprofloksas in 2x500mg Ampisillin 4x18 Kloramfenikol 4x500mg Metronidazol 4x500mg Tinidazol 1 x2g Secnidazol 1x28 Tetrasiklin 4x500mg Kuinakrin 3x100mg Klorokuin 3x100mg Metronidazol 3x250 mg Mikostatin 3X500.000 u nit Simptomatik dan Support Obat Tetrasiklin Kotrimoksazol Jangka Waktu

6 hari 7 hari 1 0-14hari 1 0-14hari 3-5hari 5 hari 5 hari 3 hari 3 hari 3 hari 1 0 hari 7 hari 5 hari 7 hari 1 0 hari

E.coli Salmonelosis

Shigelosis Amebiasis

Giardiasis

Kandidosis Virus

Komplikasi dan tatalaksananya Dehidrasi


Salah satu akibat dari diare adalah terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan). Penetuan derajat dehidrasi dapat berdasarkan:

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

1.

Keadaan klinis: a. b. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor kurang , suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh kedalam presyok. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh kedalam keadaan presyok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam. c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis

2.

Berdasarkan berat jenis plasma: a. c. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032-1,040 Dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025-1,028 b. Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028-1,032

3.

Pengukuran Central Venous Pressure (CVP) Bila CVP +4 s/d +11 cmH20: normal Bila syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cm H20

Penanganan 1. Rehidrasi (Lihat dibagian rehidrasi pada Diare akut)

2.

Jenis Cairan Cairan Intravena ada 3 jenis:

Cairan Kristaloid.
Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler.

Cairan Koloid.
Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton ), misal: protein, Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskuler.

Cairan Khusus.

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti: NaCI 3%, bic-nat, mannitol.
Daftar Pustaka Halim-Mubin A,2001, Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis & Terapi, EGC, Jakarta.

HIV / AIDS
DEFINISI Pasien yang terinfeksi virus HIV.

DIAGNOSIS Adanya faktor resiko penularan. Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali reaktif dengan reagen yang berbeda. Stadium WHO : Stadium 1 : asimtomatik, limfadenopati generalisata Stadium 2 : 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. Berat badan turun <10% Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis) Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir Infeksi saluran napas rekuren Berat badan turun >10% Diare yang tidak diketahui penyebabnya > 1 bulan Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan ) > 1 bulan Kandidiasis oral Oral hairy leucoplakia Tuberkulosis paru Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis) HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii Toksoplasmosis serebral Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan

Stadium 3 :

Stadium 4 :

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

5. 6. 7. 8. 9. 11.

Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV) Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1bulan) atau viseral Progressive multifocal leucoencephalopathy Mikosis endemic diseminata Kandidiasis esofagus, trakhea, dan bronkhus Septikemia salmonella non tifosa

10. Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru 12. Tuberkulosis ekstrapulmoner 13. Limfoma 14. Sarkoma kaposi 15. Ensefalopati HIV

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. 2. 3. 4. 5. 6. Anti-HIV ELISA Anti-HIV Western Blot Antigen p-24 Hitung CD4 Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik

TERAPI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Konseling Terapi suportif Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS Terapi paska paparan HIV (post-exposure prophylaxis) Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan Hepatitis B

10

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

LEPTOSPIROSIS
DEFINISI Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili leptospiraceae

DIAGNOSIS a. Anamnesis: demam tinggi. menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare b. Pemeriksaan Fisik: injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia, hepatomegaIi, splenomegali, penurunan kesadaran c. Laboratorium: dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amilase, lipase, dan CK (Creatin Kinase), gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. Serologi leptospira positif (titer 1 / 100 atau terdapat peningkatan 4 kali pada titer ulangan)

DIAGNOSIS BANDING Hepatitis tifosa, ikterus obstruktif, malaria, kolangitis, hepatitis fulminan

TERAPI Non farmakologis Tirah baring, makanan / cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat Farmakologls: Simtomatis Antirnikroba:
> >

Pilihan utama: Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 5-7 hari Altematif: tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, fluorolokuinolon

11

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

MALARIA
DEFINISI Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

DIAGNOSIS 1. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan: a. b. c. d. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria. Riwayat sakit malaria

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir f. Riwayat mendapat transfusi darah 2. Tersangka malaria berat dapat ditemukan keadaan di bawah ini: a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri) c. Kejang-kejang d. Panas sangat tinggi e. Ikterik f. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan g. Nafas cepat dan atau sesak nafas h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum i. j. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman Oligouria atau anuria

k. Telapak tangan sangat pucat

Catatan : penderita tersangka malaria berat harus segera dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis secara mikroskopik dan penanganan lebih lanjut.
3. Pemeriksaan fisik: demam (t 37,5 C), konjungtiva atau telapak tangan pucat,
0

splenomegali, hepatomegali.

12

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

4.

