You are on page 1of 26

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARING)

DI SMA SWASTA AL-AZHAR MEDAN


OLEH KETUA ANGGOTA : SAIFUL BAHRI (NIDN: 0124108203) : BUKHORI (NIDN: 0129098101)

(saifulbahri299@yahoo.co.id) Abstrak Pemilihan judul ini berdasarkan pengamatan dari hasil observasi penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMA Swasta Al-Azhar Medan yang terdiri dari enam kelas paralel. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas, dimana pemilihan sampel dilakukan secara random. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematis (2) tes kemampuan koneksi matematis, pokok bahasan bangun ruang kubus dan balok, dimana tes berbentuk uraian. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan persentase pencapaian skor siswa pada pembelajaran kontekstual dan konvensional. Analisis, inferensial data dilakukan dengan uji t dan analisis varians (Anava) dua jalur. Hasil penelitian ini adalah (1) peningkatan kemampuan, pemecahan masalah antara siswa yang diberi pembelajaran konteksual lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen 0,52 dan kelas kontrol 0,28. (2) peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kontekstual lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran. konvensional. Rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen 0,49 dan kelas kontrol 0,16. (3) tidak ada interaksi antara pendekataii pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. (4) terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. Kata Kunci : Pendekatan kontekstual A. Pendahuluan Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber

daya manusia (SDM) yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk masa yang akan datang yang harus dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menghadapi clan menyelesaikan setup perrnasalahan yang dihadapinya. Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang digali untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satunya adalah ilmu matematika. Hal ini sesuai degan pendapat Cockroft (1982) dalam Abdurrahman(2003:253) yang mengatakan bahwa: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan;(2) semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Kutipan diatas mengatakan bahwa matematika itu dapat digunakan sebagai sarana untuk memecahkan masalah dalam berbagai segi kehidupan. Kline dalam Tim MKPBM Matematika UPI (2001:19) mengatakan bahwa "matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam". Selanjutnya Nurhadi (2004:203) juga mengatakan " Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran geometri, aljabar dan trigonometri". Senada dengan itu Soedjadi dalam Panjaitan (2009:216) mengatakan bahwa: "matematika itu merupakan kegiatan manusia sehingga dalam proses pembelajaran harus lebih menekankan. pada aktivitas siswa untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa". Pendapat tersebut diatas sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika pada kurikulum KBK 2004.

Tujuan pembelajaran matematika pada kurikulum. KBK 2004 dalam Nurhadi (2004: 203) yaitu: 1. Melatih Cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, ekspositori, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan menemukan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tabu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Tujuan di atas menekankan akan pentingnya peranan matematika dalam kehidupan manusia. Karena pentingnya peranan matematika dalam kehidupan manusia, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika semakin baik. Hal ini terlihat dari berbagai upaya pemerintah seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku-buku pelajaran, peningkatan kompetensi guru dan berbagai usaha lainnya yang bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas. Namun demikian usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika belum menarnpakkan hasil yang maksimal. Di tingkat Internasional laporan TIMSS (Third International mathematics science Study) tahun 2003 menempatkan Indonesia pada posisi 34 dari 45 negara, dan lebih separuh pelajar kelas II dan kelas III SLTP di Indonesia berada dibawah standar rata-rata skor Internasional Panjaitan (2009:215). Data ini semakin menyatakan bahwa mutu pendidikan matematika kita sangat rendah dibanding dengan negara lain.

