Dokumen tersebut merupakan laporan hibah penulisan buku ajar untuk mata kuliah Teknik Produksi Kapal yang disusun oleh Wahyuddin untuk Program Studi Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin. Buku ajar ini membahas tentang proses pembangunan kapal, perkembangan teknologi produksi kapal, desain produksi kapal, rancangan blok kapal, dan sistem accuracy control.
Dokumen tersebut merupakan laporan hibah penulisan buku ajar untuk mata kuliah Teknik Produksi Kapal yang disusun oleh Wahyuddin untuk Program Studi Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin. Buku ajar ini membahas tentang proses pembangunan kapal, perkembangan teknologi produksi kapal, desain produksi kapal, rancangan blok kapal, dan sistem accuracy control.
Dokumen tersebut merupakan laporan hibah penulisan buku ajar untuk mata kuliah Teknik Produksi Kapal yang disusun oleh Wahyuddin untuk Program Studi Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin. Buku ajar ini membahas tentang proses pembangunan kapal, perkembangan teknologi produksi kapal, desain produksi kapal, rancangan blok kapal, dan sistem accuracy control.
TEKNIK PRODUKSI KAPAL OLEH WAHYUDDIN NIP: 19720205 199903 1 002 PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDINTAHUN 2011 J udul BukuAjar : Teknik Produksi Kapal Nama Lengkap : Wahyuddin,ST.,MT NIP : 197202051999031002 Pangkat : Penata/IIIc J urusan/ ProgramStudi : Teknik Perkapalan/ Teknik Perkapalan Fakultas/Universitas : Teknik/ Universitas Hasanuddin Alamat e-mail : wahyumustafa@yahoo.co.id Biaya : Rp.5.000.000,-(Limajuta rupiah) Dibiayai olehdana DIPA BLU Universitas Hasanuddin tahun 2011Sesuai SK Rektor Unhas Nomor : 20875/H4.2/K.U.10/2011,Tanggal 29Nopember 2011 Makassar, Nopeber 2011 Dekan Fakultas Teknik Penulis DR-Ing.Ir..WahyuA. Piara, MSME Wahyuddin, ST.,MT NIP : 196003021986091001 NIP : 197202051999031002 Mengetahui Ketua LembagaKajiandanPengembanganPendidikan(LKPP) Universitas Hasanuddin Prof.Dr.Ir. LellahRahim,M.Sc NIP : 196305011988031 004 KATA PENGANTAR Buku Ajar mata kuliah (358D3102) Teknik Produksi Kapal disusun sebagai upaya untuk menumbuhkan minat dan apresiasi yang tinggi khususnya terhadap desain produksi kapal, dengan minat yang ditumbuhkan dari hasil pemahaman dan pengkristalan nilai-nilai tentang desain produksi diharapkan menimbulkan motivasi bagi peserta didik untuk belajar dengan baik dan giat. Tumbuhnya motivasi belajar dapat memacu dan memicu penyelesaian tugas secara tepat waktu, pemahaman secara menyeluruh tentang teori-teori desain produksi kapal serta kesadaran terhadap sasaran pembelajaran mata kuliah teknik produksi kapal. Garis besar penyusunan Buku Ajar ini mengikuti sistematika GBRP yang dibagi menjadi 6 (enam) Bab. Bab pertama berisi tentang profil dan kompetensi lulusan Program Studi Teknik Perkapalanserta analisis kebutuhan buku ajar dan GBRP. Bab kedua membahas tentang proses pembangunan kapal dan terminologi-terminologi yangberhubungan dengan desainproduksi kapal. Bab ketiga membahas tentang evolusi perkembangan teknologi produksi kapal mulai dari pendekatan konvesional sampai moderen. Bab keempat membahas tentang lingkup desain kapal, desain produksi kapal, grup teknologi serta proses pembangunan kapal berorientasi sistem (SWBS) dan produk (PWBS). Bab kelima membahas tentang penerapan salah satu itemproses pembangunan kapal berorientasi produk yaitu membuat rancangan blok kapal mencakup materi pembelajaran prarancangan blok, optimasi rancangan blok dan penentuan dimensi dan berat blok termasuk tata kode dan klasifikasi serta spesifikasi material. Bab keenammembahas tentang siklus manajemen sistemaccuracy control sebagai bagiandari proses pembangunan kapal berorientasi produk. Buku ajar ini masih banyak