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan tetes darah tepi (tetesan darah tebal dan tipis) untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria, spesies dan stadium plasmodium dan kepadatan parasit. Rapid Diagnostic Test (RDT), untuk mendiagnosis infeksi P. falciparum dan non falciparum.

TERAPI Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat. Penjabaran disini terbatas pada pengobatan malaria tanpa komplikasi: A. Pengobatan Malaria Falsiparum Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Tabel 4. Pengobatan lini pertama malaria Falsiparum menurut kelompok umur

Hari H1

Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th =15 th Artesunat tab 1 2 3 4 Amodiakuin 1 2 3 4 Primakuin 1 2 2-3 H2 Artesunat 1 2 3 4 Amodiakuin 1 2 3 4 H3 Artesunat 1 2 3 4 Amodiakuin 1 2 3 4 Catatan :Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi<1 tahun & penderita defisiensi G6-PD

Komposisi obat: Artesunat : 50mg/tablet Amodiakuin : 200mg/tablet 153 mg amodiakuin base/tablet Semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia<1 tahun) diberikan tablet primakuin (1 tablet berisi :15 mg primakuin basa) dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral, dosis tunggal pada hari 1( hari pertama minum obat). Dosis pada tabel di atas merupakan perhitungan kasar bila penderita tidak ditimbang berat badannya. Dosis yang direkomendasi berdasarkan berat badan adalah: Artesunat : 4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, diberikan pada hari 1, 2

13

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

dan 3 ditambah Amodiakuin : 25-35 mg basa/kgBB selama 3 hari dengan pembagian dosis: 10 mg basa/kgBB/hari/oral.

Pengobatan efektif apabila sampai hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat: 1. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau 2. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)

A.

Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale dan malaria malariae Pengobatan malaria vivaks dan ovale Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin
Hari
Tabel 5 Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)

0-1 bln H1

2-11 bln

1-4 th

5-9 th

10-14 th 3 3 1

=15 th 3-4 1 3-4 1 2 1 1

Klorokuin 1 2 Primakuin H2 Klorokuin 1 2 Primakuin H3 Klorokuin 1/8 1 Primakuin H4-14 Primakuin Klorokuin difosfat/sulfat : 1 tablet 250 mg garam (150 mg basa) Primakuin : 1 tablet 15 mg

Perhitungan dosis berdasarkan berat badan untuk P. vivax dan P. ovale: Klorokuin : hari I & II = 10mg/kgBB, hari III = 5mg/kgBB Primakuin : 0,25mg/kgBB/hari, selama 14 hari

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.

Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat: a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

14

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

b.

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten).

c.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Penderita dikatakan kambuh bila dalam kurun waktu 14-28 hari: Penderita tetap demam atau gejala klinis tidak membaik yang disertai parasitemia aseksual Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya, tetapi ditemukan parasitemia aseksual.
Tabel 6.Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh) Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-2 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th =15 th Klorokuin 1 2 3 3-4 Primakuin 1 1 2 Klorokuin 1 2 3 3-4 Primakuin 1 1 2 Klorokuin 1/8 1 1 2 Primakuin 1 1 2 Primakuin 1 1 2 Tabel 7. Pengobatan malaria malariae

Hari H1 H2 H3 H4-14
Hari H1 H2 H3

Jenis obat Klorokuin Klorokuin Klorokuin

Jenis tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal) 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th =15 th 1 2 3 3-4 1 2 3 3-4 1/8 1 1 2

C.

Pengobatan terhadap penderita suspek malaria pada fasilitas pelayanan kesehatan tanpa sarana diagnostik malaria Penderita dengan gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin. Pemberian klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgBB. Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertama dengan dosis 0,75 mg/kgBB. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel di bawah:

15

Art Of Therapy

Tropik Infeksi
Hari H1 H2 H3

Tabel 8. Pengobatan terhadap penderita suspek malaria Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal) 0 -1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th =15 th Kloroku in 1 2 3 3-4 Primakuin 1 2 2-3 Kloroku in 1 2 3 3-4 Kloroku in 1/8 1 1 2

Bila pengobatan tidak efektif (klinis tidak membaik bahkan memburuk) penderita harus dirujuk untuk kepastian diagnosis dan mendapat pengobatan yang adekuat.
Daftar Pustaka Soeharyo dkk, 2006, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Gebrak Malaria, Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

