You are on page 1of 65

Cermin

Dunia Kedokteran
1997

International Standard Serial Number: 0125 – 913X


116
Kardiovaskular
April 1997

Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Cholesterol, Hypercholesterolemia and the Drugs Against
It - a review - Abraham Simatupang
13. Pengaruh Doxazosin terhadap Lemak Darah - Delvac
Oceandy
16. Penatalaksanaan Komplikasi Kardiovaskular pada Hiper-
tensi - Budi Susetyo Pikir
Rauvolfia Serpentina (L) 22. Nyeri Dada dan Makna Klinisnya - Edi Sugiyanto
(Pule Pandak) 25. Demam Rematik - Bambang Kisworo
Karya Sriwidodo WS 29. Efek Ramuan Buah Mengkudu dan Daun Kumis Kucing
untuk Menurunkan Tekanan Darah pada Penderita Hiper
tensi - Lestari Handayani, Didik Budijanto
33. Afasia dengan Lesi di Striatum Kiri (Afasia Subkorteks) -
A. Munandar
42. Pengaturan Tidur Pekerja Shift - Sudjoko Kuswadji
49. Radikal Bebas pada Eritrosit dan Lekosit - Jensen Lautan
53. Tanaman Obat untuk Diabetes Mellitus - Lucie Widowali,
B.Dzulkarnain, Sa‘roni
61. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Penelitian demografis menunjukkan bahwa dengan makin berge-
sernya pola kehidupan masyarakat ke arah masyarakat industri
masalah kesehatan juga mengalami perubahan dengan makin be-
sarnya masalah kelainan metabolik dan degeneratif
Topik bahasan kali ini sebenarnya agak beragam, meskipun se-
bagian besar mengenai masalah kardiovaskular dan faktor-faktor
yang berperan di dalamnya.
Masalah lain yang ikut melengkapi berkisar pada penyakit metabolik
lainnya seperti osteoartritis dan diabetes mellitus; selain itu juga
masalah afasia dan radikal bebas ikut pula disinggung, di samping
masalah pengaturan tidur bagi para pekerja yang penting diperhati-
kan agar produktivitas tetap terjaga.
Para pembaca juga dapat mengambil manfaat dengan memper-
hatikan bahwa salah satu karangan yang diterbitkan kali ini menggu-
nakan bahasa Inggris yang baik.
Selamat membaca,

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Cermin 1997

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – Prof. DR. B. Chandra
PELAKSANA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Sriwidodo WS Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Surabaya.
TATA USAHA – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno
Sigit Hardiantoro SKM, MScD, PhD. – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
Bagian Periodontologi Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
ALAMAT REDAKSI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran Gigi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Semarang.
Universitas Indonesia, Jakarta
Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka
Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. – DR. Arini Setiawati
Telp. 4208171 – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
Laboratorium Ortodonti Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
NOMOR IJIN Universitas Trisakti, Jakarta Jakarta,
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976 DEWAN REDAKSI
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma – Dr. B. Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
Zahir MSc.
PENCETAK
PT Temprint
PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta. Telp. 4208171/4216223
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) penga- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
rang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis. Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 3
English Summary

CHOLESTEROL, HYPERCHOLES- “high blood cholesterol”. The diet increases also HDL-C. Estrogen is
TEROLEMIA AND THE DRUGS therapy is still the first attempt nowadays administered either as
AGAINST IT. A REVIEW. that people should consider in adjunction or as main therapy to
reducing hypercholesterolemia. the postmenopausal women.
Abraham Simatupang
Department of Pharmacology- School of The dietary therapy should con- while the risk of CHD is increased
Medicine Christian University of Indonesia. sistof at least 4 principles,namely due to sinking level of estrogen in
Jakarta, Indonesia (1) reduction of fat intake, maxi- the body.
mum up to 30% of total intake of Recently, a group of lipid-
Lipoproteins (macromolecular calory by reducing the intake of lowering drugs called statins had
complexes of lipid and proteins) saturated fatty acids to ≤ 10% been proven to show a promising
transport lipids and cholesterol of total energy, (2) increasing effect either through small group
through the blood stream. Such a dietary intake of mono and poly- or population-based studies.
transport system is essential to life unsaturated fats. Ten to 15% per- These drugs compefitively inhibit
since these lipid materials are cent of consumed energy should HMG-CoA reductase, the rate
needed for cell growth, hormone be supplied in form of mono- limiting enzyme in the biosynthe-
production and transmembrane and 7 to 10% of polyunsaturated sis of cholesterol leading to
transport. However, an excess of fats, (3) increasing dietary intake increased expression of LDL re-
one important class of lipopro- of complex carbohydrates and ceptors. However, the mecha-
teins known as low density lipo- fiber, (4) reduction of cholesterol nism of action of these drugs is
protein (LDL) increases the risk of intake (≤ 300 mg/day). Patients more complex than the original
ischaemic heart disease. who do not respond appropria- concept. Pravastatin, simvastatin
Body cholesterol is derived tely to dietary therapy should be and fluvastatin are now available
from two sources, namely, (1) given lipid-lowering drugs. In in the dispensaries. Pravastatin,
endogenous, obtained from making the decision to start drug which is more hydrophilic than
synthesis, which occurs mainly in therapy, it should be considered simvastatin and fluvastatin, is
the liver with the help of an key that the treatment will probably Implied more selective than the
enzyme HMG-CoA reductase. be a life-long therapy. A wide latter. It can be suggested, there-
and (2) dietary cholesterol range of lipid-lowering drugs are fore, that pravastatin also reduces
absorbed from the intestine. available nowadays. the synthesis of cholesterol in extra
Cholesterol are degraded to bile Cholestyramine and colestippl hepatic tissues.
acids, a process which is cata- which belong to bile-acid se- With the availability of new
lysed with 7α-hydroxylase, or it questrant resins bind bile acids pharmacological agents, an
will be secreted as cholesterol by in the intestinelandireduce their effective treatment of the
biliary secretion and faecal loss. enterohepatic circulation there- common forms of hyperlipo-
National Education Program by stimulating their faecal loss. proteinemia is now possible,
Coordinating Committee classi- Nicotinic acid inhibits, by un- Cermin Dunia Kedokt. 1997; 116:5-12
fies serum cholesterol level ≤ 200 As
known mechanism, the produc-
mg/dL as “desirable blood cho- tion of VLDL particles from the
lesterol”, 200-239 mg/dL as liver, leading to low VLDL-trigly-
“borderline high blood choles- ceride. concentrations and low
(Bersambung ke halaman 32 dan 61)
terol”, and above 240 mg/dL as levels of LDL-C in serum. This drug

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Artikel
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Cholesterol, Hypercholesterolemia
and the Drugs Against It
- a review
Abraham Simatupang
Department of Pharmacology-School of Medicine Christian University of Indonesia, Jakarta, Indonesia

INTRODUCTION Table 1.1. Initial Classification Based on Total Cholesterol and HDL
Cholesterol(8)
Hypercholesterolemia and cardiovascular disease
There is now an overwhelming evidence to support a link Level Classification
between serum cholesterol, particularly low-density lipoprotein
Total cholesterol < 200 mg/dL Desirable blood cholesterol
(LDL) cholesterol, and the development of coronary heart disease
200 to 239 mg/dL Borderline-high blood cholesterol
(CHD). The Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT), a ≥ 240 mg/dL High blood cholesterol
population-based study, has demonstrated a curvilinear relation- HDL cholesterol < 35 mg/dL Low HDL cholesterol
ship between serum cholesterol and ischemic heart disease in
361,362 men, which covered all levels of serum cholesterol(1). BIOSYNTHESIS AND DEGRADATION OF CHOLESTE-
Large-scale intervention studies with lipid lowering drugs such ROL
as the Helsinki Heart Study(2), the Lipid Research Clinics Coro- Cholesterol is a diffused component in human body. It is
nary Primary Prevention Trial. (LRC-CPPT)(3). and the West of essential for cell growth and it provides the basic source for
Scotland Coronary Prevention Study Group(4) have shown that steroid hormone production. It is an essential component of most
reduction in serum cholesterol is associated with a reduced cell membranes of the body, providing stability, fluidity, and
incidence of coronary heart disease. A major conclusion from the allowing transmembrane transport. It also plays an important role
LRC-CPPT was that a 1% reduction in total cholesterol confers in the transport of triglycerides in the serum being an essential
to a 2% lowering of CHD risk. These primary prevention studies componen of serum lipoproteins(9,10,11).
are complemented by more recent data from secondary pre- Body cholesterol is derived from two sources: (I) Endo-
vention trials(5,6). These studies confirmed that serum cholesterol genous cholesterol derived from synthesis and (2) Dietary cho-
lowering therapy with drugs improve the- survival rates in pa- lesterol absorbed from the intestine. Cholesterol is synthesized
tients with CHD and two or more additional risk factors(7). Thus, de novo from acetyl-CoA by a variety of different tissues within
on the basis of these results, there is now a strong evidence for the body, however most of the syntheses take place in the liver
serum cholesterol lowering intervention, both at the population and the intestine. All cholesterol is derived ultimately from
level (diet) and in individual subjects at high risk (drugs). acetate. Three molecules of the latter are condensed to produce
1. Hypercholesterolemia 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA), which
According to the guidelines of the National Education Pro- in turn is converted to mevalonic acid in the rate-limiting step
gram Coordinating Committee(8), serum cholesterol levels <200 through the action of the key enzyme HMG-CoA reductase.
mg/dL are classified as “desirable blood cholesterol,” those Through a series of condensations and rearrangements, mevalonic
between 200 and 239 mg/dL as “borderline-high blood choleste- acid is converted into cholesterol (Figure 1.1). In the liver,
rol,” and those above 240 mg/dL as “high blood chofesterol.” A cholesterol is partially degraded, into the primary bile acids,
high density lipoprotein (HDL) cholesterol level < 35 mg/dL is cholic acid and chenodeoxycholic acid (Figure 2.1). The con-
defined as “low.” (Table 1.1.). version is catalyzed by the key enzyme of bile acid synthesis,

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 5


cholesterol 7α-hydroxylase(12,13). The bile acids help in removal biliary secretion (600-1200 mg/day) and fecal loss (400-100mg/
of cholesterol from the body by their fecal excretion and to day) or by converting to bile acids, which are also excreted via
cholesterol solubilization in bile, the major route of cholesterol feces (200-500mg/day). Losses via the skin or as steroid hormones
excretion. On the other hand, bile acids are necessary for intestinal are of minor importance (less than 2% of total loss).
cholesterol absorption. Thus, there are only two major pathways Lipoproteins and cholesterol transport
to remove cholesterol from the body. First, as cholesterol itself by Cholesterol is a highly water insoluble substance and must

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Table 2.2. Characteristics of human apoprotein E’S

Molecular weight Position Position


Sources Lipoproteins
(daltons) 112 158
E2 35,000 Cys Cys Liver Chylomicrons,
E3 35,000 Cys Arg Liver VLDL, IDL, HDL
Chylomicrons,
E-4 35,000 Arg Arg Liver VLDL, IDL, HDL
Chylomicrons,
VLDL, IDL, HDL

Dietary cholesterol is transported from the intestinal mucosa


through the lymphatic system to the systemic circulation. This
cholesterol is carried in chylomicrons mainly as cholesteryl
esters synthesized by acyl-CoA-acyl-transferase (ACAT) in the
mucosal cells. These are carried in the core of chylomicron
particles together with dietary triglycerides (TG). With the action
of lipoprotein lipase, most of the triglycerides are removed
mainly in adipose tissues and muscles. The remaining cholesteryl
esters are taken up by the liver in chylomicron remnant, via endo-
cytosis(10,14).
The major lipoprotein produced by the liver is the very low-
density lipoprotein (VLDL). The lipid components of the non-
polar core of VLDL are triglycerides but cholesterol esters are
also present. Apoproteins C-II and C-III and cholesterol ester,
also probably apo E are added from HDL. Mature VLDL inter-
acts with lipoprotein lipase on the surface of capillary endothelial
cells, and fatty acids are released into the circulation and some of
them are transferred to HDL. VLDL remnants are taken up by the
same receptor as LDL in the liver. The rest of the VLDL remnants
Figure 2.1. Degradation of cholesterol to bile acids are converted to LDL via Intermediary-density lipoproteins
(IDL). LDL carry about two-thirds of the plasma cholesterol in
be transported in molecular complexes called lipoproteins. These plasma of normolipidemic individuals(15,16). Since elevating of
particles contain both lipids and proteins (apolipoproteins or total and LDL-cholesterol are the major risk factors for deve-
apoproteins). Lipoproteins contain a core of neutral lipids con- loping CHD, serum total cholesterol concentrations should be
sisting of cholesterol esters and triglycerides, a surface coat of measured in all subjects at age 28 years and thereafter at least
more polar lipids, unesterified cholesterol, phospholipids, and every 5 years.
apoproteins. Apoproteins are classified either according to their
molecular weights or their presence in lipoproteins (see also THERAPY OF HYPERCHOLESTEROLEMIA
Table 2.1. and Table 2.2.). Considering potential genetic and secondary causes of hyper-
Table 2.1. Characteristics of human apoprotein B’s, A’s and C’s lipidemia, an evaluation of all cardiac risk factors is most impor-
tant in establishing a case for treatment in any individual patients.
Molecular weight Dietary therapy of hypercholesterolemia
Apoproteins Sources Lipoproteins
(daltons)
The main objective of dietary theiapy is to achieve the target
Apoprotein B 264,000 Intestine Chylomicrons of a suitable LDL cholesterol without the need for drugs. The use
B-48
of hypolipidemic drugs should not be taken into consideration
B-100 550,000 Liver VLDL, IDL, LDL
Apoprotein A 28,000 Intestine, Liver HDL, chylomicrons unless the dietary therapy had no sufficient effect on lowering
A-I serum cholesterol. It is well known that the American and
A-II 17,000 Intestine, Liver HDL, chylomicrons Western European diet cause hypercholesterolemia in susceptible
A-IV 46,000 Intestine HDL, chylomicrons individuals by affecting both the synthesis and secretion of lipids
Apoprotein C 5,800 Liver, Intestine Chylomicrons, VLDL,
C-I
into the plasma and the removal of lipids from the plasma.
C-II 9,100 Liver, Intestine IDL, HDL The major dietary factors that should be considered include
Chylomicrons, VLDL, the following(17) :
C-Ill 8,750 Liver, Intestine IDL, HDL' • Hyperlipidemic dietary factors:
Chylomicrons, VLDL,
– dietary cholesterol
IDL, HDL
– saturated fat

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 7


– trans fatty acid Table 3.2. Primary and Secondary Prevention Guidelines
– total fat
LDL Cholesterol
– alcohol (in some individuals)
Primary Prevention Guidelines
• Hypolipodemic dietary factors: Level for drug Goal of
consideration therapy
– polyunsaturated fat: omega-6-rich vegetable oils omega-3-
fish and fish oils Without two or more other risk factors* ≥ 190 mg/dL < 160 mg/dL
With two or more other risk factors ≥ 160 mg/dL < 130 mg/dL
– monounsaturated fat
– soluble fibers (pectin, guar gum) Secondary Prevention Guidelines Initiation Level Target Level
– carbohydrate as starches replacing fat 130 mg/dL <_ 100 mg/dL
– possibly vegetable protein, or other substances from
vegetables * Risk factors Age ; men ≥ 45 years and women ≥ 55 years or premature
• Dietary factors with no discrete long-term effects : menopause without estrogen replacement therapy; family history of prema-
ture CHD (definite myocardial infarction or sudden death before 55 years of
– protein generally age in father or other male first-degree relative, or before 65 years of age in
– vitamins and minerals mother or other female first-degree relative, current cigarette smoking,
– lecithin hypertension (≥ 140/90 mmHg or on antihypertensive medication), MDL-
The dietary therapy should consist of at least four prin- cholesterol < 35 mg/dL, and diabetes mellitus.
ciples(18), namely :
1) Reduction of fat intake, maximum up to 30% of total intake HMG-CoA reductase inhibitors will be discussed further in the
of calory by reducing the intake of saturated fatty acids to ≤ 10% following sub-chapters.
of total energy. • Bile acid sequestrant resins are anion-ex resins\which
2) Increase in dietary intake of mono and polyunsaturated fats. bind bile acids in the intestine and reduce their entero-hepatic
Ten to 15% percent of consumed energy should be supplied in circulation thereby stimulating their fecal loss. As a consequence,
form of mono-, and 7 to 10% of polyunsaturated fats. thore cholesterol in the liver is converted to bile acids and the
3) Increase in dietary intake of complex carbohydrates and synthesis of hepatic LDL receptors to enhance cholesterol uptake
fiber. by the liver is stimulated. These drugs are used for patients with
4) Reduction of cholesterol intake (< 300 mg/day). hypercholesterolemia who have normal triglyceride levels. LDL-
The dietary therapy should last at least 3 months, after that cholesterol levels are reduced approximately 20-30%, with no
the cholesterol levels should be reassessed again and if they do significant change in HDL-cholesterol levels and sometimes a
not meet the expected goals (see Table 1.4), the addition of rise in VLDL and serum triglycerides(23). Cholestyramine and
lipidlowering drugs should be considered. However, the full colestipol belong to this group of compounds.
benefit of these drugs will not be achieved unless the dietary • Fibric acid derivatives, such as gemfibrozil, fenofibrate,
therapy is continued. The average reduction of cholesterol level bezafibrate and clofibrate are usually prescribed for patients with
only with dietary therapy is 12%(19-22). hypertriglyceridemia, but they can also reduce LDL-cholesterol
Table 3.1. Dietary treatment decisions based on LDL-cholesterol levels in patients without hypertriglyceridemia and also rise
serum HDL-cholesterol levels in möstof the patients, between 10
Initiation Level LDL Goal to 25%. The mechanism of action of these drugs has been
Without CHD and <_ 2 risk factors ≥ 160 mg/dL < 160 mg/dL attributed to two actions. First, in interferring with the synthesis
Without CHD and a 2 risk factors ≥ 130 mg/dL < 130 mg/dL of VLDL-triglycerides in the liver, and second, the drugs appear
With CHD > 100 mg/dL ≤ 100 mg/dL to increase the activity of lipoprotein lipase(10). In patients with
Drug therapy of hypercholesterolemia primary hypercholesterolemia, decreases in LDL-cholesterol in
Patients who showed no response to dietary therapy and the range of 10 to 15% could be shown.
patients with severe hypercholesterolemia or with high risk for • Nicotinic acids, given in a high dose, produce a significant
CHD from other causes may be justified to be given drug therapy. reduction in serum cholesterol aid triglycerides levels. Nicotinic
For primary prevention, drug treatment should be considered for acid inhibits, by unknown mechanism, the production of lipopro-
an adult patient, who despite dietary therapy, has an LDL teins by the liver. The secretion of VLDL particles from the liver
cholesterol level of ≥ 190 mg/dL without two other risk factors to the circulation is decreased, leading to a lowering of VLDL-
or ≥ 160 mg/dL with two or more other risk factors. The goals of triglyceride concentrations and low levels of LDL-cholesterol in
drug therapy are the same as those of dietary therapy: to lower serum. Reductions in serum LDL-cholesterol in the range of 15
LDL cholesterol to < 160 mg/dL or to < 130 mg/dL if two other to 25% are typical. As a secondary action, this drug increases also
or more risk factors are present. (See also Table 3.2). In the past HDL-cholesterol.
decade, major advances have been made in the treatment of • Hormonal therapy. In postmenopausal women the risk of
hypercholesterolemia with drugs. CHD is increased, whether the menopause is natural, surgical or
In making the decision to start drug therapy, it should be premature(24). This increase in risk may be related to loss of
considered that the treatment will probably be a life-long therapy. estrogens after the menopause. Estrogen has an effect on lipopro-
The present available drugs are briefly described below and tein levels as well as other additive effcts on the arterial wall(25-27).

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


HMG-CoA reductase inhibitors apoB containing lipoproteins(32). After 15 months therapy with
Endo et al (1988) discovered the prototype of HMG-CoA lovastatin, the serum cholesterol deliberately decreased but no
reductase inhibitors (mevastatin), formerly called compactin, in reduction in body cholesterol pools or in whole-body cholesterol
extracts of Penicillium citrinum(28). This drug markedly reduced synthesis(33) could be seen. (see Figure 3.1). The hepatic synthesis
serum cholesterol levels in dogs (Kuroda et al. 1979) and in of apoB and the rate of entry of apoB-containing lipoproteins into
human with hypercholesterolemia as well(29,30). There are at least the plasma may be decreased(34,35).
four drugs, namely lovastatin, pravastatin, simvastatin, and a The brancing pathways following mevalonate are important
newly synthetic drug called fluvas tatin which are now available for synthesis of dolichols and ubiquinones. Until recently, there
in the market. had been no evidence that these pathways were disturbed to any
1 Mechanism ofaction of the HMG-CoA reductase inhibitors clinical significant extent by HMG-CoA reductase inhibitors.
These drugs competetively inhibit HMG-CoA reductase, Because of its effects on LDL-receptor mediated lipoprotein
the rate limiting enzyme in the biosynthesis of cholesterol leading catabolism HMG-CoA reductase inhibitors would be expected to
to increased expression of LDL receptors on the surface of the be of less benefit in patients with homozygous familial hyper-
liver and, in turn, to greater clearance of cholesterol from the cholesterolemia who have few, if any, functional LDL receptors.
plasma. HMG-CoA reductase inhibitors interfere with choles-
terol synthesis at an early key rate-limiting step the reductive 2. Clinical pharmacology
transformation of HMG-CoA to mevalonate, catalyzed by HMG- Lovastatin, pravastatin and simvastatin are very similar in
CoA reductase However, the mechanism of action of the HMG- structure, however simvastatin and lovastatin are strikingly lipo-
CoA reductase(9,31). inhibitors is more cctmplex than the original philic and need enzymatic conversion from the lactone to the
proposal of inhibition of cholesterol synthesis with upregulation openring forms, whereas pravastatin is hydrophilic.
of the LDL receptors and increased catabolism of LDL and other

Figure 3.1. Effects of the HMG-CoA reductase inhibitors on the basic


pathways of lipoprotein. HMGRI = HMG-CoA reductase
inhibitors (Adapted from Cholesterol and atherosclerosis:
diagnosis and treatment, Grundy 1990)

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 9


2.1. Simvastatin

Figure 3.2. Structures of simvastatin (prodrug and active β-hydroxy acid form).

Simvastatin is a methyl analogue of lovastatin and is synthe- or in divided doses twice daily. At maximal effective therapeutic
sized from a fermentation product of Aspergillus terreus(37). dosages, simvastatin reduces total cholesterol, LDL-cholesterol
Simvastatin is a prodrug which undergoes rapid hydrolysis after and triglycerides by 30 to 35%, 35 to 45%, and 20 to 40%,
absorption (Figure 3.2.). The major metabolite, β-hydroxyacid respectively, and increases HDL-cholesterol to 5-15%(42) (Todd
simvastatin, is the most potent with respect to HMG-CoA re- and Goa 1990).
ductase inhibition. Data from animal studies suggest that circa 61 2.2 Pravastatin
to 85% of a dose of simvastati.n is absorbed from the intestine(37). The drug is produced by microbial transformation of
Simvastatin is extensively metabolized by the liver through the mevastatin (ML-236 B, compactin) in a hydroxylation process
cytochrome P450 system(38) and mostly secreted into bile and catalysed by a soluble cytochrome P450(43). Unlike other HMG-
eliminated with the feces. After i,v. injection of radiolabelled CoA reductase inhibitors such as lovastatin and simvastatin,
simvastatin, 13% of the radioactivity was collected in the urine which are administered as prodrugs, pravastatin has been
and 58% in the feces in humans. Very little unchanged sim- developed for administration as the sodium salt of the active
vastatin or simvastatin acid is found in the feces. The half-life of compound (Figure 3.3.).
simvastatin acid is 1.9 h and total body clearance is 31.8 L/h. In many in vitro studies, it has been shown that pravastatin
Pentikainen and coworkers (1992) reported that peak enzyme is more selective than the others HMG-CoA reductase inhibitors
inhibition in 12 healthy male volunteers occured 2.5 h after because it has much higher activity in freshly isolated rat hepato-
receiving a single oral 40 mg dose(39). Both simvastatin and β- cytes than in cells from nonhepatic tissues(44). These differences
hydroxyacid-simvastatin are > 95% protein bound in human have been attributed to the structural-pharmacological actions of
plasma. Germershausen et al. (1989) demonstrated that concen- pravastatin. Pravastatin would be taken up by hepatocytes by a
trations of radiolabelled simvastatin and lovastatin were 50% carrier-mediated transport process that is notpresent in peripheral
higher than that of pravastatin in rats liver tissue during the 24 cells(45). Therefore, the uptake of pravastatin in peripheral tissues
hours after drug administration, and were 3 to 6 times lower than would be minimal compared with that of the highly lipophilic
pravastatin in kidney, spleen, testes, adrenals and stomach(40). simvastatin and lovastatin. Absolute average bioavailability of
This suggests that simvastatin is more selective than pravastatin the parent drug averaged 17% based on urinary excretion data(46).
for the liver. However, there was no difference of change of the Incomplete absorption (about 34% of radiolabelled drug has
ratio of lathosterol, one of cholesterol precursors in blood, either been estimated from comparison of the cumulative 0 to 96-hour
after pravastatin or simvastatin(41). Therefore it can be suggested urinary excretion ofradioactivity) and a "first-pass" effect followed
that simvastatin also reduces the synthesis of cholesterolin extra by biliary excretion have been suggested as explanations of. the
hepatic tissues. low systemic availability of the drug+. Triscari et al. (1995)
Simvastatin was usually administered as a single daily dose, found that duodenum was the greatest locus for bioavailability of
2. Frick MH, Elo O, Haapa K, Heinonen OP. Heinsalmi P, Helo P, Huttunen
JK, Kaitaniemi P. Koskinen P. Manninen V. et al. Helsinki Heart Study:
rimary-prevention trial with gemfibrozil in middle-aged men with dyslipi
demia. Safety of treatment, changes in risk factors, and incidence of
coronary heart disease. N. EngI. J. Med., 1987; 317: 1237-1245.
3. RC-CPPT. The Lipid Research Clinics Coronary Primary Prevention Trial
results. I. Reduction in incidence of coronary heart disease. J. Amer. Med.
Assoc., 1984; 251: 351-364.
4. Shepherd J, Cobbe SM, Ford I, Isles CG, Lorimer AR, Macfarlane PW,
McKillop JH, and Packard Ci. Prevention of coronary heart disease with
pravastatin in men with hypercholesterolemia. N. Engl. J. Med., 1995:333:
1301-1307.
5. Anonym. Randomised trial of cholesterol lowering in 4444 patient.s with
coronary heart disease: the Scandinavian Simvastatin Survival Study (4).
Lancet. 1994; 344: 1383-1389.
6. The Pravastatin Multinational Study Group for Cardiac Risk Patients.
Effects of pravastatin in patients with serum total cholesterol levels from
5.2 to 7.8 mmolliter (200 to 300 mg/dl) plus two additional atherosclerotic
risk factors. Am. J. Cardiol., 1933; 72: 103 1-1037.
7. Oliver MF. Statins prevent coronary heart disease. Lancet. 1995; 346:
1378- 1379.
8. NCEP (National Cholesterol Education Program). Detection, evaluation,
and treatment of hig blood cholesterol in adults (Adult treatment panel II).
Circulation. 1994; 89: 1329-1445.
9. Grundy SM. HMG-CoA reducta.se inhibitors for treatment of hyper
cholesterolemia. N EngI. J. Med., 1988; 319: 24-33.
10. Grundy SM. Cholesterol and atherosclerosis: diagnosis and treatment. New
Figure 3.3. Structural formula of pravastatin York: Gower Medical Pub!., 1990.
11. SirtoriCR. Tissue selectivityofhydroxymethylglutaryl coenzyme A (HMG
pavastatin(48). The estimated hepatic extraction ratio was 0.66. CoA) reductase inhibitors. Pharmacol. Ther., 1993; 60: 43 1-459.
The estimated mean plasma elimination half-life was 0.8 h and 12. Myant NB, Mitopoulos KA. Cholesterol 7a-hydroxylase. J. Lipid Res.,
1977; 18: 135-153. -
1.8 h for the intra-venous and oral administration, respectively(46). 13. Wikvall K. Conversion of cholesterol into bile acids. Current Op. Lipidol.,
The volume distribution at steady state (Vdss) was approximately 1990; 1: 248-254.
351 or 0.51/kg. Peak blood levels of pravastatin after oral admi- 14. Havel RJ. Cholesterol transport in lipoproteins. Atheroscler. Rev,, 1991;
nistration were reached at approximately 1 h. No accumulation 23: 1-7.
15. Eisenberg S. Metabolism of apolipoproteins and lipoproteins. Current Op.
was found either in healthy subjects or in patients(49,50). Pra- Lipidol., 1990; 1: 205-215.
vastatin appears not to induce hepatic drug-metabolizing 16. Shepherd J. Lipoprotein metabolism. An overview. Drugs. 1994; 47 (Suppl.):
enzymes(51). Pravastatin showed also a dose-dependent effect on 1-10.
total-cholesterol, LDL-C, apoB and triglycerides levels(49,52). 17. Connor WE, Connor SL. The dietary therapy of hyperlipidemia: 1st impor-
tant role in the prevention of coronary heart disease. In: Schettler G and
Many clinical studies with pravastatin showed a total cholesterol, Habenicht AiR, Ed. Principles and treatment of lipoprotein disorders.
LDL-cholesterol, and triglycerides reduction in 20 to 29%, 23 to Berlin: Springer-Verlag, 1994: 247-275.
37%, and 9-25%, respectively, and increase of HDL-cholesterol 18. Assmann G and Schulte H. Identification of individuals at high risk for
to 4-18%(53,54,55). myocardial infarction. Atherosclerosis, 1994: 110 (Suppl.): SI l-S21.
19. Caggiula AW. Optimal nutritional therapy in treatment of hyperlipo
proteinemias. Arteriosclerosis. 1989; 9(1 Suppl): 1106-Il 10.
CONCLUSION 20. Clifton PM, Noakes M, and Nestel PJ. Gender and diet interactions with
It has been shown that high concentration of cholesterol simvastatin treatment. Atherosclerosis, 1994; 110: 25-33.
esponsibles in promoting the cascade reactions of atherosclero- 21. McNamara Di. Dietary cholesterol and the optimal diet for reducing risk of
atherosclerosis. Can. J. Cardiol., 1995; II (Suppl G): 123G-l26G.
sis which is liable to the arteriovascular diseases. Diet therapy 22. Ramsay LE, Yeo WW, Jackson PR. Dietary reduction of serum cholesterol
and weight reducing should be taken as a first attempt to lower the concentration: time to think again. Br. Med. J., 1991; 303: 953-957.
level of blood cholesterol. An array of cholesterol lowering drugs 23. Florkowski CM and Cramb R. Approache to the management of hyper
are also available nowadays which should be prescribed if the cholesterolaemia. J. Clin. Pharm. Therapeut.. 1992; 17: 8 1-89.
24. Kafonek SD. Postmenopausal hormone replacement therapy and cardio
diet therapy failed. Most of the drugs act effectively, however, vascular risk reductioa. A review. Drugs, 1994; 47 (Suppl. 2): 16-24.
statins, an HMG-CoA reductase enzyme inhibitor, reduces the 25. Fahraeus L, Sydsjo A. Wallentin L. Lipoprotein changes during treatment
cholesterol level more deliberately and it has been shown to of pelvic endometriosis with medroxyprogesterone acetate. Fertil. Steril..
improve the survival rates in patients with CHD. 1986; 45: 503-506.
26. Schwartz J, Freeman R, Frishi W. Clinical pharmacology of estrogens:
cardiovascular actions and cardioprotective benefits of replacement ther-
REFERENCES apy in postnenopausal women. i. Clin. Pharmacol., 1995; 35: 1-16.
27. Wagner JD. Clarkson TB, St Clair RW. et al. Estrogen and progesterone
1. tamler J, Wentworth D, Neaton JD. Prevalence and prognostic signifi- replacement therapy reduces low density lipoprotein accumulation in the
cance of hypercholesterolemia in men with hypertension. Prospective data coronary arteries of surgically postmenopausal cynomolgus monkeys. I.
on the primary screenees of the Multiple Risk Factor Intervention Trial. Clin. Invest., 1991; 88: 1954-2002.
Am. J. Med., 1986; 80: 33-39. 28. Endo A. Chemistry, biochemistry, and pharmacology of HMG-CoA

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 11


properties and therapeutic potential in hypercholesterolemia. Drugs. 1990;
reductase inhibitors. Kim. Wochenschr., 1988; 66: 421-427. 40: 583-607.
29. Yamamoto A, Sudo I-I. Endo A. Therapeutic effects of ML-236B in 43. Arai M, Serizawa N, Terahara A, Tsujita Y, Tanaka M, et al. Pravastatin
primary hyper-cholesterolemia. Atherosclerosis. 1980; 35: 259-266. sodium (CS-S 14), a novel cholesterol-lowering agent which inhibits HMG
30. Mabuchi H and Takeda R. Inhibitors of 3-hydroxy-3-methylglutaryl co- CoA reductase. Ann. Report Sankyo Res. Lab., 1988; 40: 1-38.
enzyme A (HMG-CoA) reductase: compactin and 1st analogues. In: Fears 44. Tsujita Y, Kuroda M, Shimada Y, Tanzawa K, Arai M, Kaneko 1, Tanaka
P (Ed.), Pharmacological control of hyperlipidemia, J.R. Prous Scientific M, Masuda H. Tarumi C, Watanabe Y. and Fujii S. CS-S 14, a competitive
Publ., Barcelona, 1986: 25 1-266. inhibitor of 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase: tissue
31. Slater EE and MacDonald J. Mechanism of action and biological profile of selective inhibition of sterol synthesis and hypolipidemic effect on various
HMG-CoA reductase inhibitors. A new therapeutic alternative. Drugs. animal species. Biochimica et Biophysica Acta. 1986; 877: 50-60.
1988; 36 (Suppl.): 72-82. 45. Mahoney EM, Child Ini, Smith-Monroy CA. Differential transport of
32. Hunninghake DB. HMG-CoA reductase inhibitors. Current. Op. Lipidol.. pravastatin and lovastatin by hepatocytes and fibroblasts. Abstract 0023.
1992; 3: 22-28. Circulation, 1990; 82 (Suppl. III): 6.
33. Goldberg Ii, Holleran S. Ramakrishnan R, Adams M, Palmer RH, Deli RB, 46. Singhvi SM, Pan HY, Morrison RA, and Willard DA. Disposition of
and Goodman DS. Lack of effect of lovastatin therapy on the parameters pravastatin sodium, a tissue-selective HMG-CoA reductase inhibitor, in
of whole-body cholesterol metabolism. J. Clin. Invest., 1990; 86: 80 1-808. healthy subjects. Br. J. Clin. Pharmac., 1990; 29: 239-243.
34. Parhofer KG, Barret PHR, Dunn J, and Schonfeld G. Effect of pravastatin 47. Sasahara K and Kawabata K. Phase I study ofCS-514, an inhibitorofHMG
on metabolic parameters of apolipoprotein B in patients with mixed CoA reductase II: Pharmacokinetics oc CS-S 14 in healthy volunteers. J.
hyperlipoproteinemia. Clin. Investig.. 1993; 71: 939-946. Clinic. Therapeut. Medicin., 1988; 4: 45-65.
35. Vega GL, Krauss RM, and Grundy SM. Pravastatin therapy in primary 48. Triscari 1, O’Donnell D, Zinny M, Pan HY. Gastrointestinal aborption of
moderate hypercholesterolaemia : changes in metabolism ofapolipoprotein pravastatin in healthy subjects. 1. Clin. Pharmacol., 1995; 35: 142-144.
B-containing lipoproteins. J. Intern. Med.. 1990; 227: 8 1-94. 49. Pan HY, DeVault AR. Wang-Iverson D, lvashkiv E, et al. Excretion of
36. Hoffrnann WF, Alberts AW. Anderson PS, Chen iS, Smith RL, et al. 3- pravastatin, an HMG-CoA reductase inhibitor, in breast milk of lactating
hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors: 4. Side chain women. J. Clin. Pharmacol., 1990a; 28: 942.
ester derivatives of mevinolin. J. Medicinal Chem., 1986; 29: 839-852. 50. Hunninghake DB, Mellies Ini, Goldberg AC, Kuo Fr, Kostis JB, Schrott
37. Vickers S, Duncan CA, Vyas KP, et al. In vitro and in vivo biotransforma HG, Insull, Jr. W, Pan HY. Efficacy and safety of pravastatin in patients
tion of simvastatin, an inhibitor of HMG-CoA reductase. Drug Metab. with primary hypercholesteroiemia. II. Once-daily versus twice-daily
Dispos. 1990., 1990; 18: 476-483. dosing. Atherosclerosis. 1990a; 85: 219-227.
38. Vyas KP, Kari PH, Pitzenberger SM. Regioselectivity and stereoselectivity 51. Pan HY, DeVauult AR, Swites BJ, Whigan D, Ivashkiv E. et al. Pharma
in the metabolism of HMG-CoA reductase inhibitors. Biochim. Biophys. cokinetics and pharmacodynamics of pravastatine alone and with choles-
Res. Commun., 1990; 166: 1152-1162. tyramine in hypercholesterolemia. Clin. Pharmacol. Therpeut., l990b; 48:
39. Pentikainen PJ, Saraheimo M, Schwartz JI, Amin RD. Schwartz MS. 201-207.
Brunner-Ferber F, Rogers JD. Comparative pharmacokinetics of lovas- 52. Hunninghake DB, Knopp RH, Schonfeld G, Goldberg AC, Brown WV, et
tatin. simvitstatin and pravastatin in humans. J Clin Pharmacol..,l992; 32: al. Efficacy and safety of pravastatin in patients with primary hyper-
136–40. cholesterolemia. I. A dose-response study. Atherosclerosis. 1990b; 85: 81-
40. Gemershausen JI, Hunt VM, Bostedor RG, Bailey P1, Karkas JD, and 89.
Alberts AW. Tissue selectivity of the cholesterol-lowering agents lova- 53. Di Veroli and Pastorelli R. Effectiveness and tolerability of simvastatin
statin, simvastatin and pravastatin in rats in vivo. Biochem. Biophysic. versus pravastatin. Curr. Ther. Res., 1992; 52: 1-6.
Res. Comm., 1989; 158: 667-675. 54. Dischuneit HH, Kuhn K, and Ditschuneit H. Comparison of different
41. Simatupang A. Comparison of the influences of simvastatin and prava.sta HMG-CoA reductase inhibitors. Eur. 1. Clin. Pharmacol., 1991; 40 (Suppl.
tin, both HMG-CoA reductase inhibitors, on lipoprotein concentrations. 1): S27-S32.
serum non-cholesterol .sterols, and cholesterol synthesis in patients with 55. The European Study Group. Efficacy and tolerability of simvastatin and
primary hypercholesterolemia. 1996. A Ph.D. dissertation issued at pravastatin in patients with primary hypercholesterolemia (Multicountry
Rheinische-Friedrich-Wilhems-University of Bonn, Germany. Comparative Study). Am. J. Cardiol., 1992; 70: 1281-1286.
42. Todd PA and Goa KL. Simvastatin. A review of its pharmacological