menggunakan istilah-istilah, atau kata-kata asing yang masih sesuai dengan teks aslinya. Oleh penulis tidak berusaha untuk diterjemahkan karena dikuatirkan maknanya menjadi kabur atau bias, disamping itu istilah-istilah tersebut umum digunakan di lingkungan kerja terutama galangan kapal. Buku Ajar ini disusun untuk melengkapi Buku Panduan Dan Petunjuk Tugas Rancangan Blok Kapal Edisi Kedua yang telah rampungkan tahun 2010, dengan perpaduan keduanya diharapkan dapat menerapkan secara konsisten dan berkelanjutan strategi pembelajaran berpusat pada mahasiswa (SCL) yang berdasarkan GBRP mata kuliah Teknik Produksi Kapal. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang mendukung tersusunnya buku ajar ini, khususnya Herawati Arif dan Altaf Athari Wahyuddin, serta berharap pembaca memberikan tanggapan dan kritikan untuk kesempurnaan penulisan berikuntya. Makassar, Nopember 2011 Penulis DAFTARISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii SENARAI KATA PENTING BAB 1 PENDAHULUAN 1 Profil Lulusan ProgramStudi 1 Komptensi Lulusan 1 Analisis Kebutuhan Pembelajaran 2 Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) 4 BAB 2 PROSES PEMBANGUNAN KAPAL 9 Pendahuluan 9 Uraian Bahan Pembelajaran 9 Proses PembangunanKapal 9 Terminologi dan Defenisi Pembangunan Kapal 13 Kapal 13 Tipe Kapal 14 Fasilitas Galangan 23 Organisasi 29 Tenaga Kerja 31 Penutup 32 Soal-soal Latihan Mandiri 32 Tugas Mahasiswa Berkelompok 32 Daftar Bacaan 33 BAB 3 PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAPAL 34 Pendahuluan 34 Uraian Bahan Pembelajaran 34 Perkembangan Teknologi Produksi Kapal 34 Pendekatan Konvensional/Tradisional 35 Conventional Hull Construction dan Outfitting 35 Hull Block Construction Method dan Pre-Outfitting 40 Pendekatan Moderen 42 Process Lane Construction dan Zone Outfitting 42 Penutup 47 Soal-soal Latihan Mandiri 47 Tugas Mahasiswa Berkelompok 47 Daftar Bacaan 47 BAB 4 DESAIN PRODUKSI KAPAL 49 Pendahuluan 49 Uraian Bahan Pembelajaran 49 Desain Kapal dan Desain Produksi Kapal 49 Group Technology (GT) 53 Work Breakdown Structure (WBS) 55 System-Work Breakdown Structure (SWBS) 55 Product-Work Breakdown Structure (PWBS) 57 Hull Block Construction Method (HBCM) 59 Zone Outfitting Method (ZOFM) 73 Zone Painting Method (ZPTM) 79 Penutup 84 Soal-soal Latihan Mandiri 84 Tugas Mahasiswa Berkelompok 84 Daftar Bacaan 85 BAB 5 RANCANGAN BLOK KAPAL 86 Pendahuluan 86 Uraian Bahan Pembelajaran 87 Proses Desain Berorientasi Produk 87 Metode Pengembangan Blok 90 Metode Seksi Assembly 91 Metode Berlapis 92 Tata Kode 93 Spesifikasi Material 110 Optimasi Rancangan Blok Kapal 114 Titik Awal Erection 115 Kapasitas Crane 116 Kondisi Pembangunandan Rotasi Pada Basis Assembly 117 Kondisi-kondisi Fabrikasi Pada Building Berth 119 Hubungan-Hubungan dengan Outfitting 121 Dimensi dan Berat Blok 125 Penutup 126 Soal-soal Latihan Mandiri 126 Tugas Mahasiswa Project Based Learning 126 Daftar Bacaan 127 BAB 6 SISTEM ACCURACY CONTROL 128 Pendahuluan 128 Uraian Bahan Pembelajaran 128 Terminologi dan Defenisi 128 Accuracy Conrtol (A/C) 128 Quality Assurances (QA) 130 Quality Control (QC) 130 Tujuan dan Manfaat Sistem Accuracy Control 131 Spesifikasi Toleransi 131 Variabel Utama 132 Sumber Daya Manusia 132 Peralatan 133 Material 134 Metode Kerja 135 Siklus Manajemen 135 Perencanaan 135 Pelaksanaan 142 Evaluasi 147 Penutup 149 Soal-soal Latihan Mandiri 149 Tugas Mahasiswa Berkelompok 150 Daftar Bacaan DAFTAR PUSTAKA PROFIL LULUSAN PROGRAMSTUDI Lulusan Program Studi Perkapalan mampu mengamalkan nilai moral dan etika yang sesuai norma agama dan masyarakat dalam perancangan kapal (ship design), serta merencanakan produksi kapal (ship production), mereparasi kapal dan/atau perencanaan sistem transportasi