VARISELA
DEFINISI Varisela-zoster atau cacar air adalah suau infeksi yang disebabkan oleh virus varisela zoster (VVZ) yamg merupakam DNA virus, dicirikan oleh ruam vaskuler, eksantomatosa. VVZ juga dapat menyebabkan klinis yang berbeda yaitu herpes zoster atau shingles. DIAGNOSIS Periode inkubasi 14-21 hari muncul ruam disertai demam dan malaise 3-5 hari ruam berkembang menjadi makulopapula, krusta, vesikel dalam beberapa jam sampai harimuncul lesi baru dalam periode 2-4 hari kemudianlesi kulit menghilang dalam 7-14 hari. Pemeriksaan lab. Tes Tzanck dari material dalam vesikel untuk mendapatkan multinucleated giant cell. Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan serologis untuk memeriksa respon pejamu dengan deteksi antibodi imunofluoresensi terhadap antigen membran VVZ (tes FAMA dan ELISA). TERAPI

16

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

Terapi varicela orang normal

Obat dan Dosis Asiklovir oral 20 mg/kg (max 800 mg),4 x selama 5 hari

Efek samping Efek samping re aksi neurotoksis, disfungsi renal reversibel, reaksi lokal Efek samping vidarabin teratogenik, megaloblastosis, neurotoksisitas

Lain-lain Berefek maksimal bila diberikan 24 jam setelah timbulnya ruam Efek kedua obat terhadap varisela diperkira-kan sama

pasien dengan respon imun lemah


Catatan :

Asiklovir IV 500 m setiap 8 jam untuk 5 hari Atau Vidarabin iv 10 mg/kg sehari dalam infus 12 jam selama 5 hari Asiklovir dan vidarabin dapat melalui sawar darah otak sehingga dapat masuk ke CNS, keduanya diekresikan melalui ginjal.

MORBILI
DEFINISI Campak adalah erupsi demam akut yang disebabkan oleh virus morbili dalam keluarga paramyxovirus.

DIAGNOSIS Masa pemajanan 8-12 haritimbul gejala awal malaise,irirtabilitas, suhu s/d 40C,konjungtivitis dengan lakrimasi berlebihan, edema kelopak mata, fotofobia, batuk (berlangsung 1-8 hari sebelum munculnya ruam)bercak Koplik (lesi kecil tidak teratur warna merah dengan inti biru-putih) muncul 1-2 hari sebelum awitan ruamgejala awal dapat menhilang 1-2 hari setelah timbul ruam atau menetap selama perjalanan penyakitmuncul ruam makulopapula mula-mula di dahi menyebar ke wajah, leher, batang tubuh dan kaki pada hari ketigaterjadi penyatuan lesi di dahi, wajah, punggungmenetap selama 3 hari dan menghilang dengan urutan yang sama, kira-kira total lama muncul ruam adalah 6 haripewarnaan kecoklatan pada kulitakhirnya tjd deskuamasi granuler. Laboratorium Leukopenia pada prodromal dan leukositosis pada superinfeksi bakteri. Limfopeni ekstrim (<20.000) mengarah ke prognosis yang buruk. Sel raksasa berinti banyak dapat ditemukan pada sediaan sputum, sekret hidung atau

17

Art Of Therapy

Tropik Infeksi

urin. Komplikasi Bisanya akan sembuh sendiri, namun dapat disertai pneumonitis, konjungtivitis, kematian janin pada penderita yang sedang hamil, hepatitis dan ensefalomielitis. Pewarnaan antibodi fluoresens pada sel epitel yang terinfeksi.

TERAPI Tidak ada terapi yang spesifik untuk campak. Pemberian gamaglobulin dapat memperpanjang masa inkubasi dan memperingan periode prodromal.Pemberian vitamin A 400.000 IU per oral dapat mengurangi angka kebutaan dan kematian pada daerah dengan campak dan defisiensi gizi berat. Ribavirin aerosol dilaporkan dapat mengobati pneumonia yang terjadi akibat campak.

COMMON COLD
DEFINISI Common cold atau viral rhinitis merupakan gejala awal dari setiap infeksi saluran pernafasan atas.Dapat disebabkan oleh golongan rhinovirus,adenovirus,dll.

DIAGNOSIS Berupa sakit kepala, kongesti nasal, rhinorrhea, bersin, rasa gatal di tenggorokan, malaise. Pemeriksaan nasal menunjukkan kemerahan, edema mukosa dan discharge serous. Bila discharge berubah menjadi purulen, kemungkinan telah terjadi infeksi bakteri.

TERAPI Tidak ada terapi kuratif yang dianjurkan untuk common cold. Biasanya diberikan terapi suportif dekongestan berupa pseudoephedrine 30-60 mg setiap 4-6 jam atau 120 mg 2 x sehari. Penggunaan nasal spray berisi oxymetazolin atau phenylephrine menimbulkan efek secara cepat, namun bila digunakan berkali-kali dapat memicu rhinitis medikamentosa yang lebih berat dari common cold.

