You are on page 1of 4

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetik di pasar bebas.

Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Preparat kosmetika yang tidak hanya dapat merawat, membersihkan, memperbaiki daya tarik dan mengubah rupa seperti tercanntum dalam defenisi kosmetika, tetapi juga dapat mempengaruhi struktur dan faal kulit seperti pada obat topikal disebut juga kosmetik medik. Dengan adanya kosmetik medik maka ada preparat antara kosmetika medik dan obat topikal (medik) meskipun kemudian dipertanyakan mengenai batas antara ketiganya (kosmetik, kosmedik, dan obat). Untuk jalan keluarnya dilakukanlah pembatasan bahwa kosmetik medik terbatas pada penggunaan zat yang menguntungkan atau memberikan manfaat pada kulit badan si pemakai. Untuk tujuan tersebut dilakukan pemilihan bahan aktif dan prmbatasan kadarnya bila dimasukkan dalam kosmetik medik, diantaranya adalah asam salisilat < 2%, sulfur<3%, estrogen <1000 iu/ounce. Namun betapapun rendahnya dosis yang dipakai penggunaan kosmetik medik ini masih selalu harus diperhitungkan karena besarnya dosis kumulatif yang di absorpsi kulit pada pemakaian kosmetik yang terus-menerus, tidak dapat diperkirakan. Ada bahan kosmetik yang sudah dapat diterima sebagai bahan yang aman bagi kosmetika, sebagian lagi masih dianggap perlu perhatian dan diberikan pembatasan pemakaiannya dan sebagian lagi dilarang. (Wasitaatmadja., 1997) Senyawa-senyawa bersifa keratolistik dan antiseptik biasa digunakan untuk mencegah jerawat dan salah satu bahan yang paling sering digunakan adalah asam salisilat. Asam salisilat merupakan zat anti akne sekaligus keratolitik yang lazim diberikan secara topikal. Penggunaanya dalam bedak tabur keratolitik (peeling)

merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan kosmetik tersebut umpamanya dalam kosmetika perawatan yaitu akan mengurangi ketebalan intraseluler dalam

selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasan kulit. Asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat memberikan efek terapeutik yang di inginkan, namun pada penggunaannya secara terus menurus dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat dengan konsetrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan keracunan sistemmik akut. Penggunaan kosmetik yang memungkinkan mengandung asam mercury dan asam salisilat , meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih sensitif terhadap paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat mengendap di kulit dan menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat memicu timbulnya kanker melanocyt atau kanker kulit. Oleh sebab itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan asam salisilat dengan konsetrasi tinggi dalam kosmetik maka BPOM telah menetapkan kadar maksimun yang di izinkan terkandung dalam produk kosmetik, termasuk anti produk jerawat tidak boleh lebih dari 2 %. (Wasitaatmadja M.S, 1997 dan Anief M, 1997 dan City74.wordpress.com, tanggal 15 desember 2008) Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang timbul adalah apakah kosmetik terutama Bedak tabor Salisil yang beredar di pasaran telah memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.HK.00.05.4.1745 tanggal 5 Mei 2003 tentang kosmetika, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kadar asam salisilat yang terkandung dalam bedak

tabur salisil, sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan kadar asam salisilat yang terkandung dalam bedak tabor salisil yang beredar di kota Bandung. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai kadar asam salisilat yang terkandung dalambedak tabur salisil yang beredar di kota Bandung. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kadar kandungan asam salisilat dalam krim anti jerawat agar terhindar dari produk-produk yang membahayakan kesehatan.

You might also like