Rendahnya hasil belajar matematika ditinjau dari lima aspek yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematic (NCTM:2000):

"Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga,belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika". Masalah merupakan sesuatu yang tidak terlepas dari diri manusia, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kernampuan yang dituju dalam pembelajaran matematika. Laster (Branca: 1980) dalam Sugiman dkk (2009:179) menyatakan bahwa" Problem silving is the heart of mathematics" yang artinya jantungnya matematika adalah pemecahan masalah. Selanjutnya NCTM (National Council of' teachers of Mathematics) menegaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah salah satu aspek penting dalam menjadikan manusia menjadi literat dalam matematika (Romberg:1994) dalam Sugiman dkk (2009:179). Dari pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Dalam belajar matematika, siswa mengalami kesulitan khususnya dalam menyelesaikan soal yang berhubungan dengan pemecahan masalah matematika sebagaimana diungkapkan Sumarmo (dalam Suhenri: 2006:3) bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada umumnya belum memuaskan. Untuk itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan sedini mungkin kepada siswa. Kemampuan ini sangat diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Russefendi (1991:291) bahwa: kemampuan ]pemecahan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang kemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan seharihari.

Kemampuan yang tidak kalah pentingnya yang harus dimilikim siswa adalah kemampuan koneksi matematika. Kemampuan koneksi matematika memiliki kaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah, dimana kernampuan pemecahan masalah yang baik, tentunya akan membantu siswa untuk meningkatkan kernampuan koneksi matematikanya, begitu juga sebaliknya. Sumarmo (2006) menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematika adalah kernampuan seseorang dalam memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika,yang meliputi: koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Melalui koneksi matematika maka konsep pemikiran dan wawasan siswa semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu. saja yang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sifat positif terhadap matematika itu sendiri. Kenyataan dilapangan, hasil penelitian Ruspiani (2000:13O)

mengukapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematika siswa dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan 7,3% untuk koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari. Rendahnya mutu pendidikan matematika disebabkan banyak faktor salah satunya adalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru masih menggunakan pendekatan konvensional atau tradisional. Soedjana(1986:1) manyatakan: "Dalam metode mengajar tradisional, seorang guru dianggap sebagai sumber ilmu, guru bertindak otoriter dan mendominasi kelas. Guru langsung mengajar matematika, membuktikan semua dalil-dalilnya dan memberikan contoh-contohnya. Sebaliknya murid harus duduk dengan rapi, mendengarkan dengan tenang dan berusaha meniru cara-cara guru membuktikan dalil dan cara guru mengerjakan soal-soal. Demikianlah suasana belajar dan belajar yang tertib dan tenang. Murid bersifat passif dan guru bersifat aktif. Murid-murid yang dapat dengan persis mengerjakan soal-soal seperti yang dicontohkan gurunya adalah murid yang akan mendapat nilai yang paling baik. Murid-murid pada umumnya

kurang diberikan kesempatan untuk berinisiatif, mencari jawaban sendiri, merumuskan dalil-dalil. Murid-murid pada umumnya dihadapkan pada pertanyaan bagaimana menyelesaiakan soal bukan kepada mengapa penyelesaiannya demikian". Pada pembelajaran seperti ini guru hanya sekedar penyampai pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung sebagai penerima pengetahuan semata dengan cara mencatat, meniru, mendengarkan dan menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya. Zulkardi (2005) dalam Sugiman dkk (2009:184) menyatakan bahwa"guru matematika mengajar dengan metode tradisional". Pembelajaran matematika seperti ini tidak mamberikan arti apa-apa pada siswa. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Marpaung dalam Tim PLPG (2008:8) yang menyatakan bahwa. "matematika tidak ada artinya kalau hanya dihafalkan". Oleh karena itu perubahan paradigm guru mengajar menjadi paradigm siswa belajar sudah seharusnya menjadi perhatian utama dalam pembelajaran matematika. Peranan pendidikan matematika yang sangat besar dalarn peningkatan kualitas sumber daya manusia, haruslah didukung dengan suatu proses pembelajaran matematika yang mernberikan kesempatan pada siswa untuk dapat melihat dan mengalami sendiri kegunaan matematika dalam kehidupan nyata. Melalui pembelajaran matematika yang mengkaitkan konsep