18

Art Of Therapy

2. Interna-Pulmonologi
TUBERKULOSIS
DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (M. tuberculosis). DIAGNOSIS Gejala Gejala TB Batuk terus-menerus, berdahak >3 minggu Dahak bercampur darah, batuk darah Sesak nafas dan nyeri dada Badan lemah, nafsu makan menurun Berat badan turun, malaise Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan Demam meriang lebih dari sebulan. TB ekstra paru : pembesaran kelenjar, gibbus, osteomielitis, meningitis

Pemeriksaan Jasmani Tanda infiltrat : redup, bronkial Dahak di saluran nafas : ronkhi basah, ronkhi kering Penyempitan : wheezing Penarikan, pendorongan, kavitas, atelektasis Efusi, pneumothorax, schwarte Tanda kelainan ekstraparu seperti scrofuloderma, gibbus, osteomyelitis, menigitis, dll. Diagnosis TB Ekstra Paru Nyeri dada -------------------------------------------------------------> Pembesaran limfonodi superfisial ------------------------> Pembengkakan tulang belakang---------------------------> TB pleura Limfadenitis TB Spondilitis TB

19

Art Of Therapy

Pulmonologi

Gambar 1. Alur diagnosis Tuberculosis

20

Art Of Therapy

Pulmonologi

TERAPI Tipe Penderita } Kasus baru } Kambuh : Belum pernah diobati OAT atau pernah menelan OAT < 1 bulan : Penderita TB yang pernah mendapat pengobatan TB & telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+) } Pindahan } Drop out : Penderita yang sedang pengobatan di kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini : Penderita yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+) setelah putus berobat 2 bulan / lebih } Gagal : Penderita BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali menjadi (+) akhir bulan ke-5 atau lebih; penderita BTA (-) R (+) yang menjadi BTA (+) akhir bulan ke-2 pengobatan } Lain-lain : Semua penderita yang tidak memenuhi persyaratan tsb di atas, misalnya kasus kronik (BTA (+) setelah menyelesaikan pengobatan ulang kategori 2)
Tabel 10 .Dosis Obat OAT
Obat Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Streptomisin Etambutol Sifat Bakterisid Bakterisid Bakterisid Bakterisid Bakteriostatik Sasaran Kuman metabolik aktif semi-dormant dalam sel suasana asam 15 mg / kgBB 15 mg / kgBB Dosis 5 mg / kgBB 10 mg / kgBB 25 mg / kgBB

Panduan OAT Indonesia Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 : : : 2HRZE/4H3R3 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 2HRZ/4H3R3 HRZE

*Obat sisipan:

21

Art Of Therapy

Pulmonologi

Kategori 1 ditujukan untuk : } Penderita baru TB Paru BTA (+) } Penderita TB paru BTA (-) R (+) ringan/berat } TB ekstra paru ringan/berat

Kategori 2 ditujukan untuk : } Penderita TB BTA (+) kambuh } Penderita TB BTA (+) gagal } Penderita drop-out

Kategori 3 ditujukan untuk : } Penderita TB Paru BTA (-), R (+) sakit ringan } Penderita ekstra paru ringan (limfadenitis TB, pleuritis eksudativa unilateral, TB kulit, TB tulang, sendi, dan kelenjar adrenal)

OAT sisipan ditujukan untuk penderita yang bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori I atau II hasil pemeriksaan BTA tetap (+), diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

FIXED DOSE COMBINATION 4FDC : 75 mg INH + 150 mg Rifampisin +400 mg Pirazinamid + 275 mg Etambutol * 2FDC * untuk pengobatan setiap hari tahap intensif/sisipan : 150 mg INH + 150 Rifampisin

untuk pengobatan intermitten 3x seminggu tahap lanjutan.


Tabel 11. Dosis untuk kategori I

Berat Badan 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg > 70 kg

Tahap Inte nsif tiap hari selama 2 bulan 2 tablet 4FDC 3 tablet 4FDC 4 tablet 4FDC 5 tablet 4FDC

Tahap Lanjutan 3x/minggu selama 4 bulan 2 tablet 2FDC 3 tablet 2FDC 4 tablet 2FDC 5 tablet 2FDC

22

Art Of Therapy

Berat Badan 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg > 70 kg

Pulmonologi Tabel 11. Dosis untuk kategori II Tahap Intensif (3 bulan)

Tahap Lanjutan 3x seminggu selama 5 bulan 2 tablet 2FDC + 2 tab Etambutol 3 tablet 2FDC + 3 tab Etambutol 4 tablet 2FDC + 4 tab Etambutol 5 tablet 2FDC + 5 tab Etambutol

Tiap hari selama 2 bulan 2 tab 4FDC + Streptomisin inj. 3 tab 4FDC + Streptomisin inj. 4 tab 4FDC + Streptomisin inj. 5 tab 4FDC + Streptomisin inj.

