You are on page 1of 10

1. PT.

UNILEVER Di Indonesia, Unilever bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh, produk-produk kosmetik, dan produk rumah tangga. Unilever Indonesia didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever. Pada 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Lever Brothers Indonesia dan pada 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Unilever Indonesia mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1981.dan mempunyai lebih dari 1000 supplier. Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Unilever

2. PT. SEMEN GRESIK INDONESIA PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (dahulu PT Semen Gresik (Persero) Tbk) (IDX: SMGR) adalah pabrik semen yang terbesar di Indonesia. Pada tanggal 20 Desember 2012, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk resmi berganti nama dari sebelumnya bernama PT Semen Gresik (Persero) Tbk[1]. Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden RI pertama dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Pada tanggal 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sehingga menjadikannya BUMN pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Pada tanggal 20 Desember 2012, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Perseroan, resmi mengganti nama dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk, menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Penggantian nama tersebut, sekaligus merupakan langkah awal dari upaya merealisasikan terbentuknya Strategic Holding Group yang ditargetkan dan diyakini mampu mensinergikan seluruh kegiatan operasional. Saat ini kapasitas terpasang Semen Indonesia sebesar 29 juta ton semen per tahun, dan menguasai sekitar 42% pangsa pasar semen domestik. Semen Indonesia memiliki anak perusahaan PT Semen Padang, PT Semen Tonasa dan Thang Long Cement. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Semen_Indonesia

3. HM Sempurna Perusahaan ini meraih kesuksessan dengan merek Dji Sam Soe pada tahun 1930-an hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942 yang memporak-porandakan bisnis tersebut. Setelah masa tersebut, putra Liem, Aga Sampoerna mengambil alih kepemimpinan dan

membangkitkan kembali perusahaan tersebut dengan manajemen yang lebih modern. Nama perusahaan juga berubah seperti namanya yang sekarang ini. Selain itu, melihat kepopuleran rokok cengkeh di Indonesia, dia memutuskan untuk hanya memproduksi rokok kretek saja. PT HM Sampoerna Tbk. resmi didirikan pada tahun 1963. SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/hm Sampoerna

4. KFC KFC (dulu dikenal dengan nama Kentucky Fried Chicken) adalah suatu merek dagang waralaba dari Yum! Brands, Inc., yang bermarkas di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Didirikan oleh Col. Harland Sanders, KFC dikenal terutama karena ayam gorengnya, yang biasa disajikan dalam bucket. Col. Sanders mulai menjual ayam gorengnya di pom bensin miliknya pada tahun 1939 di Corbin, Kentucky yang selanjutnya pindah ke sebuah motel. Ia menutup usahanya pada akhir 1940-an sewaktu jalan tol Interstate melalui kotanya. Pada awal 1950-an, ia mulai berkeliling Amerika Serikat dan bertemu dengan Pete Harman di Salt Lake City, Utah, dan pada tahun 1952 bersama-sama mendirikan restoran Kentucky Fried Chicken yang pertama di dunia (restoran pertamanya tidak menggunakan nama tersebut). Sanders menjual seluruh waralaba KFC pada tahun 1964 senilai 2 juta USD, yang sejak itu telah dijual kembali sebanyak tiga kali. Pemilik terakhir adalah PepsiCo, yang menggabungkannya ke dalam divisi perusahaan Tricon Global Restaurants yang sekarang dikenal sebagai Yum! Brands, Inc. Pada tahun 1997, Tricon terpisah dari PepsiCo. Di Indonesia, pemegang hak waralaba tunggal KFC adalah PT. Fastfood Indonesia, Tbk (IDX: FAST) yang didirikan oleh Kelompok Usaha Gelael pada tahun 1978, dan terdaftar sebagai perusahaan publik sejak tahun 1994. Restoran KFC pertama di Indonesia dibuka pada bulan Oktober 1979 di Jalan Melawai, Jakarta. SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/KFC