matematika dengan konsep lain serta mengkaitkan matematika dengan suatu permasalahan dalam kehidupan nyata, maka siswa akan semakin sadar betapa pentingnya belajar matematika. Melalui pembelajaran yang proses belajar-mengajarnya diawali dengan menghadapkan siswa dalam masalah nyata serta mengkaitkan area-area pengetahuan yang berbeda, maka akan mengarahkan kepada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu akan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa baik kemampuan koneksi antara matematika dengan pelajaran lain, koneksi matematika dalam kehidupan

sehari-hari, maupun kemampuan siswa dalam mengkoneksikan konsep antar pokok bahasan dalam matematika itu sendiri. NCTM (National Council of teachers of Mathematics) menyatakan bahwa pemecahan masalah dan koneksi matematika termasuk standar utama yang penting dalam pendidikan matematika. Dengan kata lain bila kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa baik, maka siswa akan cenderung tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika selanjutnya, ataupun mempelajari pelajaran lainnya. Jadi, dalam proses kegiatan belajar-mengajar perlu adanya pendekatan pembelajaran yang penekanannya mengarah kepada kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika. Bila kemampuan yang akan dicapai penekanannya pada kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika, maka hal yang memungkinkan pembelajaran matematika disajikan melalui masalah kontekstual, yaitu melalui pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Nurhadi (2003:13) menyatakan bahwa : "Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning,) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit semi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri , sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat". Hal ini sesuai dengan pendapat -Muslich (2008:40) dalam bukunya mengatakan "Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam dunia nyata". Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual menekankan pembelajaran yang terpusat pada siswa, guru mengaktifkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, memungkinkan

terjadinya proses belajar yang di dalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya secara aktif dalam berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas. Sehingga pembelajaran dengan pendekatan (Contextual Teaching and Learning) diharapkan dapat sebagai solusi untuk menciptakan paradigm siswa belajar bukan paradikma guru mengajar seperti yang tedadi pada pembelajaran konvensional. Johnson (2007:42) yang menyatakan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) memiliki kemampuan untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang paling serius dalam pendidikan tradisional. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Dari uraian di atas peneliti merasa terdorong untuk menerapkan pembelajaran kontekstual dengan judul "Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching end Learning)". B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen sernu (Quqsi eksperiment) untuk melihat hubungan sebab akibat dari perlakuan pada pendekatan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi metematika siswa. Perlakuan yang dilakukan adalah penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual. 2. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Swasta Al-Azhar Medan kelas X pada tahun pelajaran 2011/2012. Diperkirakan bulan April / Mei 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. a. Populasi dan Sampel 1) Populasi

Populasi adalah sejumlah keseluruhan yang menjadi objek penelitian yang akan di teliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Swasta Al-Azhar Medan kelas X pada tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 6 kelas dengan sejumlah siswa sebanyak 240 orang. 2) Sampel Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana yaitu sampel diaambil secara random yang akan mewakili populasi. Dengan demikian mengingat kelas X berjumlah 40 siswa sehingga memberikan kemungkinan yang sama bagi setiap kelas untuk terpilih menjadi sampel. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelas X A dan X B yang terdiri dari 80 siswa. 3) Variabel dan Indikator Berdasarkan dari tujuan penelitian dan kerangka teori dalam penelitian ini maka penulis menggunakan satu bentuk variabel, yaitu : 1. Variabel : perlakuan pada pendekatan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah clan koneksi matematika siswa ( eksprimen ) dan pelakuan yang dilakukan adalah penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual ( kontrol ). 2. Indikator : Skor tes semester II pada materi Persamaan diferensial. 3. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu tes dan non tes. Instrumen jenis tes melibatkan pre-tes dan pos-tes. Pretes dan pos-tes meliputi tes kernampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematika dalam bentuk soal uraian. Jenis non tes melibatkan angket respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran kontekstual. Soal pre-tes terdiri dari 10 butir soal uraian, yang meliputi 5 butir soal mengukur kemampuan pemecahan masalah dan 5 butir soal mengukur kemampuan koneksi matematika siswa. Pre-tes dalam penelitian ini diberikan diawal penelitian dengan tujuan: (1) untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal siswa, (2) untuk melihat kesiapan siswa terhadap materi