Tiap hari selama 1 bulan 2 tab 4FDC 3 tab 4FDC 4 tab 4FDC 5 tab 4FDC

Tabel 12. Efek samping ringan OAT


Penyebab Rifampisin Rifampisin Pirazinamid INH Efek samping Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut Warna kemerahan pada ur in Nyeri sendi Kesemutan s.d. rasa terbakar di kaki Penanganan Obat diminu m malam sebelum tidur Tidak perlu diberi apa-apa kecuali penjelasan Beri aspirin Beri vitamin B6 100mg/hari

Tabel 13. Efek samping Berat OAT


Penyebab Semua OAT Semua OAT Streptomisin Semua obat Etambutol Rifampisin Efek samping Gatal, kemerahan kulit Ikterus tanpa sebab lain Tuli, vertigo, gangguan Penanganan Antihistamin He ntikan OAT sampai ikterus menghilang He ntikan Streptomisin, ganti Etambutol He ntikan OAT, tes fungsi hati He ntikan Etambutol He ntikan Rifampisin

kes eimbangan Bingung & muntah2 Gangguan penglihatan Purpura & syok

EVALUASI Dilakukan dengan px dahak sewaktu dan pagi. Hasil (-) bila ke-2 spesimen (-), hasil (+) bila salah satu (+)

23

Art Of Therapy

Pulmonologi Tabel 14. Evaluasi pasien TB

Kategori Akhir Kategori I

Uraian tahap intensif

BTA + -

Tindak Lanjut Tahap lanjutan dimula Lanjut OAT sisipan 1 bulan, jika setelah sisipan tetap (+) berikan tahap lanjutan Sembuh Gagal, ganti dengan OAT kategori II mulai dari awal Teruskan pengobatan Beri sispan 1 bulan, bila setelah sisipan tetap (+) teruskan pengobatan tahap lanjutan. Jika ada fasilitas, rujuk untuk uji kepekaan obat

Sebulan sebelum atau pada akhir pengobatan Akhir intensif Kategori II

-+ +

Sebulan sebelum atau pada akhir pengobatan

-+

Sembuh Belum ada pengobatan, disebut kasus kronik. Jika mungkin, rujuk ke unit pelayanan spesialistik. Bila tidak mungkin, beri INH seumur hidup

Kategori III

Akhir intensif

Terus ke tahap lanjutan Ganti kategori 2 mulai dari awal

Hasil Pengobatan dan Tindak Lanjut 1. Sembuh Penderita BTA (+) yg menyelesaikan pengobatan lengkap, px ulang dahak 2x berurutan BTA (-) 1 bulan sebelum dan pada akhir pengobatan. TATALAKSANA : Penderita diberitahu bila gejala muncul kembali segera memeriksakan diri dengan mengikuti protap. 2. Pengobatan Lengkap Penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada pemeriksaan dahak ulang. TATALAKSANA : Penderita diberitahu bila gejala muncul kembali segera memeriksakan diri dengan mengikuti protap. 3. 4. Meninggal Penderita yg dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun. Pindah Penderita pindah berobat ke kab./kota lain. TATALAKSANA : Penderita yang ingin pindah dibuatkan surat pindah, bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan dikirim kembali ke UPK

24

Art Of Therapy

Pulmonologi

asal. 5. Defaulted / Drop Out Penderita tidak ambil obat >2 bulan berturutan sblm masa pengobatan selesai. TATALAKSANA : Lacak penderita dan beri penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Bila penderita melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksan dahak. Bila (+) mulai pengobatan dengan kategori 2, bila (-) sisa pengobatan kategori 1 dilanjutkan. 6. Gagal Penderita BTA (+) yg hasil px dahak tetap (+) atau kembali menjadi (+) pada satu bulan sebelum akhir pengobatan / pada akhir pengobatan. TATALAKSANA : Penderita BTA (+) baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal. Penderita BTA (+) pengobatan ulang dg kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik/ INH seumur hidup. Penderita BTA (-) yang hasil px dahaknya pada akhir bulan ke-2 menjadi (+). TATALAKSANA : Berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal. Pengobatan TB pada keadaan khusus 1. Wanita hamil Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barrier placenta. 2. Ibu menyusui Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pecegahan diberikan kepada bayi sesuai BB. 3. Wanita pengguna kontrasepsi Rifampisin bereaksi dengan kontrasepsi hormonal, sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi. Dianjurkan menggunakan kontrasepsi non-hormonal atau mengandung esterogen dosis tinggi (50 mcg). 4. 5. Penderita HIV/AIDS Pengobatan sama efektifnya seperti pada TB lainnya. Penderita TB dengan kelainan hati kronis Jika SGOT/SGPT >3x OAT harus dihentikan. Bila <3x diteruskan dengan

pengawasan ketat. Tidak boleh digunakan pirazinamid pada penderita kelainan hati. Panduan : 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

25

Art Of Therapy

Pulmonologi

6.