laut. Lulusan program studi diharapkan dapat menggeluti profesi dan atau fungsi sebagai berikut: a. Desainer Kapal dan Bangunan Apung. b. Surveyor/Inspektor Kemaritiman. c. Desainer Produksi dan Reparasi Kapal. d. Perencana Sistem Transportasi Laut. Oleh karena kurikulum yang disusun memuat ilmu dan pengetahuan yang transferable maka diharapkan juga lulusan dapat menggeluti profesi dan atau fungsi sebagai berikut: a. Bankir. b. Militer. c. Pegawai Negeri Sipil. d. Wirausaha. KOMPETENSI LULUSAN a. Kompetensi Utama 1. Mampu merancang kapal yang optimal secara teknis dan ekonomis. 2. Mampu menyusun perencanananproduksi kapal. 3. Mampu menyusun perencanaan perbaikan dan reparasi kapal. 4. Mampu menginspeksi konstruksi lambung, permesinan, peralatan dan perlengkapan kapal. 5. Mampu menyusun perencanaan usaha industri galangan kapal. 6. Mampu merencanakansistem transportasi laut. 7. Mampu merencanakanmanajemen operasi sarana dan prasarana tranportasi laut. b. Kompetensi Pendukung 1. Mampu mengaplikasikan ilmu dasar keteknikan dalam perancangan kapal dan perencanaan sistem transportasi laut. 2. Mampu menggunakan program aplikasi komputer untuk pengolahan data, analisis numerik danmenggambar teknik. 3. Mampu menyusun perencanaan pengelasan di bawah permukaan air 4. Mampu menyusun laporanilmiah. c. Kompetensi Lainnya 1. Mampu menjunjung tinggi nilai moral dan etika yang sesuai norma agama dan budaya masyarakat. 2. Mampu mengapresiasikan seni, budaya dan olahraga yang bermoral dan beretika baik. 3. Mampu mengembangkan wirausaha dalam bidang industri maritim. 4. Mampu tanggap/peduli terhadap lingkungan. 5. Mampu bekerja mandiri, bermitra dan bersinergi dengan berbagai pihak 6. Mampu memahami dan mengetahui perkembangan terkini ilmu pengetahuan dan teknologi. ANALISIS KEBUTUHANPEMBELAJARAN Keberhasilan suatu proses belajar mengajar untuk semua level pendidikan tergantung pada beberapa aspek antara lain; a. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia. b. Lingkungan dan, c. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu sarana dan prasarana pendidikan adalah Buku Ajar. Buku Ajar menjadi sarana paling efektif dalam mendukung pendidik dan peserta didik mencapai kompetensi dan sasaran pembelajaran sesuai GBRP. Penyusunan buku ajar secara sistemastis berdasarkan GBRP dapat memberikan arah yang jelas tentang materi-materi yang disajikan, memudahkan penerapan metode-metode pembelajaran yang dipilih serta mendukung pengerjaan tugas-tugas mahasiswa. Dengan demikian kebutuhan akan Buku Ajar menjadi kebutuhanmendesak dalam proses belajar mengajar. Penerapan strategi pembelajaran yang tepat, penyediaan bahan ajar dan petunjuk tugas serta perbaikan manajemen pengerjaan tugas tentunya mengharapkan mahasiswa mampu menyerap materi pembelajaran secara baik yang indikatornya dapat dilihat dari nilai akhir yang diperoleh mahasiswa. Gambar 1.1. Grafik sebaran nilai mata kuliah teknik produksi kapal semester akhir 2010/2011 (Sumber: Kartu hasil studi semester akhir 2010/2011 PS.T.Perkapalan) Namun jika melihat grafik sebaran nilai semesterakhir 2010/2011 pada gambar 1.1 terlihat bahwa daya serap mahasiswa tergolong rendah yaitu masih di bawah 60 %.Ini berarti ada kendala peserta didik dalam menyerap materi pembelajaran, salah satu penyebabnya diduga minat baca mahasiswa terhadap buku teks berbahasa asing sangat rendah sehingga sulit untuk memahami secara utuh materi pembelajaran. Grafik pada gambar 1.1 juga mencerminkan perlu adanya pembenahan dan perbaikan dalam proses belajar mengajar mata kuliah teknik produksi kapal, baik dari aspek sumber daya pendidik dan peserta didik, manajemen mengajar serta sarana dan prasarana pendidikan termasuk ketersediaan Buku Ajar sesuai GBRP