Better go back than go wrong

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengaruh Doxazosin
terhadap Lemak Darah
Delvac Oceandy
Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya

PENDAHULUAN dan menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi tahanan


Doxazosin adalah obat antihipertensi golongan penyekat vaskular perifer tanpa mengakibatkan reflex takhikardia. Diban-
reseptor α. Obat ini dilaporkan mempunyai efek terapeutik yang dingkan dengan prazosin, doxazosin mempunyai onset aktivitas
tinggi terhadap hipertensi dan mempunyai efek yang meng- yang lebih lambat dan waktu paruh yang lebih panjang(2-4).
untungkan pada keseimbangan kadar lemak darah.
Telah diketahui bahwa peningkatan kadar kolesterol darah
banyak dialami penderita hipertensi. Pada beberapa penelitian
di Norwegia, Belanda, Selandia Baru dan Inggris, pada kurang
lebih 5000 pasien hipertensi didapatkan sekitar 9l% di antaranya
mengalami hiperlipidemia(1).
Hal ini semakin diperberat dengan banyaknya obat antihiper-
tensi yang mempunyai efek meningkatkan kadar lemak darah
seperti obat penyekat reseptor β dan diuretik(1). Lebih jauh lagi
beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek tidak diinginkan
pada profil lemak darah dan suatu obat dapat meniadakan penga-
ruh keadaan normotensi terhadap pencegahan penyakit jantung
koroner.
Efek yang tidak diinginkan dan obat-obat antihipertensi pada
lemak darah dapat menerangkan mengapa pemakaian obat anti-
hipertensi tidak dapat menurunkan angka kematian akibat penya-
kit jantung koroner. Meskipun dengan pengendalian hipertensi
angka kematian akibat stroke bisa diturunkan sampai 38-43%,
tetapi insiden penyakit jantung koroner hanya turun sebesar 8%.
Pada kenyataannya kematian akibat penyakit jantung koroner
masih tetap menduduki posisi pertama sebagai penyebab ke- Rumus Bangun Doxazosin dan Prazosin
matian penderita hipertensi. Oleh karena itu jelaslah bahwa tujuan
akhir pengelolaan hipertensi seharusnya tidak hanya pada penu- Dalam dosis 1 mg sampai 16 mg per hari doxazosin dapat
runan tekanan darah saja tetapi juga pengelolaan peningkatan diterima tubuh dengan baik, tetapi beberapa penelitian lain me-
kadar kolesterol darah. nyebutkan bahwa doxazosin efektif dalam dosis 0,5 mg sampai
4 mg sehari. Karena waktu paruhnya yang panjang, maka sebaik-
FARMAKOLOGI nya digunakan dalam dosis satu kali sehari(5).
Doxazosin adalah derivat quinazoline yang struktur kimia- Indikasi pemakaian doxazosi n adalah keadaan hipertensi
nya mirip dengan prazosin. Bekerja pada reseptor α1 pos sinaptik mulai hipertensi ringan, sedang sampai berat. Obat ini diindikasi-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 13


kan juga untuk payah jantung kongestif akibat hipertensi(6). hadap 4027 pasien dengan hipertensi sedang. Setelah mendapat
Mekanisme kerjanya adalah dilatasi arteri dan vena perifer me- terapi dengan doxazosin selama 10 minggu terdapat perubahan
lalui penghambatan reseptor α1 aderenergik. Tidak disebutkan bermakna yaitu penurunan total kolesterol (-4,1%), peningkatan
adanya kontra indikasi khusus dalam pemakaian obat ini. HDL (+ 2,8%) dan penurunan trigliserida (-8,4%). Dan di-
Doxazosin dapat diserap dengan baik oleh usus. Pada pema- simpulkan juga penurunan resiko penyakit jantung koroner
kaian oral hampir semua fraksi obat dapat diabsorpsi usus. Obat dalam jangka waktu 10 tahun sebesar 20,48% dengan pemakaian
ini 90% terikat pada protein plasma dan mempunyai volume obat ini(3).
distribusi sebesar 1 L/kg(6-8). Demikian pula studi di Belanda pada 326 penderita hiper-
Pada pemakaian oral dengan dosis sekali sehari doxazosin tensi yang diterapi dengan doxazosin selama 10 minggu menun-
mencapai konsentrasi puncak dalam plasma setelah 3 sampai 4 jukkan perbaikan profil lemak darahnya. Di samping itu dengan
jam. Setelah itu obat ini mengalami metabolisme di hati dan dosis rata-rata 2,6 mg per hari disebutkan pula bahwa obat ini
hanya 5% yang diekskresi dalam bentuk yang tak berubah. Se- efektif menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik sebesar 16,4/
dangkan bioavailabilitas obat ini adalah 65%. Ekskresi obat ini 13,5 mmHg(10).
terutama melalui feses(7,8). Talseth dkk. di Norwegia membandingkan efek terapi doxa-
Di antara obat-obat penyekat reseptor α1, doxazosin mem- zosin pada 83 pasien dengan atenolol (penyekat reseptor β) pada
punyai waktu paruh terpanjang. Dari berbagai penelitian dilapor- 81 pasien. Seluruh pasien menderita hipertensi ringan sampai
kan bahwa waktu paruh doxazosin mencapai 22 jam sehingga sedang. Setelah 3 tahun pemakaian, atenolol secara bermakna
efektif pada pemakaian satu kali sehari(8). mengakibatkan bradikardia, sementara doxazosin mampu mem-
pertahankan denyut nadi pada batas normal. Doxazosin juga
EFEK SAMPING membuat profil lemak darah menjadi lebih baik pada tahun
Hipotensi postural sering terjadi pada pemakaian awal, se- pertama, kedua maupun ketiga pemakaian obat ini. Pada akhir
hingga dianjurkan penderita sebaiknya berbaring dan diobservasi penelitian didapatkan kadar HDL pada kelompok doxazosin
selama 2 jam pada pemakaian awal obat ini(6). meningkat 3,7%, sedangkan pada kelompok atenolol menurun-
Langdon melaporkan dan 4027 penderita yang diterapi kan l1%. Trigliserida dan LDL pada kelompok doxazosin menu-
dengan doxazosin terdapat 17,5% pasien yang mengalami efek run sebesar 6,0% dan 3,3%, sementara itu pada kelompok
samping obat dan 4,8% harus dihentikan pengobatannya. Pusing atenolol meningkat 22,5% dan 0,4%. Untuk ratio HDL/total ko-
(dizziness) dialami oleh 5,8% pasien, disusul oleh nyeri kepala lesterol kelompok doxazosin meningkat 6,0 dan menurun 10,0%
(4,2%), kelelahan (2,4%), nausea (1,7%), palpitasi (1,6%), pada atenolol. Data di alas menunjukkan bahwa efek doxazosin
somnolensia (1,4%), edema (1,2%) dan hipotensi ortostatik pada lemak darah juga terjadi pada pemakaian jangka panjang(11).
(0,7%). Efek samping pada penderita usia tua tidak berbeda jauh Tabel 1. Perbandingan efektifltas berbagai obat antihipertensi setelah
dengan yang dialami oleh penderita muda(3). 12 minggu pemakaian.

PENELITIAN-PENELITIAN KLINIS TENTANG PEMA Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Obat
(mmHg) (mmHg)
KAIAN DOXAZOSIN
Beberapa penelitian klinis telah membuktikan bahwa selain Chlorthalidone ↓ 22,0 ↓ 13,1
menurunkan tekanan darah, doxazosin juga menurunkan kadar Acebutolol ↓ 20,0 ↓ 13,7
Enalapril ↓ 18,0 ↓ 12,5
kolesterol total, LDL dan trigliserida, serta menaikkan kadar Amlodipine ↓ 17,6 ↓ 12,8
HDL dan rasio HDL/kolesterol total. Doxazosin ↓ 16,0 ↓ 12,0
Seperti diketahui LDL (Low Density Lipoprotein) adalah
jenis lipoprotein yang berperan besar dalam pembentukan Pada Tabel 1 dapat dilihat perbandingan efektifitas pemakai-
aterosklerosis (penimbunan lemak pada dinding pembuluh an beberapa obat antihipertensi terhadap penurunan tekanan
darah). Sedangkan HDL(High Density Lipoprotein) diketahui darah. Sedangkan Tabel 2 membandingkan pengaruh berbagai
bersifat ateroprotektif, artinya HDL ini mampu membongkar jenis obat antihipertensi terhadap profil lemak darah. Data ter-
timbunan lemak pada dinding pembuluh darah untuk dibawa ke sebut merupakan rangkuman dan berbagai penelitian yang telah
hati dan dimetabolisir. Maka profil lemak darah ideal adalah yang dilakukan.
mengandung LDL rendah dan HDL tinggi.
Di Norwegia telah dilakukan penelitian terbuka tanpa PEMBAHASAN
kelompok kontrol terhadap penderita hipertensi esensial yang Telah lama diketahui bahwa hipertensi dan hiperlipidemia
mendapat terapi dengan doxazosin. Laporan awal setelah 12 adalah dua faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner di
minggu pengobatan pada 573 penderita memberikan hasil yang samping merokok, diabetes, dan obesitas. Faktor-faktor risiko
bermakna terhadap penurunan kolesterol total (-6,7%) dan yang disebutkan di atas tergolong faktor yang dapat dikendalikan,
trigliserida (-19,8%), serta peningkatan HDL (+2,5%) dan rasio sehingga perlu dicari metode penanganan yang tepat untuk
HDL/total kolesterol (+9,7%). Tekanan darah turun secara ber- mengurangi risiko timbulnya penyakit jantung koroner.
makna (- 13/-9 mmHg)(9). Telah diketahui pula bahwa keadaan hiperlipidemia lebih
Penelitian lain dilakukan di Inggris oleh Langdon dkk ter- sering didapatkan pada seseorang penderita hipertensi. Tetapi

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Tabel 2. Pengaruh berbagai obat antihipertensi terhadap lemak darah sintesis lemak hepatik menjadi oksigenasi asam lemak(1).
HDL/Total
Efek samping pemakaian doxazosin walaupun ada namun
Obat kol sterol rigliserida LDL HDL hanya menyerang sebagian kecil pemakainya. Dan hanya 2-6%
Kolesterol
Thiazide ↑ ↑↑ ↑ ↓ ↓ saja yang harus menghentikan pemakaian karena efek yang tak
n-blocker ↔ ↑↑↑ ↔ ↓↓ ↓ diinginkan.
ACE inhibitor ↔ ↔ ↔ ↔ ↔
Ca blocker ↔ ↔ ↔ ↔ ↔
ISA n-blocker ↔ ↔ ↔ ↔ ↔
RINGKASAN
a/(3-blocker ↔ ↔ ↔ ↔ ↔ Tujuan akhir penatalaksanaan hipertensi seharusnya bukan
a,-inhibitor ↓ ↓↓ ↓ ↑ ↑ hanya untuk menurunkan tekanan darah saja, tetapi juga bagai-
ACE = angiotensin converting enzyme
mana menanggulangi secara efektif peningkatan kadar kolesterol
ISA = Intrinsic Sympatomimetic activity dan faktor-faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner lain-
nya.
ternyata beberapa obat antihipertensi mempunyai efek mening- Pada beberapa penelitian klinis, diperlihatkan bahwa doxa-
katkan kadar lemak darah seperti misalnya obat-obat gol thiazide zosin mempunyai efektifitas menurunkan tekanan darah. Dan
dan penyekat reseptor β. dalam pemakaiannya doxazosin dapat menurunkan kadar LDL,
Doxazosin, obat golongan penyekat reseptor α adrenergik, kadar trigliserida serta meningkatkan kadar HDL darah.
memberikan keuntungan ganda dalam penanganan penderita Doxazosin menghambat timbulnya penyakit jantung koroner
hipertensi. ini disebabkan karena doxazosin selain menurunkan dengan mengendalikan dua faktor risiko secara bersamaan, yaitu
tekanan darah, juga memperbaiki profil lemak darah seseorang. hipertensi dan dislipidemia.
Sehingga dengan doxazosin dapat mengendalikan dua faktor ri-
siko penyakit jantung koroner secara bersamaan.
Didapatkan data dari berbagai kepustakaan yang melaporkan KEPUSTAKAAN
studi klinis penggunaan doxazosin di berbagai pusat penelitian
1. Pool JL. Effecs of doxazosin on serum lipids A review of the clinical
di seluruh dunia. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan me- data and molecular basis for altered lipid metabolism. Am Heart J 1991;
libatkan antara 100 sampai sekitar 4000 penderita hipertensi. 121: 251-60.
Lama pengamatan antara 10 sampai 12 minggu dengan pem- 2. Corral JL, Lopez NC, Pecorelli A, Rincon LA, Teran VD. Doxazosin in
the treatment of mild or moderate essential hypertension: An echo-
berian doxazosin 2-4 mg per hari. Penurunan tekanan darah sisto-
cardiographic study. Am Heart J 1991; 121: 352
lik maupun diastolik adalah sekitar 15-20 mmHg. Perubahan 3. Langdon CG. Doxazosin : A study in a cohort of patidnts with hyperten-
profil lemak darah ditunjukkan pada seluruh penelitian, yaitu sion in general practice-an interim report. Am Heart J 1991; 121: 268-
penurunan LDL, penurunan yang tajam dan trigliserida dan pe- 73.
4: DiBianco R, Parker JO, Chakko 5, et al. Doxazosin for the treatment of
ningkatan HDL. Perubahan ini jelas menurunkan risiko penyakit
chronic congestive heart fai1ure : Results of a randomized double-blind
jantung koroner mengingat LDL bersifat aterogenik dan HDL and placebo-controlled study. Am Heart J 1991; 121: 372-80.
bers protektif terhadap proses aterosklerotik. 5. Fukiyama K, Omae T, limura O, et al. A double blind comparative study
Dari berbagai studi in vitro maupun in vivo disebutkan bahwa of doxazosin and prazosin in the treatment of essential hypertension. Am
Heart J 1991; 121: 317-22.
pengaruh doxazosin pada metabolisme lemak adalah sebagai
6. Olson JM. Clinical pharmacology made ridiculously simple. lnt. ed
berikut(1) : Singapore: McGraw Hill. 1993; 63-4.
• Meningkatkan aktivitas LDL reseptor di hati 7. Miura Y, Watanabe M, Yoshinaga K. An evaluation of the efficacy and
• Menurunkan sintesis LDL seluler safety of doxazosin in hypertension associated with renal dysfunction. Am
Heart J 1991; 121: 381-8.
• Mengurangi sintesis dan sekresi VLDL (Very Low Density 8. Silva H, Fonseca R, Marshall D. Doxazosin in the treatment of essential
Lipoprotein) hypertension in general medical practice in Latin America. Am Heart J
• Meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase 1991; 121: 329-35.
9. Holme IM, Fauchal P, Rugstad HE, Stokke HP. Preliminary results at the
• Menurunkan absorpsi kolesterol intestinal Norwegian doxazosin postmarketing surveillance study: a 12-week
Dengan peningkatan aktivitas LDL reseptor hati, berkurang- experience. Am Heart J 1991; 121: 260-7.
nya sintesis VLDL oleh hati, serta menurunnya sintesis LDL 10. Naber RBV. An open noncomparative study of doxazosin in essential
seluler ekstra hepatik maka kadar LDL pada darah akan diturun- hypertension: experience in general practice in the Netherlands. Am Heart
J 1991; 121: 273-9.
kan. Hal ini dapat ditimbulkan doxazosin dengan jalan mem- 11. Talseth T, Westlie L, Daae L. Doxazosin and atenolol as monotherapy in
pengaruhi metabolisme asam lemak di hati yaitu dengan meng- mild and moderate hypertension: a randomized, parallel study with a 3-
hambat aktivitas enzim HMG CoA reduktase dan pergantian year follow up. Am Heart J 1991; 121: 280-5.

Even a hair casts a shadow

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 15


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Penatalaksanaan Komplikasi
Kardiovaskular pada Hipertensi
Budi Susetyo Pikir
Laborarorium/UPF Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
R.S. U.D. Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN 2) Mencegah komplikasi vaskuler/ateroskierosis dan kerusak-


Jantung merupakan salah satu dan beberapa organ sasaran an organ sasaran, mengontrol faktor risiko lain, membantu efek
yang menderita akibat hipertensi arteriil yang lama. Tidak seperti samping obat terhadap faktor risiko(8).
diagnosis perubahan fiingsi dan struktur otak dan ginjal, diagno- 3) Bila sudah ada komplikasi diusahakan retardasif/kalau
sis perubahan semacam ini dalam jantung dengan mudah dapat mungkin regresi komplikasi vaskuler/ateroskierosis dan keru-
dideteksi pada fase awal dan secara kuantitatif dengan elektro- sakan target organ (LVH, Nephropati dan sebagainya)(9,10).
kardiografi, ekhokardiografi, pantauan EKG Holter dan peme- 4) Memantau dan mengontrol efek samping obat yang lain
riksaan radionuklir jantung. Pada hipertensi,jantung tidak hanya (hipokalemia, dan sebagainya) yang dapat menambah morbidi-
sebagai penderita akibat tekanan darah tinggi (sebagai organ tas dan rnortalitas(1,10,11).
sasaran), tetapi juga kekuatan yang mempertahankan tekanan
darah pada tingkat yang tinggi tersebut. Dua peranan ini sangat
penting untuk memahami patogenesis dan pengobatan spesifik PREDIKTOR KOMPLIKASI KARDIOVASKULER PADA
penyakit jantung hipertensi. Pengobatan tidak hanya menghenti- HIPERTENSI
kan faktor patogenesis (peningkatan tekanan darah), tetapi juga LVH pada hipertensi
mencegah atau memperbaiki perubahan struktur dan fungsi jan- Teori terakhir mengatakan bahwa LVH (KHKi = hipertrofi
tung akibat hipertensi arteriil yang lama tersebut(1). Manifestasi ventri kel kiri) tidak hanya bersifat adaptif (akibat hipertensinya),
komplikasi kardiovaskuler dapat berupa hipertrofi ventrikel kiri, tetapi dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik yang mungkin ber-
iskemi miokardium, aritmi ventrikel dan gagal jantung kiri(1). sifat genetik(12,13,14), terbukti dan adanya peningkatan massa LV
Karena itu tujuan umum pengobatan hipertensi tidak hanya pada fase awal hipertensi, bahkan anak-anak penderita hipertensi
menurunkan tekanan darah, tetapi mencegah/memperbaiki ke- menunjukkan peningkatan massa LV dibandingkan anak-anak
lainan fungsional dan struktural yang terjadi akibat hipertensinya penderita normotensi(14). Dari suatu penelitian penderita normo-
(komplikasi organ sasaran), yaitu : tensi. peningkatan massa LV mendahului terjadinya hipertensi(15).
1) Menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin, tetapi tidak Penderita normotensi dengan peningkatan massa LV juga menun-
rnengganggu pertusi organ sasaran. jukkan respon peningkatan tekanan darah yang berlebihan ter-
Sampai saat ini masih diperdebatkan sampai seberapa ren- hadap latihan fisik(16).
dah tekanan darah harus diturunkan. Beberapa peneliti meng- Diagnosis LVH melalui EKG menurut indeks Sokolow-
anjurkan tekanan diastolik tidak kurang dari 85 mmHg karena Lyon spesifisitasnya cukup tinggi (95%) tetapi sensitifitasnya
di bawah ini morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler justru rendah(17). Sensitifitas EKG berkisar antara 15–35% pada pen-
meningkat (Kurva J)(2-5). Pada beberapa penderita bahkan te- derita hipertensi ringan dan 10–57% pada penderita hipertensi
kanan darah diastolik di bawah 100–110 mmHg sudah menim- sedang-berat dibandingkan nekropsi. Sedangkan sensitifitas
bulkan gejala iskhemi serebral dan infark serebral(6,7). Karena itu ekhokardiografi sebesar 57% pada penderita hipertensi ringan
penurunan tekanan darah terutama pada hipertensi khronik, dan 98% pada pendenita hipertensi sedang-berat(12,13). Kriteria
harus bertahap dan memerlukan pendekatan individual. LVH ekhokardiografi adalah apabila massa LV lebih dari 110 g/

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


m2(17); peneliti lain memakai batas 125 g/m2(20), bahkan ada pula merugikan terutama terhadap fungsi diastolik ventrikel dan per-
yang berpatokan 134 g/m2(1). Penelitian epidemiologi pada fusi koroner(17). Pada fase dini sering terjadi gangguan pengisian
penderita hipertensi ringan menunjukkan sensitifitas EKG se- ventrikel kiri karena penurunan relaksasi awal diastol pada
besar 2,1–8% dan sensitifitas ekhokardiografi sebesar 16– penderita hipertensi terjadi sebelum adanya tanda-tanda LVH
40%(13,18). Prevalensi LVH juga dipengaruhi umur; setelah umur seperti penebalan dinding posterior LV lebih 1,1 mm, massa LV
65 tahun pada lebih 50% penderita hipertensi ringan ditemukan lebih 134 g/m2 atau kriteria vektor dan voltase pada EKG. Pada
LVH secara ekhokardiografi(11). fase lebih berat, compliance selama akhir diastol menjadi ter-
LVH dapat bersifat adaptif, non-adaptif (intrinsik), konsen- ganggu karena menebalnya dinding miokard(1).
trik atau eksentrik: LVH secara ekhokardiografi merupakan prediktor dan faktor
• LVH konsentrik paling sering didapatkan yaitu sekitar 25– risiko independen kuat untuk terjadinya komplikasi hipertensi
50%. Penebalan septal dan dinding posterior sama derajatnya dibandingkan tekanan darah tingginya sendiri atau faktor risiko
sehingga rasio ketebalan dinding septal/posterior normal atau kardiovaskuler konvensional yang lain(13,19). Penelitian Fra-
sub-normal(17). mingham juga menunjukkan LVH secara EKG maupun ekho-
• LVH eksentrik (septal) jarang yaitu sekitar 2–10% kasus, kardiografi merupakan faktor prediktor penting untuk risiko ter-
rasio penebalan dinding septal/posterior > 1,3. Kesukaran jadinya gagal jantung (insufisiensi jantung), penyakit arteri
diagnosis timbul apabila gambaran menyerupai kardiomiopati koroner dan keniatian mendadak(19). Perfusi koroner terganggu
obstruktif(17). Hal ini terjadi pada penderita hipertensi yang juga dan komplikasi kardiovaskuler meningkat, bahkan pada pen-
disertai beban volume yang meningkat misalnya dengan obesi- derita hipertensi disertai LVH dengan pembuluh darah koroner
tas(1). yang relatif normal(1).
• LVH adaptif apabila peningkatan massa LV tidak disertai Efek obat antihipertensi terhadap LVH sangat bervariasi,
perubahan volume akhir diastol ventrikel(17). penurunan tekanan darah tidak selalu diikuti dengan regresi
• LVH non-adaptif atau intrinsik apabila hipertrofi dan pe- LVH(20).
ningkatan massa LV berlebihan disertai peningkatan volume 1) Nonfarmakologi
LV, sehingga terjadi perubahan metabolisme dan peningkatan Pada penelitian 40 penderita gemuk selama 5 bulan, 20 pen-
kebutuhan oksigen(3). derita diberikan diet hipokalori sedangkan 20 penderita yang lain
Faktor-faktor yang berperan terhadap risiko timbulnya diberi kaptopril 2–3 x 50 mg/hari. Ternyata keduanya sama
LVH: efektifnya dalam menurunkan tekanan darah sistolik maupun
1) Beban jantung berlebihan: diastolik, tetapi penurunan berat badan lebih efektif meregresi
Pada fase awal hipertensi, peningkatan beban kerja (pressure LVH diband ingkan kaptopri(21).
overload) menginduksi peningkatan tegangan dinding ventrikel. 2) Golongan Diuretik
Sebagai kompensasi, masa muskuler meningkat. Hal dimung- Hidrokhlorotiazid menghasilkan efek regresi yang berva-
kinkan dengan modifikasi aktifitas ATPase dalam miosin sel riasi, biasanya massa LV tak berubah atau regresi sedikit(1),
miokard, yang akan menimbulkan perubahan berupa hipertrofi bahkan dilaporkan meningkatkan massa LV meskipun terjadi
sel miokard dan peningkatan jumlah serta diameter sarkomer dan penurunan tekanan darah(22).
miofibril. Terdapat penyusunan kembali yang berhubungan Indapamide sebaliknya meskipun termasuk golongan
dengan miofibril dan fasikula muskuler(17). Tetapi selain itu pada diuretik, efek penurunan tekanan darah lebih banyak karena efek
beberapa penderita terdapat volume overload misalnya bila di- vasodilatasi langsung sementara efek diuretiknya subklinis, ka-
sertai obesitas dan diet tinggi natrium yang berperanan pula rena itu terjadi penurunan nyata massa LV(17).
pada timbulnya LVH(1). 3) Golongan Beta Blocker
2) Faktor Genetik: Puncak tekanan sistolik merupakan rangsangan terjadinya
LVH dapat timbul pada awal kehidupan manusia seperti LVH, sehingga dengan mengurangi puncak tersebut (mengu-
ditemukan pada binatang, meskipun hipertensinya ringan(17). rangi denyut jantung), obat-obat seperti propranolol, atenolol,
LVH bahkan mendahului terjadinya hipertensi(14). metoprotol dan timolol semuanya menyebabkan regresi LVH.
3) Faktor Neuro-humoral: Sebaliknya pindolol yang mempunyai sifat aktifitas simpatik
Sistim saraf simpatik memegang peranan pada terjadinya intrinsik (ISA) tidak mengurangi denyut jantung dan tidak me-
LVH; ada hubungan langsung antara derajat LVH dan kadar nimbulkan regresi LVH(23). Tampaknya reseptor beta berperan-
noradrenalin plasma, demikian pula dengan angiotensin II yang an terhadap timbulnya LVH. Regresi LVH pada beta blocker
meningkatkan sintesis protein miokard(17). tidak berhubungan erat dengan penurunan tekanan darah(17).
4) Faktor vaskuler : Peneliti lain mengatakan penurunan LVH paralel dengan pe-
Selain adanya beban berlebih, terjadinya LVH tampaknya nurunan tekanan darah(1).
juga tergantung sistem arteri, melalui kelenturan (compliance) 4) Golongan Anti-Adrenergik Sentral
arteri dan impedance bagian proksimal aorta(17). Alpha-metildopa menyebabkan penurunan massa LV yang
LVH adaptif merupakan mekanisme kompensasi yang tak tergantung penurunan tekanan darah, paling besar pada pen-
biasanya berupa LVH konsentris berguna untuk mempertahan- derita dengan LVH yang besar pula(17). Obat yang lain (guana-
kan fungsi sistolik normal, tetapi LVH yang berlebihan dapat benz. guanfacine dan klonidin) juga menurunkan massa LV(1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 17


5) Golongan Vasodilator Diuretik thiazid menginduksi terjadinya hipokalemi, hipo-
Vasodilator golongan hidralazin tidak menimbulkan regresi magnesemi dan hiponatremi yang dapat mencetuskan terjadinya
LVH walaupun tekanan darah dapat terkontrol baik. Hal ini disritmi ventrikel dan selanjutnya kematian mendadak. Keadaan
mungkin karena timbulnya takikardi karena peningkatan rang- akan lebih parah pada keadaan katekolamin berlebih pada payah
sang simpatik. Prazosin mungkin juga kurang efektif terhadap jantung khronik(1).
regresi LVH Tetapi peneliti lain melaporkan adanya regresi 2) Penyekat Beta
LVH dengan pemberian prazosin(1). Minoxidil menginduksi Pengaruh pada ektopi ventrikel masih belum jelas, meskipun
takikardi dan juga retensi cairan sehingga terdapat beban volume ada dugaan penurunan ektopi ventrikel paralel dengan regresi
berlebih, karena itu meningkatkan LVH meskipun kontrol te- LVH(1).
kanan darah baik. Meskipun hal ini diduga oleh karena renin, 3) Anti-Adrenergik Sentral
penambahan propranolol tidak mencegah peningkatan LVH(17). Karena obat golongan ini (alfa-metildopa, guanabenz, guan-
Obat golongan α-1 blocker yang baru doxazosin terryata dapat facine dan klonidin) mengurangi LVH, mungkin juga memper-
menyebabkan regresi LVH dengan nyata(24). baiki ektopi ventrikel, apabila ektopi ventnikel tersebut akibat
6) Golongan penyekat A LVH yang lama(1).
Meskipun menyebabkan peningkatan aktifitas renin, pe- 4) Anti-Adrenergik Perifer
nyekat ACE menimbulkan regresi LVH bahkan dengan sedikit Obat-obat golongan ini (prazosin, trimazosin dan doxazosin)
penurunan tekanan darah saja. Efek tersebut karena penurunan mungkin juga memperbaiki disritmi yang berhubungan dengan
angiotensin II yang sudah diketahui merangsang sintesis protein LVH(1).
miokard penyebab LVH(17). 5) Penyekat ACE
7) Golongan Antagonis Kalsium Efek terhadap ektopi ventrikel mungkin secara tidak langsung
Nifedipin , diltiazem dan verapamil yang menyebabkan dengan mengurangi LVH(1).
vasodilatasi perifer tanpa menimbulkan takikardi refleks, me- 6) Antagonis Kalsium
nurunkan LVH(17). Penurunan LVH tampaknya paralel dengan Penurunan LVH pada pemberian antagonms kalsium di-
penurunan tekanan darah(1,25). hubungkan dengan penurunan ektopi ventrikel lebih dari 75%.
Berbeda dengan pemberian tiazid yang tidak menurunkan LVH
Distritmia ventrikel
maupun supresi ektopi ventrikel meskipun dengan potensi
Pada penderita dengan LVH didapatkan prevalensi yang
penurunan tekanan darah yang sama(1).
benar-benar tinggi dari PVC dan aritmi yang lebih berat diban-
Penelitian acak tersamar ganda dengan 4 jenis obat anti-
dingkan penderita tanpa LVH atau normotensi. Demikian pula
hipertensi (diltiazem 120–240 mg/hari, metoprolol 100–200 mg/
penderita gemuk dengan LVH eksentrik (penebalan dinding
hari, enalapril 10–120 mg/hari dan hidrokhlorotiazid 50–100
septal ventrikel dan dilatasi ventrikel) menunjukkan peningkat-
mg/hari) selama 3 minggu plasebo dan 3 minggu pengobatan,
an ektopi ventrikel bila dibandingkan penderita gemuk tanpa
menunjukkan bahwa diltiazem menurunkan kontraksi ventrikel
LVH atau penderita kurus. Data terakhir menunjukkan adanya
prematur (PVC) sebesar 65% (p <0,05), metoprolol menurun-
efek aritmogenik LVH bahkan pada penderita dengan arteri
kan kontraksi ventrikel prematur (PVC) sebesar 52% (p <0,07),
koroner normal.
sedangkan enalapril dan hidrokhlorotiazid tidak mempunyai
Mekanisme elektrofisiologi yang sebenarnya belum di-
efek terhadap aritmi(27).
ketahui. Dapat dipahami, distorsi struktur miokard akan meng-
Patotisiologi terjadinya penurunan ektopi ventrikel tersebut
ganggu penjalaran impuls homogen sehingga menjadi aritmo-
belum jelas, mungkin karena:
genik. Suatu penelitian mendapatkan adanya jaringan instersisial
1) penurunan beban hemodinamik dan perbaikan perfusi sub-
dan fibrosis yang berlebihan pada biopsi endomiokard penderita
endokardial,
LVH berat dengan arteri koroner normal yang disertai episode
2) regresi LVII,
takikardia ventrikel. Dari suatu penelitian elektrofisiologi juga
3) efek elektrofisiologi langsung antagonis kalsium,
terbukti takikardia ventrikel temporer dapat diinduksi pada
4) kombinasi faktor-faktor tersebut
penderita LVH secara EKG dan ekhokardiografi, sedangkan
padapenderita LVII secara ekhokardiografi saja atau tanpa LVH Iskemi miokardial
hal ini tak terjadi. Dari penelitian Veteran Administration Cooperative Study
Meskipun hubungan antara ektopi ventrikel dan kematian Group efektifitas pengobatan hipertensi pada penderita dengan
mendadak belum terbukti, nampaknya logis untuk menduga hipertensi sedang dan berat sudah jelas terbukti dan tidak di-
bahwa pada penderita risiko tinggi (LVH), adanya ketidaksta- ragukan lagi(28). Penurunan morbiditas dan mortalitas terutama
bilan listrik ventrikel merupakan risiko tinggi untuk terjadinya karena penurunan komplikasi akibat tingginya tekanan darah,
aritmi gawat dan kematian mendadak(1). sedangkan penurunan komplikasi penyakit jantung koroner tidak
Hal lain yang memudahkan timbulnya aritmi ialah hipo- terlihat secara nyata(29).
kalemi akibat pemberian diuretik non K sparing seperti hidro- Pengobatan hipertensi ringan hasilnya bervariasi. Pada
khlorothiazid(1,26). Australian National Blood Pressure Study (ANBPS) (1980) di-
1) Diuretik dapatkan penurunan risiko relatif komplikasi kardiovaskuler

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


yang fatal sebesar 58%, tetapi komplikasi penyakit jantung peningkatan massa LV. Meskipun aliran koroner per unit otot
koroner yang non-fatal tak berbeda(30). Pada British Medical pada LVH normal waktu istirahat, ketidakseimbangan antara
Research Council Trial (1985) mortalitas total tidak berbeda proliferasi vaskuler dan pertumbuhan otot merupakan kondisi
dengan kontrol, tetapi terdapat penurunan komplikasi CVA predisposisi terjadi iskemi relatif, sehingga cadangan koroner
sebesar 45% dibandingkan kontrol. Yang menarik adalah pada menjadi berkurang pada penderita dengan LVH bahkan dengan
penderita mendapat propranolol yang merokok tidak terdapat pembuluh darah koroner normal dengan pemeriksaan angiografi
penurunan komplikasi CVA dan Penyakit Jantung Koroner, koroner. Tipe tertentu dan LVH dihubungkan dengan cadangan
namun pada penderita yang tidak merokok terdapat penurunan koroner yang abnormal.
komplikasi CVA dan kecenderungan komplikasi Penyakit Jan- 2) Hipertensi arteri yang lama meningkatkan terjadinya
tung Koroner yang lebih sedikit pula(30). ateroskierosis pada anteri sistemik maupun koroner sehingga
Yang lebih kontroversial ialah pada Oslo Hypertension menghambat aliran darah koroner dan mengurangi pasokan
Study Group(31); komplikasi penyakit jantung koroner justru oksigen miokard. Meskipun hipertensi arteri merupakan faktor
lebih besar pada penderita yang mendapat pengobatan. Diduga risiko ringan terjadinya penyakit jantung koroner, namun harus
faktor penyebabnya ialah adanya gangguan metabolisme lemak diingat bahwa jarang ateroskierosis ditemukan pada pembuluh
dan gula akibat tiazid dan beta-blocker (propranolol). darah dengan tekanan darah yang rendah (sirkulasi paru, segmen
Penelitian acak terkontrol di Amerika Serikat yang terkenal arteri post-stenotik)(1). Efek dislipidemi obat antihipertensi
ialah Veterans Administration Co-operative Study, USPHS Hos- mungkin berperan pula pada terjadinya aterosklerosis terse-
pitals Trial, Hypertension Detection and Follow-up Program but(37,38).
dan Multiple Risk Factor intervention Trial. Semuanya menun- 3) LVH bukan pra-syarat terjadinya angina pada penderita
jukkan kegunaan pengobatan pada semua derajat hipertensi, hipertensi tanpa penyakit jantung koroner. Laporan terakhir
meskipun masih ada beberapa kekurangan bukti efektifitasnya membuktikan iskemi dapat terjadi karena adanya peningkatan
pada wanita kulit putih, penderita hipertensi muda dan dalam resistensi mikrovaskulatur koroner yang abnormal (angina
mencegah terjadinya penyakit jantung koroner dan infark miokard mikrovaskuler)(1). Hal ini mungkin akibat adanya kekurangan
akut(32). bahan tertentu yang berasal dari endotel yang menyebabkan
Penelitian lain di Eropa ialah WHO Multifactorial Trial(33) gangguan relaksasi otot arterial, dibuktikan dari kegagalan
dan Goteborg Multifactor Primary Prevention Trial(33,34) menda- respon vasodilatasi setelah pemberian asetilkolin, sedangkan
patkan hasil yang bervariasi. Pada Primary Preventive MAPHY vasodilator langsung dapat menimbulkan relaksasi otot arteri
Study didapatkan penurunan mortalitas total yang bermakna tersebut(18).
pada penderita yang mendapat metoprolol dibandingkan pen- Penelitian Framingham menunjukkan risiko terjadinya
derita yang mendapat diuretik(35). infark miokard akut dan angina pektoris meningkat 6–8 kali
Kurangnya bukti kegunaan pengobatan hipertensi untuk pada penderita dengan LVH(1).
pencegahan penyakit jantung koroner dapa diterangkan sebagai Meskipun bukti-bukti yang menyokong kegunaan obat anti-
berikut : hipertensi untuk pencegahan primer penyakit jantung koroner
• penyebab penyakit jantung koroner yang multifaktorial dan masih kontroversi, tetapi penyekat beta(39) dan antagonis kal-
kegagalan untuk mengobati faktor risiko yang lain, sium mungkin merupakan obat pilihan pada penderita hiper-
• jumlah sample yang kurang, lama penelitian yang kurang tensi yang disertai penyakit jantung koroner dan untuk pen-
dan macam populasi yang diteliti kurang sesuai, cegahan sekunder penyakit jantung koroner.
• efek metabolik obat antihipertensi yang menambah risiko
penyakit jantung koroner, GAGAL JANTUNG KONGESTIF
• penurunan perfusi sirkulasi koroner di bawah titik kritis Apabila hipertensi menjadi progresif, LVH adaptif tidak
pada penderita yang sebelumnya sudah ada penyakit jantung dapat menahan lagi beban tekanan yang terus meningkat dan
koroner yang tak terdeteksi, akhirnya terjadi gagal jantung kongestif dengan segala kon-
• penelitian dimulai pada fase lanjut dan hipertensi(26,36). sekuensinya. Ruang jantung kiri menjadi dilatasi dan curah
Ada beberapa mekanisme patogenesis terjadinya iskemi jantung menurun. Peningkatan sistim renin-angiotensin dan sis-
miokard pada penderita hipertensi: tim saraf simpatis menimbulkan vasokonstriksi untuk memper-
1) LVH dengan arteri koroner relatif normal: tahankan tekanan darah. Adanya iskemi miokard yang laten atau
LVH tidak hanya dihubungkan dengan peningkatan ektopi manifes memperberat gangguan fungsi pompa jantung dan
ventrikel, tetapi juga predisposisi terjadinya iskemi miokard. mempercepat penurunan kontraktilitasjantung. Tetapi penurun-
a) Peningkatan tekanan darah menyebabkan peningkatan stress, an fungsi sistolik tidak selalu merupakan penyebab utama gagal
tegangan dan stroke work dinding ventrikel kiri sehingga me- jantung pada hipertensi esensial. Bahkan dalam keadaan fungsi
ningkatkan kebutuhan oksigen miokard. sistolik yang normal, adanya gangguan fungsi pengisian jantung
b) Peningkatan massa LV yang terjadi sebagai adaptasi pe- karena gangguan relaksasi dan peningkatan kekakuan ruang
ningkatan beban tekanan, membutuhkan perfusi jaringan yang jantung mengakibatkan gejala gagal jantung secara klinik. Pada
lebih banyak. penderita hipertensi tua dengan gagal jantung dengan fungsi
c) Pertumbuhan pembuluh darah koroner tidak sesuai dengan sistolik meningkat (hiperkinetik) tetapi ruang jantung kecil, akan