Penderita TB dengan hepatitis akut Ditunda sampai hepatitis akut sembuh. Jika sangat diperlukan 3SE sampai hepatitis sembuh 6RH.

7. 8.

Penderita dengan ganguan ginjal Paling aman : 2RHZ/6HR Penderita DM Rifampisin akan mengurangi efektivitas sulfonilurea sehingga dosis perlu ditingkatkan. Penggunaan etambutol harus hati-hati (komplikasi ke mata).

9.

Penderita yang perlu tambahan kortikosteroid Meningitis, TB milier dg/tanpa gejala meningitis, pleuritis eksudativa TB, Perikarditis konstriktiva prednison 30-40 mg/hari, tap off 5-10mg.
Referensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006. Pulmonologi, FK-UI, Jakarta

ASMA BRONKIAL
DEFINISI Penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan obstruksi jalan napas akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, netrofil, dan epitel. Faktor-faktor pencetus serangan asma yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Infeksi virus saluran napas : influenza Pemajanan terhadap alergen : tungau, debu rumah, bulu binatang Pemajanan terhadap iritan (polusi udara) : asap rokok, minyak wangi, asap kendaraan Aktivitas fisik : berlari Ekspresi emosional : takut, marah, frustasi Obat : aspirin, -blocker, NSAIDs Lingkungan kerja : uap zat kimia Pengawet makanan : sulfit Lain-lain : haid, kehamilan, sinusitis, perubahan cuaca

26

Art Of Therapy

Pulmonologi

KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesis : adanya keluhan batuk, sesak, mengi atau rasa berat di dada. Gejala umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu beraktivitas fisik, tetapi dapat pula muncul sembarang waktu (mengacu kepada faktor pencetusnya). Adakalanya gejala sering terjadi pada musim tertentu. Gambaran klinis asma klasik berupa serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak khas, seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergi dapat disertai pilek atau bersin. Meskipun pada awalnya batuk tanpa disertai sekret, pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret yang mukoid, putih, dan kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi (cough variant asthma). Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien atau keluarganya (misalnya rinitis alergika, dermatitis atopik) dapat membantu diagnosis asma. 2. Pemeriksaan fisik : Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat, sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. 3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan eosinofil total : sering ditemukan eosinofilia (dapat membedakan asma bronkial dengan bronkitis kronik), pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang diperlukan pasien asma. Pemeriksaan sputum : sputum eosinofil sangat spesifik untuk asma, sedangkan netrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot-Leyden, dan Spiral Curschmann, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigatus. Foto Rontgen thorax : Pemeriksaan foto thorax tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala seperti asma atau komplikasi asma, seperti pneumothorax, pneumomediastinum, atelektasis, fraktur costae, dll. Uji kulit (Skin Prick Test/SPT) : Tujuan uji kulit untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya mendukung diagnosis karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian sebaliknya jika hasil uji negatif tidak dapat menyingkirkan

27

Art Of Therapy

Pulmonologi

diagnosis asma. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum : Pemeriksaan ini hanya berguna untuk mendukung diagnosis atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya tidak dapat dipercaya. Spirometri : Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergic. Peningkatan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa) atau KVP (Kapasitas Vital Paksa) sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. Akan tetapi, respon yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asma (hal ini dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal). Demikian pula respon terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Uji provokasi bronkus : Jika uji spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Analisis gas darah : Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 respiratorik.
Tabel 15. Klasifikasi Serangan Asma Akut

45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis

KLASIFIKASI SERANGAN ASMA AKUT Beratnya Serangan RINGAN Tanda yang Dijumpai Aktivitas hampir normal. Bicara dalam kalimat penuh. Denyut nadi < 100/menit APE > 60%.

28

Art Of Therapy

Pulmonologi
SEDANG BERAT MENGANCAM JIWA Hanya mampu berjalan jarak dekat. Bicara dalam kalimat terputus-putus. Denyut nadi 100-120 /menit APE 40-60% Sesak pada saat istirahat. Bicara dalam kata-kata terputus. Denyut nadi > 120 /menit APE < 40% atau 100 L/menit. Kesadaran menurun Kelelahan Sianosis Henti napas

TERAPI Menurut berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat yaitu : 1. Asma intermitten Gambaran klinis sebelum pengobatan : Gejala intermitten ( < 1 kali seminggu ) Serangan singkat (beberapa jam sampai hari) Gejala asma malam < 2 kali sebulan Di antara serangan, pasien bebas gejala dan fungsi paru normal Nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) dan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa) > 80% dari nilai prediksi, variabilitas < 20% Obat yang dipakai : agonis 2 inhalasi, jika setelah pengobatan masih terdapat gejala-gejala yang berat dapat ditambahkan obat lain dalam bentuk sediaan oral seperti Aminofilin, Teofilin, dan Salbutamol, bila belum membaik dapat diberikan kortikosteroid oral. 2. Asma persisten ringan Gambaran klinis sebelum pengobatan : Gejala > 1 kali seminggu, tetapi < 1 kali per hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Serangan asma malam > 2x sebulan Nilai APE atau VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%