Kurikulum Berbasis Komptensi.. Ketersediaan Buku Ajar yang dikemas interaktif, sederhana dan menarik menjadi bagian penting untuk menumbuhkan minat dan apresiasi yang tinggi khususnya terhadap desain produksi kapal, dengan minat yang ditumbuhkan dari hasil pemahaman dan pengkristalan nilai-nilai tentang desain produksi diharapkan menimbulkan motivasi bagi peserta didik untuk belajar dengan baik dan giat. Tumbuhnya motivasi belajar dapat memacu dan memicu penyelesaian tugas secara tepat waktu, pemahaman secara menyeluruh tentang teori-teori desain produksi kapal serta kesadaran terhadap sasaran pembelajaran mata kuliah teknik produksi kapal. GARIS BESAR RANCANGANPEMBELAJARAN(GBRP) GBRP mata kuliah Teknik Produksi Kapal disusun berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan metode pembelajaran pendekatan SCL (study centre learning) yang mengacu pada profil program studi teknik perkapalan. Secara detail GBRP dapat dilihat sebagai berikut: GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) Mata Kuliah : Teknik Produksi Kapal Semester/SKS : Semester VI / 2 kredit Kompetensi Sasaran : Kompetensi Utama 1. Mampu menyusun perencanaan produksi kapal Kompetensi Pendukung 1. Mampu mengaplikasikan ilmu dasar keteknikan dalam perancangan kapal dan perencanaan sistem transportasi laut. 2. Mampu menggunakan programaplikasi komputer untuk pengolahan data, analisis numerik dan menggambar teknik. 3. Mampu menyusun laporanilmiah. Sasaran Belajar : Mahasiswa dapat mengoptimasi pembagian blok kapal dengan mempertimbangkan prinsip sistem accuracy control. PENDAHULUAN Pemahaman secara mendalam mengenai teknologi produksi kapal diawali denganmemahami proses pembangunan kapal. Proses pembangunan kapal merupakan ratusan bahkan ribuan rangkaian kegiatan yang melibatkan seluruh sumber daya galangan. Sumber daya galangan meliputi tenaga kerja (man), bahan (material), peralatan dan mesin (machine), tata cara kerja (method), dana (money), area pembangunan (space) dan sistem (system). Sebagai pendahuluan dijelaskan materi pembelajaran tentang proses pembangunan/perakitan kapal, kaitan antara desain kapal dan desain produksi serta penjelasan sasaran pembelajaran yang harus dicapai setelah mempelajari matakuliah ini yaitu mahasiswa mampu menjelaskan proses pembangunan kapal. URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PROSES PEMBANGUNANKAPAL Suatu industri yang menghasilkan produk-produk seperti kapal (ships), struktur bangunan lepas pantai (offshore structures), bangunan apung (floating plants) untuk pemesan/pemilik secara pribadi, perusahaan, pemerintah dan lain-lain disebut industri pembangunan kapal (shipbuilding). Dalam banyak kasus produk dibuat berdasarkan pesanan sesuai dengan persyaratan khusus pemesan. Hal inipun berlakuapabila kapal di buat secara seri/sejenis (series). Menurut Storch (1995) dan Watson (2002), secara umum tahapan pem- bangunan kapal sangat bervariasi, bergantung keinginan pemesan, namun secara umum tahapan ini meliputi: Pengembangan keinginan pemesan (development of owner,s requirements). Desain konsep atau prarancangan(preliminary/concept design). Desain kontrak (contract design). Penawaran/penandatanganan kontrak (bidding/contracting). Perencanaan dan desain detail (detail design and planning). Fabrikasi dan Perakitan (construction). Tahapan awal dalam proses pembangunan kapal adalah memformulasikan/mendefensikan produk sesuai dengan keinginan pemesan. Sebagai contoh,sebuah perusahaan pelayaran meramalkan akan membutuhkan sebuah angkutan yang dapat mengangkut 250000 mobil built up pertahun dari J epang ke Indonesia; atau Kementerian Perhubungan Republik Indonesia membutuhkan kapal ferry untuk menyeberangkan 150000 penumpang per hari lebih dari 