5. PIZZA HUT Pizza Hut adalah restoran berantai dan waralaba makanan internasional yang mengkhususkan dalam pizza. Perusahaan ini didirikan pada 1958 oleh dua mahasiswa, Dan dan Frank Carney di Wichita, Kansas. Dia dibeli oleh PepsiCo, Inc. pada 1977. Pizza Hut sekarang ini merupakan restoran pizza berantai terbesar di dunia, dengan hampir 12.000 restoran, kios pengantaran-ambil ke luar di lebih dari 86 negara. Pizza Hut hadir di Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 1984, dan merupakan restoran pizza pertama di Indonesia. Saat ini, Pizza Hut mudah ditemui di kota-kota besar di

seluruh Indonesia. Pemegang hak waralaba tunggal di Indonesia ialah PT Sari Melati Kencana. SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Pizza_Hut 6. Bank Indonesia Awal mula pembentukan bank indonesia adalah di keluarkanya keputasan raja william pertama,yang pada waktu disebut de Javasche Bank. dengan dikeluarkanya surat perintah tanggal 29 desember 1826. kemudian sebagai landasan kerja De javasche Bank, Komisaris Jenderal mengeluarkan keputusan no.28 tertanggal 11 desember 1827. isi surat tersebut berupa oktroi khusus bagi De Javasche Bank. di dalam buku yang saya baca tidak dijelaskan apa yang dimaksud oktroi tersebut,mohon atas jawabnya,sebelumnya terima kasih. Sumber : http://okaardhi.wordpress.com/2010/02/16/sejarah-bank-indonesia/

7. PT. PERTAMINA Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan Pertamin dengan Permina yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Penggabungan ini terjadi pada 1968.[1] Direktur utama (Dirut) yang menjabat saat ini adalah Karen Agustiawan yang dilantik oleh Menneg BUMN Syofan Djalil pada 5 Februari 2009 menggantikan Dirut yang lama Ari Hernanto Soemarno. Pelantikan Karen Agustiawan ini mencatat sejarah penting karena ia menjadi wanita pertama yang berhasil menduduki posisi puncak di perusahaan BUMN terbesar milik Indonesia itu. Kegiatan Pertamina dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan petrokimia, terbagi ke dalam sektor Hulu dan Hilir, serta ditunjang oleh kegiatan anak-anak perusahaan dan perusahaan patungan. SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Pertamina 8. Penerbit Erlangga Penerbit Erlangga merupakan sebuah perusahaan yang menghasilkan berbagai macam percetakan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1952 dan bermarkas di Jakarta. Anak perusahaan yang ada dalam penerbit Erlangga ialah Esis, Phibeta, GAP Print, Eureka Book House, Esensi, Erlangga for Kids, dan Majalah Bravo. Perusahaan ini umumnya menghasilkan berbagai macam buku pelajaran, dll. http://id.wikipedia.org/wiki/Penerbit_Erlangga

9. PT. Gudang Garam Tbk


PT. Gudang Garam Tbk. (IDX: GGRM) adalah sebuah merek/perusahaan produsen rokok populer asal Indonesia. Didirikan pada 26 Juni 1958 oleh Surya Wonowidjojo, perusahaan rokok ini merupakan peringkat kelima tertua dan terbesar di Indonesia (setelah Djarum) dalam produksi rokok kretek. Perusahaan ini memiliki kompleks tembakau sebesar 514 are di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1956 Ing Hwie meninggalkan Cap 93. Dia membeli tanah di Kediri dan memulai produksi rokok sendiri, diawali dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek Inghwie. Setelah dua tahun berjalan Ing Hwie mengganti nama perusahaannya menjadi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam. PT Gudang Garam Tbk tidak mendistribusikan secara langsung melainkan melalui PT Surya Madistrindo lalu kepada pedagang eceran kemudian baru ke konsumen atau produsen.

Sumber : http://www.gudanggaramtbk.com/, http://id.wikipedia.org/wiki/Gudang_Garam 10. Samsung Samsung Group (Hangul: ; Hanja: ; Pengucapan Korea: [sam.s 'up]) merupakan salah satu perusahaan elektronik terbesar dunia. Didirikan oleh Lee Byung-chull pada 1 Maret 1938 di Daegu, Korea, perusahaan ini beroperasi di 58 negara dan memiliki lebih dari 208.000 pekerja. Pada 2003 pendapatannya adalah US$101,7 miliar. Sekarang ini, Samsung beroperasi di 6 bidang bisnis, yaitu telekomunikasi (telepon genggam dan jaringan), Peralatan Rumah Tangga Digital (termasuk mesin cuci, oven gelombang mikro, kulkas, pemutar VHS dan DVD, dll), media digital, LCD, semikonduktor, dan kendaraan bermotor (Termasuk alat berat). Samsung adalah salah satu konglomerat (chaebol) Korea Selatan terbesar yang bermulai sebagai perusahaan ekspor pada 1938 dan dengan cepat berkembang ke bidang lainnya. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Samsung