Obat yang dipakai : setiap hari obat pencegah, agonis 2 bila perlu(jika

29

Art Of Therapy

Pulmonologi

belum membaik dapat digunakan terapi yang sama seperti pada asma intermitten) 3. Asma persisten sedang Gambaran klinis sebelum pengobatan : Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Serangan asma malam > 1 x seminggu Setiap hari menggunakan agonis 2 inhalasi Nilai APE atau VEP1 antara 60-80% dari nilai prediksi, variabilitas > 30%

Obat yang dipakai : setiap hari obat pencegah (kortikosteroid inhalasi) dan bronkodilator long acting(Long Acting B2 Agonis /LABA inhalasi). 4. Asma persisten berat Gambaran klinis sebelum pengobatan : Gejala terus-menerus, sering mendapat serangan Gejala asma malam sering Aktivitas fisik terbatas karena gejala asma Nilai APE atau VEP1 < 60% dari nilai prediksi, variabilitas > 30%

Obat yang dipakai : setiap hari obat-obat pencegah dosis tinggi (kortikosteroid inhalasi), bronkodilator long acting(LABA inhalasi), kortikosteroid oral jangka panjang.
tabel 16. Pengobatan asma jangka panjang menurut sistem anak tangga
TAHAP Asma intermitten Asma persiste n ringan OBAT PENCEGAH HARIAN Tidak diperlukan Kortikosteroid inhalasi (500g Beclomethasone diproprionate atau ekuivalen) Teofilin lepas lambat Kromolin Anti leukotrien PILIHAN LAIN

30

Art Of Therapy

Pulmonologi
Asma persisten sedang Kortikosteroid inhalasi (2001000 g Beclomethasone diproprionate atau ekuivalen) + long acting agonist Kortik osteroid inhalasi (50010 00 g Beclomethasone diproprionate atau ekuivalen) + teofilin lepas l ambat atau Kortik osteroid inhalasi (50010 00 g Beclomethasone diproprionate atau ekuivalen) + oral long actin g -agonist atau Kortik osteroid inhalasi dosis lebih tinggi ( >1000 g Beclomethasone diproprionate atau ekuivalen) Kortik osteroid inhalasi dosis lebih tinggi ( >1000 g Beclomethasone diproprionate atau ekuivalen) + anti leukotrien Asma persisten berat Kortikosteroid inhalasi ( > 1000 g Beclomethas one diproprionate atau ekuivalen) + long acting agonist inhalasi + satu atau lebih obat berikut bila diperlukan : Teofilin lepas lambat Anti leukotrien long acting agonist oral Kortikosteroid oral Anti IgE.

Pengobatan Asma akut Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (Sa O2 92%) dengan cara memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian bronkodilator aerosol (agonis -2 dan ipratropium bromida) dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan

31

Art Of Therapy

Pulmonologi

kortikosteroid sistemik. Pemberian oksigen 1-3 liter/menit diusahakan SaO2 sehingga bila pasien telah mempunyai SaO2 membutuhkan inhalasi oksigen. 1. 2. 3. 4. 5. Oksigen 1-3 liter/menit.

92%,

92% sebenarnya tidak lagi

Inhalasi agonis -2 tiap 20 menit sampai 3 x, selanjutnya tergantung respon terapi awal. Inhalasi antikolinergik (ipratropium bromida) setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi berat (atau dapat diberikan bersama-sama dengan agonis -2). Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg/hari setara prednison. Jika langkah 1-4 tidak berhasil dapat diberikan Aminofilin (bila diberikan, dosis awal 5-6 mg/kgBB bolus selama 20 menit, diberikan pelan-pelan untuk menghindari terjadinya kejang dan aritmia, yang dilarutkan dalam Dextrosa 5% dilanjutkan infus drip Aminofilin 0,5-0,6 mg/kgBB/jam). Sediaan Aminofilin adalah 240mg (1 ampul) yang dilarutkan dalam Dextrosa 5%.

6. 7.

Antibiotik bila ada infeksi sekunder. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian agonis -2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari) : inhalasi agonis -2 diteruskan, steroid oral diteruskan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat. Bila tidak berhasil pasien harus segera diintubasi.

8.

Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan resiko tinggi : pemeriksaan fisik tambah berat, APE (Arus Puncak Ekspirasi) > 50% dan < 70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia (dari hasil analisa gas darah) pasien harus dirawat.

9.

Pasien dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap upaya pengobatan di UGD atau bertambah beratnya serangan/buruknya keadaan setelah perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas, hasil pemeriksaan AGD menunjukkan hipoksemia dengan kadar pO2 < 60 mmHg dan/atau pCO2 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen yang adekuat.