bangun ruang sisi datar kubus dan balok dan (3) untuk mengetahui apakah kemampuan siswa pada kedua kelompok sama atau tidak. 4. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi matematika Tes kemampuan pemecahan masalah pada penelitian ini terdiri dari 5 soal dalam bentuk uraian yang diberikan pada akhir penelitian bagi kelompok eksperimen dan kontrol. Pemilihan bentuk tes uraian bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa secara menyeluruh terhadap materi yang telah diberikan setelah kedua kelompok memperoleh pembelajaran. Tes kemampuan koneksi matematika pada penelitian ini terdiri dari 5 soal bentuk uraian yang diberikan pada akhir penelitian bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pemilihan bentuk tes uraian bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan konekasi matematika siswa secara menyeluruh terhadap materi yang telah disampaikan setelah kedua kelompok memperoleh pembelajaran. a. Angket Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran

Data respon siswa yang diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pendapat atau komentar siswa terhadap pembelajaran kontekstual. Angket respon siswa diberikan kepada siswa dan diisi setelah pembelajaran yang meliputi materi pelajaran, lembar aktifitas siswa, cara bclajar dan cara guru mengajar. Kemudian dengan instrumen ini ingin diketahui juga tentang minat siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya. Angket respon siswa dalam kegiatan pembelajaran dan terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan diisi oleh siswa setelah kegiatan pembelajaran selesai. Adapun hal-hal yang dapat diamati pada respon siswa terdapat pada tabel aspek yang diamati pada respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, sebagai berikut: Tabel 3.2 Aspek yang Diamati pada Respon Siswa terhadap Kegiatan

Pembelaiaran Kontekstual No 1 Aspek yang diamati Perasaan siswa terhadap komponen a. Materi pelajaran b. Lembar aktivitas siswa (LAS) c. Suasana belajar di kelas d. Cara guru mengajar 2 Pendapat siswa terhadap komponen a- Materi pelajaran b. Lembar aktivitas siswa (LAS) c. Suasana belajar di kelas d. Cara guru mengajar 3 Siswa yang berminat untuk mengikuti berikutnya, seperti yang dilakukan sekarang kegiatan pembelajaran

Pendapat siswa tentang lembar aktivitas siswa a. Siswa dapat memahami bahasa yang digunakan dalam lembar aktivitas siswa b. Siswa tertarik pada penampilan (ttilisan, gambar, dan letak gambarnya) yang terdapat pada lembar aktivitas siswa

C. Hasil Penelitian 1. Dari hasil analisis data dan uji statistik peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh rata-rata peningkatan kelas eksperimen 0,52 kelas kontrol 0,28 dan hasil uji statistic

diperoleh thitung 4,327 > ttabel 1,999. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan pemecahan pendekatan matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. 2. Dari hasil analisis data dan uji statistik terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa diperoleh rata-rata peningkatan

kelas eksperimen 0,49 kelas kontrol 0,16 dan hasil uji statistik diperoleh signifikantsi 0,000. Ini lebih kecil dari taraf signifikan 0,05. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan koneksi metamatis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. D. Pembahasan Pada bagian ini akan diraikan deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan interpretasi dilakukan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan koneksi matematis. Deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian juga melibatkan faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis siswa serta interaksi kedua faktor tersebut terhadap kemampuan matematis yang akan dicapai. 1. Faktor Pembelajaran Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan sebelumnya, terlihat bahwa dengan pembelajaran kontekstual peningkatan kemampuan pemecahan masala dan koneksi matematis lebih baik disbanding dengan pembelajaran konvensional. Hal ini sangat wajar jika memperhatikan perbedaan karakteristik kedua pembelajaran tersebut. Secara teoritis pembelajaran kontekstual memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Keunggulan tersebut terlihat dari perbedaan pandangan terhadap karakteristik pembelajaran antara lain: a. Bahan Ajar Pada pembelajaran kontekstual, bahan ajar dikembangkan dan dikemas dalam bentuk sajian masalah-masalah kontekstual. Masalah-masakah