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 19


terjadi gangguan pengisian diastolik awal. Mana yang lebih pada penderita obesitas dan makan garam berlebihan. LVH yang
penting dan lebih sering, gangguan fungsi sistolik atau diastolik terjadi dapat berlebihan (non-adaptif atau intrinsik) yang dapat
pada patogenesis payah jantung kongestif penderita hipertensi mendahului terjadinya hipertensi. Iskemi miokard dapat akibat
khronik masih harus diteliti(1). dari LVHnya sendiri, adanya proses aterosklerosis koroner,
Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang maupun gangguan fungsi mikrovaskuler koroner. Disritmi ven-
umum pada gagal jantung lama yang tak diobati; dari penelitian trikel dan kematian mendadak dapat merupakan komplikasi
Framingham lebih 80% penderita gagal jantung kongestif LVH, iskemi miokard atau hipokalemi karena diuretik. Gagal
mempunyai riwayat hipertensi di masa 1alu(1). jantung selain karena hipertensinya sendiri, juga akibat LVH dari
1) Diuretik iskemi miokard yang dapat berupa gangguan fungsi sistolik
Diuretik tiazid tidak hanya menurunkan tekanan darah, maupun diastolik. Pengobatan penderita hipertensi harus mem-
tetapi juga mengurangi retensi garam dan air sehingga memper- perhatikan keempat komplikasi tersebut.
baiki beban volume berlebih yang umum terdapat pada gagal Golongan diuretik tidak meregresi LVH dan mungkin
jantung kongestif; tetapi mungkin kurang berguna pada pen- memperburuk disritmi ventrikel serta kurang baik terhadap
derita gagal jantung yang terutama karena gangguan fungsi metabolisme lemak, tetapi mungkin berguna untuk penderita
diastolik, karena kontraksi volume intravaskuler menyebabkan dengan beban volume ber!ebih misalnya dengan retensi natrium
penurunan lebih lanjut pengisian ventrikel kiri(1). dan gagal jantung kongestif karena gangguan sistolik. Efeknya
2) Penyekat Beta kurang baik pada gangguan diastolik.
Penyekat Beta merupakan kontraindikasi pada penderita Golongan penyekat beta menyebabkan regresi LVH ke-
dengan gagal jantung kongestif laten maupun manifes akibat cuali pindolol yang bersifat ISA positif. Efek terhadap disritmi
gangguan fungsi sistolik. Sebaliknya mungkin berguna pada ventrikel tak jelas, mungkin berhubungan dengan regresi LVH;
beberapa penderita gagal jantung kongestif karena gangguan merupakan obat yang baik untuk iskemi miokard, tetapi merupa-
fungsi diastolik(1). kan kontraindikasi pada gagal jantung karena gangguan fungsi
3) Antiadrenergik Sentral sistolik. Mungkin berguna pada gagal jantung karena gangguan
Efek bervariasi, klonidin mungkin mempunyai beberapa fungsi diastolik.
sifat inotropik negatif, dan alfa-metildopa mempunyai efek se- Golongan antiadrenergik sentral menimbulkan regresi LVH,
dikit saja(1). efek sedikit pada iskemi miokard, perbaikan disritmi ventrikel
4) Antiadrenergik Perifer mungkin oleh karena regresi LVH. Efeknya sedikit saja pada
Prazosin dan doxazosin rnempunyai efek yang mengun- gagal jantung, sedangkan kionidin bahkan mempunyai efek
tungkan pada gagal jantung(1). inotropik negatif.
5) Penyekat ACE Golongan antiadrenergik penifer tidak menyebabkan regresi
Merupakan obat yang baik untuk gagal jantung. Obat bereaksi LVH kecuali prazosin dan doxazosin. Obat golongan α-1 blocker
pendek seperti kaptopril lebih dianjurkan paling tidak pada fase mempunyai efek metabolisme lipid yang paling baik, dan mung-
awal. Tetapi obat golongan ini yang telah diteliti meningkatkan kiri obat yang baik pula untuk angina mikrovaskuler. Berguna
ama hidup pada penderita gagal jantung klas IV ialah enalapril(1). pada gagal jantung. Mungkin juga memperbaiki disritmi ven-
6) Antagonis Kalsium trikel melalui regresi LVH.
Efek menghilangkan beban jantung dengan antagonis kal- Golongan penyekat ACE menurunkan LVH, mungkin juga
sium sering tapi tidak selalu mengatasi efek inotropik negatif memperbaiki disritmi ventrikel melalui regresi LVH. Tak
obat tersebut. Merupakan pilihan utama pada gagal jantung mengganggu metabolisme lipid, sedangkan efek kardioprotektif
dengan gangguan fungsi diastolik. Data terakhir melaporkan masih dalam penelitian; merupakan obat pilihan pada gagal jan-
bahwa antagonis kalsium memperbaiki relaksasi ventrikel pada tung kongestif.
awal diastol dan menormalkan kembali pengisian ventrikel. Golongan antagonis kalsium menurunkan LVH; mem-
Antagonis kalsium mempunyal dua efek pada pengisian ven- punyai efek supresi disritmi ventrikel yang baik. Tidak meng-
trikel: memperbaiki relaksasi diastolik awal dan juga memper- ganggu metabolisme lipid dan obat pilihan pada iskemi miokard,
baiki compliace diastolik akhir sebagai hasil berkurangnya tetapi bukti kardioprotektif masih koniroversial. Obat ini juga
LVH(1). berguna pada gagal jantung kongestif dengan gangguan fungsi
diastolik. Pemberian verapamil tak dianjurkan pada gagal jan-
RINGKASAN tung kongestif karena gangguan fungsi sistolik.
Kerusakan jantung akibat hipertensi dapat didiagnosis se- Obat antihipertensi selain efektif menurunkan tekanan da-
cara mudah dan kuantitatif pada fase awal dengan elektrokardio- rah, juga harus dapat mencegah dan mernperbaiki kelainan
grafi ekhokardiograti, pantauan EKG Holter dan radionuklir kardiovaskuler akibat hipertensinya.
jantung.
KEPUSTAKAAN
Komplikasi kardiovaskuler hipertensi dapat berupa LVH,
iskemi miokard, disritmi ventrikel dan gagal jantung konges- 1. Messerli FH. Antihypertensive therapy – Going to the heart of the matter.
tif. LVH yang terjadi dapat bersifat adaptif yang sering kon- Circulation 1990; 81: 1128–35.
sentris karena beban tekanan berlebih, tapi dapat pula eksentrik 2. Alderman MH, Ooi WL, Madhavan S et al. Treatment-induced blood

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


pressure reduction and the risk of myocardial infarction. JAMA 1989; 262: 24. Corral JL, Lopez NC, Pecorelli Act al. Doxazosin in the treatment of mild
920–24. or moderate essential hypertension : An echocardiographic study. Am
3. Chobanian AV, Gavras H. Hypertension. Clin Symposia 1990; 42: 2–32. Hearti 1991; 121: 352–56.
4. Cruickshank JM, Thorp JM. Zacharias FJ. Benefits and potential harm of 25. Stadler P. Leonardi L, Riesen Wet a!. Cardiovascular effects of verapamil
lowering high blood pressure. Lancet 1987; 1: 58 1–84. Cruickshank JM. in essential hypertension. Clin Pharmacol Ther 1987; 42: 485–92.
Coronary flow reserve and the J curve relation between diastolic blood 26. Joint National Committee. The 4th (1988) report of the Joint National
pressure and myocardial infarction. BMJ 1988; 297: I 227–30. Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
6. Berry G. Strokes and hypertension – the effect of treatment. Med J Aust Pressure. Arch Intern Med 1988; 148: 1023–38.
1987; 146: 406–09. 27. Papademetriou V. Narayan P. Kokkinos Petal. Antihypertensive therapy
7. Hankey GJ, Gubbay SS. Focal cerebral ischaemia and infarction due to and cardiac arrhythmias in hypertensive patients with moderate to severe
antihypertensive therapy. Med J Aust 1987; 146: 4 12–14. LVH (Abstract). J Hypertension 1994; 12 (Suppl 3): S-94.
8. Ames RP, Hill P. Antihypertensive therapy and risk of coronary heart 28. Stamler J, Stamler R, Neaton JD. Blood pressure, systolic and diastolic,
disease. J. Cardiovasc. Pharmacol. 1982; 4 (Suppi. 2): S206–S2l2. and cardiovascular risk. Arch Intern Med 1993; 153: 598–615.
9. Sleight P. Prevention coronary heart disease and hypertension. J Cardio- 29. Houston MC. Hypertension strategies for therapeutic intervention and
vasc Pharmacol 1988; 12 (Suppl 7): S3–S 10. prevention of end-organ dfamage. Primary Care 1991; 18: 713–53.
10. Zanchetti A. Treatment goals in hypertension. Am J Med 1987; 76 (2A): 30. Logan AG. Mild Hypertension – Controversies in Management. Ciba-
1–7. Geigy Limited, BasIc, Switzerland, 1987.
11. Koren, Devereux RB, Casale PN, Savage DD, Laragh JH. Left ventricular 31. Leren P. Helgeland A. Oslo Hypertension Study. Drugs 1986; 31 (Suppl. 1):
and morbidity in hypertension. Ann Intern Med 1991; 114: 345–52. 41–5.
12. Devereux RB. Is the electrocardiogram still useful for detection of left 32. Kannel WB. Hypertension. Relationship with other risk factors. Drugs
ventricular hypertrophy ? Circulation 1990; 81: 1144–46. 1986; 31 (Suppl. 1): 1–Il.
13. Devereux RB. Does increased blood pressure cause left ventricular 33. Wilhelmsen L. Risk factor for Coronary Heart Disease in perspective.
hypertrophy or vice versa ? Ann Intern Med 1990; 112: 157–59. European Intervention Trial. Am J Med 1984; 76 (2A): 37–40.
14. Schicken RM. Left ventricular mass. Development versus Disease. Circu- 34. Wilhelmsen L, Berglund G, Elmfeldt D, Samuelsson 0, Svardsudd K. The
lation 1990; 82: 1525–27. Multifactor Primary Prevention Trial in Gotheborg, Sweden – Comparison
15. Simone G, Devereux RM, Roman Ini, Schlussel Y, Alderman MH, Laragh with a previously Untreated Population Sample. Drugs 1986; 31 (Suppl. I):
JH. Echocardiographic left ventricular mass and electrolyte intake predict 47–51.
arterial hypertension. Ann Intern Med 1991; 114:202-09. 35. Wikstrand J. Primary prevention with metoprolol in patients with hyper
16. Gottdiener JS, Brown J, Zoltick J, Fletcher RD. Left ventricular mass in tension (MAPHY study). Hypertension – the tip of Iceberg ! Attacking the
men with normal blood pressure : relation to exaggerated blood pressure disease, not just the symptoms. Madrid, October 1987. pp 38–40.
response to exercise. Ann Intern Med 1990; 112: 161–66. 36. Joint National Committe. The 5th (1992) Report of the Joint National
17. Chapelon-Abric C. Left ventricular hypertrophy and hypertension. Hyper Committee on Detection, Evaluation, a nd Treatment of High Blood
tens Let 990; No 25: 3–4. Pressure (iNC V). Arch Intern Med 1993; 153: 154–83.
18. Panza JA, Quyyumi AA, Brush JE Jr. Epstein SE. Abnormal endothelium- 37. Weinberger MH. Treatment of Hypertension in the 1990s. Am J Med 1987;
dependent vascular relaxation in patients with essential hypertension. N 82 (Suppl. IA): 44–9.
Engl J Med 1990; 323: 22–7. 38. Wilhelmsen L. Factors influencing the choice of first-line therapy in
19. Levy, Garrison Ri, Savage DD, Kannel WB, Castelli WP. Prognostic hypertension. Hypertension – the tip of iceberg ! Attacking the disease, not
implications of echocardiographically determined left ventricular mass in just the symptoms. Madrid, October 1987. pp 41–43.
the Framingham Heart Study. N Engl J Med 1990; 322: 1561–66. 39. Olsson G. Effect on atherosclerotic complications in hypertensives results
20. Pfeffer. Pfeffer. Reversing cardiac hypertrophy in hypertension. N Engl J of the Stockholm Metoprolol (Secondary Prevention) Trial. Hyper tension
Med 1990; 322: 1388–90. – the tip of Iceberg. Attacking the disease, not just the symptoms. Madrid,
21. Barzizza F. Magnani L, Zocchi MTet al. Weight loss vs Captopril treatment October 1987, pp. 34–8.
in obese hypertensive patients. J Hypertens 1994; 12 (Suppl 3): S86. 40. O Rourke RA. Rationale for calcium entry-blocking drugs in systemic
22. Pringle SD. Regression of hypertensive left ventricular hypertrophy. hypertension complicated by coronary artery disease. Am i Cardiol 1985;
Hyperteos Let 1990; 25: 3–5. 56: 34H–40H.
23. Frishman WH. Clinical significance of beta and intrinsic 41. Hansson L. Assessment of the patient’s response. J Hypertens 1985; 3
sympathomirnetic activity in a beta-adrenergic blocking drug. Am J Cardiol (suppl. ): S65–S69.
1987; 59: 33F–37F.

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 21


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Nyeri Dada dan Makna Klinisnya


Edi Sugiyanto
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, Kudus

PENDAHULUAN Rasa nyeri pada penyakit jantung biasanya dirasakan dari


Penderita dengan keluhan nyeri dada sering dijumpai pada Th1 – 4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral aferen.
praktek sehari-hari. Keluhan ini sering menimbulkan rasa ka- Badan sel berada di dalam ganglion akan posterior, serabut saraf
watir pada penderita akan adanya gangguan pada organ vital di akan mengikuti nervus cardiacus (symphaticus), ujung cabang-
dalam dada seperti jantung, paru dan lain-lain, sedangkan dari cabang para symphaticus dan nervus Vagus membentuk plexus
pihak dokter, keluhan nyeri dada bukanlah merupakan persoalan candiacus.
yang sederhana. Dokter perlu mengadakan evaluasi untuk me- b) Rasa nyeri perut :
nentukan penyebab nyeri dada, apakah penyebabnya tunggal Rasa nyeri perut yang disebut rasa nyeri alat dalam biasanya
ataukah masih ada penyebab yang lain, apakah penyebabnya dirasakan dan Th5 – 12. Badan sel saraf ini berada di dalam
merupakan keadaan gawat atau tidak. ganglion akar posterior dan bersatu dengan nervus splanchnicus.
Memahami patogenesis terjadinya nyeri dada serta makna Pada rasa nyeri jantung atau perut, bila ganglion symphaticus
klinisnya secara baik akan membantu menentukan diagnosis diblok, jalanan transmisi tersebut akan terputus, sehingga meng-
lebih tepat dan selanjutnya akan mengarahkan kepada terapi hilangkan rasa sakit.
yang lebih rasional. Tulisan berikut akan menyoroti tentang
patogenesis beberapa jenis nyeri dada dan makna klinisnya. KAUSA NYERI DADA
Nyeri dada dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab.
PERSARAFAN Lokasi nyeri dada tergantung derivat segmental saraf aferen.
Rasa nyeri di daerah dada dan perut dipengaruhi oleh saraf Berbagai penyebab nyeri dada dapat dilihat pada Tabel 1.
intercostales (T1–12), Nervus sympathicus, N. panasympathicus.
1) Nn. Intercostales GAMBARAN KLINIS
a) Sensorik Nn. intercostales seperti yang digariskan derma- Meskipun penyebab nyeri dada demikian banyak, namun
toma. yang akan dibahas di sini adalah beberapa jenis nyeri dada
b) Saraf motorik yang menguasai otot-otot dada dan perut yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari yaitu:
seperti tersebut di bawah ini.
1) Jantung
Th1 - 12 Musculi intercostales externa.
• Nyeri angina pektoris yaitu suatu sindrom klinis terjadinya
Musculi intercostales interna.
sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di
Th6 - 12 Musculus rectus abdominalis.
dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Rasa sakit tidak
Th5 - 12 Musculus obliquus externus abdominis externa.
lebih 10 menit dan dengan istirahat rasa sakit menghilang. Letak
Musculus obliquus externus abdominis interna.
rasa sakit biasanya di sternum atau sub sternum, kadang men-
L1 - 2 Musculus cremaster.
jalar ke punggung, rahang, leher. Kadang rasa sakit seperti di
2) Susunan saraf otonom:
epigastrium, gigi dan bahu. Rasa sakit seperti ditekan benda
Rasa nyeri alat dalam, berhubungan dengan susunan saraf
berat, seperti dijepit, atau perasaan tak enak.
otonom.
a) Rasa nyeri jantung : Angina pektoris ada 3 macam yaitu :
a) Angina pektoris stabil, timbul sakit dada bila melakukan

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Tabel 1. Klasifikasi anatomik nyeri dada (modifikasi dari Prout & Cooper, dada yang disertai perasaan seperti letih, nafas pendek, jantung
1987)
berdebar-debar, dan takikardi; perasaan tidak tenang dapat
disajikan oleh pasien dengan prolaps katup mitral.
1. Jantung
a. Miokardium (iskemia, infark, miokarditis) 2) Struktur intratoraks yang lain
b. Perikardium (perikarditis)
c. Katup (prolaps katup mitral, insufisiensi aortalstenosis)
• Nyeri pleural akibat penyakit paru yang menyebabkan kaku
2. Struktur intratoraks yang lain pleura. Nyeri dirasakan dada samping secara unilateral, ber-
a. Saluran bronkopulmonal dan pleura (pneumonia, pleuritis, tumor, tambah karena pernafasan; sedangkan gerakan badan tidak mem-
pneumothoraks) pengaruhinya. ini berbeda dengan nyeri miofasioskeletal yang
b. Esofagus (refluks esofagitis, hiatus hernia, tumor dan spasme) c.
Aorta(aneurisma)
bertambah karena pernafasan dan juga gerakan otot atau skelet.
d. Mediastinum (emfisema, tumor atau infeksi nodus limfatikus dan • Nyeri pulmonal
struktur mediatinum yang lain) Dapat timbul akibat emboli pulmonum atau pneumotoraks,
e. Diafragma (tumor, radang) dapat terasa di dada atau di samping toraks yang terasa meng-
3. Jaringan leher dan dinding dada
a. Kulit dan kelenjar mammae (herpes zoster. mastitis) b. Otot (mialgia hebat pada waktu inspirasi. Nyeri pleural dan nyeri pulmonal
interkostal) hampir serupa, dibedakan dari pemeriksaan fisik.
c. Tulang (trauma, neoplasma, artritis) • Nyeri esofagal yang timbul pada esofagitis akibat hernia
d. Medula spinalis dan serabut syaraf (radang dan lesi kompresi) hiatus dirasakan retrosternal dan sekitarnya. Tidak jarang otot
4. Struktur abdomen
a. Lambung dan duodenum (ulkus dan neoplasma lmbung) b. Hepar dan dath juga terasa nyeri. Sikap terlentang biasanya membangkit-
saluran empedu (kolesititis) c. Pankreas (pankreatitis) kan atau memperkuat nyeri esofagal.
d. Peritoneum • Nyeri akibat aneurisma aortae disekans terasa seperti nyeri
e. Limpa
f. Ginjal
yang tajam di dada atau di punggung yang menjalar dari atas ke
g. Usus besar bawah sesuai dengan tempat robeknya dinding aorta.
3) Jaringan leher dan dinding dada
aktifitas fisik sampai kapasitas tertentu dan menghilang bila • Nyeri herpes zoster
istirahat. Infeksi virus herpes zoster melanda ganglion spinale dan
b) Angina pektoris tidak stabil, angina pektoris yang datang juga radiks dorsalis, bahkan kornu posterior pun dapat terlibat
pertama kali, angina pektoris makin lama makin berat, pre- juga. Para penderita yang mengidap herpes zoster adalah orang-
infarction angina orang yang kesehatan tubuhnya sedang menurun dan umumnya
c) Prinzmetal angina yaitu rasa nyeri dada justru pada saat yang sudah setengah tua. Herpes zoster sering timbul sebagai
istirahat disertai ST segmen elevasi pada pemeriksaan EKG. penyakit interkuren, yaitu suatu penyakit yang bangkit sewaktu
• Nyeri infark miokard akut (IMA) adalah nyeri dada yang menderita penyakit tertentu.
terjadi akibat kerusakan (nekrosis) otot jantung akibat aliran Adapun gambaran gejala prodromalnya adalah sebagai
darah ke otot jantung terganggu. Rasa nyeri pada IMA terjadi berikut: kesehatan umum terganggu oleh perasaan tidak enak
karena rangsang kimiawi atau mekanik pada ujung reseptor badan yang ringan, adakalanya pasien melaporkan secara
saraf. Rangsang ini melalui serabut aferen simpatis ke ganglion spontan adanya daerah tubuh yang “paling tidak enak’ atau yang
simpatis, radiks posterior menuju medula spinalis Th1–5. Di sini “paling sakit’ di daerah punggung atau dada. Satu sampai tiga
impuls aferen simpatis bertemu dengan impuls somatik struktur hari setelah itu akan timbul gelembung-gelembung (vesikulae)
thoraks. Hal ini merupakan dasar terjadinya cardiac referred herpes zoster di sepanjang perjalanan saraf perifer yang berinduk
pain. Impuls berjalan melalui traktus spinotalamikus ke talamus, pada ganglion spinale tertentu. Pada umumnya hanya sesisi saja,
dan menuju kortex serebri sehingga terdapat sensasi rasa sakit. berkelompok dan tidak melewati garis tengah dada. Setelah
Keluhan nyeri dada akibat IMA adalah sebagai berikut : vesikulae pecah dan berulserasi dan akhirnya kering, penderita-
lokasi nyeri dada bisa substernal, prekordial, epigastriurn. Nyeri nya dapat dianiaya oleh nyeri yang tidak terhingga di daerah
dada menjalar ke lengan kiri, leher dan rahang. Lamanya nyeri vesikulae yang sudah sembuh itu. Tidak jarang nyeri yang hebat
dada lebih dari 30 menit. Kualitas nyeri dada berupa seperti di- sudah dirasakan sewaktu vesikulae itu belum sembuh. Nyeri
tekan, diremas, atau terasa berat. Nyeri dada tidak hilang dengan hebat itu dikenal dengan neuralgia postherpetik.
istirahat atau pemberian nitras sublingual. Dapat disertai palpi- Gambaran tentang nyeri itu hampir selalu sama, yaitu seperti
tasi, sesak nafas, banyak keringat dan pucat. Meskipun pada kulit dibakar, disayat atau seperti ditusuk-tusuk; hilang timbul
umumnya nyeri dada IMA merupakan nyeri dada yang berat, tanpa sebab yang menentu. Sehani bisa timbul puluhan serangan,
tetapi pada Framingham Study dijumpai 25% penderita IMA bahkan sewaktu tidur.
tanpa keluhan nyeri dada (silent myocardial infarction) yaitu • Nyeri miofasial yaitu nyeri yang berasal dari unsur miofasial
terutama pada penderita diabetes melitus. dinding dada.
• Nyeri karena perikarditis dirasakan restrosternal juga, Sindrom nyeri fasial torakalis yang sering dijumpai dalam
tetapi biasanya bertambah sewaktu berbaring terlentang dan praktek sehari-hari adalah: Sindrom kostostemalis atau kosto-
membaik kalau duduk tegak atau sedikit membungkuk. Pada khondritis, Sindrom sternalis, Sindrom ujung iga atau rib-tip
waktu bernafas dalam, nyerinya bertambab. Perasaan tak enak di syndrome.

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 23


Etiologi sindrom-sindrom tersebut di atas dapat bersifat. duk mobil belakang sambil memutarkan badan karena duduk di
rematoid yang sukar untuk ditetapkannya. Ansietas adalah belakang setir. Yang terjadi adalah subluksasi kartilago kosta.
umum bagi para penderita dengan nyeri dada seperti ini; namun Suntikan kortison anestesik di dalam otot interkostal dekat ujung
demikian tiada seseorang menderita nyeri miofasial hanya iga yang terkena dan pemberian NSAID dapat menyembuhkan
karena ansietas. Sering juga nyeri miofasial disebabkan oleh sindrom tersebut, namun sewaktu-waktu dapat kambuh.
faktor salah guna, seperti bekerja pada posisi yang tidak sehat
4) Struktur abdomen
secara berkepanjangan. Trauma juga termasuk faktor etiologik
• Nyeri panas di dada (heartburn) adalah suatu bentuk gang-
yang umum.
guan pencernaan. Sebetulnya istilah heartburn adalah kurang
• Sindrom kostosternalis
sesuai karena sebetulnya keadaan penyakit tidak berhubungan
Gambaran klinisnya adalah nyeri setempat di dada yang
dengan jantung; tetapi memang perlu untuk membedakannya
bersifat miofasial seperti nyeri tekan pada sambungan-sam-
dengan gejala penyakit jantung murni seperti angina pektoris.
bungan kostosternal. Juga penekanan pada otot interkostal di
Adapun gejala heartburn adalah rasa panas seperti terbakar
dekat tempat yang nyeri tekan dirasakan sebagai nyeri. Nyeri ini
di dada di bagian belakang ujung tulang dada atau bagian atas
akan cepat sembuh dengan suntikan kortison-anestetik setempat.
perut; rasa terbakar tersebut mungkin menjalar ke atas dan ke
Nyeri miofasial ini adakalanya meluas ke seluruh dada dan lebih
bawah seperti gelombang. Pada keadaan berat mungkin men-
terasa pada nafas dalam. Nyeri miofasial ini biasanya hilang
jalar sampai ke samping dada dan ke atas ke arah leher. Penyakit
timbul dan bisa berlangsung beberapa hari, bulan bahkan ber-
yang mendasari bisa ulkus peptikum, gastritis, pankreatitis,
tahun-tahun bila tidak diobati.
kolesistitis dan lain-lain.
• Sindroma sternalis
Penderita biasanya mengeluh tentang nyeri di dinding dada.
PENUTUP
Mereka dapat menyatakan dengan spontan bahwa nyeri yang di-
Telah diungkapkan beberapa jenis nyeri dada dan faktor-
rasakan berasal dari unsur miofasial dinding dada. Lokasi nyeri faktor yang mendasari; selanjutnya untuk menentukan diagnosis
adalah di otot sternalis, dan pada penekanan di titik trigger terasa
yang lebih tepat sebagian masih perlu pemeriksaan fisik maupun
nyeri di dada kedua sisi. Adapun titik trigger adalah sinkondro-
pemeriksaan penunjang yang sesuai.
sis sternalis.
• Sindrom ujung iga (rib-tip syndrome)
Penderita dapat sebagai pasien akut atau gawat, karena di-
serang nyeri sangat hebat di ujung anterior iga ke sepuluh. atau KEPUSTAKAAN
ke delapan/ke sembilan. Nyeri di ujung iga itu bergandengan
dengan adanya hipermobilitas iga yang bersangkutan. 1. Sutikno, Suharjono, Darmoyo B. Nyeri dada pada infark miokard akut.
Sesaat terasanya nyeri hebat itu terdengarlah bunyi klek. Dalam Hadinoto 5, Setiawan eds. Nyeri, pengenalan dan tata laksana. FK.
UNDIP, Semarang 1993. 155–160.
Hal ini disebabkan oleh tergelincirnya iga dan sinkondrosisnya. 2. Sidharta P. Sakit neuromuskuloskeletal dalam praktek umum. PT Dian
Penekanan pada ujung iga yang bersangkutan membangkitkan Rakyat. Jakarta 1983. 163–180
nyeri hebat tersebut. 3. Lee AS dkk. Panduan Kesehatan Keluarga. Yayasan Essentia Medica 1995.
Sindrom ini biasanyadisebabkan oleh trauma langsung atau 266–267.
4. Hoesodo SK. Memelihara jantung sehat dan menjaga jantung sakit, Citra
tidak langsung, seperti memutar badan pada posisi yang tidak Budaya, Jakarta 1982.
sesuai, misalnya belajar tenis atau mengambil tas di tempat du- 5. Satyanegara. The theory and therapy of pain. PT Panca S. Jakarta 1972.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


HASIL PENELITIAN

Demam Rematik

Bambang Kisworo
Rumah Sakit Dr Oen, Surakarta

PENDAHULUAN DIAGNOSIS
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang, Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu
dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat kriteria yang untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones
terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A dan, oleh karena itu kemudian dikenal sebagai kriteria Jones(2,9).
pada saluran pernafasan bagian atas(1-4). Penyakit ini dan gejala Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang
sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik
penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada demam rematik. Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini
populasi anak-anak dan dewasa muda(2,3,5). Puncak insiden kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan
demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun; menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya
penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun (Tabel 1). Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriterium
dan penduduk di atas 50 tahun(1). Demam rematik dan penyakit mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi
jantung rematik hingga saat ini masih menjadi masalah kesehat- streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan
an yang penting di negara-negara yang sedang berkembang(2,3,5). adanya demam rematik(1-4,9-12). Tanpa didukung bukti adanya
Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus selalu
diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan mani-
sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia festasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis
Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru
anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000(5). muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthkokus(4,9).
Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, te-
pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai 10 per 1.000(3). Dari suatu tapi hanya sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis
penelitian yang dilakukan di India Selatan diperoleh prevalensi demam rematik(1,10). Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil
sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah(6), sementara angka yang kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa over-
didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak diagnosis maupun underdiagnosis(10).
seko1ah(7).
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui Kriteria Mayor
secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah 1) Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang
dilakukan menunjukkan bahwa revalensi penyakit jantung paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang
rematik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan
demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit
demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dan angka tersebut, jantung rematik(2,4,9).
mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat dari Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik
demam rematik(8). berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau
Dalam tulisan ini akan dibahas masalah diagnosis dan perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis,
penatalaksanaan demam rematik. dan gagal jantung kongestif(1,2,4,10,11).

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 25


Tabel 1. Kriteria Jones (yang diperbaiki) untuk diagnosis demam rematik lambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul(1,4).
Kriteria Mayor 4) Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang
Karditis khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang
Poliartritis
Korea berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,
Eritema marginatum berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas
Nodulus subkutan secara sentrifugal(2,4,9,10). Eritema marginatum juga dikenal
Kriteria Minor sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di
Klinik
Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi
Artralgia tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat
Demam bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu
Laboratorium bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh
Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C reaktif, laju endap
darah, leukositosis) pemberian panas, dan memucat jika ditekan(4,9,10). Tanda mayor
Interval P-R yang memanjang demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat(2,4).
Ditambah 5) Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada
Tanda-tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya: kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian,
kenaikan titer antistreptolisin 0 (ASTO) atau antibodi antistreptokokus
ainnya, biakan usapan tenggorokan yang positif untuk streptokokus grup pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa
A atau baru menderita demam skarlatina. massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari
kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai
sekitar 2 cm(1,4,9,11). Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemu-
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang kan jika tidak terdapat karditis(2,9).
seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala
perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul Kriteria Minor
pada keadaan yang lebih berat(4). Bising pada karditis rematik 1) Riwayar demam rematik sebelumnya dapat digunakan se-
dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi bagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik
mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif
dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri(2,9,10,11). jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita
2) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, ke- seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
merahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis(9,10).
sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering 2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor
hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan
sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang
yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu lazim terjadi pada anak-anak normal(9,10). Artralgia tidak dapat
yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah
sendi, sendi yang lain mulai terlibat(1,2,4,9,10,11). dipakai sebagai kriteria mayor(10).
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi 3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun
(monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium adakalanya mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis.
mayor(4,9,10,11). Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat
kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurang- ringan selama beberapa minggu(1,9,11). Demam merupakan
nya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai
darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak me-
antistreptokokus lainnya yang tinggi(4). miliki arti diagnosis banding yang bermakna(9,10).
3) Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak di- 4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju
sadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umum- endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis me-
nya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu rupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai ke- Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada
lemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya
pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas manifestasi mayor yang ditemukan(1,11).
dan lazim terjadi pada perempuan(1,2,4,9,10,11). Korea Syndenham Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada
merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C
sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain(3,9). Korea kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan
merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/
kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat diper- hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan se-
tanyakan(9). bagai obat eradikasi pengganti(3,9-12).
5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan
Obat Antiradang
adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis
atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam re-
dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat
matik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam
diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon
rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan
yang cepat terhadap pemberian salisi1at(1,3,10). Natrium salisilat
merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis
diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
rematik(4,9,11).
terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75
Bukti yang Mendukung mg/kg/hari selama 4-6 minggu(1,3,10,12). Aspirin dapat dipakai
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar
diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu,
yang mendukung adanya infeksi streptokokus(1,10). Titer ASTO untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk
dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam(1).
orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan
tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradang-
demam rematik akut(4,9). an akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan mela- ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik(1,10).
kukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis
50% kasus demam rematik akut(1,10). Bagaimanapun, biakan terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/
yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi
adasnya infeksi streptokokus akut(9). sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurun-
kan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu
PENATALAKSANAAN ke 3 ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu
Penatalaksanaan demam rematik meliputi: (1) tirah baring berikutnya(3,10,11,12).
di rumah sakit, (2) eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian Secara ringkas, indikasi dan dosis pemberian obat antiradang
obat-obat antiradang. (4) pengobatan korea, (5) penanganan pada demam rematik dapat dilihat pada Tabel 2(3,12).
komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri. atau
trombo-emboli, serta (6) pemberian diet bergizi tinggi me- Tabel 2. Indikasi dan dosis obat antiradang pada demam rematik
ngandung cukup vitamin(3,12). Manifestasi Pengobatan
Tirah Baring Artritis, dan/atau karditis tanpa Salisilat 100 mg/kg/hari selama 2
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah kardiomegali minggu, kemudian diturunkan
sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa menjadi 75 mg/kg/hari selama
4-6 minggu.
mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring se- Karditis dengan kardiomegali atau Prednison 2 mg/kg/hari selama 2
cara ketat(3,11). Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat gagal jantung minggu, kemudian diturunkan 1
(dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring mg/kg/hari sampai habis selama
total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah 2 minggu, dit 4mbah dengan
salisilat 75 mg/kg/hari mulai
baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu(10,11), yang paling minggu ke 3 selama 6 minggu.
menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh
dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat(3). Pengobatan Korea
Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat
sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu berlangsung selama beberapa minggu sampai 3 bulan(1,3,10,11).
kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital
antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istira- atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuas-
hat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal(1). kan(10,11). Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan
pada anak di bawah umur 12 tahun(10).
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah Penanganan Gagal Jantung
diagnosis demam rematik dapat ditegakkan. Obat pilihan per- Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti
tama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam kasus gagal jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya
dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid,
dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau
adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 vasodilator(3,12). Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 27


jantung kongestif akibat kelainan lainnya(1). Pemberian obat ini PENUTUP
harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah Demam rematik merupakan penyakit yang masih menjadi
iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia(1), di masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diagnosis dini,
samping batas keamanannya yang sempit(12). pengobatan secara tepat dan pencegahan sekunder merupakan
aspek yang sangat penting dalam penanganan demam rematik.
Pencegahan Sekunder
Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk
mengidap serangan ulangan demam rematik setelah terserang
infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya. Oleh karena
itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik KEPUSTAKAAN
yang sangat penting(11). Pencegahan sekunder pada dasarnya
merupakan pemberian antibiotik secara teratur pada penderita 1. Sokolow M, Mcllroy MB, Cheitlin MD. Clinical Cardiology. 5th ed.
Connecticut: Appleton & Lange, 1990: 542-47.
yang pernah mengidap demain rematik agar tidak terjadi infeksi 2. Affandi MB. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik: Diagno sis,
streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak penatalaksanaan dan gambaran klinik pada pemeriksaan pertama di RSCM
terjadi serangan ulang demam rematik(3,10). Bagian 1K Anak, Jakarta 1978-1981. Maj Kes Mas 1986; XVI (4): 240-48.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian 3. Wahab AS. Penanganan Demam Rematik pada Anak. Berita Kedokteran
Masyarakat 1989; V (5): 196-203.
antibiotik sebagai berikut: (1) penisilin G benzatin 1,2 juta unit 4. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison’s
setiap 4 minggu; (2) sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tung- Principles of Internal Medicine. 11th. ed. McGraw-Hill Book Co. GmbH,
gal per oral untuk penderita dengan berat badan di atas 27 kg; Hamburg, 1987 : 951-56.
(3) penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau (4) bagi penderita 5. World Health Organization. WHO program for the prevention of
rheumatic fever/rheumatic heart disease in 16 developing countries:
yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2 report from Phase 1(1986-90). Bull WHO 1992; 70(2): 213-18.
kali sehari(2,3,10,11,12). 6. Koshi G, Benjamin V, Chenan G. Rheumatic fever and rheumatic heart
Pencegahan sekunder dianjurkan untuk tetap diberikan pa- disease in rural South Indian children. Bull WHO 1981; 59 (4): 599-603.
ling tidak sampai usia 18 tahun(2,3,11). Pada penderita demam re- 7. Sanguanchua P. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease in
Southern Thailand. Kardiologi Indonesia 1987; IX (3): 99-101.
matik yang mengalami kelainan katup jantung, pencegahan ini 8. Soeroso S dkk. Ttnjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung
dianjurkan diberikan seumur hidup(2,11). Rematik pada Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk (ed).
Naskah Lengkap Simposium dan Seminar Kardiologi Anak. Semarang. 27
PROGNOSIS September 1986: 1-11.
9. Tadzynski LA, Ryan ME. Diagnosis of Rheumatic Fever. Medical Current
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat 1989; 3 (1): 68-70.
diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan 10. Gupte S. The Short Textbook of Pediatrics. Bombay: M/s Jaypee Brothers,
jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan 1989: 165-69.
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita 11. Wolfe RR, Wiggins JW. Rheumatic Fever. In: Hathaway WE et al (eds).
Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 10th ed. Connecticut: Appleton
dengan karditis pada masa kanak-kanak(10). Serangan ulang da- & Lange 1991 : 455-58.
lam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% 12. Madiyono B. Penatalaksanaan Medis Demam Rematik (DR) dan Penya kit
penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia Jantung Rematik (PJR) di Bagian IKA FKUI/RSCM. Kardiologi Indonesia
21 tahun(1). 1989; Xl (1): 9-18.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


