You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai masalah klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktik klinis. Jumlah penduduk di Indonesia menurut data PBB, Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414%, hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia, presetase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4% dari total penduduk, tahun 1990 meningkat menjadi 5,8% dan di tahun 2000 mencapai 7,4%. Dokteryang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle dan Sherry, 2009). Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al.,2007)

1|Page

B. Rumusan Masalah Bagaimana teknik komunikasi terapeutik yang benar terhadap klien lanjut usia? C. Tujuan Penulisan Tujuan Umum 1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam menerapkan komunikasi terapeutik pada lansia. 2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang komunikasi terapeutik pada lansia. Tujuan Khusus Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan

keterampilan pada mahasiswa Politeknik Kesehatan Banjarmasin dalam menerapkan proses komunikasi terapeutik pada klien lansia.

2|Page

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi dan Lanjut Usia Komunikasi merupakan suatu hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja, 1986 : 13) Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301) komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik. Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan

3|Page

menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni: 1. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas). 3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

B. Komunikasi pada lansia Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan ketrampilan komunikasi yang tepat juga perlu memperhatikan waktu yang tepat. a. Keterampilan komunikasi Listening/Pendengaran yang baik yaitu: 1. Mendengarkan dengan penuh perhatian. 2. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih. 3. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.

b. Teknik komunikasi dengan lansia Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar

4|Page

komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain: 1. Teknik asertif Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia. 2. Responsif Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertan yaan Apa yang sedang bapak/ibu pikirkan saat ini, apa yang bisa saya bantu? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien 3. Fokus Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat

5|Page

hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan. 4. Supportif Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan , senyum dan menganggukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya selama memberi dukungan baik secara materil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu. 5. Klarifikasi Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu

6|Page

kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi?, bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi? 6. Sabar dan Ikhlas Seperti di ketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanakkanakan perubahan ini bila tidak di sikapi dengan sabar dan iklas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, salut namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan non asertif. Agresif Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan perilakuperilaku di bawah ini: 1. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara) 2. Meremehkan orang lain 3. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain 4. Menonjolkan diri sendiri 5. Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan

7|Page

Non asertif Tanda-tanda dari non asertif ini adalah: 1. Menarik diri bila di ajak berbicara 2. Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri) 3. Merasa tidak berdaya 4. Tidak berani mengungkap keyakinaan 5. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya 6. Tampil diam (pasif) 7. Mengikuti kehendak orang lain 8. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan menurunnya fisik dan psikis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara lain: 1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien. 2. Keraskan suara Anda jika perlu. 3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut Anda. 4. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.

8|Page

5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif. 6. Jangan berharap untuk berkomunikasi denagn cara yang sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk

mengungkapkan perasaan dan pemahamannya. 7. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana. 8. Bantulah kata-kata Anda dengan isyarat visual. 9. Serasikan bahasa tubuh Anda dengan pembicaraan Anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara Anda yang menggembirakan (misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya). 10. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut. 11. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan Anda. 12. Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan Anda menyelesaikan kalimat. 13. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit

mendengarkannya. 14. Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.

9|Page

15. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama Anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

c. Lingkungan wawancara 1. Posisi duduk berhadapan Perawat duduk sangat dekat dan berhadapan dengan klien lansia. Duduk sedekat mungkin 1 sampai 2 kaki dapat diterima jika terdapat penurunan penglihatan atau pendengaran. Jika individu-individu tampak berhati-hati atau takut, jarak dapat lebih besar pada waktu permulaan wawancara dan kemudian dikurangi sesuai berkembangnya wawancara. Perawat harus duduk dengan kepala sedekat mungkin dengan ketinggian mata klien. 2. Jaga privasi 3. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam 4. Kurangi keramaian dan berisik 5. Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita mengekspresikan diri kita sendiri efek dari komunikasi adalah pengaruh timbal balik seperti cermin.

C. Kendala-Kendala dan Hambatan dalam Berkomunikasi dengan Lansia 1. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan

berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.

10 | P a g e

2. Penurunan

daya

pikir

sering

menyebabkan

gangguan

dalam

mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang. 3. Perawat sering memanggil dengan nenek, sayang, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya. 4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian. 5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya. 6. Gangguan sensoris dalam pendengarannya 7. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal. 8. Overload dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang. 9. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya fokus pada rasa sakit, haus, lapar, capek, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain. 10. Hambatan pada pribadi: penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita. 11. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes.

11 | P a g e

D. Teknik Pendekatan dalam Perawatan Lansia pada Konteks Komunikasi dan Reaksi Penolakan

a. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada konteks komunikasi 1. Pendekatan Fisik Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.

2. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat sebagai konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung masalah pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.

3. Pendekatan Sosial Pendekatan ini di laksanakan meningkatkan keterampilan

berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan.

12 | P a g e

4. Pendekatan Spiritual Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.

b. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk

mengakui secara sadar terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian kejadian nyata sesuatu yang merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan penolakan antara lain: 1. Penolakan segera reaksi penolakan klien Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut: a. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila sedang mengalami puncak reaksi. b. Ungkapkan kenyataan yang dialami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan yang merisaukan. c. Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.

2. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri

13 | P a g e

Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan dilakukan serta upaya untuk memandikan klien, antara lain: a. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat dan macam perawatan. b. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan. c. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya.

3. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat terealisasi dengan baik dan cepat. Upaya ini dapat dlaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut: a. Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan perasaannya. b. Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal hal yang dapat dilakukan dalam rangka membantu. c. Hendaknya pihak pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.

14 | P a g e

d. Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.