PROSES INTEGRASI SOSIAL MULAI DARI ZAMAN HINDU HINGGA ZAMAN KEMERDEKAAN Proses integrasi nasional Indonesia sesungguhnya masih terus berlangsung. Proses integrasi nasional ini masih dalam proses penyelesaian sehingga bentuk bakunya masihlah dicari. Dalam kasus Indonesia pula, terdapat sejumlah penjelasan guna menggambarkan metode terjadinya integrasi nasional. Penjelasan-penjelasan ini memiliki aneka perbedaan titik tekan. Seluruh pendekatan yang tersedia kemudian dapat dipertimbangkan signifikansinya sebagai metode integrasi nasional Indonesia. Neopatrimonialisme Pertama adalah penjelasan David Brown tentang metode integrasi Indonesia yang ditentukan elit.[1] Brown menggunakan istilah Neo Patrimonialisme dalam kasus integrasi nasional Indonesia. Untuk memahami Neopatrimonialisme, paling jelas dikontraskan dengan apa yang Max Weber maksud dengan Patrimonialisme, yang menurutnya: [...] the object of obedience is the personal authority of the individual which he enjoys by virtue of his traditional status. The organized group exercising authority is, in the simplest case, primarily based on relations of personal loyalty, cultivated through a common process of education. The person exercising authority is no a superior, but a personal chief. His administrative staff does no consist primarily of officials, but of personal retainers [...] What determines the relations of the administrative staff to the chief is not the impersonal obligations of office, but personal loyalty to the chief.[2] Dalam patrimonialisme, sistem pemerintahan terbangun lewat ikatan antara pimpinan pemerintah tertentu (ketua adat, raja, sultan) atau orang berpengaruh di mana ia diangkat ke dalam posisi tertentu di dalam kekuasaan pusat. Orang-orang ini punya pengikut yang mengikutinya berdasarkan loyalitas personal. Jaringan-jaringan patron-klien ini kemudian mengembangkan loyalitas masing-masing yang awalnya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional kendati hanya elit (patron) yang memahami perubahan sifat tersebut. Negara patrimonial sebab itu merupakan puncak dari suatu masyarakat yang dikarakteristikkan oleh hubungan patron-klien tradisional. Negara patrimonial bergantung pada seberapa besar loyalitas rakyat pada pemimpin lokalnya, dan loyalitas para pemimpin lokal kepada pemerintah pusat. Ia mengandalkan stabilitas sistem politik tradisional kedaerahan yang berkembang. Misalnya, ketaatan rakyat Yogyakarta kepada Sultan Hamengkubuwono X dan ketaatan Sultan Hamengkubowono kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Ketaatan Sultan kepada pimpinan nasional agak sulit disebut ketaatan dalam bentuk patrimonial.