HASIL PENELITIAN

Efek Ramuan Buah Mengkudu


dan Daun Kumis Kucing untuk
Menurunkan Tekanan Darah
pada Penderita Hipertensi
Lestari Handayani, Didik Budijanto
Pusat Penelitian dan Pen gembangan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Keseharan Departemen
Kesehatan RI Surabaya

PENDAHULUAN BAHAN DAN CARA


Menurut WHO prevalensi hipertensi di negara maju ber-
1) Sampel
kisar 10–20%, sedangkan di Indonesia sekitar 10%. Data SKRT
Studi ini dilakukan di Laboratorium P4OT Surabaya dengan
(Survai Kesehatan Rumah Tangga) 1992 dikatakan bahwa pe-
sampel penderita hipertensi yang berobat di tempat pelayanan
nyebab kematian terbanyak (16,4%) disebabkan oleh karena
pengobatan tradisional tersebut. Pengambilan sampel adalah
penyakit jantung dan pembuluh darah yang di antaranya adalah
seluruh penderita hipertensi yang berobat di P4OT pada tahun
hipertensi, sedangkan kematian terbanyak akibat penyakit ini
1994 dengan kriteria : tidak menderita penyakit berat lainnya,
dijumpai pada usia 44 tahun ke atas. Jumlah yang cukup besar
tidak minum obat lain selain yang diberikan dalam penelitian
ini tentunya berpengaruh terhadap produktifitas kerja penderita-
ini, minum obat secara teratur, dan bersedia mengikuti prosedur
nya karena menyerang pada usia produktif. Penderita usia lanj-
pengobatan tanpa paksaan.
ut akan menjadi beban perekonomian terutama dalam lingkup
Pada penderita dilakukan pemeriksaan tekanan darah meng-
keluarga karena biaya pengobatan dan obat yang seringkali ber-
gunakan sphigmomanometer air raksa yang sama pada waktu
langsung seumur hidup.
kunjungan pertama (sebelum minum ramuan obat). Dilakukan
Obat untuk hipertensi semakin berkembang dan tahun ke
pengukuran ulang pada kunjungan satu minggu pertama dan
tahun. Penelitian-penelitian untuk menemukan obat dengan
kedua setelah minum ramuan obat. Pemeriksaan tekanan darah
efektifitas yang lebih baik dan efek samping seminimal mungkin
dilakukan pada penderita yang berbaring dan diukur dengan
terus berlanjut. Namun di sisi lain secara turun temurun sebe-
memasang manset pada 2/3 lengan kanan atas.
narnya telah dikenal pengobatan tradisional untuk mengatasi
Kriteria Hipertensi :
hipertensi. Penggunaan obat tradisional sudah cukup luas dan
Yang dimaksud penderita Hipertensi dalam penelitian ini
diakui secara empiris banyak membantu mengurangi keluhan
sesuai ketentuan WHO adalah penderita yang pada pengukuran
pada penderita hipertensi. Pengobatan tradisional ini secara ter-
tekanan darah diperoleh tekanan sistolik ≥ 140 rnmHg dan/atau
samar telah mendampingi obat modern bahkan keberadaannya
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.
mendahului pengobatan modern yang sekarang lebih dikenal dan
diakui. 2) Identifikasi Bahan Ramuan
Sehubungan dengan keadaan tersebut, studi ini bertujuan a) MENGKUDU
mengkaji penggunaan buah Mengkudu dikombinasi dengan Nama Latin : Morinda citrifolia Linn.
daun Kumis Kucing sebagai obat hipertensi yang dilaksanakan di Nama Daerah : Pace (Jawa), Cangkudu (Sunda).
Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Peng- Kandungan kimia :
obatan Obat Tradisional (Laboratorium P4OT) di Surabaya. Daun dan buah Morinda citrifolia mengandung alkaloid,
Studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai pijakan awal saponin, flavonoida dan antrakinon. Di samping itu daunnya
dalam pengembangan lebih lanjut menjadi fitofarmaka meng- juga mengandung polifenol.
ingat penelitian pendahuluan tentang isi bahan berkhasiat, pe- Khasiat dan kegunaan :
nelitian pre klinik dan pembudidayaan dua jenis tumbuhan obat Telah dilakukan beberapa penelitian preklinik mengenai
ini sudah banyak dilakukan. kandungan kimia, efek anti inflamasi, anti bakteri dan antelmin-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 29


tik, efek terhadap kadar gula darah binatang percobaan dan efek
hipotensif.
Penggunaan buah Mengkudu sebagai obat tekanan darah
tinggi di masyarakat pada umumnya adalah dengan minum air
perasan yang telah disaring dari dua buah Mengkudu masak dan
diminum 2 kali sehari dengan takaran yang sama.
b) KUMIS KUCING
Nama Latin : Orthosiphon stamineus Bent
Nama Daerah : Remujung (Jawa Tengah), Kumis Kucing (Jawa
Keterangan:
Barat), Songot Koceng (Madura). al = a x a + b x c
Kandungan Kimia : bl = a x b + b x d
Daun mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, polifenol. cl a x c + c x d
Khasiat dan kegunaan: dl = b x c + d x d
Sebagai diuretik, pelarut kalsium oksalat, anti bakteri.
Penggunaan sebagai obat hipertensi adalah karena khasiat HASIL DAN PEMBAHASAN
diuretik yang dimilikinya. Penggunaannya secara umum dengan 1) Karakteristik Penderita Hipertensi
merebus setengah genggam daun yang ditambah air sebanyak 2 Selama kurun waktu satu tahun (1994) diperoleh 43 pen-
gelas dan direbus sehingga tersisa air sebanyak 1 gelas. Air derita yang memenuhi kriteria sampel penelitian yang terdiri dari
rebusan ini diminum 2 kali sehari sebanyak masing-masing wanita 28 orang (65,1%) dan laki-laki 15 orang (34,9%). Ber-
setengah gelas. dasarkan pendidikannya diperoleh 7 orang (16,3%) buta huruf
3) Penyediaan Bahan atau tidak tamat sekolah dasar, 22 orang (51,2%) tamat sekolah
Penyediaan bahan obat dilakukan di Laboratorium P4OT. dasar, 9 orang (20,9%) tamat sekolah menengah pertama, 2 orang
Kedua macam bahan tanaman obat diperoleh dan tanaman yang (4,7%) tamat sekolah menengah atas dan 3 orang (7,0%) tamat
berada di sekitar gedung Laboratorium P4OT, Surabaya. akademi atau sarjana.
Buah Mengkudu setengah masak dirajang tipis, dikeringkan Usia termuda adalah 30 tahun dan tertua 85 tahun sehingga
dengan cara diangin-anginkan selama dua hari dan kemudian untuk kelompok umur dibagi 4 yaitu kelompok I kurang dari 50
disimpan dalam almari pengering bersuhu 38°–40°C sampai tahun (12 orang), kelompok II antara 50–60 tahun (16 orang),
kering. Buah yang telah kering disimpan dalam wadah tertutup. kelompok III antara 61–70 tahun (1 orang) dan kelompok IV
Herba Kumis Kucing dikeringkan dengan cara diangin- Iebih dari 70 tahun (4 orang).
anginkan selama satu hari selanjutnya dimasukkan almari pe- 2) Distribusi Frekuensi Tekanan Darah
ngering bersuhu 38°–40°C sampai kering. Herba Kumis Kucing Dilakukan pemeriksaan tekanan darah sebelum pemberian
kering digiling dengan mesin giling menjadi serbuk halus yang obat pada sampel sebanyak 43 orang. Satu minggu setelah pem-
kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat. berian obat, dilakukan pengukuran tekanan darah kembali dan
4) Pengobatan pada pengukuran ini seluruh sampel dapat tercakup (43 orang).
Pengobatan yang diberikan pada pasien hipertensi di Labo- Pada minggu kedua dilakukan pengukuran ulang tekanan darah
ratorium P4OT terdiri dari ramuan buah Mengkudu dan daun pada sampel, ternyata sebanyak 17 orang penderita tidak hadir
Kumis Kucing yang sudah dikeringkan dan dikemas dalam sehingga pada pemeriksaan 2 minggu setelah pemberian obat
kantong plastik. hanya diperoleh data dan 26 penderita. Dalam kajian ini dilihat
Setiap takar untuk penggunaan satu hari terdiri dari 10 gram distribusi pasien berdasar tekanan sistolik saja, diastolik saja dan
buah Mengkudu kering ditambah 2,5 gram serbuk herba Kumis gabungan sistolik dengan diastolik.
Kucing. Setiap takar ramuan direbus dengan cara ditambah a) Tekanan Darah Sistolik
dengan air 2 (dua) gelas belimbing dan direbus sampai tersisa Dilakukan pengelompokan sampel berdasarkan tekanan da-
air rebusan sebanyak sekitar I (satu) gelas atau 200 ml. Air rah sistoliknya yaitu : kelompok I S < 140 mmHg, kelompok II
rebusan ini disaring, dibuang ampasnya dan diminum 2 kali S = 140–180 mmHg, dan kelompok III S>180 mmHg (Tabel 1).
sehari masing-masing setengah gelas. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan Penge-
lompokan Sebelum Minum Ramuan, 1 minggu dan 2 minggu
Setelah Minum Ramuan.
5) Analisa Rantai Markov
Minum - Ramuan
Efek kedua bahan yang diteliti akan dibahas secara deskrip- Pengelompokan
tif dan dianalisis dengan metode Rantai Markov (Markov Chain) tekanan sistolik Pre 1 Post 1 mg Post 2 mg
untuk meramalkan hasil pengobatan secara terkelompok ter- n % n % n %
hadap periode waktu pengobatan. < 140 mmHg 0 0,0 16 37,2 10 38,5
Rantai Markov merupakan suatu proses berantai di mana 140-180 mmHg 35 81,4 23 535 13 50,0
keadaan suatu kejadian hanya tergantung dan kejadian sebelum- > 180 mmHg 8 18,6 4 9,3 3 11,5
nyadan tidak tergantung dan kejadian sebelumnya lagi. Jumlah 43 orang 43 orang 26 orang

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


b) Tekanan Darah Diastolik 3) Analisis hasil pengobatan dengan metode Rantai Markov
Dilakukan pengelompokan sampel menjadi 3 berdasarkan Ramalan hasil pengobatan dengan ramuan kedua bahan
tekanan darab diastoliknya yaitu : kelompok I D <90 mmHg, yang diteliti dihitung dengan metode Rantai Markov. Diambil
kelompok II D = 90–105 mmHg, dan kelompok III D > 105 salah satu hasil pengobatan yaitu pengukuran tekanan darah
mmHg (Tabel 2). diastolik yang dihitung untuk masing-masing periode pengobatan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Diastolik Berdasarkan
dengan jangka waktu 1 minggu.
Pengelompokan Sebelum Minum Ramuan, 1 minggu dan 2 Keadaan ramalan hasil pengobatan pada tabel periode ke 2
minggu Setelah Minum Ramuan. sampai dengan ke 5 selalu berubah sedangkan pada periode ke 6
keadaan sama dengan periode ke 5. Ini berarti bahwa pada
Minum - Ramuan
periode ke 5 dan seterusnya akan menunjukkan keadaan yang
Pengelompokan
tekanan diastolik Pre Post 1 mg Post 2 mg sama. Dari hasil ramalan dengan metode Rantai Markov dapat
n % n % n % dikatakan bahwa dengan ramuan yang sama dan dengan asumsi
bahwa tidak ada perubahan lingkungan yang berpengaruh, akan
< 90 mmHg 9 20,9 22 51,2 12 46,1
90–105 mmHg 28 65,1 19 44,2 12 46,1
diperoleh hasil maksimal pada periode ke 5 (Tabel 4).
> 105 mmHg 6 14,0 2 4,7 2 7,8
Jumlah 43 orang 43 orang 26 orang
KESIMPULAN
Hasil kajian ini memperlihatkan pergeseran tekanan darah
c) Tekanan Darah Sistolik/Diastolik ke arah membaik pada 43 orang penderita hipertensi yang diteliti.
Berdasarkan derajatnya, tekanan darah dikelompokkan Tabel 4a. Keadaan periode ke I Probabilitas Konversi
menjadi : Normal S < 140 mmHg dan/atau D < 90 mmHg,
Hipertensi ringan S ≥ 140–180 mmHg dan/atau D ≥ 90–105 Tek. Diastolik Tekanan diastolik setelah terapi
Total
mmHg, dan Hipertensi sedang/berat S > 180 mmHg dan/atau D sebelum terapi
< 90 mmHg 90-105 mmHg > 105 mmHg
> 105 mmHg. < 90 mmHg 0,8888 0,1111 0,0000 l,0
Derajat hipertensi pada awal, 1 minggu dan 2 minggu setelah ( 8 orang) ( I orang) (0 orang) 9 orang
pemberian ramuan terlihat pada Tabel 3. 90-105 mmHg 0,5000 0,5000 0,0000 1,0
(14 orang) (14 orang) (0 orang) 28 orang
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik/Diastolik Berdasar- > 105 0,0000 0,6667 0,3333 10
kan Pengelompokan Sebelum Minum Ramuan, 1 dan 2 minggu ( 0 orang) ( 4 orang) (2 orang) 6 orang
Setelah Minum Ramuan.
Tabel 4b. Keadaan periode ke 2 (ramalan) : Probabilitas Konversi
Minum - Ramuan
Pengelompokan Tek. Diastolik Tekanan diastolik setelah terapi
Pre Post 1 mg Post 2 mg Total
tekanan darah sebelum terapi
< 90 mmHg 90-105 mmHg > 105 mmHg
n % n % n % < 90 mmHg 0,8457 0,1543 0,0000 1,0000
Normal 0 0,0 5 11,6 3 115 90-105 mmHg 0,6945 0,3055 0,0000 10000
Hipertensi ringan 33 767 34 79,1 20 77,0 > 105 0,3333 0,5556 0,1111 1 0000
H. sedang/berat 10 23,3 4 9,3 3 11,5
Tabel 4c. Keadaan periode ke 3 (ramalan) : Probabilitas Konversi
Jumlah 43 orang 43 orang 26 orang
Tek. Diastolik Tekanan diastolik setelah terapi
Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa setelah pengobatan sebelum terapi
Total
selama satu minggu ternyata kelompok I jumlahnya semakin < 90 mmHg 90-105 mmHg > 105 mmHg
< 90 mmHg 0,8224 0,1776 0,0000 1,0000
besar yang merupakan pindahan dan kelompok II atau III dan
90-105 mmHg 0,7995 0,2005 0,0000 10000
berarti pula bahwa jumlah pasien pada kelompok II dan III > 105 0,7047 0,2829 0,0124 1,0000
semakin kecil; demikian pula dengan pengelompokan setelah
pengobatan 2 minggu. Jadi ternyata terdapat pergeseran dis- Tabel 4d. Keadaan periode ke 4 (ramalan) : Probabilitas Konversi
tribusi ke arah membaik (tensi normal atau hipertensi ringan);
Tek. Diastolik Tekanan diastolik setelah terapi
distribusi setelah pengobatan 2 minggu hasilnya tidak jauh sebelum terapi
Total
berbeda. < 90 mmHg 90-105 mmHg > 105 mmHg
Dalam membandingkan distribusi pasien pada kunjungan 2 < 90 mmHg 0,8183 0,1817 0,0000 1,0000
minggu setelah pengobatan perlu perhatian terhadap ketidak- 90-105 mmHg 0,8178 0,1822 0,0000 1,0000
> 105 0,8144 0,1854 0,0002 1,0000
hadiran 17 orang pasien sehingga dapat mempengaruhi distri-
businya. Penyebab ketidakhadiran dapat dipengaruhi oleh hasil Tabel 4e. Keadaan periode ke 5 (ramalan) Probabilitas Konversi
pengobatan (membaik, tetap ataupun meningkat). Melihat bahwa
Tek. Diastolik Tekanan diastolik setelah terapi
distribusi kelompok I (lebih ringan hipertensinya) semakin tinggi Total
sebelum terapi
diduga pasien enggan untuk datang lagi karena merasa sudah < 90 mmHg 90-1115 mmHg > 105 mmHg
ringan keluhannya. Hal ini ditunjang oleh hasil anamnesis yang < 90 mmHg 0,8182 0,1818 0,0000 1,0000
menyatakan bahwa “keluhan berkurang setelah minum jamu” 90-105 mmHg 0,8182 0,1818 0,0000 1,0000
cukup tinggi yaitu 22%. > 105 0,8182 0,1818 0,0000 1,0000

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 31


Tabel 4f. Keadaan periode ke 6 (ramalan) Probabilitas Konversi Banyaknya jumlah penderita hipertensi yang tersembunyi (tidak
terdeteksi) serta mudahnya pembudidayaan ke duajenis tanam-
Tek. Diastolik Tekanan diastolik setelah terapi
Total an obat ini, perlu kiranya kelanjutan penelitian agar selanjutnya
sebelum terapi < 90 mmHg 90-105 mmHg > 105 mmHg tanaman obat ini dapat dimanfaatkan oleeh masyarakat secara
< 90 mmHg 0,8182 0,1818 0,0000 1,0000 benar sebagai obat alternatif dan obat modern.
90-105 mmHg 0,8182 0,1818 0,0000 1,0000
> 105 0,8182 0,1818 0,0000 1,0000 KEPUSTAKAAN

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Survei Kesehatan Rumah


Tampaknya tidak ada perbedaan berarti pada pengobatan selama Tangga (SKRT) 1992. Jakarta: 1992.
satu dengan dua minggu. Dengan analisis Rantai Markov dike- 2. Kloppenburg J - Versteegh. Petunjuk Lengkap Mengenai Tanam-tanaman
tahui bahwa setelah 5 minggu pengobatan akan mencapai hasil di Indonesia dan KhasiatnyaSebagai Obat-obatan Tradisional. Yogyakarta:
maksimal artinya tidak berubah lagi meskipun pengobatan di- CD RS. Bethesda Yogya. Andi Offset, 1988.
3. Ravindran, Philips, Solberg. Operations Research Principles and Practice.
Ianjutkan. Tingginya kasus drop out pada kunjungan minggu ke Second Edition. New York: John Wiley & Sons, 1987.
2 perlu diperhatikan penyebabnya karena telah mempengaruhi 4. Siagian P. Penelitian Operasional : Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press.
distribusi pengelompokan. 1987.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar ramuan Mengkudu 5. Sugati Sri, Jhony Ria Hutapea. Inventaris Tanaman Obat Indonesia 1.
Jakarta: Badan Litbangkes. Depkes. 1991.
dan Kumis Kucing diperhitungkan sebagai salah satu yang 6. Sugati, Sri et al. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi
digunakan untuk pengobatan hipertensi yang didukung bukti di Indonesia 1. Jakarta: Puslitbang Farmasi, 1989.
empiris oleh masyarakat. Kajian ini dapat dilanjutkan dengan 7. --------- Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di
Iebih mendalam melalui penelitian-penelitian baik dan segi Indonesia II. Jakarta: Puslitbang Farmasi, 1989.
8. --------- Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di
farmasi ataupun penelitian klinik untuk memperoleh ramuan Indonesia III. Jakarta: Puslitbang Farmasi, 1991.
yang lebih baik dan segi efektifitas, keamanan (efek samping), 9. --------- Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di
penyediaan bahan dan bentuk sediaan obat. Indonesia V. Jakarta: Puslitbang Farmasi, 1993.
Mengingat kasus kematian akibat hipertensi cukup tinggi, 10. World Health Organization. Management Guidelines: A Mild Hyperten
sion. Medicine Digest. June 1995 : 2– 8.

English Summary
Sambungan hal 4

THE EFFECT OF MENGKUDU The fruit of Morinda citrifolla pressure was evaluated after
FRUIT AND KUMIS KUCING Linn (Mengkudu) and the leaves one and two weeks treatment.
LEAVES ON BLOOD PRESSURE of Orthosiphon stamineus Benth. The result showed that the
AMONG HYPERTENSIVE PA- (Kumis Kucing) are known as blood pressure was lowered after
hypertension remedies. This one week treatment and there
TIENTS
study analyzed the effect of the was no different effect between
remedies to the blood pressure one and two weeks treatment.
Lestari Handayaril, Didik Budi-
of hypertensive patients. 43 It was recommended that this
janto
Health Services Research and Deve-
hypertensive patients at tradi- study is followed up with further
lopment Centre, Health Research and tional medicine laboratory have researches.
Development Board, Dept. of Health, been treated with these reme- Cermin Dunia Kedokt. 1997; 116: 29–32
Indonesia dies for two weeks and the blood Lh, DB

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


ANALISIS

Afasia dengan Lesi di Striatum Kiri


( Afasia Subkorteks)
A. Munandar
Unit Neurologi, Rumah Sakit Husada, Jakarta

ABSTRAK
Wicara ialah bagian dan ftingsi luhur otak yang berpusat di area korteks otak lobus
fronto-temporal kiri. Oleh karena itu, secara tradisional pasien dengan afasia dianggap
mempunyai lesi di korteks otak. Alat imajing otak yang canggih sekarang memungkin-
kan pendeteksian lesi yang tajam dan nyata sehingga dapat juga menegakkan korelasi
anatomo-klinik yang lebih akurat. Dengan demikian diketahui bahwa afasia dapat juga
terjadi pada lesi di subkorteks (bagian otak di bawah korteks). Sungguhpun adanya afasia
subkorteks sudah lama diketahui pada ahli neurologi, namün sepengetahuan penulis ka-
sus semacam itu belum ada laporannya dalam kepustakaan Indonesia. Karena itu dalam
rangka menambah khazanah pengetahuan mengenai afasia subkorteks (dalam tulisan ini
lesi di striatum dominan) penulis menyajikan data tentang 17 kasus yang telah dikum-
pulkannya.

PENDAHULUAN telah membuktikan secara meyakinkan bahwa lesi vaskular yang


Sebenarnya menurut Mohr(1) Fisher (1959) telah menda- terbatas pada struktur subkorteks dapat menghasilkan sindrom
patkan bahwa pada penyakit yang mengenai talamus ditemukan afasia sejati(5).
perilaku verbal yang tidak biasa, sungguhpun saat itu masih Klasifikasi afasia subkorteks yang ditenima secara umum
diperselisihkan apakah keadaan itu memang merupakan suatu belum ada. Dua bentuk utama afasia subkorteks yang diakui ialah
afasia. Kemungkinan disfasia akibat perdarahan di putamen afasia talamus dan afasia akibat lesi di daerah striatum (nucleus
hemisfer dominan dikemukakan Iskarno(2) dalam bahasannya caudatus dan putamen) dan/atau dalam kapsul intern yang ber-
mengenai perdarahan intraserebrum. Nasser dkk(3) mengguna- batasan (khususnya krus anterior)(5). S. Kusumoputro(6) mem-
kan istilah afasia subkorteks untuk afasia yang disebabkan oleh bedakan afasia subkorteks atas lesi di talamus, striatum dan ke-
lesi yang paling besar ke arah medial yaitu ke dalam kapsul rusakan zat putih.
intern, putamen dan zat putih periventrikel. Penentuan tempat lesi dilakukan dengan berpedoman pada
Sejak 1973, penggunaan CT-sken memungkinkan penentu- atlas-atlas yang disusun DeArmond(7), von Hagens(8) dan
an lokasi, ukuran, perluasan (danjenis) lesi secara tepat sehingga Haines(9), serta menggunakan metode Naeser(10, 24) untuk
dapat ditentukan secara akurat ada tidaknya hubungan antara lesi mengidentifikasi daerah subkorteks tertentu.
itu dengan gambaran klinik(4). Dengan demikian telah dapat Evaluasi afasia penderita dilakukan, bila mungkin, uji kom-
dipastikan bahwa afasia tidak lagi merupakan tanda lesi korteks prehensi ucapan bahasa sesuai dengan metode yang diutarakan
serebrum saja, melainkan mungkin juga akibat lesi di bagian S. Kusumoputro(7, 11, 12).
dalam hemisfer dominan yaitu di striatum dan talamus. Laporan Dalam tulisan ini diuraikan data mengenai 17 kasus dengan
kasus yang diterbitkan dalam lebih dari sepuluh tahun silam ini lesi di striatum kiri (dibuktikan oleh CT-sken) yang telah dirawat

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 33


Gambar 2. Lesi nonperdarahan mengenai globus pallidus, kontak verbal dan terdapat hemiparesis dexter. Speech therapist
sebagian putamen, bagian posteromedial ALIC serta PLIC. yang kemudian dikonsul menyimpulkan bahwa ia menderita
di RS Husada mulai tahun 1988 sampai pertengahan tahun 1992. afasia motorik.
Diuraikan hanya gejala afasia penderita sedangkan defisit neuro- CT-sken otak pada hari perawatan pertama memperlihatkan
logi lainnya hanya disinggung seperlunya. infark intraserebrum di hemisfer kiri berukuran 4 x 2 x 1 cm yang
mengenai globus pallidus, sebagian putamen, bagian postero-
URAIAN KASUS medial ALIC (anterior limb of internal capsule) serta PLIC (pos-
terior limb of I.C.) (Gambar 2).
Kasus 1
Seorang laki-laki Indonesia berumur 48 tahun masuk pe-
rawatan karena ia mendadak tidak sadar setelah olahraga pagi.
Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia sadar namun gelisah.
Anggota tubuh digerakkan sesuai instruksi. Motorik anggota
tubuh kanan kurang dari kiri dan pada hari berikutnya ternyata
sudah menjadi nol. CT-sken otak yang dibuat waktu masuk pe-
rawatan memperlihatkan perdarahan intraserebrum di hemisfer
kiri berukuran 1,9 x 5 x 3 cm dengan geseran ke kanan dan pe-
nekanan terhadap ventrikel lateral kiri. Lesi mengenai putamen,
kapsul ekstern dengan perluasan ke anterosuperior dan superior
ZPPV (zat putih periventrikel) dan istmus temporal (Gambar 1).

Gambar 2. Lesi nonperdarahan mengenai globus pallidus, sebagian


putamen, bagian posteromedial ALIC serta PLIC.

Diagnosis: hemiparesis dexter dengan afasia non fluent dan lesi


non perdarahan di striatum kiri.
Uji komprehensi bahasa tidak dapat dilakukan karena pen-
derita pindah ke luar kota.
Sesuai pendapat speech therapist afasia kasus ini menge-
sankan suatu afasia Broca.
Kasus 3
Seorang laki-laki keturunan Tionghoa umur 73 tahun masuk
Gambar 1. Lesi perdarahan mengenai putamen, kapsul ekstern, antero- perawatan karena mendadak pingsan dan lumpuh separuh tubuh
superior dan superior ZPPV dan istmus temporal.
kanan. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia gelisah, tidak
Diagnosis: hemiplegia extra dengan afasia non fluent dan lesi ada kontak verbal dan terdapat hemiplegia kanan.
perdarahan di striatum kiri. CT-sken otak pada hari perawatan pertama memperlihatkan
Uji komprehensi bahasa yang dilakukan pada hari perawat- perdarahan intraserebrum di hemisfer kiri ukuran 3,7 x 3 x 4 cm
an ke 134 menghasilkan pengenalan bagian tubuh 3/10 (yang dengan efek massa yang menekan ventrikel lateral kiri tanpa
dikenal 3 bagian dan 10 bagian yang diminta); pengenalan alat penggeseran. Lesi mengenai putamen, globus pallidus, kapsul
1/10; peragaan 2/10; praksis orofasial 4/5; pemahaman tugas ekstern, bagian posteromedial ALIC, G(genu) dan PLIC dan
2/8; pengulangan tidak lancar dengan parafasia; pengenalan perluasan ke superior ZPPV serta istmus temporal (Gambar 3).
huruf latin baik, mampu membaca surat kabar. Diagnosis: hemiplegia dextra dengan afasia global dan lesi per-
Kurangnya wicara spontan dan komprehensi yang cukup darahan di striatum kiri.
terganggu mengesankan suatu afasia global namun tidak khas Sampai 39 hari setelah perawatan tidak dapat dilakukan uji
karena kemampuan mengulang kata-kata dan kemampuannya komprehensi bahasa karena tidak dapat diadakan kontak. Afasia
membaca. ini mengesankan afasia global.
Kasus 2 Kasus 4
Seorang perempuan Indonesia berumur 27 tahun masuk pe- Seorang laki-laki Indonesia berumur 50 tahun masuk pe-
rawatan karena saat pagi buang air tidak mampu berdiri kembali. rawatan karena saat pagi ingin bangun dan tidur terjatuh dan
Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia membuka mata ke- tidak dapat berbicara. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia
tika disuruh, respon motorik ialah menangkis rangsang, tidak ada dalam keadaan sadar, agak gelisah, mata terbuka dan menggenak-

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


mediate 15/48; penamaan 6/10; pengulangan baik dengan
disartri ringan; pengenalan huruf latin baik.
Afasia kasus ini mengesankan afasia transkortikal motorik
dengan penamaan relatif baik.
Kasus 5
Seorang laki-laki Indonesia umur 46 tahun masuk perawat-
an karena ketika sedang bekerja di kantor mendadak lidah terasa
tebal dan tidak dapat bicara. Pada pemeriksaan saat masuk pe-
rawatan ia sadar dan mampu melakukan gerak-gerak yang di-
instruksikan; terdapat pula disartri dan bicara terbata-bata. Hemi-
paresis kanan dengan tenaga ekstremitas atas 3 dan bawah 3–4.
CT-sken otak pada hari perawatan pertama memperlihatkan
infark intraserebrum di hemisfer kiri ukuran 4,5 x 2 x 1 cm
dengan lesi mengenai globus pallidus, putamen, kaput nukleus
kaudatus, ALIC dan perluasan ke anterior dan anterosuperior
ZPPV (Gambar 5).
Gambar 3. Lesi perdarahan mengenal putamen, globus pallidus, kapsul
ekstern,bagian posterromedial ALlC,genu dan PLIC,superior
ZPPV serta istmus temporal.

kan anggota tubuh sesuai instruksi sungguhpun tidak konsisten.


Tidak ada kontak verbal dan ditemukan hemiplegia kanan.
CT-sken pada hari perawatan pertama memperlihatkan per-
darahan intraserebrum di hemisfer kiri ukuran 3 x 5 x 2,7 cm
dengan efek massa yang sedikit menekan kornu frontal ventrikel
lateral kiri dengan geseran ke kanan. Lesi mengenai putamen,
PLIC dan perluasan ke anterosuperior dan superior ZPPV serta
istmus temporal (Gambar 4).

Gambar 5. Lesi nonperdarahan mengenai globus pallidus,putamen,kaput


nukleus kaudatus, ALIC, anterior dan anterosuperior ZPPV.

Diagnosis: hemiparesis dexter dengan afasia non fluent dan lesi


non perdarahan di striatum kiri.
Uji komprehensi bahasa pada hari perawatan ke 15 memberi
hasil berikut:
Pengenalan bagian tubuh 10/10; pengenalan pemakaian alat
10/10, praksis orofasial 3/5; pemahaman tugas 5/8; uji tridimen-
sional matriks (hanya konkret dan abstrak) masing-masing 47/48
dan 44/48; kemampuan membaca huruf latin baik.
Afasia pada kasus ini mengesankan afasia Broca (dengan
Gambar 4. Lesi perdarahan mengenai putamen, PLIC, anterosuperior kemampuan membaca).
dan superior ZPPV serta lstmus temporal.
Kasus 6
Diagnosis: hemiplegia dextra dengan afasia non fluent dan lesi Seorang laki-laki keturunan Tionghoa umur 58 tahun masuk
perdarahan di striatum kiri. perawatan karena jatuh dan tempat tidur ketika sedang tidur
Uji komprehensi bahasa pada hari perawatan ke 39–49 malam. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia tidak sadar
menghasilkan yang berikut: dengan mata yang tidak membuka biarpun diberikan rangsang
Pengenalan bagian tubuh 9/10; pengenalan pemakaian alat nyeri, respon terhadap nyeri ialah menghindar (withdrawal) dan
9/10; praksis peragaan baik menggunakan senter dan mulai sama sekali tidak bersuara. Terdapat hemiparesis kanan yang
mengisi batu baterai sampai menyalakannya dan peragaan pe- saat itu belum dapat dinilai seberapa tenaganya. Karena juga
makaian sendok; praksis orofasial 3/5; pemahaman tugas 4/8; uji ditemukan asidosis metabolik, pasien dirawat di ruang ICU dan
tridimensional matriks konkret 26/48, abstrak 13/48 dan inter- dikoreksi asidosisnya. Keesokan harinya setelah asidosis ter-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 35


koreksi, pasien sadar dapat mengikuti instruksi-instruksi yang
diberikan namun tidak ada kontak verbal. Tenaga ekstremitas
kanan ternyata 0.
CT-sken otak pada hari perawatan pertama memperlihatkan
perdarahan intraserebrum di hemisfer kiri ukuran 6 x 3 x 4 cm
yang mendesak ventrikel lateral kiri. Lesi mengenai putamen,
kapsul ekstern, kaput nukleus kaudatus, bagian anterolateral
ALIC, PLIC dan perluasan ke anterosuperior ZPPV dan istmus
temporal (Gambar 6).

Gambar 7. Lesi perdarahan mengenai putamen, kaput nukleus kaudatus,


anterolateral ALIC, superior ZPPV dan istmus temporal.

diminta; praksis orofasial 4/5; pemahaman tugas 7/8; penamaan


7/10. Pasien buta huruf latin dan kanji.
Kesan afasia jenis afasia Broca tetapi dengan praksis oro-
fasial yang relatif tidak terganggu.
Kasus 8
Seorang perempuan Indonesia umur 63 tahun masuk pe-
Gambar 6. Lesi perdarahan mengenai putamen, kapsul ekstern, kaput rawatan karena dua hari yang lalu siang hari pukul 12.00 sedang
nukleus kaudatus, anterolateral ALIC, PLIC, anterosuperior duduk di kantor merasa tidak enak sehingga pulang dengan
ZPPV dan istmus temporal.
mengemudikan mobil sendiri. Pukul 13.00 bicara mulai kacau
Diagnosis: hemiplegia dextra dengan afasia non fluent dan lesi namun sampai malam hari masih mampu berjalan sendini. Ke-
perdarahan di striatum kiri. esokan haninya separuh tubuh kanan mulai lumpuh secara ber-
Uji komprehensi bahasatidak dapatdilakukan karena keada- tahap. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia dalam keada-
an umumnya kurang baik akibat kegagalan ginjal knonik yang an sadar dan dapat melaksanakan instruksi dengan baik namun
dideritanya. tidak ada kontak verbal. Kelumpuhan sisi kanan dengan tenaga
Kesan afasia jenis afasia Broca. lengan 0 dan tungkai 1–2.
Pemeriksaan CT-sken otak pada hari perawatan ke 4 mem-
Kasus 7
perlihatkan infark lakunar multipel intraserebrum di hemisfer
Seorang perempuan keturunan Tionghoa umur 69 tahun
kiri meliputi infark di PLIC, infark kecil di ujung anterior kornu-
masuk perawatan karena bangun tidur pagi sedang jongkok
frontal ventrikel lateral dengan perluasan ke anterosuperior ZPPV
mendadak tidak dapat berdiri, sepanuh kanan tubuh lemah dan
dan infark di superior dan posterior ZPPV (Gambar 8).
wicara terganggu. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan di-
Diagnosis: hemiparesis dexter dengan afasia non fluent dan lesi
temukan ia dalam keadaan sadar dapat mengikuti instruksi-
infark lakunar di striatum kiri.
instruksi yang diberikan, tenaga ekstremitas kanan atas 0 se-
Pada hari perawatan ke 7 pasien mampu mengucapkan kata-
dangkan ekstremitas kanan bawah spastik.
kata sebagai jawaban atas pertanyaan (T: apa khabar - J: baik; T:
Pemeriksaan CT-sken pada hari perawatan pertama mem-
ini anak ? (sambil menunjuk ke anaknya - J: ya). Pada hari ke 20
penlihatkan perdarahan intraserebrum di hemisfer kiri ukuran
pasien diminta menunjuk alat yang dipakai untuk menulis antana
4,8 x 2,3 x 4 cm. Lesi mengenai putamen, kaput nukleus kauda-
senter yang mirip ballpoint dan ballpoint dan yang ditunjuk ialah
tus, bagian anterolateral ALIC dan perluasan ke superior ZPPV
ballpoint.
dan istmus temporal (Gambar 7).
Uji komprehensi bahasa lebih rinci tidak dapat dilakukan
Diagnosis: hemiparesis dexter dengan afasia non fluent dan lesi
karena ia menderita febris kontinua sampai ia pulang.
perdarahan di striatum kiri.
Kesan afasia pada kasus ini ialah afasia Broca.
Uji komprehensi bahasa dilakukan pada hari perawatan ke
12 dengan dibantu seorang penterjemah karena pasien kurang Kasus 9
mengerti bahasa Indonesia dengan hasil berikut: Seorang laki-laki Indonesia umur 52 tahun masuk perawat-
Pengenalan bagian tubuh 9/10; pengenalan pemakaian alat an karena bangun dan duduk kepalanya terantuk lemari ke-
5/10; praksis peragaan dapat dilakukan untuk empat benda yang mudian ia terjatuh dan tidak sadar. Pada pemeriksaan saat masuk

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


9/10; praksis peragaan 10/10; praksis orofasial 1/5; pemahaman
tugas 3/8; penamaan 4/10; pengulangan tidak mampu.
Kesan afasia pada kasus ini ialah afasia konduksi, namun
non fluent.
Kasus 10
Seorang perempuan keturunan Tionghoa umur 61 tahun
masuk perawatan karena malam sebelumnya kira-kira pukul
22.00 sedang duduk-duduk mendadak lemah dan tidak dapat
berbicara. Ia menderita hipertensi yang sejak satu tahun tidak
diobati lagi. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia mem-
buka mata setelah dipanggil, mengikuti tepat semua instruksi
untuk menggerakkan bagian tubuhnya namun tidak ada kontak
verbal. Tenaga ekstremitas kanan 0.
CT-sken pada hari perawatan keempat memperlihatkan per-
darahan intraserebrum di hemisfer kiri ukuran 5 x 3,5 x 5 cm yang
Gambar 8. Infark lakunar multipel di PLIC, anterior kornu frontal ven-
mengenai putamen, globus pallidus, PLIC dan perluasan ke
trikel lateral, anterosuperior, superior dan posterior ZPPV. superior ZPPV dan istmus temporal. Selain itu terdapat perda-
rahan dalam kornu temporal ventrikel lateral (Gambar 10).
perawatan matanya terbuka, tidak dapat mengikuti instruksi
pemeriksa, respon terhadap rangsang nyeri ialah menangkis.
Terdapat hemiparesis dexter yang lebih berat pada ekstremitas
atas daripada ekstremitas bawah.
CT-sken otak pada hari perawatan ke 3 memperlihatkan
infark lakunar intraserebrum di hemisfer kiri bergaris-tengah 1
cm di sudut posterolateral putamen berdekatan dengan krus
posterior kapsul intern dan infark lakunar sangat kecil di
talamus kanan (Gambar 9).