kontekstual tersebut disajikan dalam lembar Aktivitas Siswa (LAS). Sebagai contoh pada Lembar Aktivtas Siswa (LAS-3) masalah 2 seperti berikut :

Sebuah kotak sepatu berbentuk balok dengan panjang = 25cm, lebar = 7cm, dan tinggi = 10. Apabila kotak tersebut dibuka maka akan berbentuk jaringjaring balok seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

a) Berbentuk apakah bidang 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 yang ada pada gambar (b) ! b) Tuliskkan bidang-bidang yang bentuk dan ukurannya sama pada gambar (b) ! c) Tentukan bagaimana cara mencari luas bidang 1,2,3,4,5 dan 6 d) Tentukan bagaimana cara menentukan luas permukaan balok ! e) Hitunglah luas permukaan kotak sepatu tersebut ? b. Gambar Penelitian : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. c. Gambar Penelitian : kemampuan pemecahan pendekatan matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Siswa sedang menegrjakan pretest dan postest

Siswa sedang menegrjakan pretest dan postest

Siswa sedang menegrjakan pretest dan posttest

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

Kemampuan Pemecahan Pendekatan Matematis Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Dengan Pendekatan Konvensional.

Siswa sedang mengerjakan pretest dan postest

Siswa sedang mengerjakan pretest dan posttest

Siswa sedang mengerjakan pretest dan posttest

Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Memecahkan Masalah

E. Kesimpulan Dan Saran Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan penekanan pada kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematis, maka penelitian memperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis data dan uji statistik peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh rata-rata peningkatan kelas eksperimen 0,52 kelas kontrol 0,28 dan hasil uji statistic diperoleh thitung 4,327 > ttabel 1,999. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan pemecahan pendekatan matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. 2. Dari hasil analisis data dan uji statistik terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa diperoleh rata-rata peningkatan kelas eksperimen 0,49 kelas kontrol 0,16 dan hasil uji statistik diperoleh signifikantsi 0,000. Ini lebih kecil dari taraf signifikan 0,05. Hal ini menunjukkan peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan koneksi metamatis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. 3. Tidak dapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah sistematis siswa, sedangkan kemampuan awal matematika siswa tidak memiliki pengaruh dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selisih rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pendekatan konvensional secara berturut-turut diperoleh siswa kelompok tinggi 0,143, sedang 0,238 dan rendah 0,274. Berdasarkan hal tersebut dapat di identifikasikan bahwa siswa yang berkemampuan rendah memperoleh manfaat yang paling besar dalam pembelajaran dengan kontektual. 4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. Ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa bukan hanya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan melainkan dipengaruhi juga oleh pendekatan

kemampuan awal matematis siswa. Selisih rata-rata kemampuan koneksi matematis yang mendapat pembelajaran dengan penedekatan kontekstual dan pendekatan konvensional yaitu siswa kelompok tinggi 0.303, sedang 0,36 rendah 0,29. Berdasarkan hal tersebut dapat di identifikasikah bahwa siswa yang berkemampuan sedang memperoleh manfaat yang paling besar dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan diatas, maka penelitian menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bagi Guru Matematika a. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan salah satu alternative bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran matematika, khususnya dalam mengajarkan materi bangun ruang sisi datar kubus dan balok b. Dalam menerapkan pembelajaran pendekatan kontekstual hendaknya membuat suatu scenario yang matang, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak perlu, khususnya menentukan benda-benda yang real disekitar agar siswa mudah memahami. c. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual hendaknya

memberikan masalah yang menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari. 2. Kepada lembaga Terkait Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Masih sangat asing bagi guru maupun siswa terutama di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematis siswa. 3. Kepada lembaga Terkait Disarankan kepada penelitian lanjutan, kiranya dapat melanjutkan penelitian ini dengan menerapkan pendekatan kontekstual dalam

pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.