Patrimonialisme relatif mudah andaikata struktur asli masyarakat tiap-tiap suku bangsa masih beroperasi. Patrimonialisme mengandalkan kuatnya adat dan kebudayaan dalam menjamin integrasi sosial. Atau, ketika ketokohan personal berdasarkan wilayah geografis, suku, ataupun agama masih kuat. Lalu, apa yang membedakan antara patrimonialisme dengan neopatrimonialisme? Perbedaan utamanya terletak pada perubahan hubungan antara pengikut dan pemimpin. Dalam patrimonialisme, elit patrimonial menyatakan dirinya sebagai kelas istimewa yang menempatkan dirinya sebagai monopol sumber daya sekaligus distributor dominan dalam hal kuasa dan kesejahteraan. Ini dapat terjadi andaikan pemimpin patrimonial mampu menjamin keamanan dan perlindungan yang ia berikan kepada para pengikut. Efektivitas elit patrimonial dalam konteks struktur masyarakat tradisional cukup tinggi dan akan merendah tatkala struktur-struktur tersebut mengalami perubahan. Dalam neopatrimonialisme, kepadatan moral (moral density) perubahan ikatan tradisional, meningkatnya mobilisasi penduduk (vertikal, horisontal), dan tersebarnya harapan akan demokrasi, membuat para elit patrimonial makin sulit memelihara ikatan patron-klien terhadap massanya. Loyalitas dari para pengikut kini berubah dari sekadar perlindungan dan keamanan menjadi bersifat material (kuasa, uang, kemakmuran). Birokrasi yang legal-rasional mengentarai hubungan elit-massa pada masyarakat neopatrimonial. Neopatrimonial ditandai hadirnya lembaga-lembaga politik modern yang menghendaki impersonalitas. Namun, di Indonesia patrimonialisme sesungguhnya masih berkembang di dalam organ-organ negara yang modern. Elit neopatrimonial kebingungan dalam bertindak: Di satu sisi mereka harus bergerak dalam lingkup organisasi yang legal-rasional, punya serangkaian aturan jelas yang harus ditaati, serta harus bertanggung jawab secara profesional sesuai gambaran wewenang, tetapi di sisi lain mereka secara subyektif menganggap organisasi tempatnya bekerja sebagai milik pribadi dan bisa mereka perlakukan sesuai kepentingan pribadinya pula. Terjadi konflik kepentingan dalam diri elitelit neopatrimonial Indonesia dan ini hampir merata terjadi dari pemerintah pusat hingga lokal. Dalam konteks neopatrimonial, pemimpin massa yang tadinya (secara tradisional) memiliki pengikut loyal, kini mulai bergeser. Mereka tidak stabil dan konstan lagi dalam menggamit massa-nya sendiri dan kemudian, untuk menyelamatkan posisi, turun tahta menjadi broker politik dari para elit politik puncak (tingkat nasional). Pemimpin yang awalnya menguasai monopoli loyalitas massa suatu daerah kini terpecah. Dalam suatu daerah muncul communal leader yang berbeda dengan pemimpin tradisional. Pemimpin-

pemimpin baru ini mengklaim punya massa tertentu dan bersedia membela mereka baik secara material maupun politik: Reward yang diberikan oleh elit neopatrimonial bukan perlindungan melainkan resouces material yang sumbernya sayangnya kini bukan dari pemilikan pribadi melainkan milik negara (publik). Akibatnya, muncul gejala letat cest moi (negara adalah saya): Birokrasi-birokrasi negara yang dikelola elit politik dianggap milik pribadi dan seperti inilah watak umum dari elit neopatrimonial di Indonesia. Ketaatan massa kepada elit neopatrimonial ada sejauh para elit mampu memberi kompensasi material yang mencukupi bagi mereka. Ketaatan massa kepada elit tidak lagi bersifat personal melainkan impersonal. Impersonalitas ini membuat massa mulai tidak peduli kepada personal mana mereka taat melainkan kepada efek-efek impersonal yang mampu mereka berikan seperti kesejahteraan, keamanan, atau keadilan. Integrasi nasional yang dilandaskan pada neo-patrimonialisme ini rentan terhadap konflik. Elit neo-patrimonial dapat dengan mudah memanfaatkan massa-nya demi kepentingannya sendiri. Integrasi nasional Indonesia dari masa kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan (bahkan dapat disebut hingga masa kini) memperlihatkan model integrasi Patrimonial dan NeoPatrimonial ini. Dalam masyarakat kolektif Indonesia, sulit dipungkiri peran elit politik dalam mengintegrasikan massa mereka dan, buruknya, dalam memecah bangsa ini. Kekecewaan elit politik-lah yang banyak memunculkan peristiwa-peristiwa pemberontakan tatkala Indonesia baru berdiri. Ketika elit patrimonial mulai memudar, kembali elit neopatrimonial (biasanya pengusaha atau tokoh-tokoh masyarakat) mengambil peran. Integrasi Indonesia tidak lebih sebagai integrasi dari para elit neopatrimonial ini.