Gambar 10. Lesi perdarahan mengenai putamen, globus pallidus, PLIC,


superior ZPPV dan istmus temporal dan dalam kornu tem-
poral ventrikel lateral.

Diagnosis: hemiplegia dextra dengan afasia non fluent dan per-


darahan di striatum kiri.
Pada hari perawatan ke 3 dan 4 kesadaran pasien sempat
menurun. Tetapi pada hari ke 7 kesadarannya pulih kembali dan
ia dapat menjawab pertanyaan sederhana dengan mengangguk-
kan dan menggelengkan kepala. Bicaranya dengan hipofoni.
Gambar 9. Infark lakunar di posterolateral putamen kiri dan lakuna Pada hari perawatan ke 25 dilakukan uji komprehensi ba-
kecil di talamus kanan.
hasa dengan hasil berikut:
Pengenalan bagian tubuh 2/10; pengenalan pemakaian alat
Diagnosis: hemiparesis dexter dengan afasia global dan lesi
1/10; praksis orofasial 1/5; praksis peragaan 2/10; pemahaman
non perdarahan di striatum kiri.
tugas 2/8; penamaan 0.10; pengulangan dengan panafasia. Ia
Pada hari perawatan ke 5 komprehensi membaik, ia dapat
tidak dapat mengenali huruf latin.
mengikuti instruksi yang diberikan namun belum dapat menge-
Kesan afasia kasus ini ialah afasia global, namun mem-
luarkan kata-kata.
punyai kemampuan pengulangan dan hipofoni.
Uji komprehensi bahasa pada hari perawatan ke 10 memberi
hasil berikut : Kasus 11
Pengenalan bagian tubuh 9/10; pengenalan pemakaian alat Seorang laki-laki Indonesia umur 51 tahun masuk perawat-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 37


an karena sejak semalam menderita sefalgi berat dan tidak dapat
tidur. Kira-kira sembilan bulan yang lalu ia pernah dirawat di
rumah sakit di kota lain karena mendadak tidak dapat bicara dan
berjalan. Setelah perawatan seminggu ia meninggalkan rumah
sakit dalam keadaan sudah dapatjalan dan bicara. Ia kemudian
dipromosi ke Jakarta. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan ia
sadar, gelisah, bicara dengan disartri ringan. Tidak ada kelum-
puhan anggota tubuh.
CT-sken pada hari pertama perawatan memperlihatkan infark
lakunar ukuran 1 x 1/2 cm di daerah genu kapsul intern kiri dan
bagian anterior PLIC. Selain itu terdapat infark lakunar kecil
dalam hemisfer kanan di knus posterior kapsul intern dan di
ekstra-anterior ZPPV kanan (Gambar 11).
Pemeriksaan lebih rinci tidak dapat dilakukan karena ia
minta pulang paksa.

Gambar 12. Lesi perdarahan terutama dalam lobus frontal kiri sampai ke
bagian anterior korpus nukleus kaudotus dan ekstra-anterior,
anterior dan anterosuperior ZPPV dan perdarahan intra-
ventrikel lateral.

isterinya, ia sekonyong-konyong mulai mampu bicara sekitar


pukul 12 siang. Tenaga ekstremitas superior sudah 3 dan inferior
masih 2.
Uji komprehensi bahasa dilakukan pada hari perawatan ke
29 dengan hasil berikut:
Pengenalan bagian tubuh 10/10; pengenalan pemakaian alat
10/10; praksis peragaan 8/10; pemahaman tugas 6/10; penamaan
8/10; pengulangan tidak dapat dilakukannya; pengenalan huruf
latin baik, mampu membaca namanya sendiri dan surat kabar;
mampu menulis dengan tangan kiri.
Kesan afasia kasus ini ialah afasia konduksi (dengan ke-
Gambar 11. Infark lakunar di genu dan anterior PLIC kiri dan lakuna di mampuan penamaan).
PLIC dan ekstra-anterior ZPPV kanan.
Kasus 13
Diagnosis : 1 sefalgi tegang otot; 2 pasca GPDO dengan afasia (?) Seorang perempuan Indonesia umur 71 tahun masuk pe-
dan hemiparesis dexter yang pulih dalam satu minggu dan lesi rawatan karena sejak lima hari yang lalu sedang duduk-duduk di
non perdarahan di kapsul intern. rumah pagi hari mendadak separuh kanan tubuh lumpuh. Ke-
sadaran tetap baik dan wicara tidak terganggu. Pada pemeriksaan
Kasus 12
saat masuk perawatan ia sadar dengan kontak verbal baik. Te-
Seorang laki-laki keturunan Tionghoa umur 51 tahun masuk
naga anggota tubuh kanan 0.
perawatan karena sejak pagi mendadak anggota tubuh kanan
CT-sken otak pada keesokan harinya memperlihatkan
tidak kuat dan ia tidak dapat bicara. Pada pemeriksaan saat masuk
infark di hemisfer kiri ukuran 2,5 x 1,5 x 1 cm mengenai putamen
perawatan ia sadar, mengikuti instruksi namun tidak ada kontak
anterior, kaput nukleus kaudatus, bagian antemlateral ALIC,
verbal. Tenaga anggota tubuh kanan 0.
perluasan ke anterosupenior ZPPV dan infark lakunan kecil di
CT-sken otak pada hari masuk perawatan memperlihatkan
posterior ZPPV (Gambar 13).
perdarahan intraserebrum dalam hemisfer kiri ukuran 5,5 x 3 x 5
Diagnosis: hemiplegia dextra tanpa afasia dengan infark di
cm yang terletak terutama dalam lobus frontal kiri mendekati
striatum kiri.
permukaan polus frontal namun ke posterior meluas hingga
mengenai bagian anterior korpus nukleus kaudatus dan perluas- Kasus 14
an ke ekstra-anterior, anterior dan anterosuperior ZPPV serta Seorang perempuan Indonesia umur 61 tahun masuk pera-
perdarahan intraventrikel kiri (Gambar 12). watan karena dua hari yang lalu ketika sedang sembahyang men-
Diagnosis: hemiplegia dextra dengan afasia non fluent dan per- dadak terjatuh, tetap sadar namun tidak dapat berbicara. Ia men-
darahan dalam lobus frontal kiri serta striatum kiri. derita hipertensi lama. Pada pemeriksaan saat masuk perawatan
Selama hari-hari pertama kemampuan komprehensi bahasa ia sadan dengan afasia global. Tenaga ekstremitas kanan 0.
berkurang sehingga ia menderita afasia global. Keadaan ini CT-sken pada hari kelima pasca-iktus memperlihatkan per-
bertahan sampai hari perawatan ke 27. Menurut informasi dari darahan intraserebrum hemisfer kiri ukuran 3,5 x 2 x 3 cm yang

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Kasus 15
Seorang laki-laki Indonesia umur 58 tahun masuk perawat-
an karena sejak siang hari sebelumnya ketika menghantarkan
anak ke sekolah merasa badan lemah dan bicara kurang terang.
Ia menderita hipertensi lama dan seorang perokok berat. Pada
pemeriksaan saat masuk perawatan ia sadar, bicara tersendat
dengan disartri. Tenaga ekstremitas kanan 3 dengan Babinski
positif.
CT-sken otak pada hari perawatan pertama memperlihatkan
infark lakunar dengan garis-tengah 1 cm di tepi lateral bagian
tengah putamen kiri dengan perluasan ke superior ZPPV, infark
lakunar di superior ZPPV kanan (Gambar 15).

Gambar 13. Lesi nonperdarahan mengenai putamen anterior, kaput


nukleus kaudatus, anterolateral ALIC, anterosuperior ZPPV
dan infark lakunar di posterior ZPPV.

meliputi putamen, globus pallidus, PLIC dan perluasan ke su-


perior ZPPV (Gambar 14).

Gambar 15. Infark lakunar di tengah putamen, perluasan ke superior


ZPPV, infark lakunar di anterosuperior ZPPV kiri dan
infark Iakunar di superior ZPPV kanan.

Diagnosis: hemiparesis dexter dan afasia non fluent dengan


infark lakunar di striatum kiri (dan ZPPV kanan).
Uji komprehensi bahasa dilakukan pada hari perawatan ke
19 dan 20 dengan hasil sebagai berikut:
Pengenalan bagian tubuh, pengenalan dan praksis peragaan
alat, pemahaman tugas, penamaan alat semua baik. Tidak ada
apraksia orofasial. Pengulangan baik dengan parafasia (pulang-
Gambar 14. Lesi perdarahan mengenai putamen, globus pallidus, PLIC uang). Membaca mampu dengan parafasia (GNB-GKB). Uji
dan superior ZPPV. tridimensional matriks dapat dijawab semua dengan tepat.
Kesan kasus ini ialah kasus afasia non fluent dengan kom-
Diagnosis: hemiplegia dextra dan afasia global dengan lesi per- prehensi, penamaan, pengulangan dan membaca yang relatif
darahan di striatum kiri. tidak terganggu.
Uji komprehensi bahasa dilakukan pada hari ke 14 dan 15 Pada pemeriksaan kontrol 10 bulan pasca stroke wicara
dengan hasil berikut: lancar namun masih dengan parafasia literal.
Pengenalan bagian tubuh 0/10; pengenalan alat 0/10; praksis
peragaan 0/10; pemahaman tugas 0/8; penamaan alat 6/10; Kasus l6
praksis orofasial baik jika meniru; pengulangan tidak mampu; Seorang perempuan keturunan Tionghoa umur 68 tahun
pengenalan huruf, membaca dan menulis (huruf arab dan latin) masuk perawatan karena lima hari sebelumnya sedang duduk
tidak mampu. mendadak lemah. Wicara terganggu dengan kesadaran tetap
Bicara spontan lancar dengan parafasia literal. Lancar meng- baik dan separuh badan kanan lemah. Dalam riwayat tidak ada
ucapkan doa dan dzikir dalam bahasa arab. Mengucapkan antara diabetes mellitus dan hipertensi. Pada pemeriksaan saat masuk
lain: lebih baik mati, banyak anak, tidak ada uang. perawatan ditemukan ia sadar dan dapat mengikuti perintah
Kesan kasus ini ialah afasia fluent jenis afasia Wernicke menggenakkan bagian-bagian badan. Tenaga ekstremitas su-
namun dengan hemiplegia dextra dan penamaan relatif baik. perior kanan 3 dan inferior kanan 0, Babinski kanan positif.

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 39


CT-sken otak pada hari perawatan pertama memperlihatkan
infark di hemisfer kiri ukuran 2,5 x 1,5 x 1 cm mengenai bagian
anterior putamen, kaput nukleus kaudatus, bagian anterolateral
ALIC dengan perluasan ke anterosuperior ZPPV serta infark
lakunar dengan garis tengah 1 cm di bagian posterior ZPPV kiri
(Gambar 16).

Gambar 17. Lesi perdarahan mengenal putamen, PLIC, superior ZPPV


dun lstmus temporal.

PEMBAHASAN
Perdarahan putamen
Perdarahan intraserebrum paling sering terjadi di putamen
Gambar 16. Lesi nonperdarahan mengenai bagian anterior putamen,kaput (50%) dan lebih jarang di talamus (10%)(3,13). Apabila terdapat
nukleus kaudatus, anterolateral ALIC, anterosuperior ZPPV di hemisfer dominan, perdarahan putamen dapat menimbulkan
dan lakuna di posterior ZPPV.
disfasia (2, 3, 5, 13 14) yang beragam bentuknya dan afasia total,
Diagnosis: hemiparesis dexter dengan afasia non fluent dengan afasia fluent dan non fluent dan ekholali tetapi mungkin juga
lesi non perdarahan di striatum kiri. tanpa afasia. Afasia yang ditemukan biasanya tidak khas seperti
Uji komprehensi bahasa pada hari perawatan ke 19 memper- afasia akibat lesi korteks. Pada 9 kasus perdarahan putamen
lihatkan komprehensi yang sangat minim; suara yang dikeluar- yang ditemukan penulis terdapat variasi jenis afasia yang cukup
kan hanya ba-ba-ba. besar yaitu: satu kasus (kasus 3) dengan afasia global, dua kasus
Kesan kasus ini ialah suatu afasia global. dengan afasia global dan kemampuan pengulangan (kasus I dan
Kasus 17 10), tiga afasia Broca (kasus 6, 7, 17), satu afasia konduksi
Seorang laki-laki Indonesia umur 38 tahun masuk perawat- (kasus 12), satu afasia transkortikal motorik (kasus 4) dan satu
an karena malam hari sebelumnya mendadak tidak sadar namun dengan afasia Wernicke (kasus 14).
pagi haninya setelah dirawat satu malam di ICU telah sadar Infark putamen
kembali. Pada pemeriksaan pagi hari itu, pasien sadar, dapat Menurut Damasio(15) perangai patologikperdarahan (ukur-
mengikuti instruksi untuk menggerakkan anggota tubuhnya. annya yang kebanyakan besar, efek massa, nukleus massa kelabu
Ditemukan hemiparesis kanan dengan Babinski kanan positif. dan substantia alba yang terlindas) cenderung menyulitkan pe-
CT-sken otak pada hari itu juga memperlihatkan perdarah- nafsiran korelasi anatomoklinik. Di samping afasianya, ke-
an dalam hemisfer kiri ukuran 4 x 3 x 3 cm mengenai putamen, banyakan juga mempunyai gangguan penting dalam atensi dan
PLIC dan perluasan ke superior ZPPV dan istmus temporal memori sehingga timbul pertanyaan apakah gangguan tinguistik
(Gambar 17). itu primer atau sekunder terhadap suatu defek kognitif nonverbal.
Diagnosis: hemiparesis dextra dengan afasia global dan lesi per- Ia berpendapat bahwa kasus-kasus afasia dengan infark yang di-
darahan di striatum kiri. laporkannya membantu menjawab masalah itu karena perangai
Selama 6 hari dalam perawatan tenaga ekstremitas kanan lesi non perdarahan dan ukurannya yang terbatas. Menurutnya
menjadi 0 dan afasianya berupa global. Namun dalam hari-hari interpretasi berbagai manifestasi klinik mungkin dapat diacu ke
berikutnya komprehensinya berangsur baik. (1) diskoneksi jaras-jaras serabut yang penting, (2) kerusakan
Uji komprehensi bahasa yang dilakukan pada hari perawat- pada operator neoronal di zat kelabu atau (3) kedua-duanya.
an ke 20 memperlihatkan hasil berikut : Studi korelasi anatomoklinik sebaiknya dilakukan terhadap
Pengenalan bagian tubuh 10/10; pengenalan alat 10/10; kasus afasia akibat infark dan dalam hal ini, menurut penulis,
praksis peragaan 10/10; pemahaman tugas 6/8; praksis orofasial infark lakunar mungkin dapat mengungkapkan informasi pen-
4/5. ting.
Kesan kasus ini ialah suatu afasia Broca namun dengan Infark lakunar ialah infark kecil yang terdapat hampir semata-
praksis orofasial yang relatif tidak terganggu. mata di bagian dalam hemisfer serebrum khususnya ganglion

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


basal, kapsul intern, talamus dan batang otak (16, 17, 18) dan lakukan pada kasus infark khususnya infark lakunar.
panjangnya kurang dari 20 mm bahkan biasanya lebih pendek. 4) Afasia subkorteks umumnya tidak dapat diklasifikasi me-
Kepentingannya ialah antana lain dalam hal perangai sindrom nurut klasifikasi afasia yang tradisional.
klinik yang disebabkannya dan peluang yang diberikannya untuk
studi organisasi otak (18). UCAPAN TERIMA KASIH
Terima k.asih ditujukan kepada Prof. DR. Mahar Mardjono dan Prof Dr.
Umumnya bentuk afasia yang ditemukan akibat lesi di R.T. Rumawas yang telah berbaik hati menelaah tulisan ini dan memberikan pen-
striatum tidaklah khas seperti afasia klasik akibat lesi korteks. dapat dan kritik yang sangan berharga sehingga menambah pengetahuan dan
Pada kasus infark besar di striatum kiri yang ditemukan penulis, pemahaman penulis.
kasus 2 dan 5 menunjukkan afasia Broca dan kasus 16 ialah afasia
KEPUSTAKAAN
global. Paresis pada kasus 2 sama berat untuk ekstremitas kanan
atas dan bawah; pada kasus 5 lebih berat pada ekstremitas bawah; 1. Mohr JP, Watters WC, Duncan GW. Thalamic Hemorrhage and Aphasia,
dan pada kasus 16 lebih parah pada ekstremitas atas. Pada empat Brain and Language, 1975; 2: 3–17.
kasus infark lakunar (8, 9, 11. 15) , kasus 8 mempunyai infark 2. Iskarno, Beny AW. Aspek Bedah Saraf pada penderita Stroke. Wahana
Medik, 1990; 6: 13–16.
multipel, dan yang lain selain mempunyai infark yang mungkin 3. Naesser MA, Alexander MP, Heim-Estabrooks N, Levine HL, Laughlin
menjadi penyebab afasia juga mempunyai infark lakunar di SA, Geschwind N. Aphasia with Predominantly Subcortical Lesion Sites.
bagian lain dalam otak. Pada kasus 8 terdapat afasia Broca, kasus Arch Neurol 1982; 39: 2–14.
9 afasia konduksi non fluent, kasus 11 mungkin afasia non fluent 4. Hier DB, Davis KR, Richardson Jr EP. Mohr JP. Hypertensive Putaminal
Hemorrhage. Ann Neurol 1977; vol. I. 2: 152–9.
dan kasus 15 afasia non fluent tidak khas. 5. Albert ML, HeIm-Estabrooks N. Diagnosis and Treatment of Aphasia.
Adanya ciri-ciri bersifat kortikal pada lesi subkorteks me- JAMA. Southeast Asia, 1988; vol 4, 8: 47–57.
nimbulkan perdebatan apakah ciri-ciri itu timbul akibat disfungsi 6. Kusumoputro S. Afasia,Gangguan Berbahasa, Balai Penerbit FKUI,Jakarta,
korteks yang terdapat di lesi ataukah memang merupakan tanda 1992.
7. DeArmond Si, Fusco MM, Dewey MM. Structure of the Human Brain.
subkortikal sejati. Donnan(19) berpendapat bahwa data yang ada 2nd ed. New York: Oxford Univ Press 1974; 19–36.
lebih kuat menunjuk ke arah disrupsi fungsi korteks sebagai 8. von Hagens 0, Whalley A, Maschke R, Kriz W. Schnittanatomie des
penyebab timbulnya tanda-tanda kortikal pada fase akut daripada menschlichen Gehoms, Darmstadt. Steinkopf Verlag 1990; 3 1–52.
efek subkorteks per se. Pendapat bahwa disfungsi korteks terjadi 9. Haines DE. Neuroanatomy, An Atlas of Structures, Sections. and Systems,
2nd ed. Urban & Schwarzenberg, 1987.
pada fase akut, didukung oleh ytemuan Olson (20) yang meneliti 10. Naesser MA, Hayward RW. Lesion localization in aphasia with cranial
rCBF pada penderita lesi subkorteks dan afasia. Ditemukannya computed tomography and the Boston Diagnostic Aphasia Exam. Neuro
penurunan aliran darah secara bermakna di daerah korteks yang logy 1978; 28: 545–55!.
luas daff selalu mencakup daerah bahasa klasik. Kasus-kasus 11. Kusumoputro S. Higher Nervous Deficits in Brain Damaged Patients.
dalam: Herman WM, Vieweg. Wiesbadan, Eds. Higher Nervous
Olson umumnya memperlihatkan pemulihan yang sangat baik, Functions. 1988; 35–50.
yang oleh Olson dianggap akibat terjadinya reperfusi daerah 12. Kusumoputro S. PenerapanGangguan Fungsi Kortikal Luhurdalam Praktek
korteks. Namun kasus yang ditemukan penulis umumnya afasia- Neurologi, dalam Kumpulan Kuliah Continuing Medical Education, editor:
nya bertahan lama. Amiruddin Aliah, Musaka Rachmat, Sofyan Hasdam, Kongres Nasional
IDASI, Ujung Pandang, 1988; 94–I 14.
13. Adams RD. VictorM. Principles of Neurology. 4thed. New York:
KESIMPULAN McGraw- Hill lnfSrvCo. 1989; 664–5.
1) Pendapat bahwa adanya gej ala kortikal menandakan adanya 14. AlexanderMP. Lo Verme SR. AphasiaafterLeft lntracerebral Hemorrhage.
lesi di korteks otak tidak dapat dipertahankan karena lesi nukleus Neurology 1980; 30: 1193–1202.
15. Damasio AR, Damasio H, Rizzo M. Varney N, Gersh F. Aphasia with Non-
subkorteks dan sekitarnya juga dapat menyebabkan gejala yang hemorrhagic Lesions in the Basal Ganglia and Internal Capsule. Arch
mirip gejala korteks (disfasia, dispraksia dan sebagainya). Neurol 1982; 39: 15–20.
2) Mekanisme timbulnya gejala kortikal pada lesi subkorteks 16. MohrJP. Stroke. 1982; vol 13, 1:3–10.
masih kontroversial. Mungkin karena diskoneksi jaras-jaras di 17. Fisher CM. Lacunarsuokes and iniarcts: A review. Neurology (Ny). 32:
871–976.
zat putih, kerusakan pada operator neuronal di zat kelabu atau 8. Miller VT, Bladin PF, Berkovic SF. Longlet WA. Saling MM. The Stroke
dua-duanya atau mungkin akibat terjadi penurunan perfusi daerah Syndrome of Striatocapsular Infarction. Brain. 1991; 114:51–70.
korteks yang menyertai lesi subkorteks. 20. Olson IS, Brugn P. Oeberg G. Cortical Hypoperfusion as a Possible Cause
3) Penelitian mengenai korelasi anatomoklinik sebaiknya di- of”Subcortical Aphasia”. Brain. 1986; 109: 393–410.

Difficulties increase the nearer we approach the goal (Goethe)

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 41


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengaturan Tidur Pekerja Shift

Sudjoko Kuswadji
Dokter Kesehatan Kerja
Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia, Jakarta

Secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi mahluk KERJA SHIFT


siang hari, artinya mereka bangun pada siang hari dan tidur Istilah shift sening rancu. Pada umumnya yang dimaksudkan
beristirahat pada malam hari. Kehidupan seperti itu mengikuti dengan kerja shift ialah semua pengaturan jam kerja, sebagai
suatu pola jam biologik yang disebut dengan circadian rhythm pengganti atau sebagai tambahan kerja siang hari sebagaimana
yang berdaur selama 24 jam. Sebenarnya tidak tepat 24 jam, yang biasa dilakukan(2). Namun demikian ada pula definisi yang
kanena set ap orang mempunyai siklus masing-masing. Siklus itu lebih operasional dengan menyebutkan jenis kerja shift itu. Kerja
berlangsung antara 22–25 jam(1). Masa selama masa siang hari shift disebutkan sebagai pekerjaan yang secara permanen, atau
disebut sebagai fase ergotropik, kanena kinerja manusia berada sering pada jam kerja yang tidak biasa atau bekerja pada jam
dalam puncaknya, sementara masa malam hari disebut sebagai yang berubah-ubah termasuk jam kerja yang tidak teratur(3).
fase trophotropik, dimana terjadi proses istirahat (recupera- Ada dua kelompok besar kerja shift, yaitu permanen dan
tion) dan pemulihan tenaga. Istilah diurnal yang biasa dikenal rotasi. Namun demikian dipandang dari sudut kesehatan yang
kurang tepat, sebab lebih cocok dipakai sebagai lawan nocturnal. penting ialah apakah kerja shift itu mengandung unsur kerja
Pada hakekatnya manusia itu hidup secara diurnal, seperti: malam atau tidak. Pembagian berikutnya ialah sistem shift ter-
bangun-jaga, gelap-terang, kerja-istirahat, makan-puasa dan putus dan sistem shift terus menerus. Sistem shift terputus ber-
seterusnya. langsung antara hari Senin sampai dengan Jumat atau antara hari
Meskipun masing-masing orang mempunyai jam biologik Senin sampai dengan hari Sabtu. Faktor sosial, seperti aktivitas
sendiri-sendiri, kehidupan mereka diatur menjadi sama dan se- rekreasi keluarga pada akhir pekan dalam sistem tadi tidak
ragam dalam daur 24 jam sehari. Pengaturan itu dilakukan oleh menjadi masalah. Sistem shift terus-menerus berlangsung se-
penangguh waktu yang ada di luar tubuh, seperti: lama 7 hari seminggu termasuk hari-hari libur. Pada sistem shift
a) Perubahan antara gelap dan terang; ini faktor rekreasi keluarga akan sangat terganggu. Dalam hal
b) Kontak sosial; ini perlu ditambahkan pula faktor pisah keluarga pada pekerja
c) Jadwal kerja; sistem shift terus-menerus, yang bekerja di tempat terpencil
d) Adanya jam weker; (pekerja anjungan minyak lepas pantai, awak kapal laut, awak
Fungsi tubuh yang diatur oleh jam biologik ialah: tidur, ke- pesawat tenbang, eksekutif manca negara).
siapan untuk bekerja, metabolisme, suhu tubuh, nadi dan tekan- Pembagian sistem kerja shift lainnya ialah: jumlah hari
an darah. Salah satu gangguan yang paling penting pada pekerja kerja malam yang berturut-turut, awal dan akhir kerja shift,
shift, yang jam biologiknya dikacau, ialah gangguan tidur. Tidur jangka waktu masing-masing shift, urutan rotasi shift, jangka
pada siang hari tidak akan sepulas jika tidur pada malam hari. daur shift dan keteraturan sistem shift. Pembagian menurut
Kesiapan bekerja pada malam hari juga terlihat dengan parahnya jumlah hari kerja malam yang berturut-turut paling sedikit ada
kecelakaan pada pekerja malam. Penderita diabetes mellitus tiga jenis :
yang mengalami gangguan metabolisme karbohidrat juga akan 1) Metropolitan rota
mengalami kesulitan dalam mengendalikan kadar gula darahnya Pada sistem ini pekerja bekerja menurut giliran 2-2-2 (pagi,
jika tetap bekerja shift. pagi, siang, siang, malam, malam, libur, libur). Sistem ini banyak

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


dipakai di Inggris. Pada sistem ini hari libur Sabtu dan Minggu 3) Sistem 4 orang siklus 32 jam(5)
hanya terjadi sekali dalam 8 minggu (Tabel 1). Dalam sistem ini lepas jaga tidak ada dan tidak ada libur.
Tabel 1. Metropolitan Rota
Keuntungannya ialah setiap orang akan mengalami tidak kerja
pagi sebanyak lima kali seminggu (baik buat mereka yang se-
Senin Pagi Senin Malam kolah di pagi hari). Pergantian pada tengah malam, sehingga
Selasa Pagi Selasa Malam pekerja dapat selalu tidur pada malam hari (sebelum bekerja
Rabu Sore Rabu Libur
Minggu 1 Kamis Sore Minggu 5 Kamis Libur
atau sesudah bekerja) (Tabel 3).
Jum'at Malam Jum'at Pagi Tabel 3. Sistem empat orang siklus 32 Jam
Sabtu Malam Sabtu Pagi
Ahad Libur Ahad Sore Shift Hari dalam minggu
SSRKJSA SSRKJSA SSRKJSA
Senin Libur Senin Sore
Selasa Pagi Selasa Malam Malam ABCDABC DABCDAB CDABCDA
Rabu Pagi Rabu Malam Pagi DABCDAB CDABCDA BCDABCD
Minggu 2 Kamis Sore Minggu 6 Kamis Libur Sore CDABCDA BCDABCD ABCDABC
Jum'at Sore Jum'at Libur Malam BCDABCD ABCDABC DABCDAB
Sabtu Malam Sabtu Pagi Pagi ABCDABC DABCDAB CDABCDA
Ahad Malam Ahad Pagi Sore DABCDAB CDABCDA BCDABCD

Malam 00-08; pagi 08-16; sore 16-24


Senin Libur Senin Sore
Selasa Libur Selasa Sore Menurut awal dan akhir jam kerja shift, lama satu shift, dan
Rabu Pagi Rabu Malam keteraturannya sistem dapat dibagi sebagai berikut:
Minggu 3 Kamis Pagi Minggu 7 Kamis Malam
Jum'at Sore Jum'at Libur 1) Sistem 3 shift biasa
Sabtu Sore Sabtu Libur Masing-masing pekerja akan mengalanii 8 jam kerja yang
Ahad Malam Ahad Pagi sama selama 24 jam: dinas pagi antara pukul 6-14, dinas sore
antara pukul 14-22 dan dinas malam antara pukul 22-6. Dinas
Senin Malam Senin Pagi pagi memungkmnkan keluargadapat makan bersama pada malam
Selasa Libur Selasa Sore harinya, bisa mengerjakan hobby baik pada sore hari atau ma-
Rabu Libur Rabu Sore lamnya. Bila dinas pagi dimulai terlalu pagi misalnya pukul 4,
Minggu 4 Kamis Pagi Minggu 8 Kamis Malam
Jum'at Pagi Jum'at Malam akan sangat melelahkan dan tidur malam menjadi lebih singkat.
Sabtu Sore Sabtu Libur Dinas sore sangat tidak baik untuk kehidupan sosial, namun
Ahad Sore Ahad Libur sebaliknya untuk tidur sangat menguntungkan. Dinas malam
buruk dipandang dan berbagai segi. Makan malam bersama dan
Pagi 6-14; sore 14-22; malam 22-6 kegiatan hobby terganggu. Tidur terganggu akibat berbagai
sebab: bising di siang hari, tidur terputus karena harus makan
2) Continental rota siang, tidur terus sampai sore. Akhirnya mereka mengalami ke-
Pada sistem ini pekerja bekerja menurut giliran 2-2-3 lelahan karena tidur yang tidak pulas.
(pagi, pagi, slang, siang, malam, malam, malam, libur, libur). 2) Sistem Amerika
Sistem ini banyak dipakai di negara-negara daratan Eropa(4). Menurut sistem ini dinas pagi mulai pukul 8-16, dinas sore
Pada sistem ini hari libur Sabtu dan Minggu akan terjadi setiap antarapukul 16-24 dan dinas malam antara pukul 24-8. Sistem ini
4 minggu (Tabel 2). memberikan keuntungan fisiologik dan sosial. Kesempatan tidur
Tabel 2. Continental Rota akan banyak terutama pada pekerja pagi dan sore. Setiap shift
akan mengalami makan bersama keluarga paling sedikit sekali
Senin Pagi Senin Malam
Selasa Pagi Selasa Malam dalam sehari.
Rabu Sore Rabu Libur 3) Sistem 12-12
Minggu 1 Kamis Sore Minggu 3 Kamis Libur Di penambangan minyak lepas pantai dipakai sistem 12-12.
Jum'at Malam Jum'at Pagi Selama 12 jam dinas pagi dan selama 12 jam dinas malam.
Sabtu Malam Sabtu Pagi
Ahad Malam Ahad Pagi Jadwal antara 7-19 dan 19-7. Satu minggu kerja siang dan satu
minggu kerja malam. Pisah dengan keluarga. Setelah dinas 2
Senin Libur Senin Sore minggu, biasanya setelah dinas malam, pulang ke rumah dan
Selasa Libur Selasa Sore tinggal dengan keluarga. Dipandang dari sudut kesehatan kerja
Rabu Pagi Rabu Malam
Kamis Pagi Kamis Malam atau ergonomi bekerja menurut cara demikian tidak baik. Namun
Minggu 2 Minggu 4
Jum'at Sore Jum'at Libur beberapa perkecualian dapat dilakukan, misalnya bila pekerjaan
Sabtu Sore Sabtu Libur im tidak terlalu berat. Bila pekerjaan shift dilakukan selama ini,
Ahad Sore Ahad Libur masing-masing shift baik siang atau malam, harus diikuti dengan
istirahat dua hari.
Pagi 6-14; sore 14-22; malam 22-6

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 43


Alasan bekerja shift dilakukan dalam keadaan tidur.
Pada masa peradaban pertanian-perburuan kebiasaan ini Sampai saat ini pengetahuan mengenai tidur masih sangat
tidak banyak menimbulkan masalah karena sebagian besar lahan sedikit. Kualitas dan kuantitas tidur yang tidak terganggu
mereka juga aktif pada siang hari. Namun sebaliknya pada masa diperlukan untuk memelihara kesehatan, kesejahteraan dan
peradaban perindustrian, manusia harus bekerja siang dan ma- efisiensi. Kebutuhan tidur tidak sama pada setiap orang. Pada
lam hari. Ada beberapa alasan mengapa mereka harus bekerja onang dewasa umumnya diperlukan tidur selama 8jam semalam.
selama 24 jam Namun demikian ada yang perlu lebih lama sampai 10 jam,
1) Sifat industri sementara yang lainnya ada pula yang cukup dengan 6 jam saja.
Industri gelas, pengecoran logam, pengeboran minyak bumi Thomas Alva Edison konon hanya memerlukan tidur selama 3
dan yang sejenisnya tidak dapat dilakukan hanya pada siang hari jam saja. Lama tidur bergantung pada usia. Bayi yang baru lahir
saja. Jika dilakukan demikian bahan baku industri itu akan memerlukan tidur selama 15-17 jam sehari, semakin tua semakin
membeku dan akan merusak mesin yang dipakai; berkurang.
2) Karakteristik pelayanan Kualitas tidur tidak seragam. Tidur itu berdaur, naik-turun
Rumah sakit, telepon, listrik, keamanan dan sejenisnya me- dan mempunyai tahapan sesuai dengan kedalamannya. Ada lima
rupakan industri jasa yang harus dilakukan selama 24 jam. Orang tahapan kedalaman tidur:
sakit, pencurian tidak mengenal waktu, setiap saat bisa terjadi; • Tahap 1
3) Prinsip ekonomi Elektroensefalografi (EEG) mempenlihatkan amplitudo yang
Investasi yang mahal seperti perangkat komputer harus di- rendah dengan banyak gelombang teta. Tahapan ini berlangsung
manfaatkan sepenuh-penuhnya, sehingga harus dilakukan se- pada saat mau tidur dan berjalan selama 1-7 menit.
lama 24 jam; • Tahap 2
Ada kurang lebih 25% angkatan kerja yang harus bekerja EEG mempenlihatkan amplitudo rendah. Selain ada gelom-
bergilir selama 24 jam sehari. Beberapa pekerja lebih senang bang teta ada juga yang disebut dengan sleep spindles, puncak
bekerja malam saja, karena: mendapatkan upah yang lebih baik, yang kuat antana 12-14 Hz, yang dengan cepat diikuti gelombang
kurang mendapat pengawasan, merasa sebagai manusia malam, berikutnya. Tahap 2 ialah keadaan tidur yang dangkal yang ber-
ada kesempatan untuk ngobyek, ada waktu untuk mancing ikan langsung sebanyak 50% dan waktu tidun.
dan berburu, lebih banyak waktu untuk anak, kesempatan untuk • Tahap 3
belajar lebih banyak, lebih banyak memanfaatkan waktu pada EEG memperlihatkan amplitudo dan penurunan frekuensi,
siang hari, menghemat biaya penitipan anak. bahkan 50% gelombang berada di bawah 2 Hz. Banyak irama
Gangguan kesehatan delta yang diselingi sleep spindles. Tahapan ini menunjukkan
Namun demikian di balik beberapa keuntungan di atas ada tidur yang pulas (dalam).
beberapa kerugian yang sering tidak disadari oleh pekerja ma- • Tahap 4
lam, seperti: Lebih dari 50% gelombang EEG di bawah 2 Hz. Tahapan
1) 60-80% pekerja bergilir akan mengalami gangguan tidur; tidur yang paling dalam.
2) 4-5 kali lebih banyak mengalami gangguan lambung; • Tahap 5
3) 80% akan mengalami kelelahan; Rapid Eye Movement (REM). EEG mirip tahap I dengan
4) 5-15 kali lebih sering mengalami gangguan emosi dan beberapa campuran frekuensi. Ada gerakan bola mata yang
depresi; sangat cepat dan mimpi terjadi pada tahap ini. Bila dilakukan
5) lebih sering merokok serta menyalahgunakan obat dan pemeriksaan elektromiografi (EMG) akan nampak terjadi pe-
alkohol; lemasan otot secara maksimal dan sukar dibangunkan. Tahap 5
6) mengalami kecelakaan serius di tempat kerja dan; disebut juga dengan tahap panadoksal.
7) lebih sering mengalami perceraian. Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat disebabkan banyak hal. Untuk me-
FISIOLOGI TIDUR ngenal gangguan itu dapat dipakai satu check list yang di
Berdasarkan pemahaman secara sederhana, tidur ialah pe- antaranya adalah sebagai berikut(8) :
nurunan perasaan, sensasi, dan pikiran sampai menurunnya ke- 1) Siklus tidur-jaga
sadaran yang berlangsung secara alamiah, bersifat sementara dan Pasien dianjurkan untuk secara teratur masuk kamar tidur
berkaitan dengan kesehatan(7). Tidur adalah keadaan normal dan dianjurkan untuk selalu aktif secara fisik dan sosial pada
yang berlangsung secara berkala. Selama tidur terjadi penurunan siang harinya. Jam tidur dan bangun harus selalu teratur; jika
kegiatan fisiologik yang disertai oleh penurunan kesadaran. jam itu tidak tenatur atau tidak biasa mungkin ada gangguan
Penurunan kesadaran (somnolensia) tidak sama dengan tidur, siklus tidur-jaga. Masa-laten tidur; waktu yang terlalu lama untuk
namun cirinya mirip. Yang membedakan tidur dengan koma, mulai tidur menunjukkan ketegangan dan kebimbangan atau
kesurupan dan terbius ialah kemampuan untuk bangun sendiri. insomniapsikofisiologik. Sering bangun pada tengah malam dan
Ada yang mengatakan, bahwa tidur itu semacam pembiusan diri susah tidur kembali; ada hubungannya dengan kencing malam,
sendiri. Karena itu ada beberapa tindakan pembedahan yang kejang tungkai, susah bernafas atau kebimbangan yang meng-