F. Ucapan Terima kasih

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini disusun dengan menggunakan penjelasanpenjelasan yang dikutip dari beberapa buku. Penulis sadar dalam penyusunan penelitian ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang penulis perbuat, itu disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Namun berkat bantuan, bimbingan dan dukungan moril / material dari berbagai pihak, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar sebesarnya terutama kepada : 1. Bapak Rektor DRS. H. KONDAR SIREGAR, MA selaku Rektor Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 2. Teristimewa kepada Ayahda H. ISMAIL, Ibuda MARWIYA (ALM), selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materi serta kasih sayang kepada saya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 3. Teristimewa kepada Istri SITI CHOTIMAH dan anak KAMILA KAUTSAR ILMA selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materi serta kasih sayang kepada saya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 4. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan dana bantuan untuk penelitian Dosen Pemula. 5. Dan yang terakhir kepada rekan rekan kerja yang telah membantu, baik saran atau kritik selama proses penelitian ini berlangsung. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua dan bagi kemajuan pendidikan. Semoga Allah SWT selalu

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua dalam melaksanakan aktivitas sehari hari. Amin

G. Daftar Pustaka Abdurrahman, M (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta _____(2009) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Asep Sugiharto. (2008). Pembuktian hasil Belajar Siswa. (online). (http://one. Indoskripsi.com/content/pembliktian-hash, diakses 20 September 2011. Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, H. (1988). Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud P2LPTK. _______(2001).Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika Malang: JICA UNM. Hamzah, B. Uno (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran Sebuah Konsep pembelajaran berbasis Kecerdasan. Jakarta: Bumi Aksara. Johnson. Elain.B. (2007) Contextual Teaching and Learning, Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasikkan dan Bermakna. Bandung: MLC. Kesuma dkk, (2010). Contekstual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM. Bandung: Pusat Pengkajian Pedagogik UPI. Kumiawan, R. (2006). Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMK. Tesis Tidak Diterbitkan. Bandung: PPS UPI. Marzuki, A (2006). Implementasi Pembelajaran, Kooperatif (Cooperetive Learning) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Siswa. Tesis Tidak Diterbitkan. Bandung: PPS UPI.

Muslich, M (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. NCTM. 2000. Defining Problem Solving. (Online).(http://,A,u,Nv.IeLirtiei-

.or(,/chaiiellCOLti-,,,es/teacliin(-, iiiatli/,,raciesk-'-"Isessio11- 03/sectio 03 a..html, diakses20 September 20011. Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Nurhadi, (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. ----------------- (2004). Kurikulum 2004. Jakarta: PT Grasindo. Panjaitan, A. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Medan: Pascasarjana UNIMED. Panjaitan, M.(2009). Logical Thinking (Reasoning) and Positive Attitude in Mathernatichs as an Important Aspect in the Instructional Process. Paradikma Jurnal Pendidikan Matematika: Medan: Program Studi Pendidikan Matematika PPS UNIMED. Panjaitan, E. (2010). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pernecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual. Tesis Medan: PPS UNIMED. _______(1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung: Tarsito. _______(2006). Pengantar Kepada membantu Guru mengembangkan Kompetensinya Dalam pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Ruspiani. 2000. Kemampuan Siswa Dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis tidak diterbitkan. Bandung PPS UPI Bandung. Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Stand Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sardiman. A.M. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sinaga, D. (2009). Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa kelas X SMP Negeri -2 Rantau Selatan Rantau Prapat. Tesis. Medan: PPS UNIMED.

You might also like