Teori Dimensi Christine Drake mengutarakan tesis tentang empat faktor yang mendorong integrasi nasional Indonesia.[3]Pertama, dimensi historis-politis yang menekankan kepada persamaan nasib selaku rakyat yang terjajah Hindia-Belanda, yang membangun kesadaran bersama mencapai satu tujuan. Dimensi ini kentara tatkala para pendiri negara Indonesia melakukan kegiatan kampanye dan propaganda kesatuan nasional. Secara garis besar teori ini sangat mirip dengan teori Ernst Renan tentang terciptanya sebuah bangsa. Dimensi ini telah secara luas dijabarkan dalam bab-bab terdahulu. Dimensi historis-politis interaksi antar elemen komunitas politik nusantara lalu mendorong sejumlah elit untuk membentuk nasion Indonesia. Perlu diakui bahwa terbentuknya Indonesia adalah konsensus elit, bukan sebuah referendum. Namun, elit-elit tersebut kemudian

mendiseminasi kesepakatan mereka kepada masing-masing klien mereka (massa masing-

masing). Hal ini lumrah saja karena kecenderungan integrasi elit ini tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan di banyak negara lain semisal Malaysia ataupun Irak. Sehubungan dengan dimensi historis-politik, integrasi yang muncul pra kemerdekaan 1945 adalah bukan subordinasi melainkan kesetaraan. Masing-masing komunitas politik (daerah-daerah) memiliki derajat otonomi (khususnya dalam hal budaya dan ekonomi) yang tinggi. Ketika negara Indonesia coba melakukan subordinasi atas kedua unsur tersebut, isu separatisme kemudian muncul. Kini, Indonesia memiliki perangkat Undang-undang di bawah Konstitusi yang mengatur secara jelas kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jika dilihat secara mendasar, maka pembagian kewenangan tersebut mirip dengan situasi pra kolonial di mana otonomi komunitas-komunitas politik, khususnya di bidang ekonomi, sangatlah tinggi. Kedua, dimensi sosiokultural yang termasuk atribut-atribut budaya yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, dan kemudian membimbing pada ikatan bersama untuk bersatu di dalam Indonesia. Bahasa Indonesia yang kini menjadi bahasa resmi Indonesia tidak muncul sekonyong-konyong. Bahasa ini berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu adalah lingua franca yang menjadi bahasa pengantar hubungan penduduk antar pulau-pulau nusantara. Bahasa Melayu sendiri, seperti telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, menyerap sejumlah unsur budaya yang pernah berkembang di Indonesia yaitu kebudayaan India dan Islam. Dengan demikian, Bahasa Indonesia adalah sebuah bahasa yang penggunaannya bukan up to bottom melainkan bottom to up. Bahasa Indonesia disusun secara induktif, bukan deduktif. Sehingga dapat dinyatakan Bahasa Indonesia adalah milik semua orang Indonesia, bukan hanya milik orang Sumatera, Papua, atau Jawa saja. Hal baiknya dalam konteks integrasi nasional, Indonesia belum pernah mengalami persengketaan soal bahasa nasional ini seperti yang menimpa Malaysia, Pakistan, ataupun Filipina. Mengenai masalah agama, Islam adalah salah satu elemen kunci perekat. Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia dan Islam hingga kini telah menjalankan perannya sebagai basis kohesi bangsa. Hal ini harus disebutkan karena masalah agama kerap menjadi basis perpecahan sebuah bangsa seperti terjadi di India (sebelum pecah menjadi India, Pakistan, dan Bangladesh), Inggris dan Irlandia (protestan dan katolik), ataupun Libanon (perpecahan antarsekte dan antaragama). Islam di dalam ajarannya tidak lantas menegasikan begitu saja agama dan kepercayaan yang berkembang di luarnya lewat pernyataan untukmu agamamu dan untukku agamaku. Hal ini merupakan pernyataan tegas doktrin toleransi antarumat beragama dan salah satu saham terbesar keutuhan Indonesia