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


arah kepada diagnosis gangguan tidur. Waktu bangun di pagi didominasi oleh tahap 2 dan REM. Makin lama. REM makin
hari; bangun terlalu pagi atau tidur berkelanjutan pada pagi hari panjang dan dalam. Jika tidur terpotong menjadi 2 jam seperti
menunjukkan depresi. Sering tertidur sebentar pada siang hari; pada tidur pada siang hari, maka separuh tidur REM akan lenyap.
sering tertidur sebentar menunjukkan tidur malam yang tidak ini yang menyebabkan pekerja kurang segar, sering mudah men-
cukup; tertidur sebentar yang tidak dikehendaki menunjukkan jadi marah. REM dan delta sangat penting buat meningkatkan
adanya apnoe dan gerakan tungkai periodik pada malam hari. kualitas tidur.
Selesai kerja shift malam hari; sikius tidur-jaga terganggu; Sebelum tidur seorang pekerja harus santai. Tunggu sampai
usahakan tidur pada saat suhu tubuh mulai turun atau sedang mengantuk. Perangsang akan mengganggu proses tidur. Pada
akan naik. Pengukuran suhu tubuh dapat dipakai sebagai alat tidur biasa jumlah perubahan tahapan tidur yang terjadi ada
pemantau. antara 40-50. Pada mereka yang merokok dan peminum, jumlah
2) Faktor lingkungan itu meningkat menjadi 100. Ini sangat mengganggu. Jangan
Pasien dianjurkan untuk menciptakan lingkungan optimal minum kopi empat jam sebelum tidur. ini termasuk teh, coklat,
untuk tidur. Kebisingan dan cahaya; penutup telinga dan penutup minuman yang mengandung bahan itu. Waktu paruh kopi dalam
mata dapat menurunkan ambang bangun pada usia lanjut; Suhu tubuh adalah 8 jam. Selama masa ini tidur akan susah dan
kamar dan tempat tidur; suhu panas akan menyulitkan tidur. dangkal. Kopi membuat susah masuk tidur. Alkohol mirip kopi.
Kebiasaan di tempat tidur; tempat tidur jangan dipakai untuk Alkohol membuat cepat tidur, namun tidur sening terpecah
membicarakan masalah, pengambilan keputusan, menonton TV, pecah dan sering terbangun. Minum bir sering membuat ter-
makan, membayar utang sebab akan menimbulkan insomnia bangun untuk kencing. Tidur dengan obat tidur tidak normal,
psikofisiologik; bahkan dapat menyebabkan ketagihan. Nikotin juga dapat me-
3) Diet dan penggunaan obat nyebabkan gangguan tidur, karena bahan ini perangsang juga.
Dianjurkan untuk melakukan diet berikut beberapa saat se- Prinsip tidur ialah: mencegah desinkronisasi irama tubuh,
belum tidur; jangan minum kopi, teh, soda atau merokok, alkohol: mengurangi pengesenan irama dan tidur cukup. Hal ini harus
efek perangsang tidur berbalik setelah beberapa jam kemudian. diatur sesuai dengan kebutuhan biologik dan kebutuhan sosial.
Alat bantu tidur. Obat tidur atau obat penyakit tertentu (mengan- Untuk itu ada dua prinsip fisiologik yaitu: irama tubuh yang
dung kafein) dapat mengganggu tidur; efek ini dapat terjadi se- stabil dan pengendali waktu yang konsisten untuk tubuh. Prinsip
waktu-waktu. ini dapat diterapkan pada empat keadaan:
4) Faktor umur 1) Kerja malam terus-menerus;
Lama tidur ditentukan oleh usia. Masa tidurjangan dipakai 2) Kerja malam dengan rotasi;
sebagai waktu untuk memikirkan kebimbangan. Membaca sampai 3) Kerja malam sekali-sekali;
lelah, lebih baik dan pada mencoba tidur jika belum mengantuk. 4) Kerja sore terus-menerus;
Pada siang hari lebih baik melakukan kegiatan sosial atau ber-
olahraga dan berada di bawah cahaya matahari agar tidur lebih 1. Kerja malam terus-menerus
lelap. Jika usia pekerja lebih dari 40 tahun dapat dianjurkan Secara teoritis bekerja malam secara tenus-menerus jauh
untuk keluar dan kerja shift. lebih baik dari pada kerja malam secara rotasi, karena irama
tubuh akan menyesuaikan dengan irama baru. Dengan irama
PENGATURAN TIDUR baru waktu tidur akan sama baik pada saat bekerja, maupun pada
Siklus jam biologik manusia sebenarnya sekitar 25 jam, saat libur. Namun buat banyak orang hal ini tidak mudah di-
bukan 24 jam. Bila jam tubuh itu dibiarkan berjalan sendiri, lakukan.
dengan tidak dibangunkan atau diberi cahaya, setiap malam rasa Seorang pekerja malam tidak mudah menjadi orang siang
kantuk akan bergeser satu jam mundur. Jika dibiarkan terus da- pada saat libur, misalnya: tidur pada malam hari, dan jaga se-
lam waktu 25 hari manusia siang akan menjadi manusia malam. panjang hari. Perubahan yang drastis itu akan mengganggu
Beberapa pekerja merasa sebagai orang malam, seperti: sopir irama tubuh. Karena itu dianjurkan untuk menjalankan upaya
taksi, wartawan, polisi, dan sebagainya. menjangkan masa tidur. Dengan jalan ini irama tubuh tetap pada
Tubuh manusia sebenarnya mudah menyesuaikan dengan irama malam dan dibiarkan tetap di sana. Namun demikian ada
keadaan luar, sebagaimana dengan keluar masuknya matahari. kesempatan pula untuk keluarga pada saat libur.
Perbedaannya dengan siklus tubuh manusia hanya satu jam per- Pada hari kerja tidur selalu pada jam yang sama, misalnya
hari. Itu adalah masa maksimal. Pada pekerja shift ada perbedaan 8-16. Pada saat libur, jaga selama separuh malam dan tidur pada
selama 8 jam. ini tentu saja memerlukan penyesuaian selama 8 larut malam, misalnya mulai pukul 4-12. Tidur telat lebih cocok
hari. Dengan perkataan lain jika seorang pekerja sudah bekerja untuk keluarga ketimbang tidur sepanjang hari. Dengan jalan ini
malam selama satu minggu dia sudah mulai menjadi manusia pekerja tetap dapat tidur selai4 waktu yang disiapkan untuk itu.
malam. Jika setelah itu diubah lagi menjadi pekerja siang, dia Masa yang tumpang tindih ini disebut dengan masa tidur jangkar.
perlu penyesuaian seminggu pula. Masa itu harus paling sedikit empat jam dan masa tidur yang
Tidur siang hari sering tidak mencapai tahap 3 (delta). dipakai pada saat tidur selama hari kerja. Masa empat jam itu
Pekerja tidak merasakan istirahat meskipun tidurnya nampak membantu agar irama tubuh tetap dalam satu jadual, dan tidak
pulas. Pada tidur malam setelah masa 3-4 jam pertama, sisa tidur mengubahnya menjadi manusia siang.

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 45


2. Kerja malam dengan rotasi Bila ada keperluan pada pagi hari
Kerja malam dengan rotasi jangka pendek (seminggu), Caranya ialah dengan menyempurnakan waktu tidur. Pada
irama tubuh tidak akan sempat bergeser menjadi manusia malam. kebanyakan orang masuk tidur tengah malam 01 dan bangun 06
Tujuan pengaturan tidur ialah agar pergeseran irama tubuh tetap tidak cukup untuk tidur. Jika ada keperluan pada pagi hari maka
tidak terjadi. Caranya ialah dengan membagi dua waktu tidur. perlu tidur yang cukup. Sempurnakan waktu tidur. Jika meng-
Ketika tidak bekerja malam usahakan tidur secara biasa, misal- urus anak pada pagi hari, anak itu penlu dititipkan selama bebe-
nya pukul 00-08. Ketika bekerja malam bagi dua masa tidur itu rapa jam agar ada waktu untuk membayar tidur.
dan lakukan sebelum waktu tidur biasa dan sesudahnya. Misal- Pilihan I
nya tidur mulai pukul 08-12, dan usahakan bangun. Lalu tidur Tidur segera setelah pulang kenja.
lagi sebelum mulai bekerja, misalnya antara pukul 20-24. Pelihara jam bangun pada saat yang sama.
Meskipun tidak tidur normal pada saat itu, pekerja akan me- Usahakan cukup tidur bila tidur siang sebentar tidak mungkin
ngantuk akibat dikuranginya masa tidur di pagi harinya. Cara dilakukan.
lainnya ialah dengan tidur 30 menit sebelum bekerja malam, Selama libur; jika tidur lebih awal atau lebih akhir dari biasa,
akan membuat tubuh lebih segar dan tidak mengantuk. usahakan bangun pada waktu yang sama.
Pilihan 2
3. Kerja malam sekali-sekali
Tidur segera setelah pulang kerja.
Jika bekerja malam sekali-sekali, irama tubuh harus tetap
Bangun sedini mungkin, beri makan anak-anak atau sarapan
dipertahankan dalam irama siang. Tujuan pengaturan tidur ialah
bersama pasangan.
usaha untuk mengisolasi semua gangguan irama tubuh cukup
Kembali ke tempat tidur dan selesaikan waktu tidun. Makin
selama satu hari saja. Caranya ialah dengan mengisolasi ganggu-
cepat makin baik, sebelum suhu sempat naik.
an.
Pilihan 3
Setelah bekerja sepanjang malam, pulang ke rumah dan
Siesta selama 30 menit sebelum masuk kerja sore. Waktu ini
tidur selama 3-4 jam, misalnya antara pukul 08-12. Usahakan
tidak tepat untuk tidur karena bersamaan dengan naiknya suhu
segera bangun. Dengan waktu ini pekerja akan mengalami be-
tubuh. Jika suhu masih di bawah gelombang delta akan cepat
berapa jam gelombang delta tanpa menggeser irama tubuh ke
muncul dan tidur cukup pulas.
waktu baru. Pada malam harinya akan sangat mengantuk pada
Tidur segera setelah kerja.
saat biasa tidur. Pada pagi harinya pekerja dapat bangun pada
Bangun segera untuk mengurus keperluan pagi hari. Usahakan
jam dia biasa bangun, dengan perasaan tubuh yang segar bugar.
bangun teratur meskipun hari libur.
4. Kerja sore terus-menerus
Tidur paling sedikit 30 menit sebelum masuk kerja. ini akan
Kerja sore lebih sesuai dengan irama tubuh secara alamiah,
menyempurnakan tidur pekerja.
dibandingkan dengan bekerja pagi atau malàm. Puncak suhu tu-
buh terjadi pada pertengahan waktu dinas sore. Pekerja shift ini
PENGGUNAAN OBAT TIDUR
dapat tidur secara mudah, karena shift usai pada saat tubuh mulai
Pemberian obat tidur dalam jangka lama untuk pekerja shift
turun, saat tubuh siap untuk tidur. Jika paginya dapat bangun
tidak dianjurkan, sebab dapat menimbulkan toleransi dan keter-
telat, pekerja tidak akan kekurangan waktu tidur.
gantungan dan gejala withdrawal pada saat penghentian peng-
Jika ada keperluan di pagi hari obatan. Obat tidur masa kini banyak bekerja cepat, yang kurang
Misalnya jika seorang ibu harus mengurus anaknya. Tidur diperlukan oleh pekerja shift. Yang diperlukan ialah efek yang
harus dipotong pendek. Demikian juga jika pasangan akan be- lama. Banyak obat yang dipengaruhi oleh alkohol, sehingga
kerja pagi, kedua pihak harus bangun pagi agar dapat sarapan banyak efek samping seperti amnesia dan kekacauan pikiran.
bersama. Apapun alasannya kekurangan tidur akan dapat me- Semua obat tidur harus dianggap dapat menyebabkan keter-
nimbulkan masalah. Jika jadual yang bertentangan dengan waktu gantungan. Karena itu obat tidur tidak boleh diberikan lebih dari
keluarga, kebutuhan biologik untuk tidur tidak dapat diabaikan. 2 minggu setiap kali pemberian resep dan harus diberikan dengan
Jika tidak ada keperluan pada pagi hari, ada kecenderungan dosis serendah mungkin. Dengan menurunkan dosis secara per-
untuk bangun lebih siang. Sosialisasi jarang terjadi, kecuali pada lahan akan mencegah susah tidur kambuh kembali. Obat tidur
jam yang tidak biasa. Tidak mudah tidur pada pagi hari, sebab yang lenyap dari tubuh dalam waktu singkat (imidazobenzo-
suhu tubuh mulai naik. Apapun alasannya tidur harus cukup, diazepam) dapat menyebabkan terjadinya fenomena rebound.
waktu tidur harus tetap dan irama tubuh harus stabil. Ada be- Efek ini tidak tenjadi pada obat tidur yang berada lama dalam
berapa cara : tubuh atau bila dosis ditununkan secara perlahan. Obat tidur se-
Bila dapat tidur telat ring menimbulkan rasa ngantuk, segera setelah bangun tidur,
Lakukan jam bangun tidur harus selalu teratur. Jika dapat karena khasiat obat yang ma ada dalam tubuh. Ini terjadi
tidur telat pada pagi hari, dengan mudah dapat dilakukan per- terutama pada obat tidur yang berjangka lama. Rasa ngantuk
geseran waktu tidur pada malam hari dan pergeseran waktu yang terjadi pada waktu bekerja tentu akan sangat membahaya-
bangun pada pagi hari. Waktu bangun yang teratur akan men- kan.
cegah terjadinya pergeseran irama tubuh. Tidur 30 menit sebe- Obat tidur yang dianjurkan untuk pekerja shift(9) ialah lorme-
lum kerja malam. tazepam dan zopiclone. Keduanya menimbulkan tidur dengan

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


kualitas yang baik dan lama, tanpa ada sedasi dan kekacauan ganggu” di depan pintu kamar. Weker atau telepon jika perlu
pikiran setelah bangun. Zopiclone bekerja cepat sehingga cocok dapat dimatikan.
untuk mereka yang bekerja on call setelah bangun tidur. Setiap 3) Pengaturan suhu
obat yang diberikan pekerja shift dengan insomnia ringan harus Suhu kamar sebaiknya berada antara 50-75 derajat F. Pada
selalu diawasi. Setelah dun kali pemberian (masing-masing 14 saat mau tidur suhu badan mulai menurun. Suhu yang tinggi
kali tidur yang dipisahkan selama seminggu) pengobatan belum tentu saja akan mengganggu. Selimut listrik tidak dianjurkan,
memberikan hasil, pekerja dianjurkan untuk kerja siang saja atau karena akan menghangatkan tubuh pada saat seharusnya ditu-
hidup dengan perubahan jadual tidur. Obat pada pekerja shift runkan. Jika kamar tidak dapat didinginkan juga, sebuah sapu
diserap tidak sama dengan pekerja biasa, dan bergantung pula tangan basah dapat ditaruh di atas dahi untuk menurunkan suhu
pada usia mereka, karena itu obat harus diberikan secara berhati- tubuh.
hati. Obat harus dimakan sebelum tidur dan sebaiknya jangan 4) Kegelapan
ditulis “sekali pada malam hari”. Kamar harus gelap benar agar pikiran menganggap malam
hari. Cahaya dapat menekan pengeluaran melatonin, suatu hor-
AUTOHIPNOSIS mon yang dikeluarkan ketika tidur. Jika pekerja peka cahaya
Beberapa dokter ada yang mendidik pasiennya untuk me- coba pakai kacamata kain sebagai penutup mata. Seseorang
lakukan autohipnosis(10). Salah satu syarat cara terapi ini ialah akan tidur jika dia sudah siap untuk tidur.
kemauan dari pasien dan kesabaran dokter. Ketika pasien berada
dalam hipnosis, pasien diminta untuk merasakan bagaimana MAKANAN DAN OLAHRAGA
caranya melakukan autohipnosis. Ada beberapa keuntungan Makanan harus seimbang. Pada malam hari usus tidak siap
teknik ini : untuk mencernakan makanan. Makan banyak pada malam hari
1) Jika berlatih terus-menerus akan mengurangi kecemasan; sering menyebabkan kegemukan. Jangan makan lemak dan pro-
2) Setiap hipnosis yang dilakukan oleh dokter akan diulangi tein yang berlebihan beberapa jam sebelum tidur. Mulai hari
oleh pasien sendiri, sehingga terjadi efek pertambahan; anda dengan protein tinggi dan akhiri dengan karbohidrat
3) Masalah yang akan menimbulkan kecemasan akan dapat menjelang tidur. Usahakan makan secara teratur, biasanya 3 kali
dikenal terlebih dulu, sehingga akan dihadapi dengan tenang. sehari. Usahakan makan bersama keluarga sekali sehari.
Dapat dikatakan terjadi efek autodesentisisasi; Jangan berolahraga dalam waktu 1-2 jam sebelum tidur.
4) Dapat dipakai pada saat persalinan, kesulitan tidur, mengu- Setelah latihan metabolisme akan meningkat, yang akan
rangi rasa sakit, dan fobia penerbangan; menyulitkan proses tidur. Olahraga yang paling baik ialah bebe-
rapa saat setelah bangun tidur. Olahraga menaikkan suhu badan
KAMAR TIDUR yang akan meningkatkan kejagaan pekerja. Hangatkan tubuh,
Agar pekerja shift lebih mudah tidur pada siang hari, kamar kamena pada saat tidur tubuh itu beristirahat.
tidur mereka harus diatur sesuai dengan beberapa syarat berikut(11):
1) Tempat tidur
KONSELING TIDUR
Tempat tidur harus mempunyai kasur yang dapat menahan
Konseling ialah suatu cara mengkomunikasikan pemaham-
berat tubuh, tanpa menyebabkan badan tertekuk. Kasur ini harus
an, pengertian dan upaya bantuan untuk klien/pasien. Konselor
mampu membuat tulang punggung berada dalam posisi lurus.
dihamapkan dapat berresonansi, sehingga dapat mengenal perma-
Jika kasur terlalu keras hanya akan menyebabkan bahu dan
salahan dalam kehidupan klien/pasien dan secara kreatif dapat
panggul saja yang beristirahat. Tebal kasur sebaiknya kira-kira
membantu memecahkan masalahnya. Seorang konselor diha-
15 cm dengan minimum 300 koil 375 untuk wanita dan 450
rapkan mampu melakukan komunikasi secama efektif, ketram-
untuk lelaki. Di toko kasur harus dicoba apakah dapat menopang
pilan memecahkan masalah dan dalam jangka pendek mancapai
tubuh. Jika bahu, panggul dan tulang belakang bawah tenggelam,
tujuannya(12).
kasur itu dapat menimbulkan pegal pada punggung. Bantal tidak
Tujuan konseling yang paling sederhana ialah untuk mengu-
boleh terlalu tinggi. Dengan mengangkat kepala tulang punggung
rangi keluhan. Memberikan obat tidur buat penderita insomnia
akan melengkung. Banyak orang memilih bantal tinggi untuk
merupakan salah satu contoh upaya konseling. Tujuan yang lebih
membaca dan bantal tipis untuk tidur.
dalam ialah mengubah perilaku dengan melakukan upaya de-
2) Kebisingan
sensitisasi agar konflik di tempat kerja tidak dibawa ke rumah.
Banyak kebisingan di sekitar tempat tidur yang dapat diken-
Tujuan yang paling panting ialah kemandirian dalam mengatasi
dalikan, seperti klakson mobil, pesawat terbang, dan sebagainya.
masalah. Dalam hal ini pasien diharapkan dapat mengubah peri-
Dengan memutar kaset untuk meratakan kebisingan sekitar dengan
lakunya sehingga dapat mengatasi persoalannya secara positif.
volume rendah dapat memudahkan proses tidur. Ada alat mirip
Sebagai contoh karena hanya dapat bekerja secara bergilir,
penutup telinga yang dapat menetralkan semua kebisingan itu.
seorang pekerja lalu terbiasa tidur siang hari dengan penutup
TV kadang-kadang mampu membuat orang tidur tetapi suara
telinga.
yang punya makna sedikit banyak mengganggu tidur. Ruangan
yang kedap suara sangat ideal. Penutup telinga yang lembut dapat Hambatan konseling
memudahkan pekerja untuk tidur Pasang papan jangan di- Ada beberapa hambatan dalam melakukan konseling. Se-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 47


orang konselor sering mengalami stres, karena dia harus me- Pengetahuyan pengaturan tidur sangat diperlukan oleh promo-
mecahkan masalah orang lain. Untuk mengatasi gangguan ini tor.
seorang konselor harus dewasa dan dapat melepaskan dirinya Pengukuran suhu walaupun sukar dilakukan selama 24 jam
dan proses konseling. Kesulitan kedua ialah hasrat konselor dapat dipakai sebagai pegangan. Mereka yang berusia kurang
untuk memecahkan masalah pasiennya menurut seleranya sen- dari 25 tahun dan lebih dari 50 tahun tidak dianjurkan untuk
diri. Yang terakhir ialah keinginan konselor untuk berhasil bekerja shift. Masalahnya ialah kesulitan penyesuaian. Mereka
membantu pasiennya. Ini tidak perlu dirisaukan, karena ke- yang mempunyai bakat sakit lambung, tidak tahan tidak tidur,
suksesan bantuan merupakan fenomena yang berada di bawah emosi yang kurang stabil tidak dianjurkan untuk bekerja shift.
kesadaran; seorang konselor harus selalu menerima kegagalan. Pekerja yang bujangan, punya rumah jauh dan tempat kerja
Keberhasilan atau kegagalan tidak menjadi masalah, yang pen- dan lingkungan tetangganya bising tidak cocok untuk bekerja
ting telah terjadi komunikasi pelayanan, perhatian dan pema- shift. Perubahan sistem shift antara pukul 6-14-22 sebaiknya
haman. diganti menjadi 7-15-23 atau 8-16-24. Rotasi jangka pendek
Ada tiga unsur dasar konseling: lebih baik dari pada jangka panjang dan dinas malam terus
1) pemahaman diri sendiri; menerus tidak dianjurkan. Rotasi kerja ma yang baik ialah
2) pemahaman pasien; dengan memisahkan satu kerja malam dengan lainnya atau
3) pemahaman masalah; dengan jadual yang terpencar seperti 2-2-2 atau 2-2-3. Meskipun
Pemahaman din dapat dilakukan dengan menempatkan diri bekerja 1,2, atau 3 malam berturut-turut harus diikuti oleh paling
sebagai pasien. Bagaimana perasaan diri sendiri, jika misalnya sedikit 24 jam istirahat. Setiap rancangan kerja shift harus ter-
dimarahi oleh seseorang. Bagaimana perasaan diri sendiri, jika masuk dua hari libur yang bertepatan dengan Sabtu dan Minggu.
misalnya konselor yang ditanya tidak mampu menjawab secara Setiap shift harus ada istirahat dengan hidangan makanan hangat,
memuaskan atau tidak mampu memberikan jalan alternatif. Ada beberapa cara pengaturan tidur, yang penerapannya
Cara yang mudah untuk mengenal diri ialah dengan jalan men- disesuaikan dengan kebutuhan biologik dan sosial. Pemberian
jadi pendengar yang baik. Seorang konselor yang belum pernah obat tidur tidak dianjurkan, namun dalam keadaan mendesak
bergadang pada malam hari tidak akan dapat membayangkan dapat diberikan dengan pilihan obat yang sesuai. Pemberian
bagaimana rasanya tidur pada siang harinya. Dia harus memper- autohipnosis mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu, se-
cayai apa yang dikatakan oleh kliennya. bagai upaya alternatif.
Pemahaman pasien hanya dapat dilakukan bila komunikasi
berjalan secara baik. Bahasa harus sama, terminologinya harus
jelas. Umpan balik harus dilakukan, agar persepsi menjadi sama.
Apa yang dimaksud dengan susah tidur, tidak pulas, kurang
tidur perlu penjelasan yang lebih rinci.
Untuk memahami masalah pada klien, konselor perlu
ketrampilan untuk mengusut permasalahan itu. Pertama-tama
pengetahuan teori tidur perlu dipahami betul, yang normal, yang
abnormal, dan beberapa perilaku yang mendasarinya. Tiap orang
tentu saja mempunyai persepsi yang berbeda dalam mengutara- KEPUSTAKAAN
kan masalahnya. Perilaku terbentuk berdasarkan pikiran dan
1. Granjean EG. Fitting the task to the man. An ergonomic approach. Taylor
emosinya. Lingkungan kerja yang berisik dan penyakit yang & Francis Ltd. London. 1980: 245–261.
menimbulkan nyeri terus-menerus akan membuat pikiran men- 2. Taylor PJ. Shift work - Some Medical and Social Factors. Trans. Soc.
jadi kalut, sehingga mencetuskan perasaan kacau. Kekalutan dan Occup. Med. 1970, 20: 1270132.
kekacauan ini menyebabkan kesulitan untuk tidur. Ada kalanya 3. Knauth P. Rutenfranz J. Shift work in Recent Advances in Occupational
Health Edited by Harrington JM Churchill Livingstone, 1987: 263–281.
pencetus itu sering memutar lingkaran setan. Perhatian atasan 4. Grandjean E. Fitting the task to the man. An ergonomic approach. Taylor
yang berkurang menyebabkan ketidakmapanan jabatan. Keti- & Francis Ltd., 1980: 245–261.
dakmapanan itu menyebabkan pikiran terganggu sehingga tim- 5. Othmer DF. Work schedule works by being different. Practical Ideas IC.
bul gangguan tidur. Gangguan tidur menyebabkan kelelahan Elliot (ed.) McGraw Gill Inc. New York, 1980: 286
6. Klein M.-The Shiftworker’s Handbook, Synchro Tech, 198: I.
berlebihan. Kelelahan menyebabkan produktivitas menurun. 7. Hoskisson iB, What is this thing called sleep? Davis-Poynter, London,
Akibatnya pekerja ini dikucilkan dan perhatian atasannya. 1976: 15.
Demikian terus menerus tiada akhirnya. 8. Prinz PN, Vitiello MV. Raskind MA, Thorpy Ini. Geriatrics: Sleep disor-
ders and aging. N EngI i Med Aug 23, 1990: 520–526.
9. Griffiths R. Sleep Problems i the Shiftworkers. Medical Progress. Sep-
KESIMPULAN tember 1992: 30-36.
Jika bekerja shift tidak terhindarkan, tidak ada satu cara tidur 10. Waxman D. Hypnosis A Guide for Patients and Practitioners. George
yang berlaku untuk semua orang. Setiap orang pekerja harus di- Allen & Unwin. 1981; 56.
perlakukan secara khusus. Dalam situasi seperti ini konseling 11. Donnelly 5, Romano V. A womb of ones own. Working Woman, July
1993: 77.
sangat diperlukan. Setiap pekerja diharapkan mampu mengatur 12. Koh EK, Goh LG, Kee P. Skills & Management in Family Medicine. PG
dirinya sendiri. Konselor harus bertindak sebagai promotor. Asian Economy Edition, 1988: 76–89.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Radikal Bebas
pada Eritrosit dan Lekosit

Jensen Lautan
Kopertis Wilayah-I dpk Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Medan

PENDAHULUAN bereaksi dengan peroksida sel radang membentuk oksiradikal


Oksidan, yang sebagian besar merupakan radikal bebas, lain yang sangat kuat(7).
kiranya makin penting untuk diteliti karena makin banyak penya-
kit atau kelainan yang disebabkan oleh kehadirannya. Namun ANTIOKSIDAN
tanpa kehadirannyapun dapat menimbulkan kelainan, seperti Senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, member-
yang kita lihat pada lekosit yang tidak berdaya terhadap masuk- sihkan (scavenging), menahan pembentukan ataupun meniada-
nya mikroba karena tidak mampu membentuk oksidan atau radi- kan efek Spesies Oksigen Reaktif disebut antioksidan(1). Bebe-
kal bebas ini. rapa Antioksidan yang dapat mencegah kerja Spesies Oksigen
Reaktif adalah Vitamin E (Tokoferol). Senyawa ini dapat
SPESIES OKSIGEN REAKTIF mengatasi Singlet Oksigen, Superoksida dan Radikal Bebas
Senyawa-senyawa maupun reaksi-reaksi kimia yang cen- peroksil.
derung menghasilkan spesies oksigen reaktif (spesies oksigen ROO° + TocOH ––––––––> ROOH + TocO°
yang potensial toksik) disebut pro-oksidan(1). ROO + TocO –––––––> ROOH + Produk Non-Radikal Bebas(1)
Radikal bebas adalah atom/molekul yang pada kulit ter- Reaksi di atas menunjukkan aktivitas Tokoferol
luarnya mengandung satu/lebih elektron tak berpasangan. Tidak (TocOH) terhadap Radikal Peroksil.
semua spesies oksigen reaktif adalah radikal bebas(1,2,3), umpama-
nya H2O2 & singlet oksigen bukan radikal bebas, tetapi termasuk Vitamin A mampu mengatasi Singlet Oksigen B-karoten
spesies oksigen reaktif. Karena adanya kecenderungan meng- terhadap superoksida, peroksil dan singlet oksigen. Vitamin C
ambil sebuah elektron (e-) dan senyawa-senyawa lain maka mengatasi Radikal Peroksil, Superoksida dismutase terhadap
spesies oksigen ini sangat reaktif(1). Radikal Superoksida, katalase terhadap H2O2 dan Glutation
Beberapa spesies oksigen reaktif yang dijumpai dalam tu- Peroksidase mengatasi H2O2 dan LOOH.
buh: Kemampuan B-karoten untuk menginaktifkan radikal bebas
1) Radikal Bebas Superoksida (O2-) bukan karena dapat berubah menjadi Provitamin A, tetapi karena
2) Radikal Bebas Hidroksil (OH°). adanya ikatan rangkap yang banyak pada struktur molekul(6). Ia
3) Radikal Bebas Alkoksil (RO°). menangkap Radikal peroksil di dalam jaringan pada tekanan
4) Radikal Bebas Peroksil (ROO°). parsial oksigen yang rendah. Oleh karena itu sifat antioksidan-
5) Peroksida lipid (LOOH). nya merupakan komplemen dengan sifat antioksidan tokoferol
6) Hidrogen peroksida (H2O2). karena sifat antioksidan ini efektif pada tekanan parsial oksigen
7) Singlet Oksigen (IO2) yang tinggi(1).
8) Ion Hipokiorit (Ocl-).
Asap rokok, polusi, NO2 dan Ozon (O3) merupakan con- AKIBAT OXYDATIVE STRESS PADA SEL/JARINGAN
toh oksidan eksternal yang masuk ke dalam tubuh melalui Pada keadaan normal, terdapat balans antara Pro-Oksidan
inhalasi. Setiap hembusan asap rokok sigaret mengandung 1014 dan Anti-Oksidan. Bila balans ini beralih ke arah kelebihan Pro-
radikal bebas dan 800 ppm Nitrogen Oksida (NO2) yang dapat oksidan, maka keadaan ini disebut oxydative stress. Jika oxyda-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 49


tive stress berlangsung berat dan lama, akan menimbulkan keru- Dengan menerima 1 e+ (elektron) pertama, terbentuk O2.
sakan sel/jaringan, yang selanjutnya mungkin merupakan penye- Reaktivitas ini dibatasi oleh adanya dismtitasi spontan yang
bab timbulnya keganasan, inflamasi (misal: rematoid artritis), terjadi pada pH fisiologis dimana akan terbentuk H2O2 (setelah
ateroskierosis, penuaan, iskemia dan hemolisis sebagainya(1,6). menerima e- kedua).
Zat-zat yang dapat bereaksi dengan DNA, sangat potensial H2O2 merupakan oksidan kuat namun bereaksi lambat de-
bersifat karsinogen. Efek mutagenik radikal superoksida yang ngan substrat organik. Oksidan ini dianggap toksik hanya dalam
terbentuk selama aktivasi sel-sel fagosit pada inflamasi kronik, konsentrasi tinggi. Akumulasi H2O2 dapat berbahaya bila ter-
dapat mendorong terjadinya keganasan(4). dapat bersama dengan ion Fe2+ atau chelating agent karena akan
Men urut hasil penelitian, LDL yang teroksidasi lebih mudah terbentuk Radikal hidroksiI yang juga akan terbentuk setelah
dan cepat diambil oleh makrofag dan foam cell jika dibanding menerima e- ketiga.
dengan LDL normal(1). Keadaan ini mendorong terjadinya
ateroskierosis. ANTI-OKSIDAN SEBAGAI PELINDUNG ERITROSIT
Proses peradangan diperantarai oleh sintesis prostaglandin DARI STRES & KERUSAKAN OKSIDATIF
yang dikatalisasi oleh siklooksigenase. Zat antara pada proses
sintesis ini adalah terbentuknya radikal bebas(4). Oksidan yang mungkin terbentuk di dalam sel eritrosit
Dengan semakin bertambahnya usia, radikal bebas yang adalah superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), radikal
terbentuk selama proses metabolisme normal dapat merusak peroksil (ROO°).
DNA dan makromolekul lain sehingga terjadi penyakit degene- Superoksida di dalam eritrosit terbentuk karena proses
ratifdan kematian sel-sel vital tertentu, yang pada akhirnya akan autooksidasi Hb (pada manusia terjadi hampir 3% autooksidasi
menyebabkan penuaan(4). Hb perhari) menjadi metHb. Di jaringan lain, oksidan ini ter-
Proses metabolisme tubuh cenderung menghasilkan ber- bentuk akibat kerja berbagai enzim, seperti sitokrom P-450 re-
bagai oksidan kuat; dan oksidan ini, radikal hidroksil merupakan duktase, santin oksidase dan NADPH-oksidase (dalam neutrofil
oksidan yang paling toksik karena dapat bereaksi dengan ber- pada saat kontak dengan bakteri)(2).
macam-macam senyawa elementer seperti protein, asam nukleat, Produksi superoksida : O2 + e- –––––––––––> O2-
NADPH-oksidase : 2O2 + NADPH –––––> 2O2 + NADP + H+
lipid dan lain-lain sehingga ia dapat dengan mudah dan cepat S.oksidase
merusak struktur sel/jaringan(3). Santin oksidase : Hiposantin –––––––––––––––> Santin
Reaksi dengan protein mempercepat terjadinya proteolisis. 2H2O + O2 2H2O2
Fosfolipid dan kolesterol membran sel yang mengandung Asam s. oksidase
Santin ––––––––––––––––––> Asam urat
Jemak tak jenuh lebih rentan terhadap oksidasi(3). 2H2O + O2 2H2O2

SUMBER OKSIGEN REAKTIF Ion Fe2+ dari Hb sangat rentan terhadap oksidasi oleh oksidan,
Pada keadaan normal, reduksi O2 menjadi H2O2 dalam rantai misal O2, di mana terbentuk metHb yang tidak mampu meng-
pernafasan yang dikatalisir enzim Sitokrom Oksidase membu- angkut oksigen. Pada keadaan normal, hanya dijumpai sedikit
tuhkan 4 buah elektron, namun pada 5% total konsumsi oksigen metHb di dalam darah karena enitrosit memiliki sistim yang
terjadi proses yang lain dari biasa yaitu hanya sebuah elektron efektif untuk mereduksi kembali Fe3+ menjadi Fe2+.
yang diambil (rcduksi univalen) sehingga terbentuk Spesies Pada eritrosit dan beberapa jaringan, enzim glutation
Oksigen yang toksik(1,3). peroksidase yang mengandung Selenium (Se) mengkatalisasi
penguraian H2O2 dan hidroperoksida lipid oleh glutation (GSH)
sehingga lipid membran sel menjadi aman dan oksidasi Hb
menjadi metHb dapat dicegah.

Diagram 1.