10. Pasien harus segera dirujuk bila : Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma Serangan asma berat APE < 60% nilai prediksi

32

Art Of Therapy

Pulmonologi

Respon bronkodilator tidak segera, dan bila ada respon hanya bertahan < 3 jam Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah mendapat pengobatan kortikosteroid Gejala asma semakin memburuk
Referensi Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006. Pulmonologi, FK UI.

BRONKHITIS KRONIS
DEFINISI Bronkhitis kronis merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturutturut, tidak disebabkan penyakit lainnya. KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis bronkhitis kronis ditegakkan berdasarkan : A. Gambaran klinis 1. Anamnesis 2. a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Batuk berulang dengan atau tanpa dahak putih/mukoid Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi Inspeksi Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup atau mencucu) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertrofi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

Pemeriksaan fisik

33

Art Of Therapy

Pulmonologi

jugularis di leher dan edema tungkai b. c. Penampilan blue bloater (penderita gemuk serta sianosis sentral dan perifer) Palpasi Fremitus melemah dan sela iga melebar Perkusi Batas jantung mengecil, letak diafragma rendah dan hepar terdorong ke bawah d. Auskultasi B. Suara napas vesikuler normal atau melemah Terdapat ronkhi dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa Ekspirasi memanjang Pemeriksaan penunjang (radiologi) Pada bronkhitis kronis : Corakan bronkhovaskuler bertambah Gambaran tubular shadow yaitu bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru TERAPI a. b. c. Istirahat Oksigen 2-3 L/menit Medikamentosa 1. Bronkodilator a. b. c. d. 2. Golongan anti-kolinergik Golongan agonis beta-2 Kombinasi anti-kolinergik dan agonis beta-2 Golongan xantin

Kortikosteroid Digunakan dalam bentuk oral bila terjadi eksaserbasi akut untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.

3.

Antibiotika Hanya diberikan bila terjadi eksaserbasi akut yang biasanya

34

Art Of Therapy

Pulmonologi

disebabkan oleh infeksi. 4. 5. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkhitis kronik dengan sputum yang viscous.
Tabel 17. Daftar obat dan dosis untuk bronkitis kronis
Golongan Obat Anti-kolinergik Agonis beta-2 Obat & Kemasan Ipratropium bromida *bronkodilatasi onset 30 -60+ mukolitik , 20 g / semprot (atr ovent inh) Fenoter ol 100 g / sempr ot (berotec inh) Salbutamol 100 g / sempr ot (ventolin inh, venterol inh) Terbutalin 0.5 mg / semprot (bricasma ser buk inh) Ipratropium bromide 20 g + Salbutamol 100 g / semprot (combivent inh) Teofilin slow release 300 mg Teofilin / aminofilin 150 mg Prednison 5 mg Metilprednisolon 4 mg Ampisilin 500 mg Eritromisin 500 mg Amoksisilin 500 mg Co Amoxiclav 750 mg Cefodroxil 500 mg Cefixim 100 mg Azitromisin 500 mg dan 250 mg N-asetil sistein (fluimucil granula 200 mg, kapsul 200 mg, tablet eff 600 mg) Karbosiste in (broncholit sirup 250mg/5ml; muciclar sirup 250mg/5ml, 100mg/5ml, tablet 375mg) Ambr oxol sirup 15mg/5 ml, 30mg/5ml, tablet 30 mg Bromheksin (bisolvon cairan inj 2mg/ml, eliksir 4mg/5ml, siru p 10mg/5ml, kapsul 8mg) Dosis 2 4 semprot 3 4 kali/hari 2 4 semprot 3 4 kali/hari 2 4 semprot 3 4 kali/hari 2 4 semprot 4 kali/hari 2 4 semprot 3 4 kali/hari 1 tablet 2 kali/hari 1 tablet 3-4 kali/hari 20 40 mg/hari Selama 2 minggu 500 mg/6j, lama 5-7 hari 500 mg/6j, lama 5-7 hari 500 mg/8j, lama 5-7 hari 750 mg/8j, lama 5-7 hari 500 mg/1 2j,lama 5-7 hari 100 mg/12j,lama 5-7 hari 500 mg/24j, lama 3 hari 250 mg/24j, lama 5 hari 200 mg/8jam 500-750mg/8jam

Kombinasi anti-kolinergik dan agonis beta-2 Xantin

Kortik osteroid oral Antibiotika

Anti-oksidan + mukolitik Mukolitik

30 mg/8jam 8mg/8jam

REFERENSI Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Penyakit Paru Obstruksi Kronis. FK-UI. Current Medical Diagnosis & Treatment. 2002. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. McGraw-Hill. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 2007. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Oxford University Press.

35

You might also like