yang agama dan kepercayaan penduduknya sesungguhnya selaras dengan pernyataan Islam ini. Integrasi nasional tidak akan bertahan jika suatu budaya, yang karena punya pendukung terbesar, lantas menegasikan yang kecil. Hal ini sangat krusial bagi Indonesia yang punya ratusan bentuk budaya lokal spesifik. Masing-masing budaya cenderung mempertahankan eksistensinya dan menyikapi upaya penyeragaman budaya sebagai bentuk agresi. Indonesia tidak akan bertahan lama jika bentuk-bentuk agresi budaya dibiarkan terjadi. Dalam konteks ini pula, paradigma masyarakat majemuk perlu diganti dengan paradigma multikultural. Paradigma masyarakat majemuk mengandung bias kolonialisme Barat yang awalnya dimaksudkan demi memecah masyarakat jajahan berdasarkan garis budaya. Paradigma masyarakat majemuk perlu diganti dengan paradigma multikultural yang di Indonesia sesungguhnya telah diwakili semboyan bhinneka tunggal ika. Ketiga, dimensi interaktif, yaitu tingkat kontak yang terbangun antara orangorang yang diam di wilayah yang kini menjadi Indonesia, di mana mereka satu sama lain saling berkomunikasi lewat perdagangan, transportasi, telepon, migrasi, dan televisi. Seperti juga telah dipaparkan dalam bab-bab terdahulu, pola perpindahan penduduk di Indonesia sudah sedemikian canggih dalam arti hampir di setiap wilayah Indonesia tidak lagi terdapat monoetnis. Hal ini mendorong interaksi antaretnis yang lebih intens dan diharapkan akan mendorong terciptanya kondisi saling paham antaretnis. Tentu saja, masing-masing etnis akan tetap semaksimal mungkin memelihara adat dan kebiasaan masing-masing. Namun, jika hal tersebut ditunjang oleh perkembangan serupa di sisi paradigma multikultural maka pemeliharan identitas etnis di wilayah domisili etnis lain tidak akan menjadi persoalan sensitif. Justru, masing-masing etnis memiliki kesempatan untuk mempelajari cara-cara hidup yang lebih baik dari etnis satu dan lainnya untuk perkembangan individualitas mereka masing-masing. Keempat, dimensi ekonomi, yaitu kesalingtergantungan ekonomi antar regionregion yang ada di Indonesia. Dimensi keempat ini telah pula dilalui bangsa Indonesia ketika zaman perdagangan rempah-rempah di kepulauan nusantara.[4] Setelah Indonesia berdiri, kesalingtergantungan tersebut justru memperoleh kesempatan untuk diregulasi kembali secara lebih baik. Pemerintah pusat dapat bertindak selaku regulator dan distributor sumber daya langka dan mengalihkannya dari satu wilayah yang berlebih kepada wilayah lain yang kekurangan. Derajat keuntungan Indonesia sebagai sebuah wilayah kesatuan lebih tinggi ketimbang terpecah-pecah ke dalam negara-negara kecil yang berdiri sendiri. Biaya ekonomi perpindahan sumber daya dari wilayah satu ke wilayah lain akan selalu lebih

rendah jika wilayah-wilayah tersebut masih bergabung ke dalam satu negara ketimbang berdiri sendiri-sendiri. Teori Proses Industri Anthony Harold Birch coba mencari jawaban bagaimana kelompok etnik dan budaya yang saling berbeda mengikat diri ke dalam sebuah masyarakat nasional dan mendirikan negara nasional.[5] Sebagai proses, integrasi nasional merupakan produk dari kebijakan pemerintah (atau elit) yang disengaja. Teori proses industri memandang integrasi nasional awalnya tidak direncanakan lewat mobilisasi sosial. Integrasi tidak sengaja ini intinya merupakan hasil dari bagaimana industrialisasi mengundang pekerja meninggalkan desa asal untuk cari kerja di area industri baru. Perpindahan ini menggerogoti komunitas-komunitas sosial asli di area pedesaan dan memobilisasi pekerja untuk terserap di masyarakat nasional yang lebih besar. Hubungan kedaerahan menjadi lemah, bahasa dan dialek lokal makin samar, untuk kemudian digantikan bahasa nasional. Budaya lokal dan kebiasaan turun-temurun kehilangan pendukungnya. Alat transportasi, juga menyumbang point dalam integrasi nasional. Pembukaan jalan membuat wilayah-wilayah dan penduduk terlebur, berinteraksi, saling pengaruh. Terlebih, media massa kemudian muncul memberikan informasi-informasi baru harian kepada pemirsa yang bisa dicapainya. Anggota-anggota masyarakat yang tadinya berasal dari budaya atau kultur spesifik secara gradual masuk ke dalam terminologi masyarakat yang lebih luas.

SUMBER : http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/proses-integrasi-nasional-indonesia.html

You might also like