Diagram I menunjukkan produksi spesies ok reaktif pada reaksi reduksi Diagram 2. Menunjukkan peranan jatur pentosaphosphat pada reaksi
oksigen menjadi air. Reduksi 1 mol O2 via sistim sitokrom oksidase dari rantai Glutation perokaidase di dalam sel eritrosit
pernafasan membutuhkan 4 buah e-. Namun sebagian daripadanya menempuh
satu seri reduksi univalen dimana masing-masing hanya men gambil sebuah e- Keterangan:
sehingga dengan demikian terbentuk spesies oksigen reaktif, yaitu O2, H2O2 G–S--S–G = oxidized Glutathione; G–SH = reduced Glutathione; Se = Selenium
dan OH°. (•= Radikal bebas) (kofaktor)

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


NADPH yang dihasilkan oleh reaksi yang dikatalisasi oleh 2) Sitokrom tipe b: mampu mereduksi oksigen menjadi super-
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase di dalam Jalur pentosaphosphat oksida.
memegang peranan penting dalam mensupply Reducing equiva- Karena pengaruh oksidase dan sitokrom di atas, maka oksi-
lent pada eritrosit dan hepatosit. Boleh dikatakan satu-satunya gen direduksi menjadi superoksida. Kemudian superoksida se-
jalur/rangkaian reaksi yang menghasilkan NADPH adalah Jalur cara spontan dengan bantuan enzim superoksida dismutase diubah
Pentosa Phosphat. Maka eritrosit sangat rentan terhadap kerusak- menjadi H2O2.
an oksidatif bila terdapat gangguan (misalnya defisiensi enzim Superoksida yang terbentuk disalurkan ke luar sel atau ke
G6Pdehidrogenase) pada Jalur penghasil NADPH ini. Salah satu dalam phagolisosom. Di dalam phagolisosom, bakteri dibunuh
fungsi NADPH adalah mereduksi GSSG menjadi GSH yang oleh adanya aksi kombinasi dan pH yang meninggi, ion su-
dikatalisasi oleh enzim Glutathion Reduktase(11). peroksida, derivat oksigen lain, peptida/protein lain yang bersifat
G6PD + NADP ––––––––––> 6-Phosphoglukonat + NADPH + H+ bakterisid.
Superoksida dapat mereduksi sitokrom c (oxidized) :
O2 + cyt.c (Fe3+) –––––––––– > O2 + Cyt.c (Fe2+)
Superoksida ini dapat terurai secara spontan tapi lambat, atau dengan bantuan NASIB H2O2 YANG TERBENTUK
enzim superoksida dismutase yang berlangsung jauh lebih cepat sehingga tidak Senyawa ini:
memberi peluang kepada oksidan untuk menimbulkan kerusakan pada sel mau- 1) Dipakai oleh mieloperoksidase.
pun jaringan. Mieloperoksidase
S. dismutase
O2 + O2 + 2H+ ––––––––––– > H2O2 + O2
H2O2 + X- + H+ ––––––––––––––> HOX + H2O(1,3)
(X = Cl, Br, I-, SCN-; HOCI = asam hipoklorit)
Pada defisiensi Glukosa-6-phosphat dehidrogenase (G6PD), H2O2 dihasilkan oleh sistim NADPH-oksidasde.
eritrosit tidak mampu menyediakan NADPH yang cukup bagi HOCI adalah oksidan dan mikrobisid kuat.
reduksi GSSG menjadi GSH yang seterusnya mengganggu proses 2) Diubah menjadi (OH) dengan bantuan enzim Glutation
penetralan H2O2 dan radikal oksigen lainnya. Senyawa-senyawa peroksidase.
ini dapat menyebabkan: 3) Diubah oleh Katalase menjadi Air dan O2-.
1) Oksidasi Gugus SH kritis dan protein. 2H2O2 –––––––––––––––––> 2H2O + O2
2) Peroksidasi lipid pada membran eritrosit yang seterusnya Radikal hidroksil (OH) juga dapat terbentuk dari H2O2
mengalami lisis. yaitu bila terdapat ion-ion logam (misal : Fe2+ menurut Reaksi
3) Gugus SH dan Hb teroksidasi dan protein mengalami pre- Fenton, dan Reaksi Haber-Weiss(1,3).
(i) Fe2+ + H2O2 –––––––––> Fe3+ + OH + OH-
sipitasi di dalam eritrosit, membentuk apa yang disebut Heinz (ii) O2- + H2O2 –––––––––> O2 + OH- + OH
bodies. Adanya Heinz bodies di dalam eritrosit menunjukkan
bahwa eritrosit sedang menderita stres oksidatif. PENYAKIT GRANULOMA KRONIK
Peroksidasi (autooksidasi) lipid akibat berkontak dengan Terjadi defek pada respiratory burst; ditandai dengan ter-
oksigen dapat menyebabkan kerusakan sel/jaringan tubuh. Efek jadinya infeksi rekuren dan granuloma yang meluas. Granuloma
merusak ini diawali oleh pembentukan radikal bebas (ROO, terbentuk karena adanya usaha tubuh untuk membungkus bakteri
RO, OH) yang dihasilkan sewaktu terjadinya reaksi pemben- yang terbunuh sebab tidak terbentuk derivat oksigen/oksidan
tukan peroksida dan asam lemak yang terdapat di dalam struktur yang cukup. Dalam hal ini terjadi mutasi pada gen-gen dari salah
molekul polyunsaturated fatty acid (PUVA). Peroksidasi lipid satu komponen sistim NADPH oksidase di atas.
ini merupakan suatu rantai reaksi yang tidak putus-putusnya
menghasilkan radikal bebas. KESIMPULAN
Kelainan yang ditimbulkan oleh defisiensi G6PD ini adalah Telah dijelaskan tentang pengertian pro-oksidan, spesies
anemia hemolitik. Beberapa obat atau makanan dapat bertindak oksigen reaktif, radikal bebas dan anti-oksidan. Tubuh kita
sebagai faktor pencetus kelainan ini, antara lain Vicia faba memiliki mekanisme pertahanan terhadap pengaruh destruktif
(broad bean), primakuin, sulfonamid dan naphthalene karena radikal bebas dengan tetap menjaga keseimbangan antara pro-
intake senyawa ini menyebabkan menumpuknya H2O2 dan O2-. oksidan dan anti-oksidannya. Namun pada keadaan tertentu di
mana terjadi pergeseran keseimbangan ke arah pro-oksidan,
SEL FAGOSIT DAN NADPH-OKSIDASI maka akan timbul kelainan-kelainan patologis seperti keganas-
Respiratory burst terjadi pada saat lekosit memfagosit an, inflamasi, ateroskierosis, penuaan, iskemi, hemolisis dan
mikroorganisme yang merupakan refleksi utilisasi oksigen sebagainya.
yang sangat meningkat disertai produksi sejumlah besar derivat Defisiensi enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase
reaktif, yaitu O2-, H2O2, OH dan OCl-. Sebagian derivat ini me- (G6PD) pada eritrosit akan menyebabkan anemia hemolitik
rupakan mikrobisidal yang poten. karena terjadi gangguan pada Jalur Pentosa Phosphat dimana
Sistim rantai transport elektron yang bertanggung jawab supply NADPH yang sangat berkurang akan menghambat proses
terhadap respiratory burst ini memiliki komponen-komponen reduksi GSSG menjadi GSH. GSH sendirm penting untuk me-
antara lain(2) : rubah H2O2 menjadi H2O.
1) NADPH oksidase (NADPH O2-oksidoreduktase).

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 51


Hadirnya radikal bebas tidak selalu berbahaya bagi tubuh 23rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1993; 592–5.
2. Murray RK. Red & White Blood Cells. Dalam: Murray KM, Granner DK,
kita. Masuknya mikroba ke dalam tubuh akan merangsang akti- Mayes PA, Rodwell VW. Harper’s Biochemistry. 23rd ed. Connecticut:
vitas fagositik sehsel fagosit (neutrofil, eosinofil, makro fag) Appleton & Lange, 1993; 688–703.
sehingga terjadi respiratory burst secara cepat yang diikuti ter- 3. Suyatna F’D. Radikal Bebas dan Iskemia. Cermin Dunia Kedokt 1989; 57:
bentuknya radikal bebas yang banyak. Sebagian radikal bebas ini 25–8.
4. Gitawati R. Radikal Bebas-Sifat dan Peran dalam menimbulkan Kerusakan/
bersifat mikrobisidal. Pada Penyakit Granuloma Kronik di mana KematianSel. Cermin Dunia Kedokt 1995; 102: 33–6.
terjadi kelainan gen-gen dan komponen NADPH oksidase, 5. Mayes PA. Lipids of Physiologic Significance. Dalam: Murray KM. Granner
pembentukan radikal oksigen terganggu sehingga mikroba yang DK, Mayes PA, Rodwell VW. Harpers Biochemistry. 22nd ed. Connecticut:
sudah difagosit tidak bisa dibunuh. Appleton & Lange, 1990; 142–3.
6. Cole AS, Eastoe JE. Chemistry and Oral Biology, 2nd ed; Wright, 1988:
KEPUSTAKAAN 157–9.
7. Assegaff H, Widjaja A. Peranan Oksidan dan Antioksidan pada Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. Seputar Bronkitis Kronik dan Antioksidan 1993;
1. Mayes PA. Structure & Function of The Lipid-Soluble Vitamins. Dalam:
6–9.
Murray KM, Granner DX, Mayes PA, Rodwell VW. Harpers Biochemistry.

. HEALTH CARE MEDICAL SPECIALIST .

PT PUTRAMAS MULIASANTOSA is a company with a solid track record in the health care industry. We
have recently partnered with a reputable Australia Health Care firm to expand and bring the company to an
international standard in the industry.
In support of this growth, we are seeking highly qualified medical specialists to assume the following
appointments:

GYNECOLOGISTS NEUROLOGISTS
INTERNISTS ANAESTHESIOLOGISTS
OPTHALMOLOGISTS RADIOLOGISTS
CLINICAL PATHOLOGIST SURGEONS
PEDIATRICIANS CARDIOLOGIST
The successful candidates should have completed the WAJIB KERJA SARJANA and are willing to be
employed on a full-time basis. Highly motivated, dynamic and willingness to learn new ideas and practices
are qualities we are looking for.
We offer opportunities for growth and advancement plus exposure and training to international standards of
medical practice.
We welcome your CV with photo and certificates. Please address it to:
THE DIRECTOR
P0 BOX 4087
JKT 13040

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


ANALISIS

Tanaman Obat
untuk Diabetes Mellitus
Lucie Widowati, B. Dzulkarnain, Sa’roni
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pen genthangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN linopenia, yaitu keadaan sangat kekurangan insulin. Tipe ini


Sampai sekarang masih banyak obat tradisional yang di- 90% dimulai pada usia muda.
gunakan masyarakat. Dari Survai Kesehatan Rumah Tangga 2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM
1980, 1985 dan 1992(1,2,3), penggunaan obat tradisional untuk Pada tipe ini, pankreas masih berfungsi tetapi menunjukkan
pengobatan sendiri tidak menurun. Kebijaksanaan Obat Na- defisiensi relatif, sehingga tubuh kehilangan kemampuan untuk
sional menyatakan bahwa penyediaan obat merupakan salah satu memanfaatkan insulin secara efektif.
unsur yang penting dalam upaya pembangunan di bidang kese- Jenis diabetes ini dapat diperoleh dalam perjalanan hidup
hatan. Obat tradisional yang terbukti berkhasiat dikembangkan seseorang. Penderita tidak selalu tergantung dan pemberian
dan digunakan dalam upaya kesehatan(4). insulin dan luar, hingga mereka cukup menerima obat lain yang
Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan meta- merangsang produksi insulin. Tipe ini tidak rnempunyai auto-
bolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah imun. Kebanyakan tipe ini dimulai pada usia setelah 40 tahun.
yang tinggi (hiperglikemi) dan adanya glukosa dalam urin Ciri-ciri penyakit tipe ini: Tipe non obesitas, berat badan
(glukosuria). Penyebab diabetes melitus adalah kegagalan penderita kurang dari 120% berat badan ideal, berlaku baik untuk
pankreas mensekresi insulin. Dalam jangka panjang, penyakit pengguna insulin atau tanpa insulin. Tipe obesitas dengan berat
ini dapat mengakibatkan risiko gangguan lebih lanjut pada retina badan lebih, berlaku baik untuk pengguna insulin atau tanpa
dan ginjal, kerusakan saraf perifer, dan mendorong terjadinya insulin. Kedua tipe ini termasuk sebagian besar diabetes yang
penyakit ateroskierosis pada jantung, kaki dan otak(5). ditangani terutama oleh dokter.
Selama ini pengobatan diabetes melitus biasanya dilakukan Kadar glukosa darah yang tinggi dapat diatasi dengan peng-
dengan pemberian obat-obat Oral Anti Diabetik (OAD), atau aturan diet dan pemberian obat-obatan secara oral (hipoglikemia
dengan suntikan insulin. Di samping itu banyak pula di antara oral).
penderita yang berusaha mengendalikan kadan glukosa darahnya Metoda Penentuan Kadar Glukosa Darah
dengan cara tradisional menggunakan bahan alam. Secara umum metoda penentuan glukosa darah dapat di-
Berdasarkan terapinya, diabetes diklasifikasikan menjadi tentukan dengan beberapa cara yaitu:
dua golongan, yakni : A) Metoda Kondensasi Gugus Amin
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau IDDM Prinsip: Aldosa dikondensasi dengan orto toluidin dalam
Pada jenis ini penderita tidak dapat memproduksi insulin suasana asam dan menghasil larutan berwarna hijau setelah
Diabetes tipe ini timbul bila pankreas kehilangan kemampuan- dipanaskan. Kadar glukosa dan dapat ditentukan sesuai dengan
nya untuk menghasilkan insulin intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri.
Ciri-ciri tipe penyakit jenis mm adalah tergantung pada B) Metoda Enzimatik
suntikan insulin untuk mencegah ketosis dan memelihara ke- Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, rnisalnya de-
langsungan hidup karena penderita tersebut menderita insu- ngan penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan ada-

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 53


nya oksigen atau udara, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi Sediaan tanaman obat yang diberikan dapat terdiri dari
asam glukuronat disertai pembentukan H2O2. Dengan adanya bahan tunggal atau campuran bahan. Bahan dapat terdiri dari
enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2 yang berbagai bagian dan tanaman misalnya daun, kulit kayu, kayu,
mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan akar,buah atau bagian dari buah atau herba. Bentuk sediaan dapat
warna yang sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan ber- berupa seduhan infus ekstrak atau rebusan dan bahan segar.
dasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektro- Sebagai dasar penelitian tanaman terhadap penurunan kadar
fotometri. gula darah, biasanya atas pemakaian empiris, yaitu pernakaian
C) Metoda Reduksi yang dilakukan turun temurun oleh nenek moyang kita.
Prinsip: Kadar glukosa darah ditentukan secara reduksi Dari beberapa sumber informasi mengenai penggunaan ta-
dengan menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi naman obat, dapat dibuat suatu daftar tanaman obat tunggal yang
menjadi ferosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan digunakan secara empirik untuk menurunkan kadar gula darah
pemanasan. Kemudian kelebihan garam feri dititrasi secara (Tabel 1)(6,7,8).
iodometri. Tabel 1. Daftar tanaman yang digunakan secara emprik untuk diabetes
D) Metoda Pemisahan Glukosa
Glukosa dipisahkan dalam keadaan panas dengan antron No. Nama Latin Nama Daerah
atau timol dalam suasana asam sulfat pekat. Glukosajuga dapat 1 Aloe vera L. lidah buaya
dipisahkan secara kromatografi, tetapi pemisahan glukosa ini 2 Allium cepa L. bawang merah
jarang dilakukan. 3 Alstonia scholaris R. Br. pule
4 Andrographis paniculata Nees. sambiloto
Pengobatan penyakit diabetes biasanya tergantung dari 5 Averhoa bilimbi L. belimbing wuluh '
kegawatan penyakit. Pengobatan secara individual biasanya 6 Blumea balsamifera D. C. sembung
dilakukan dengan diet saja atau dengan gabungan antara diet 7 Catharanthus roseus (L.) G. Don tapak dara
dengan antidiabetik oral dan adakalanyajuga dengan gabungan 8 Ceiba pentandra Gatrn. randu
9 1pomoea aquatica Forst. kangkung
antara diet dengan insulin. 10 /pomoea batatas Poir. ubi jalar
Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan di 11 Lagerstroemia speciosa Pers. bungur
apotik dan biasanya tergolong obat yang mahal dan harus terus 12 Leucaena leucocephala de Wit. petai cina
menerus digunakan, hingga bagi yang tidak mampu sulit mem- 13 Merremia mammosa (Lour) Hall,f bidara upas
14 Morinda citrifolia L. mengkudu
perolehnya. Di samping itu di daerah yang tidak mempunyai 15 Ocimum sanctum L. lampas
apotik, obat untuk penyakit ini sulit ditemukan. Untuk itu perlu 16 Orthosiphon aristatus (BL) Miq. kumis kucing
dicarikan cara alternatif. Salah satunya adalah menggunakan 17 Panax ginseng C.A. Meyer ginseng
obat yang ada di sekitarnya yaitu dan tanaman obat. Berbagai 18 Parkia speciosa Hort. petai
19 Piper cubeba L. kemukus
jamu-jamuan telah dipromosikan sebagai antidiabetes, dan kha- 20 Pisum sativum L. kacang polong
siatnya tersebar dari mulut ke mulut, dengan bukti manfaatnya. 21 Psidium guajava L. jambu biji
Untuk lebih memberikan dasar bagi bukti manfaatnya, di- 22 Solanum indicum L. terung ngor
pandang sangat perlu untuk melakukan penelitian, agar dapat 23 Strobilanthus crispa Bl. keji beling
24 Swietenia macrophylla King. mahoni
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Mekanisme kerjanya 25 Syzygium cumini (L.) Druce duwet
mungkin tidak diketahui secara pasti, namun dapat diperkirakan 26 Vinca rosea L. tapak data
bahwa efeknya dalam menurunkan kadar gula darah mungkin
sama seperti obat-obat hipoglikemia oral. Contoh cara penggunaan beberapa tanaman tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2(6).
PENELITIAN TERHADAP PENURUNAN KADAR Selain dari bahan tunggal, secara empiris pengobatan pe-
GLUKOSA DARAH nyakit kencing manis juga dapat menggunakan bahan ramuan
Penggunaan tanaman sebagai bahan obat tradisional me- dari beberapa tanaman obat. Bahan ramuan dan penggunaannya
merlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui kebenaran kha- dapat dilihat pada Tabel 3(6).
siatnya. Dengan didapatnya data yang meyakinkan secara ilmiah, Untuk dapat digunakan secara luas perlu ada bukti khasiat
maka penggunaan tanaman tersebut sebagai obat dapat dijamin tanaman obat dengan melakukan pengujian pada hewan per-
kebenarannya. cobaan. Dari buku Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Per-
Penelitian pengaruh tanaman terhadap kadar gula darah guruan Tinggi di Indonesia jilid I sampai VIII(9), diperoleh 46
dapat dilakukan dengan mengukur kadar gula darah hewan coba jenis tanaman yang telah diuji khasiatnya terhadap penurunan
mencit, tikus atau kelinci. Hewan coba dapat dalam keadaan kadar glukosa darah, dapat menurunkan kadar gula darah pada
kadar gula darah normal, atau kadar gula darah tinggi. Hewan hewan percobaan (Tabel 4).
diabet dilakukan dengan cara merusak pankreasnya dengan Ke46 jenis tanaman tersebut, dapat dibagi menjadi dua jenis
sengaja menggunakan zat kimia, di antaranya aloksan. Penguji- penggunaan, yaitu yang memang digunakan secara empiris dan
an dapat juga dilakukan dengan memberi beban glukosa untuk yang tidak digunakan secára empiris. Daftar tanaman yang di-
melihat pengaruh terhadap toleransi glukosa, dengan cara mem- gunakan secara empins dan jumlah penelitian yang dilakukan
berikan glukosa sebelum percobaan. serta sumber pustakanya dapat dilihat pada Tabel 5. Selain itu

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Tabel 2. Daftar tanaman tunggal yang secara empirik digunakan untuk pada Tabel 6 dapat dilihat beberapa tanaman yang tidak diguna-
diabetes dan cara penggunaannya
kan secara empiris, akan tetapi telah dilakukan penelitian ilmiah-
Bagian Jumlah nya, serta data jumlah penelitian dan daftar pustakanya. Karena
No. Nama tanaman Cara olah Dosis tidak semua judul penelitiannya mempunyai informasi yang
digunakan diolah
1 Sarbiloto daun segar 1/2 ggm rebus 3X sehari lengkap, maka tidak semua informasi dapat diterangkan.
2 Lidah buaya daun segar 2 helai rebus 3X sehari Judul-judul penelitian mengenai tanaman obat yang di-
3 Pule kulit kayu 2 jr rebus 3X sehari gunakan untuk menurunkan kadar gula darah dapat dilihat pada
4 Sembung daun segar 20 lb rebus 3X sehari Daftar 1.
5 Jamblang biji kering I sdt seduh 3X sehari
6 Petai cina biji 1 sdt seduh 3X sehari
7 Bidara upas umbi 1/3 jr parut + 3X sehari PEMBAHASAN
20 ml air Ternyata sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk
8 Mengkudu buah masak 2 bh diparut 3X sehari obat diabetes dan tanaman. Dari tabel terlihat ada 46 jenis
disari
tanaman yang sudah mendapat perhatian. Sebagian besar tana-
9 Daun lampas daun segar 3/4 glm rebus + 3X sehari
10 Terung ngor buah 10 bh dimakan/ 3X sehari man empirik yang digunakan untuk obat diebetes, telah diuji
untuk IX khasiatnya secara ilmiah. Umumnya pengujian dilakukan ter-
11 Mahoni biji kering 1/2 sdt seduh 3X sehari hadap hewan coba. Dari daftar tanaman yang digunakan secara
12 Tapak dara daun 301b rebus + 3X sehari empirik untuk diabetes (26 tanaman), baru 16 tanaman yang
batang 6 bt glm
telah dit secara ilmiah. Selain itu, banyak tanaman yang
akar 15 bt tinggal
bunga 15 bt 3/4nya tidak diketahui khasiat antidiabetes secara empirik, tetapi di-
lakukan juga penelitian ilmiahnya karena perkembangan jaman.
Tabel 3. Ramuan berasal dari tanaman obat untuk kencing manis Contohnya seperti terlihat pada Tabel 4.
Bagian Jumlah Yang banyak mendapat perhatian adalah tanaman pare
No. Ramuan Cara olah Dosis
digunakan diolah (Momordica charantia L.) Penelitian yang dilakukan sudah
1 Sambiloto daun 1/3 ggm direbus 3X sehari mencakup penelitian yang cukup luas, sampai ke uji klinik,
Kumis kucing daun 1/3 ggm 3 gl, tinggal jumlahnya ada 14 penelitian. Dari ber-macam penelitian untuk
Bratawali batang 3/4 jr 3/4nya
2 Meniran daun 1/4 ggm direbus 3X sehari
kadar gula darah, berbagai jenis sediaan sudah dicoba, yaitu
3 Sambiloto daun 1/4 ggm 3 gl, hingga 3X sehari perasan, infus atau endapan air. Hewan percobaan yang diguna-
Ketumpangan uler daun 1/4 ggm 3/4nya kan juga bervariasi yaitu terhadap tikus, mencit atau kelinci.
Kumis kucing daun 1/3 ggm direbus Umumnya hasil yang didapat menunjukkan adanya efek positif
Duwet biji 20 btr menurunkan kadar gula darah, hanya bentuk endapan tidak
Pulai kulit batang 1 jr 5 gl, hingga
Mengkudu buah tua 1 bh 1/2nya
menunjukkan hasil yang positif. Pada uji klinik tidak menunjuk-
Temulawak rimpang 3/4 jr kan adanya pengaruh terhadap kadar gula darah(10). Sementara
Jahe rimpang 3/4 jr itu uji klinik untuk pare di India menunjukkan bukti yang nyata.
4 Urat daun 1/3 ggm direbus 3X sehari Hal ini mungkin terjadi karena di India varietas jenis pare yang
Bratawali batang 1/2 jr 3 gl, hingga disebut kerala mungkin tidak sama dengan pare yang ada di
Kumis kucing daun 1/4 ggm 3/4nya
Adas buah 3/4 sdt
Indonesia. Di samping itu di Indonesia jenis pare pun ada be-
Pulosari kulit batang 3/4 jr berapa, yaitu yang kecil dengan tonjolan-tonjolan yang jelas,
5 Bidara upas umbi 1/2 jr direbus 3X sehari dan yang biasanya dimakan sebagai sayur yang tonjolannya
Duwet biji 10 btr 3 gl, hingga lebih rata. Mungkinjenis penyakit diabetes juga termasuk faktor
Pulai kulit batang 3/4 jr 3/4nya
mempengaruhi. Seperti di atas telah diterangkan jenis penyakit
6 Lidah buaya daun 1/2 plh direbus 3X sehari
Meniran daun 1/4 ggm diabetes ada dua, yaitu karena pankreas tidak menghasilkan
Kumis kucing daun 1/4 ggm insulin (IDDM) sejak kecil, dan diabetes yang diperoleh dalam
Her daun 1/4 ggm perjalanan hidupnya (NIDDM). Umur penderitapun dapat ikut
Meniran daun 1/4 ggm 4 gl, hingga menentukan. Jadi berbagai faktor dapat mempengaruhi hasil
Murbei daun 1/5 ggm 3/4nya
Kaki kuda daun 1/4 ggm
percobaan.
Sembung daun 1/4 ggm Di luar negeri, penelitian mengenai pare sudah lebih jauh.
Kumis kucing daun 1/5 ggm Salah satunya ialah telah ditemukannya suatu hipoglikemik
Adas buah 3/4 sdt yang dikenal sebagai ‘p-insulin’, yaitu suatu polipeptida dari
Pulosari kulit 3/4 jr
buah dan biji Momordica charantia(11).
7 Duwet buah 2 jr direbus 3X sehari
Pulai kulit batang 2 jr 3 gl, hingga
Tanaman lain yang banyak mendapat perhatian ialah duwet serta
Tapak dara daun 1/3 ggm 3/4nya bratawali. Pada tanaman duwet, percobaan telah dilakukan
Sambiloto daun 1/4 ggm terhadap cortex, biji dan daunnya dengan berbagai hewan uji
Keterangan : ggm = genggam bh = buah btr = butir pula. Semua percobaan yang dilakukan memberikan hasil yang
jr = jari gl = gelas positif terutama untuk bijinya. Dari 3 penelitian untuk bijinya,
lb = lembar bt = batang semua menunjukkan khasiat menurunkan kadar gula darah,

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 55


Tabel 4. Daftar tanaman telah diuji khasiat ilmiahnya untuk menurunkan kadar gula darah

Bag. yang Jumlah


No. Nama Latin Famili Nama daerah
Oigunakan. penelitian
*1. Allium cepa L. Liliaceae bawang umbi 1
2. Allium porum L. Liliaceae bawang prei umbi 2
3. Allium sativum L. Liliaceae bawang putih umbi 5
*4. Alstonia scholaris (L.) Apocynaceae babakan pule umbi 2
5. Alstonia spatulata Apocynaceae basung kulit 2
6. Anacardium occidentale L. Anacardiaceae jambu mete daun 1
*7. Andrographis paniculata Nees. Acanthaceae sambiloto daun 3
8. Aneilema vaginatum R.Br. Commelinaceae ? ? 1
9. Apium graveolens L. Umbelliferae seledri herba I
*10. Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae belimbing buah 5
11. Azadirachta indica A. Juss. Meliaceae mimba daun 3
*12. Blumea balsamifera D. C Asteraceae sembung daun 1
13. Borreria laevis Griseb. Rubiaceae ? herba 2
14. Brucea javanica (L.) Merr. Simaroubaceae buah makasar buah 1
15. Cassia siamea Lamk. Leguminosae johar daun I
*16. Catharanthus roseus G. Don. Apocynaceae tapak data herba 5
17. Clinacanthus nutans Nees. Acanthaceae dandang gula daun 2
18. Erigeron linifolus Willd. Compositae jentik.manis daun 1
19. Eugenia polyantha Wight. Myrtaceae salam daun 3
20. !ndigofera sumatrana Gaetrn. Leguminosae tarum ? 1
*21. 1pomoea batatas Poir. Convolvulaceae ubi jalar umbi 1
22. Kopsia arborea Bl. ? ? biji 1
*23. Lagerstroemia speciosa (L.) Lythraceae bungur putih daun 1
*24. Leucaena leucephala de Witt. Mimosaceae petai cina biji 5
25. Melia dubia Cav. Meliaceae mindi daun 1
*26. Merremia mammosa Hall. Convolvulaceae bidara upas umbi 2
27. Mesona palustris BI. Labiatae cincau hitam daun 2
28. Momordica charantia L. Cucurbitaceae pare buah, 14
*29. Morinda citrifolia L. Rubiaceae mengkudu daun, buah 3
*30. Ocimum sanctum L Labiatae lampes biji 1
31. Orthosiphonstamineus Benth Labiatae kumis kucing daun 1
*32. Parkia speciosa Hassk. Papilionaceae petai kulit biji 1
33. Phaseolus vulgaris L. Leguminosae buncis buah 3
34 Phyllanthus emblica L. Euphorbiaceae kemlaka batang 1
35. Physalis minima L. Solanaceae ciplukan daun, 2
36. Phithecellobium lobatum Benth. Legumnosae jengkol kulit 1
37. Plantago major L. Plantaginaceae daun urat daun 1
38. Pteroearpus indicus Willd. Legumonosae angsana daun 1
*39. Sericocalyx crispus L. Bremek Acanthaceae keji beling daun I
40. Stevia rebaudiana Bertonii. Compositae stevia daun 2
41. Strychnos ligustrina Bl. Strychnaceae bidara laut kayu I
42. Swietenia macrophylla King. Meliaceae mahoni biji 1
43. Symphytum officinale L. Boraginaceae komfrey daun 1
*44. Syzygium cumini (L.) Skeels. Myrtaceae ;duwet daun, biji, 6
cortex
45. Tinospora crispa (L) Miers. Menispermaceae hratawali batang 5
46. Vitex pubescens L. Verbenaceae laban akar I
Keterangan: * tanaman digunakan secara empirik untuk diabetes

bahkan menaikkan toleransi terhadap glukosa. Penelitian terhadap bawang putih untuk khasiat hipoglike-
Pada tanaman bratawali semua percobaan dilakukan ter- mik sudah disertai penelitian yang bertujuan untuk menghilang
hadap batangnya dalam bentuk infus dan hewan coba kelinci kan bau yang menyertai bawang putih. Penelitian tersebut antara
(6 penelitian), dengan dosis yang bervariasi. Di sini terlihat lain adalah kombinasi bawang putih dengan kopi; sirih dan
adanya duplikasi penelitian yang dilakukan pada tempat yang beluntas. Ternyata dibandingkan dengan khasiat bentuk tunggal,
berbeda. Karena itu sangat perlu kiranya adanya pertukaran khasiat efek hipoglikemik bahan kombinasi tidak berkurang.
informasi antar institusi penelitian. Kedua tanaman ini memang Sementara itu, beberapa tanaman yang digunakan secara
termasuk dalam penggunaan empirik. empirik untuk diabetes, penelitian ilmiahnya belum dilakukan.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Tabel 5. Metoda penelitian dan tanaman yang digunakan secara empirik untuk diabetes
No. Nama latin Bagian Bentuk Hewan Dosis Hasil No. Judul
1 Alstonia scholaris (L.) R.Br. ku.bat triterpenoid kelinci 100mg/kgbb. + 9
2 Alstonia scholaris (L) R.Br. ku.bat isolat kelinci 100; 200mg/kgbb. + 10
3 Andrographis paniculata Nees daun rebusan tikus 40%b/v; 20ml/kgbb. + 14
4 Andrographis paniculata Nees daun infus kelinci 0,3g/kgbb. + 15
+ Orthosiphon aristatus (BL) daun infus kelinci 0,129g/kgbb.
Andrographis paniculata Nees herba infus kelinci 20%b/v; 37,5m1/kgbb. + 16
6 Averrhoa bilimbi L. buah perasan marmut 20m1/kgbb. - 20
buah tua
7 Averrhoa bilimbi L. buah perasan marmut 20m1/kgbb. - 21
buah muda
8 Averrhoa bilimbi L. daun eks.et mencit 70%; lg/kgbb. - 22
9 Blumea balsamifera daun infus kelinci 10%b/v; 5m1/kgbb. + 25
10 Catharanthus roseus G. Don akar infus tikus 80%b/v; 20ml/kgbb. - 29
11 Catharanthus roseus G. Don herba eks.et tikus 100%b/v; 20m1/kgbb. - 22
12 Catharanthus roseus G. Don daun rebusan tikus 30% + 30
13 Catharanthus roseus G. Don daun infus kelinci 30%b/v; Smlkgbb. + 31
14 Catharanthus roseus G. Don daun rebusan kelinci 10; 20; 30; 40% + 32
15 Lagestroemia speciosa L daun infus kelinci 10; 20; 40%; 5m1/kgbb. + 41
16 Leucaena leucocephala De Witt biji infus tikus 40%b/v; 20m1/kgbb. + 43
17 Leucaena leucocephala De Witt biji dekok kelinci 10%b/b; lg/kgbb. + 44
18 Merremia mammosa Hall umbi perasan tikus 100%b/v; 20ml/kgbb. + 47
19 Morinda citrifolia L. buah perasan tikus 25m1/kgbb. - 65
20 Morinda citifolia L. buah perasan kelinci 200%; 1; 2ml/kgbb. + 66
21 Morinda citrifolia L. buah perasan kelinci 10%; 5ml/kgbb. + 67
buah ekst.air kelinci 10%; 5ml/kgbb. + 67
22 Ocimum sanctum L. biji mucilago kelinci 50mg/kgbb. + 68
23 Sertcocalyx crispus L. Bremek daun infus kelinci 10; 20; 40%b/b; 1 g/kgbb. - 83
24 Syzygium cumini (L) Skeels cortex infus tikus 40%; 5m1 + 87
25 Syzygium cumini (L) Skeels biji infus kelinci 10; 20; 30%; lOml + 88
26 Syzygium cumini (L.) Skeels biji rebusan kelinci 50%b/v; lOml + 90
27 Tinospora crispa L. batang infus tikus 20g/kgbb. + 26
Keterangan: + : terlihat khasiat hipoglikemik
– : tidak terlihat khasiat hipoglikemik

Tabel 6. Metoda penelitian dari tanaman yang tidak digunakan secara empirik untuk diabetes