E. Keterampilan Komunikasi Terapeutik pada Lansia a. Keterampilan komunikasi terapeutik, dapat melalui: 1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara 2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. 3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. 4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak 5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien. 6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda

kepribadian pasien dan distress yang ada 7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi. 9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.

15 | P a g e

10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin. 11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan

kemampuan penglihatan. 12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. 13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

b. Prinsip gerontologis untuk berkomunikasi Menjaga agar tingkat kebisingan minimum. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas. Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana. Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan rohani. Berbicara pada tingkat pemahaman klien. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

16 | P a g e

F. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan pada Lansia Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah: Empati Istilah empati menyangkut pengertian: simpati atas dasar pengertian yang mendalam. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatrik harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita

tersebut.Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia. Yang harus dan jangan Prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan

beneficence,pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (yang terpenting jangan membuat seseorang menderita). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari ras nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.

17 | P a g e

Otonomi Yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri.Tentu sekali saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan,apakah penderita dapat membuat putusan secara mendiri/bebas. Keadilan Yaitu prinsip pelayanan geriatrik harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

18 | P a g e

Contoh Kasus Ny. R, 60 tahun, janda, baru saja dimasukkan ke panti wreda oleh keluarganya. Ketika baru datang, perawat seringkali melihat Ny. R menangis. Bila ditanya oleh perawat, Ny. R hanya diam dan tidak mau bicara dan menjauh. Tidak jarang Ny. R berdiam diri di kamar. Pertanyaan: 1. 2. 3. 4. Bagaimana melakukan pengkajian pada Ny. R? Data apa saja yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi masalah pada Ny. R? Bagaimana melakukan komunikasi yang tepat dengan Ny. R? Apa saja yang dibutuhkan perawat untuk bisa berkomunikasi dengan Ny. R?

Pengkajian pada Ny. R Pengkajian dilakukan dengan metode anamnesa terhadap klien, keluarga serta lingkungan sekitar klien. Anamnesa ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik terhadap klien kelompok usia lanjut secara fisik, psikologis dan spiritual. PENGKAJIAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. a. Nama/Nama Panggilan Tempat Tanggal Lahir/Usia Jenis Kelamin Agama Pendidikan Alamat : Ny. R : Semarang, 14 Januari 1950/60 tahun : Perempuan : Islam : SPG : Semarang

b. c.

Riwayat Psikososial Klien dulunya tinggal bersama anak dan menantunya. Klien dititipkan di panti wreda karena kesibukan anaknya agar klien lebih terurus dan banyak teman. Sejak saat klien masuk panti wreda, klien merasa terbuang dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial di panti tersebut. Seringkali klien menangis, diam tak berbicara walaupun diajak berkomunikasi. Riwayat Spiritual Meski terlihat apatis, klien tetap beribadah seperti biasanya. Kebutuhan Komunikasi dan Mental Berbicara hanya seperlunya, terlihat diam, acuh tak acuh dan menangis saat diajak berbicara serta banyak menunduk. Keadaan emosi terlihat murung dan sedih. Klien jarang berkomunikasi dengan perawat maupun lansia lain yang juga tinggal di panti wreda.

Data identifikasi masalah pada Ny. R Data Subjektif


19 | P a g e

Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan/pembicaraan. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan orang lain

Data Objektif Kurang spontan ketika diajak bicara Apatis Ekspresi wajah kosong Menurun/tidak adanya komunikasi verbal, cenderung diam, sering menangis Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara

Teknik Komunikasi yang Tepat pada Ny. R a. b. c. d. Teknik Asertif Responsif Supportif Sabar dan Ikhlas

Kompetensi yang dibutuhkan perawat untuk berkomunikasi dengan Ny. R antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menguasai bahan/pesan yang akan disampaikan Menguasai bahasa klien Memiliki keyakinan Bersuara lembut Percaya diri Ramah (penunjukkan penerimaan) Sopan dan santun Jujur dan bijaksana

Disamping itu perlu diciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi, misalnya suasana terbuka, akrab, santai, bertatakrama dengan posisi menghormat dan harus memahami keadaan lansia, menyediakan waktu ekstra bagi lansia untuk menjawab pertanyaan, mendengar aktif, menjaga kontak mata, menetapkan kontak mata, menetapkan topik dalam satu waktu, serta mengawali percakapan dengan topik sederhana.
20 | P a g e

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Teknik komunikasi yang diterapkan oleh perawat pada lansia bisa melalui pendekatan asertif, responsif, fokus, supportif, klarifikasi, sabar dan ikhlas. Sedangkan untuk teknik pendekatan kepada klien lansia bisa melalui teknik pendekatan fisik, pendekatan psikologis, pendekatan sosial, dan pendekatan spiritual.

B. Saran Saat melakukan komunikasi terapeutik pada lansia, sebagai perawat kita tidak lupa untuk memperhatikan apa saja yang menjadi kebutuhan, kondisi, dan hambatan yang mungkin terjadi pada klien lansia tersebut dan juga tidak melupakan untuk menggunakan teknik maupun pendekatan pada lansia yang telah dipelajari.

21 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Lueckenotte, Annette Giesler. 1997. Pengkajian Gerontologi. Jakarta: EGC. Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.
http://UangDownload.Com/link-kategori-1/45/56069. Rabu, 22 Mei 2013. Pukul 11.32. http://narsistikes.blogspot.com/2012/12/makalah-ilmu-keperawatan-dasar-ii.html?m=1. Rabu, 22 Mei 2013. Pukul 11.32. http://m.kopasiana.com/post/alternatif/2010/12/04/komunikasi-pada-lansia-di-pantiwredha-dan-aplikasinya/. Selasa, 28 Mei 2013. Pukul 18.39.

22 | P a g e

You might also like