No. Nama latin Bagian Bentuk Hewan Dosis Hasil No. Judul
1 Allium sativum L umbi sari tikus 9,38g/kgbb. + 5
2 Allium sativum L. umbi sari kelinc' 6,25g/kgbb. + 8
3 Archangelisia flava (L.) Merr. kayu infus kelinci 30; 40% + 19
4 Azadirachta indica Less, daun infus kelinci 40; 60%; + 23
5 Azadirachta indica Less. daun dekok kelinci 10%; lg/kgbb. + 24
6 Gynura procumbens (Lour) Merr daun ekst.air tikus 100mg daun/100gbb. + 36
7 Mesona palustria Bl. daun rebusan tikus 10%; 2m1 + 48
8 Momordica charantia L. herba rebusan tikus 40%; 20m1/kgbb. + 54
9 Momordica charantia L. buah end.prs. tikus 300g/kgbb. - 56
10 Momordica charantia L. buah perasan tikus 200g/kgbb. - 57
11 Momordica charantia L. buah ekst.air mencit 1; 1,5g/kgbb. + 58
12 Momordica charantia L. buah perasan kelinci 5m1/kgbb. + 59
13 Momordica charantia L. buah perasan kelinci 10ml/kgbb. + 60
14 Momordica charantia L. daun rebusan kelinci 15%; 25; 5m1/kgbb. + 61
buah rebusan kelinci 15%; 25%; 5m1/kgbb. + 61
15 Momordica charantia L. buah infus kelinci 10; 20; 30%; 1Omi/ekor + 62
16 Momordica charantia L. buah sari orang 1800g/orang + 63
17 Phaseolus vulgaris L. buah ekst. tikus 1; 1,5g/kgbb. + 74
18 Phaseolus vulgaris L. buah sari air tikus 40g/kgbb. + 75
19 Physalis minima L daun infus marmut 20; 40%; 25ml/kgbb. + 77
20 Physalis minima L batang infus marmot 40%; 25m1/kgbb. + 78
21 Plantago major L. daun infus kelinci 10%; 20%; 5m1/kgbb. 81
22 Syzygium polyanta Wight. daun ekst.air tikus 5,5g/kgbb. - 94
23 Vitex pubescens Vahl. akar ekst.et kelinci 0,4; 0,8; 1,6g/kgbb. + 103
Keterangan: + : terlihat khasiat hipoglikemik
– : tidak terlihat khasiat hipoglikemik
Daftar I. Judul penelitian untuk menurunkan kadar gula darah 23. B. Lucia Lily Yuniar. Pengaruh infus daun mimba (Azadirachta indica
1. M. Jufri Samad. Pengaruh ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa A. Juss) terhadap perubbhan kadar glukosa darah kelinci pada uji
bulbus) takaran 250 mg/kgbb. terhadap penurunan kadar gula darah toleransi glukosa oral. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya
normal kelinci. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Hasanuddin, 1987. Mandala, 1990.
2. Achmad Yusuf. Pengaruh ekstrak eter bawang prei (Allium porum 24. Jonihan. Efek hipoglikemik dekokta daun mindi (Azadirachta indica A.
Linn) terhadap kadar glukosa, triasil gliserol dan kolesterol plasma Juss) dibandingkan dengan tolbutamida. Fakultas Farmasi Universitas
darah tikus yang diberi diit sukrosa. Jurusan Farmasi FMIPA Univer- Tujuh Belas Agustus, 1988.
sitas Indonesia, 1988. 25. Selamat Tarigan. Pengatuh pemberian infusa Blumea balsami fera ter-
3. Agus Purwanto. Pengaruh bawang prei (Allium porum Linn) terhadap hadap kadar gula darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamida. Jurusan
kadar glukosa, kolesterol dan trigliserida plasma darah tikus yang diberi Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1981.
diit sukrosa. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, 1988. 26. Haryani. Penapisan efek hipoglikemik dan fitokimia Tinospora tuber-
4. Ngatijan. Efek bawang putih terhadap kadar gula darah kelinci dan uji culata Beumee, Indigofera sumatrana Gaetrn dan Borreria laevis Griseb.
keracunan akutnya. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1988. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Padjadjaran, 1992.
5. Dwi Kutsiatun. Pengaruh campuran ekstrak bawang putih dan sirih 27. Mirdaus Tamin. Penentuan LD50 seduhan buah makasar (Brucea
terhadap gula darah tikus putih. Fakultas Farmasi Universitas Gajah javanica (L.) Merr. menggunakan mencit putih dan efeknya terhadap
Mada, 1991. penurunan kadar glukosa darah kelinci. Fakultas Famutsi Universitas
6. Desak Ketut Andika Andayani. Efek hipoglikemik campuran ekstrak Pancasila, 1980.
bawang putih dan daun befuntas pada tikus putih. Fakultas Farmasi 28. Salim Hanggara Puma. Efek hipoglikemik air rebusan daun johar
Universitas Gajah Mada, 1989. (Cassia siamea Lamk.) pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi
7. Sri Mulyani. Efek hipoglikemik campuran ekstrak bawang putih dan Universitas Gajah Mada, 1991.
kopi pada tikus putih. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1989. 29. Ana Rahayu Wibowo. Efek hipoglikemik akar tapak dara (Catharan
8. Afwan. Pengaruh pemberian sari bawang putih terhadap penurunan thus roseus L.G. Don) bunga putih pada tikus putih jantan. Fakultas
kadar glukosa darah kelinci dibandingkan dengan metformin hidroklo- Farmasi Universitas Gajah Mada, 1991.
rida. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1992. 30. Suyanto.Efek hipoglikemik rebusan daun tapak dara merah (Catharan
9. Pengaruh triterpenoid dari Alstonia scholaris (L.) R.Br. terhadap kadar thus roseus var. roseus G. Don) pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi
glukosa darah kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, 1987. Universitas Gajah Mada, 1989.
10. Pri Hardini. Pengaruh isolat kulit batang Alstonia scholaris terhadap kadar 31. Mey Lauhata. Pengaruh infus daun Catharanthus roseus G. Don secara
insulin dalam serum darah kelinci. Fakultas Farmasi Universitas oral terhadap uji toleransi pada kelinci dengan tolbutamid sebagai
Airlangga, 1992. pembanding. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala,
11. Pasaribu RT. Penelitian terhadap umbi upas (Merremia mammosa 1986.
Hall.) dan kulit batang pule (Alstonia scholaris R.Br) yang terkenal 32. Norma. Studi tentang rebusan daun Catharanthus roseus (L.) G. Don.
sebagai obat antidiabetes oral. Jurusan Kimia FMIPA Institut Tekno- varietas albus sebagai obat hipoglikemik. Jurusan Farmasi FMIPA
logi Bandung, 1977. Universitas Hasanuddin, 1985.
12. Irma Sugiri. Penelitian mengenai adanya khasiat hipoglikemik Clina- 33. Irma Sugiri. Penelitian mengenai adanya khasiat hipoglikemik dalam daun
canthus nutans (dandang gendis) dan kulitAlstonia spatulata (basung). Clinachanthus nutans. Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung,
Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung, 1980. 1980.
13. Tri Windono. Uji efek hipoglikemik fraksi-fraksi yang mengandung 34. T. Pumosulianto. Efek hipoglikemik rebusan daun dandang gula (Cli-
flavonoid dari daun jambu mete (Anacardium occidentale L.). Fakultas nachanthus nutans Burm. F. Lndau) dibandingkan dengan tolbutamida dan
Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 1987. fenferamina HCI. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1979.
14. W. Sugiyarto. Efek rebusan daun sambiloto (Androgtraphis paniculata 35. F.X. Mediastini. Efek hipoglikemik ekstrak air daun jentik manis (Erigon
Ness) terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih jantan. Fakultas linifolius Willd) pada tikus putih jantan diabetes. Fakultas Farmasi
Farmasi Universitas Gajah Mada, 1987. Universitas Gajah Mada, 1989.
15. Minggawati. Studi perbandingan pengaruh infus kombinasi daun 36. Nurul Hidayah H. Pengaruh sari air daun dewa (Gynura procumbens
sambiloto dan duan kumis kucing (&:3) dengan infus kedua tumbuhan Merr) terhadap kadar glukosa darah tikus. Jurusan Farmasi FMIPA
tersebut dalam keadaan tunggal terhadap perubahan kadar glukosa Universitas Indonesia, 1991.
darah kelinci pada uji toleransi glukosa oral. Fakultas Farmasi Universitas 37. Margareth Elina. Pengaruh perasan biji kedelai putih terhadap kadar
Katolik Widya Mandala, 1990. glukosa darah kelinci pada uji toleransi glukosa oral. Fakultas Farmasi
16. Lucia Endang Soenaryo. Pengujian beberapa efek farmakologi herba Universitas Katolik Widya Mandala, 1992.
Andrographis paniculata Nees. pada hewan percobaan. Jurusan Farmasi 38. Rully Makarawa. Pengaruh infus batang ubi jalar (Ipomoea batatas Poir)
FMIPA Institut Teknologi Bandung, 1978. sebagai antidiabetik pada binatang percobaan tikus. Jurusan Farmasi
17. Nut Asiah. Pengaruh penggunaan infusa Aneilema vaginatum R.Br. FMIPA Universitas Hasanuddin, 1988.
terhadap kadar gula darah kelinci dan perbandingannya dengan tolbutamid. 39. Syeny. Pengaruh pemberian suspensi biji Kopsia arborea Bl. secara oral
Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1985. terhadap kadar glukosa darah kelinci dengan cara uji toleransi glukosa.
18. Astriani. Pengaruh ekstrak etanol tanaman seledri (Apium graviolens Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, 1986.
Linn) terhadap efek diuresis dan toleransi glukosa pada tikus albino 40. Putu Pramitasari. Pengaruh pemberian infus daun bungur bunga putih
betina galur Wistar. Jurusan Farmasi FMIPA Institut Teknologi Ban- (Lagerstromia peciosa L.) Pers. var bunga putih) terhadap kadar glukosa
dung, 1992. darah kelinci dengan cara uji toleransi glukosa oral. Fakultas Farmasi
19. Herawati. Pengaruh Archangelisia flava (L.) Merr. terhadap uji tole- Universitas Surabaya, 1992.
ransi glukosa secara oral pada kelinci. Fakultas Farmasi Universitas 41. Indrawati Nyototodihardjo. Pengaruh infus daun bungur (Lagerstroemia
Airlangga. speciosa Pers.) terhadap uji toleransi glukosa pada kelinci. Fakultas
20. Suharti. Efek hipoglikemik perasan buah belimbing wuluh tua (Averrhoa Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala, 1984.
bilimbi Linn) pada marmut. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 42. Anita Tjitrawati. Pengaruh infus serbuk biji petai terhadap kadar gula
1987. darah puasa dari kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya
21. Jenni Agustin. Efek hipoglikemik perasan buah belimbing wuluh muda Mandala, 1981.
(Averrhoa bilimbi Linn) pada marmut. Fakultas Farmasi Universitas Gajah 43. Robertus Mujianto. Studi pendahuluan efek hipoglikemik infus biji petal
Mada, 1982. cina (Leucacena leucocephala (Lamk) de Witt) pada tikus putih jantan.
22. Andy Zul Izwar. Efek ekstrak etanol daun Averrhoa bilimbi dan herba Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1987.
Catharanthus roseus terhadap kadar glukosa darah mencit diabet per- 44. Santana Anggraini. Efek hipoglikemik dekokta biji lamtoro (Leucaena
manen. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, 1986. leucocephala (Lam.) de Wit.) dibandingkan dengan tolbutamida. Fakul
tas Farmasi Universitas Tujuh Belas Agustus, 1988. 67. M. AlibataHarahap. Pengaruh perasan dan ekstrakbuah masakMorinda
45. Nina Hardani. Pengujian efek ekstrak biji Leucaena leucocephala (Lamk) citrifolia Linn. terhadap kadar gula darah kelinci dan perbandingannya
de Witt terhadap kadar glukosa darah tikus. Jurusan Farmasi FMIPA dengan tolbutamida. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera
Institut Teknologi Bandung, 1991. Utara, 1985.
46. Nunuk Istiyarsih. Studi pendahuluan efek hipoglikemik infus daun mindi 68. Hera Lukitawati. Pengaruh mucilago biji Ocimum sanctum Linn ter-
(Melia dubia Cav) pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi Universitas hadap kadar glukosa darah kelinci. Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada, 1987. Airlangga, 1989.
47. Raharsih. Pengaruh perasan umbi bidara upas (Merremia mammosa L. 69. NurhayatiSyarifdkk.Efek hipoglikemik dekokta kulit biji petai (Parkia
Hallier F.) terhadap kadar glukosa darah tikus putih jantan. Fakultas speciosa) dibandingkan dengan tolbutamid. Fakultas Farmasi Univer-
Farmasi Universitas Gajah Mada, 1987. sitas Tujuh Belas Agustus, 1986.
48. Emanetti. Efek hipoglikemia air rebusan daun Mesona palustres BI. pada 70. Muliettaros Munthe. Pengamh infus dan ekstrak akar dari Parkia
pemakaian sediaan glukosa, sukrosa dan pati beras pada orang sakit. speciosa Hassk. terhadap penumnan kadar gula darah kelinci diban-
Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas, 1989. dingkan dengan tolbutamida. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas
49. Endjelbertus Tjandra. Uji efek air rebusan daun cincau hitam (Mesona Sumatera Utara, 1985.
palustris Bl.) dengan campuran pati beras, pati gandum dan pati sagu 71. Latih Ariani. Pengaruh infus serbuk daun apokat terhadap kadar gula darah
terhadap kadar glukosa darah tikus putih jantan. Jurusan Farmasi FMIPA kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala,
Universitas Andalas, 1991. 1980.
50. Lily Sumarni. Pengaruh infus buah pare (Momordica charantia L.) 72. Sis Mardini. Penelitian efek farmakologis dari buncis (Phaseolus vulgaris
terhadap uji toleransi glukosa pada kelinci. Fakultas Farmasi, Univer- ' Linn) terhadap penurunan glukosa darah kelinci. Jurusan Farmasi FMIPA
sitas Widya Mandala, 1983. Universitas Padjadjaran, 1984.
51. Pradana. Pengaruh sari buah pare (Momordica charantia L.) pada toleransi 73. Muchtadi. Uji efek ekstrak etanol buah Phaseolus vulgaris Linn terhadap
glukosa penderita diabetes melitus. Bagian Farmakologi Fakultas kadar glukosa darah tikus. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1987. Padjadjaran, 1987.
52. Kasmida. Uji pendahuluan pengaruh buah pare (Momordica charantia 74. Ahmad Muhadi. Uji efek ekstrak kental Phaseolus vulgaris Linn terhadap
Linn) terhadap kadar glukosa darah manusia normal. Jurusan Farmasi kadar glukosa darah tikus. Studi Kimia Fakultas Pasca Sarjana Institut
FMIPA Universitas Indonesia, 1989. Teknologi Bandung, 1987.
53. Lanny Wijaja. Pemeriksaan pengaruh sari buah Momordica charantia 75. Prihatiwi Setiati. Pengaruh sari air buncis (Phaseolus vulgaris Linn)
terhadap kadar glukosa darah kelinci. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas terhadap kadar glukosa darah tikus putih. Jurusan Farmasi FMIPA
Indonesia, 1986. Universitas Indonesia, 1991.
54. L.M. Sriwoelan. Pengaruh rebusan herba pare alas (Momordica charantia 76. Alex Wijaya Karsiwan. Identifikasi triterpenoid kulit batang kemlaka
L.) terhadap kadar glukosa darah tikus. Fakultas Farmasi Universitas Gajah (Phyllanthus emblica Linn) dan pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah
Mada, 1987. kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, 1992.
55. Asdi. Antidiabetic activity of Momordica charantia fructus (pare), 77. Pudjiawati. Efek hipoglikemik daun ciplukan (Physalis angulata Linn)
1989. pada marmut jantan. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1982.
56. Muhammad Nizar. Efek hipoglikemik endapan perasan buah pare 78. Lina Arini. Efek hipoglikemik batang ciplukan (Physalis angulata
(Momordica charantia L) pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi Linn) pada marmut jantan. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada,
Universitas Gajah Mada, 1991. 1982.
57. Suwadi. Efek hipoglikemik fraksi air perasan buah pare (Momordica 79. Zulkamain. Pengaruh pemberian infus herba Physalis minima Linn
charantia L) pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi Universitas Gajah terhadap kadar gula darah kelinci dan perbedaan dengan tolbutamid.
Mada, 1991. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1984.
58. Dewi Retno Kustiani. Uji banding efek hipoglikemik ekstrak air buah paria 80. Bambang Wispiyono. Pengaruh rebusan dan ekstrak etanol kulit ba,(ang
bodas dan buah patio hejo (Momordica charantia Linn) pada mencit pohon jengkol (Pithecelobium jiringa (Jack) Prain ex King) terhadap
diabetes aloksan. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Padja- kadar glukosa darah kelinci. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas
djaran, 1992. Indonesia, 1991.
59. Lia Deliana. Pengaruh pemberian perasan buah Momordica charantia L 81. Diah Mulyaning Tyas.Pengaruh infus daun Plantagomajor L.terhadap
terhadap kadar glukosa darah kelinci. Fakultas Farmasi Universitas penurunan kadar gula darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamid.
Airlangga, 1986. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1988.
60. Salamun. Pengaruh perasan buah Momordica charantia L terhadap kadar 82. Hayati. Pengaruh infus daun Pterocarpus indicus Willd. terhadap
glukosa darah kelinci. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Airlangga, penurunan kadar gula darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamid.
1986. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1990.
61. Lihawa Daud. Studi tentang daun dan buah pare (Momordica charantia L) 83. Sri Mulyani. Pengaruh pemberian infusa daun ngokilo (Sericocalyx crispus
sebagai obat hipoglitik. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Hasanuddin, (L.) Bremek) terhadap kadar glukosa darah kelinci dengan uji toleransi
1985. glukosa oral. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, 1992.
62. FM. Lily Sumarni. Pengaruh infus daun pare (Momordica charantiaL ) 84. Harmain Morse. Efek hipoglikemia zat pemanis dari Stevia rebaudiana
terhadap uji toleransi glukosa pada kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Bertoni pada kelinci. Jurusan farmasi FMIPA Institut Teknologi Bandung,
Katolik Widya Mandala, 1983. 1986.
63. Pradana Soewondo dkk. Pengaruh sari buah pare (Momordica charantia) 85. Amrizal M. Uji efek infusa daun Symphythum officinale Linn terhadap
pada toleransi glukosa penderita diabetes melitus. Bagian Ilmu Penyakit kadar glukosa darah tikus putih jantad. Jurusan Farmasi FMIPA Uni-
Dalam RSCM, SPTO VI 1988. Depok. versitas Andalas, 1988.
64. Mack Siswandito. Pengaruh infus daun mengkudu (Morinda citrifolia 86. Bambang Sugiyarto. Studi pendahuluan efek hipoglikemik infus daun
Linn) terhadap kadar glukosa darah dan melakukan uji penapisan duwet (Syzygium cumini (L.) Skeels) pada tikus putih jantan. Fakultas
mekanisme kerja pada kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Farmasi Universitas Gajah Mada, 1987.
Widya Mandala, 1986. 87. W. Mimbowati. Penelitian pendahuluan khasiat hipoglikemik dari
65. Nektarindrati. Efek hipoglikemik perasan air buah pace (Morinda citrifolia cortex Syzygium cumini (L). lakultas Farmasi Universitas Airlangga,
L.) pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1982.
1991. 88. MichaelaMegawati. Pengaruhinfus biji duwet (Eugenia cumini Druce)
66. Ki Jonggo Tikno Liman. Pengaruh perasan buah mengkudu (Morinda terhadap uji toleransi glukosa pada kelinci. Fakultas Farmasi Universitas
citrifolia Linn) terhadap kadar glukosa darah kelinci dengan meng- Katolik Widya Mandala, 1983.
gunakan uji toleransi glukosa oral. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, 89. Ngatijan. Uji antidiabetes biji duwet. Fakultas Farmasi Universitas Gajah
1991. Mada, 1988.

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 59


90. Eddy Soesanto Kristianto. Membandingkan efek hipoglikemik rebusan biji Mandala, 1981.
jamblang (Eugenia cumini Drusse) dengan tolbutamida (Penelitian 98. Julia Tanujaya. Pengaruh pemberian infusum Tinospora caukis (batang
Pendahuluan). Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1981. bratawali) terhadap kadar glukosa darah kelinci. Fakultas Farmasi
91. Srie Sutisna S. Pengaruh infus klika jamblang (Eugenia cumini Merr ) Universitas Surabaya, 1988.
sebagai antidiabetik pada tikus putih. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas 99. Suryanto. Pengaruh infus batang brotowali terhadap penurunan kadar gula
Hasanuddin, 1986. darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamida. Jurusan Farmasi FMIPA
92. Pinarto. Pengaruh rebusan daun salam (Syzygium palyanthum Wight. Universitas Sumatera Utara 1988.
Walp) terhadap kadar glukosa darah kelinci. Fakultas Farmasi Universitas 100. Any Guntarti. Pengaruh infus batang bratawali (Tinospora crispa Miers.)
Pancasila, 1988. terhadap kadar glukosa darah tikus. Fakultas Farmasi Universitas Gajah
93. Sujarwoto Sayekti. Uji aktivitas hipoglikemik dan uji fitokimia daun Mada, 1987.
Eugenia polyantha Wight dan herba Borreria laevis Griseb. Jurusan 101. Rumondang Napitupulu. Pengaruh-penggunaan i infus dari daun Vinca
Farmasi FMIPA Universitas Padjadjaran, 1993. alba terhadap gula darah kelinci dan perbandingannya dengan tolbutamid.
94. Ni Putu Maryati. Efek hipoglikemik ekstrak air daun salam (Eugenia Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara, 1981.
polyantha Wight) pada tikus diabetes. Fakultas Farmasi Universitas Gajah 102. Yusuf Ranteta dung. Penelitian pendahuluan pengaruh infus Vinca rosea
Mada 1989. varietas alba (tapak dara) pada kadar gula darah anjing. Jurusan Farmasi
95. Nuzlah Mumiati. Uji efek dari ekstrak kering dauri Stevia rebaudiana FMIPA Universitas Hasanuddin, 1982.
(Compositae) terhadap kadar glukosa darah ltada mencit diabetes. Jurusan 103. Rusdil Anwar. Pengaruh pemberian ekstrak akar laban (Vitex pubescens
Farmasi FMIPA Institut Teknologi Bandung, 1983. Linn) terhadap toleransi glukosa secara oral pada kelinci putih jantan.
96. Ratna Badar. Pengaruh infus batang bratawali terhadap kadar glukosa Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas, 1991.
darah kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1979. 104. Hanny Dyachristianti. Pengaruh infus rambut dari jagung (Zea mays L)
97. Lucy Halim. Pengaruh infus batang bratawali terhadap kadar gula da- terhadap uji toleransi glukosa darah pada kelinci. Fakultas Farmasi
rah puasa dari kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Universitas Katolik Widya Mandala, 1985.

Yang termasuk di dalamnya adalah lidah buaya, babakan pule, menurunkan kadar gula darah pada hewan percobaan dengan
sembung dan katumpangan uler. Di samping itu terdapat ta- ditunjang oleh banyaknya penelitian ilmiahnya.
naman yang penggunaan empirisnya telah ditunjang oleh pe- Beberapa tanaman yang disebut mempunyai khasiat empiris
nelitian ilmiah dan cukup banyak mendapat perhatian adalah belum mendapat perhatian untuk diteliti yaitu: babakan pule,
tapak dara dan belimbing wuluh. Umumnya menunjukkan hasil lidah buaya, sembung dan katumpangan uler.
positif menurunkan kadar glukosa darah pada hewan percobaan.
Ternyata tanaman yang digunakan secara empirik, belum tentu KEPUSTAKAAN
mendapat perhatian besar, dan adakalanya hasil yang diteliti
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Survey Kesehatan Rumah
belum memuaskan dapat berkhasiat seperti yang diharapkan. Tangga 1980.
Karena hampir seluruh percobaan dilakukan pada hewan 2. BadanPenelitiandanPengembanganKesehatan. Survey Kesehatan Rumah
percobaan, menjadi pertanyaan apakah akan mempunyai khasiat Tangga 1985.
yang sama bila diberikan pada manusia ? Fisiologi berbagai 3. BadanPenelitiandan Pengembangan Kesehatan, Survey Kesehatan Rumah
Tangga 1982
jenis hewan berbeda dibandingkan dengan manusia, maka dosis 4. –––, Kebijaksanaan Obat Nasional, Keputusan Menteri Kesehatan Re-
tidak begitu saja dapat diperhitungkan berdasarkan berat badan. publik Indonesia No. 47 MENKES/SK/I 1/1983. Departemen Kesehatan
Cara penyesuaian dosis dengan cara ekstrapolasi yang diketahui RI, 1983, hal 83.
adalah cara Paget dan Barnes 1969 yang secara mudah dapat di- 5. WHO Technical Repoit Senes 727, Diabetes Melhtus, World Health
6. Mandisiswoyo, Radjakmangunsudarso. Cabe Puyang Warisan Nenek
gunakan karena disiapkan dalam label dan cara perhitungannya. Moyang, 1975.
Selain itu informasi yang penting juga adalah terhadap 7. Oan Stenis-Krusemen. Medical plants of Indonesia Asia. 1953.
tanaman klabet (Trigonella foenum graecum L.). Tanaman ini 8. Lilly Perry. Medical plants of Asia and South East Asia. Massachusetts,
digunakan di India untuk diabetes. Selain menurunkan kadar 1980.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Penelitian Tanaman Obat
gula darah, juga dapat menurunkan kolesterol darah akibat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Jilid I s/d VIII.
pemberian secara eksogen. Kandungan biji klabet yang mem- 10. Pradana Soewondo dkk. Pengaruh sari buah pare (Momordica charantia)
punyai aktivitas hipoglikemik ialah alkaloid. Salah satu alkaloid pada toleransi glukosa penderita diabetes melitus. Bagian Ilmu Penyakit
yang dikandungnya ialah trigonelin, yang diketahui mempunyai Dalam RSCM, Fak. Kedokteran UI. SPTO VI, 1988, Depok.
11. Sujarwoto Sayekti. Uji Aktivitas hipoglikemik dan uji fitokimia daun
efek terhadap glikosuria(12). Eugenis polyantha Wight. dan herba Borreria laevis Griseb. Skripsi,
Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Padjadjaran, 1993.
KESIMPULAN 12. Lucie Widowati. Penganuh biji klabet (Trigonella foenum graecum Linn)
Momordica charantia menunjukkan hasil yang positif terhadap kadar gula darah. Cermin Dunia Kedokt 1989; 58.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


Pengalaman Praktek
SAKIT MATA
Seorang pasien wanita datang dari desa berobat mata ke poliklinik mata suatu rumah
sakit pemerintah. Mata kirinya; visus 2/60, pupil kecil dan irreguler disertai stafiloma
kornea. Mata kanan visus 0, ptisis bulbi dengan lekoma dan makula yang luas. Dokter
keheranan melihat pasien ini lalu bertanya :
Dokter : "Mengapa sekarang baru berobat ?, ini sudah terlambat !" (dokter menjelas-
kan).
Pasien : "Begini, dok; mula-mula kedua mata saya tercucuk daun padi lalu saya berobat
ke dukun" (pasien tenang-tenang saja).
Dokter : "Mengapa tidak langsung berobat ke dokter ?"
Pasien : "Sakitnya cuma sedikit, dok !" (membela diri).
Dokter : "Lalu bagaimana caranya dukun itu mengobati mata ibu ??" (tanya dokter lagi
ingin tahu).
Pasien : "Mula-mula mata saya digosok-gosok dengan mata cincinnya kemudian ke
dalam mata dimasukkan ramuan daun-daunan yang sudah ditumbuk halus.
Pada saat itu mata saya tetap sakit tapi akhirnya semakin berkurang namun
mata kanan saya tidak dapat melihat lagi dan mata kiri sangat kabur".
Dokter : "Lalu ibu datang kemari untuk apa ?!!!" (suara dokter agak keras dan sedikit
membentak).
Pasien : "Saya mau mata kanan saya ini dioperasi saja supaya bisa melihat lagi."
Dokter : "Mata kanan ibu itu tidak bisa dioperasi karena sudah tidak dapat melihat lagi"
(dokter menjelaskan).
Pasien : "Apa juga dokter !!!!" (pasien menyentil dengan nada sinis).
Dokter : "Masya-Allah !!!, kalau sudah begini baru ke dokter ! (dokter kesal).
Dr. Imran
Banda Aceh

(Sambungan dari halaman 4)

rota provides days off on Sa- Some factors influence


SHIFT WORK AND SLEEP MAN-
turday and Sunday every four sleep such as sleep wake cy-
AGEMENT
weeks. Metropolitan rota pro- cle, environment, diet or drugs
vides days off on weekend and age.
Sudjoko Kuswadji
Doctor in Occupational Medicine Ja- every 8 weeks. Four person 32 Sleep problem should be
karta, Indonesia hours' cycles provides crew managed according to the
change at midnight, so provides schedule, such as: night shift,
Shift work is a work schedule opportunity to sleep before or rotated night shift, occasional
that is irregular in time. The after work, night shift and evening shift. It is
most affected by this is cir- Reasons for work on shift basis suggested to perform auto
cadian rhythm. Sleep distur- are industrial, characteristics. of hypnosis, provision of better
bances may be the most fre- services and economy. Health sleeping room, restriction of
quent problem among shift problem encountered among food consumption, regulate
workers. shift workers are sleep sport activities and sleep coun-
There are three kinds of shift disturbances, stomach ulcer, seling; the use of hypnotic
work: metropolitan rota, conti- fatigue, emotional problems, sedative medications is not
nental rote and 4 person - 32 smoking, drugs, accident and recommended.
hours' cycle. The continental marital problems. Cermin Dunia Kedokt. 1997: 116: 42-48
Sk

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 61


ABSTRAK
RISIKO PAYAH JANTUNG DI rena alasan lain. Mereka yang ditangani minggu setelah minum juice tersebut.
KALANGAN HIPERTENSI bidan merasa lebih puas, baik pada pe- Prognosis penyakit ini belum jelas:
layanan antenatal, persalinan maupun gejala masih menetap sekalipun me-
Sebagian peserta Framingham postnatal – baik yang dilakukan di reka sudah berhenti minum juice ter-
Study dipelajari untuk menilai risiko rumahsakit maupun yang dilakukan di sebut.
penyakit jantung kongestif di kalang- rumah Lancet 1996: 348: 83-5
Hk
an pasien hipertensi. Lancet 1996; 348: 213-18
Sejumlah 5143 orang diamati se- Hk
lama 20,1 tahun (rata-rata 14,1 ta-
hun); dan 392 yang terkena payah KLONAZEPAM UNTUK EPILEPSI
jantung, 91% di antaranya didahului Dokter di California menggunakan
PENGGUNAAN GH UNTUK TING-
hipertensi.Setelah Variabel lain diper- klonazepam terhadap 10 pasien spasme
GI BADAN
hatikan pasien hipertensi pria mem- infantil dan 10 pasien sindrom Lennox-
Sejumlah 16 anak pendek diberi r-h
punyai risiko dua kali lebih besar Gastaut yang telah refrakter terhadap
GH (biosynthetic human growth hor-
untuk menderita payah jantung pengobatan sebelumnya dengan dosis 2
mone) dengan dosis antara 12,2-21,0
dd 1,25 mg/hari yang dapat dinaikkan
kongestif dibandingkan dengan yang U/m2 permukaan tubuh/minggu selama
normotensif sedangkan d kalangan sampai maksimum 35 mg/kg bb/hari
2 tahun pertama, kemudian dilanjutkan
Selama 6 minggu 25% bebas kejang
wanita, risikonya tiga kah lebih be- dengan dosis 20 U/m2/minggu: pengo-
sar Selain itu adanya infark mio- dan 40% mengalami pengurangan
batan baru dihentikan bila tidak lagi
kard, diabetes, hipertrofi ventrikel frekuensi lebih dari 50%
terdapat pertambahan atau kurang dari
kiri dan penyakit katup jantung juga ½ cm dalam setahun dan epifisis telah J. Child Neurol 1996; 11: 31-4
meningkatkan nsiko payah jantung menutup (melalui pemeriksaan radi- Brw
kongestif. ologik).
Harapan hidup di kalangan pasien Pemberian r-h GH meningkatkan
payah jantung kongestif rendah, tinggi badan, sebanyak rata-rata 2,8 cm ARTEMISININ UNTUK
hanya 24% pria dan 31% wanita pada pria dan 2,5 cm pada wanita, tetapi MALARIA DEWASA
yang masih hidup selama 5 tahun. tidak bermakna bila dibandigkan de- Artemisinin telah dicoba pada pen-
ngan kontrol. derita malaria falciparum dewasa di
JAMA 1996;275:1557-62
Lancet 1996: 348: 13-6 Vietnam.
Brw
Hk Sejumlah 276 pasien mendapat kina
PERSALINAN BIDAN LEBIH ME- HCl im. dengan dosis awal 20 mg./kg.
MUASKAN? BRONCHIOLITIS OBLITERANS bb arthemeter diikuti dengan 10 mg./
Studi di Inggris membandingkan AKIBAT KONSUMSI DAUN kg.bb tiap 8 jam, sedangkan 284 lainnya
pelayanan obstetri oleh bidan (midwife KATUK mendapat 4 mg./kg.bb arthemeter di-
managed care) dengan pelayanan oleh ikuti dengan 2 mg./kg.bb tiap 8 jam.
dokter/RS (shared care). Juice daun katuk dipercaya dapat Keduanya diberikan selama sedikitnya\
Sejumlah 648 wanita ditangani oleh menurunkan badan berat badan, tetapi 72 jam. Kematian dijumpai pada 36
bidan dan 651 ditangani bersama penggunaannya dikaitkan dengan gang- (13%) di kalangan arthemeter dan pada
(shared care). Persalinan yang ditangani guan pernafasan akut akibat bronchioli- 47 (17%) di kalangan kina (p = 0,16,
bidan lebih sedikit yang diinduksi (145- tis obliterans. relative risk untuk arthemeter = 0,74,
23,9% vs. 199-33,3%, 95%CI: 4,4- Setelah laporan pertama pada tahun 95%CI: 0,5–1,11).
14,5), lebih sedikit yang diepisiotomi 1995, para dokter di Taiwan kembali Parasitemia lebih cepat diatasi di
dan lebih banyak yang perineumnya melaporkan 23 kasus wanita berusia kalangan arthemeter (rata-rata 72 vs. 90
tetap intak (p = 0,02) tanpa perbedaan antara 1-52 tahun (rata-rata 39 tahun) jam, p < 0,001), sekalipun demikian,
bermakna dalam hal robekan perineum, yang meminum juice dan katuk selama demam turun lebih lama (127 vs 90 jam,
Sejumlah 32,8% dirujuk oleh bidan– rata-rata 10 minggu; para pasien batuk p <0,001)dan lamanya coma juga lebih
8,7% karena alasan medis, 3,7% ka- dan sesak napas progresif rata-rata 14 lama (66 vs. 48 jam, p = 0,001) dan juga

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997


ABSTRAK
lebih lama tinggal di rumah sakit (88 vs. PENGOBATAN MALARIA ekstrak ini tidak berbeda bermakna bila
240 jam, p = 0,005). Di antara 18124 pasien malaria dibandingkan dengan imipramin.
Pengobatan kina lebih berisiko hipo- falsiparum yang diobati di Centre for Ekstrak ini juga sedang dicoba terhadap
glikemi (RR: 2,7, 95%CI: 1,7–5,5, p < Tropical Diseases, Ho Chi Minh, Viet- seasonal affective disorder dan nyeri
0,001). nam selama 4 tahun, 1176 di antaranya kepala tipe tegang.
N. Engl. J. Med. 1996; 335: 76–83 menderita infeksi berat; 19 dewasa dan Salah satu efek samping ekstrak ini
Hk 3 anak menderita komplikasi post ma- ialah fotosensitivitas.
ARTHEMETER UNTUK MALA- laria neurological syndromes (PMNS), Percobaan farmakologik menunjuk-
RIA SEREBRAL 21 di antaranya setelah infeksi berat. kan bahwa ekstrak Hypericum meng-
Selama ini kina merupakan satu- Insidens PMNS setelah malaria hambat uptake noradrenalin, serotonin
satunya obat untuk malaria serebral. falsiparum diperhitungkan sebesar 1,2 dan GABA pada otak tikus.
Para peneliti di Gambia mencoba (0,7–1,8) per 1000 sedangkan risiko Inpharma 1996; 1058: 4.
arthemeter im. yang dibandingkan relatif pada infeksi berat dibandingkan Brw
dengan kina im. untuk pengobatan 576 dengan pada infeksi biasa adalah se-
anak Gambia yang menderita malaria besar 299 (40–2223). Kasus-kasus ter- STREPTOKINASE UNTUK IN-
serebral. sebut terdiri dari 13 kasus acute confu- FARK OTAK
Ternyata 59 dari 188 anak yang di- sional states atau psikosis, 6 kasus kejang Pada Australian Streptokinase Trial,
obati dengan arthemeter meninggal umum tunggal/berulang 2 kasus kejang pasien stroke iskemik akut yang di-
dunia (20,5%), sedangkan di kalangan umum diikuti kebingungan akut yang diagnosis dalam 4 jam sejak munculnya
kina 62 di antara 288 anak meninggal berlarut dan 1 kasus tremor halus. Se- gejala diberi 1,5 MU streptokinase iv
dunia (21,5%). Dan di antara 418 anak muanya umumnya self-limiting dengan dalam 1 jam (n=174), dibandingkan
yang diperiksa kembali setelah 5 bulan, median 60 jam (24–240 jam. dengan plasebo(n=166),selain itu semua
gejala sisa neurologik ditemukan pada Kasus-kasus ini dikaitkan dengan pasien mendapat 100 mg. aspirin.
di antara 209 anak yang diobati dengan penggunaan meflokuin – kejadiannya Ternyata setelah 3 bulan, penerima
arthemeter (3,3%) dan pada 11 di antara 4,4% (10/228) dibandingkan dengan streptokinase lebih banyak yang cacad
209 anak yang menenima kina (5,2%, yang menggunakan kina–0,3% (1/210); atau meninggal dunia (48,8%vs.44,6%);
p = 0,5). risiko relatif 9,2 (1,2–71,3, p = 0,012). analisis subgrup menunjukkan bahwa
Setelah memperhitungkan variabel Lancet 1996; 348: 417–21 pasien yang mendapat streptokinase da-
lain, odds-ratio untuk kematian di ke- Hk lam 3 jam berhasil baik pada 34.1% vs.
lompok arthemeter 0,84 (95%CI: 0,53– 51.7% di kelompok plasebo. Perbedaan
1,32), sedangkan untuk gejala sisa TANAMAN OBAT UNTUK di atas tidak bermakna, dan setelah 3
neurologik sebesar 0,51 (95%CI: 0,17– DEPRESI bulan perbaikan lebih banyak terjadi di
1,47). Ekstrak herba Hypericumperforatum kelompok streptokinase.
Reaksi lokal di tempat suntikan se- (St John’s wort)-LI 160–sedang diteliti Komplikasi hematoma terjadi pada
besar 0,7% di kalangan arthemeter dan manfaatnya untuk mengatasi depresi 13,2% di kelompok streptokinase di-
5,9% di kalangan kina (p = 0,001). ringan sampai sedang (Hamilton score bandingkan dengan 3% di kelompok
Dari percobaan ini disimpulkan 17–24). plasebo.
bahwa arthemeter sama efektifnya Pada percobaan klinis di Inggris ter- Inpharma 1996; 1057: 17
dengan kina, sedangkan dosis yang hadap 165 pasien 24–65 tahun selama 6 Brw
digunakan ialah untuk arthemeter 3,2 minggu, ekstrak ini diberikan dengan
mg/kg.bb dosis awal diikuti dengan 1,6 dosis 3 dd 300 mg/hari (n=87) diban-
mg/kg.bb/hari selama 4 hari, sedang- dingkan dengan amitriptilin 3 dd 25 mg/
kan dosis kina sebesar 20 mg./kg.bb hari(n=78);ternyata nilai HAM-D turun
dosis awal diikuti dengan 10 mg./kg.bb dari rata-rata 20,8 menjadi 11,8 di ke-
tiap 12 jam selama 5 hari. lompok LI-160 dan dari rata-rata 20,8
N. Engl. J. Med. 1996; 335: 69–75 menjadi 9,5 di kelompok amitriptilin
Hk (p≤0,05). Sedangkan pada depresi berat,

Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Yang bersifat hidrofihik: berikut, kecuali :


a) Pravastatin a) Nyeri berdenyut
b) Lovastatin b) Terasa di daerah sternum
c) Simvastatin c) Bisa menjalar ke rahang
d) Semua hidrofihik d) Dapat disertai paipitasi
e) Semua salah e) Tanpa kecuali
2. Demam rematik dikaitkan dengan infeksi: 7 Yang tidak bersifat anti oksidan:
a) Pneumokok a) Beta karoten
b) Streptokok b) Piridoksin
c) Stafilokok c) Vitamin C
d) Ps. aeruginosa d) Tokoferol
e) H. influenzae e) Semua bersifat anti oksidan
3. Yang tidak termasuk kritena mayor diagnosis demam 8. Faktor yang mempengaruhi risiko timbulnya osteoartritis
rematik: adalah sebagai berikut, kecuali:
a) Karditis a) Berat badan
b) Artralgia b) Usia
c) Khorea c) Jenis Kelamin
d) Eritema marginatum d) Hipertensi
e) Nodulus subkutan e) Aktivitas sendi
4. Penentuan LVII paling baik dengan pemeriksaan: 9. Suntikan intraartikular dengan maksud mehindungi tulang
a) Ro thorax PA rawan (khondroprotektif) menggunakan:
b) Ro thorax lateral a) Kortikosteroid
c) EKG b) Prokain
d) Ekhokardiografi c) Hialuronat
e) Holter monitoring d) Anti inflamasi
5. Nyeri dada akibat infark miokard akut sesuai dengan e) Semua benar
daerah persarafan: 10. Tanaman obat yang paling banyak diteliti efek hipoghike-
a) C1-C4 miknya:
b) C5 - C8 a) Bawang putih (Allium cepa)
c) T1 - T4 b) Seledri (Apium graveolens)
d) T4 – T12 c) Behimbing wuiuh (Averrhoea bilimbi)
e) L1 - L3 d) Pare (Momordica charantia)
6. Nyeri dada akibat infark miokard akut bersifat sebagai e) Stevia (Stevia rebaudiana)

9. C 10. D 8. D 7. B 6. A
4. D 5. C 3. B 2. B 1. A JAWABAN :

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 116, 1997

You might also like