10 rute penyeberangan antara pulau dengan rata-rata 30 trip per rute; atau sebuah perusahaan minyak membutuhkan pengangkutan lebih dari 10 juta ton minyak mentah per tahun dari Indonesia ke J epan; atau Tentara Nasional Indonesia angkatan laut membutuhkan kapal yangcocok untuk mengirim suplai guna mendukungpeperangan dimana saja dalam waktu singkat/cepat. Berdasarkan uraian di atas memformulasi atau mendefensisikan fungsi dan misi dari sebuah bangunan kapal baru mungkin gampang atau malah sangat susah tetapi yang penting adalah hasil akhir sebuah produk harus merefleksikan keinginan pemesan dan fungsi produk. Setelah mengidentifikasi dan mendefenisikan keinginan pemesan, tahapan selanjutnya yaitu prarancangan. Prarancangan mendefenisikan karakter dasar kapal. Tahapan ini, dapat dilakukan oleh internal staf pemilik, konsultan desain yang ditunjuk owner, atau satu atau beberapa staf galangan. Umumnya di Amerika Serikat (tetapi tidak semuanya) menggunakan jasa konsultan desain untuk pengerjaan prarancangan produk. Hasil akhir tahapan prarancangan adalah mendefenisikan gambaran umum kapal, mencakup dimensi, bentuk lambung, rencana umum, ketenagaan, tata letak kamar mesin, kapasitas muat, peralatan angkat, sistem persenjataan, atau kelayakhunian (habitability), kapasitas bobot mati (bahan bakar minyak, air, kru, dan bawaan), struktur, perpipaan, kelistrikan, permesinan dan ventilasi. Berdasarkan deskripsi umum sebuah kapal siap dibangun. Hasil akhir dari tahapan prarancangan berisi detail informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penawaran dan penandatangan kontrak. Informasi harus detail yang memperlihatkan estimasi biaya dan waktu pembangunan sebuah kapal dibuat oleh galangan.Tahapan ini disebut desain untuk kontrak. Sama seperti tahapan prarancangan pekerjaan ini dapat dilakukan oleh staf pemilik, konsultan desain atau staf galangan. Apabila informasi yang dibutuhkan dalam desain kontrak telah rampung, tahapan selajutnya dilakukan proses negosiasi sebagai dasar untuk melakukan kesepakatan. Tahapan penawaran dan negosiasi ini menyertakan rancangan kontrak dan spesisikasi teknis. Biasanya proses ini sangat lama dan rumit, karena secara umum membicarakan banyak faktor seperti biaya, tanggal penyerahan dan standar-standar yang akan digunakan serta persyaratan- persyaratan performa kapal. Setelah proses penawaran selesai dan kontrak telah ditandatangani, tahapan kelima dari proses pembangunan kapal adalah proses perencanaan, penjadwalan, dan penyusunan desain detail. Perakitan kapal pada dasarnya meliputi pengadaan jutaan ton bahan baku dan komponen, fabrikasi jutaan bagian dari bahan baku, dan perakitan jutaan bagiandan komponen. Perencanaan pembangunan kapal sangat rumit dan memerlukan detail. Perencanaan dan desain detail harus mampu menjawab pertayaan apa, bagaimana, kapan, dimana dan siapa?. Menentukan komponen, bagian, perakitan dan sistem apa yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah pertayaan pertama dalam menyusun desain detail. Dimana dan bagaimana fasilitas yangakan digunakan, termasuk menentukan lokasi galangan serta teknik dan peralatan yang akan digunakan?. Begitupula jawaban tentang subkontaktor dan analisa buat atau beli bahan yang akan digunakan. Bagaimana menentukan urutan operasi mencakup pembelian dan perakitan serta informasi waktu yang dibutuhkan dalam proses desain, perencanaan, kedatangan dan lain-lain. Akhirnya bagaimana keterkaitan antara utilisasi galangan dan tenaga kerja harus tergambarkan dalam penjadwalan. J elasnya diperlukan kemampuan untuk menjawab pertayaan yang saling bergantung sama lain. Sukses atau keberhasilan sebuah galangan atau proyek pembangunan kapal sangat berkaitan langsung dengan kemampuan menjawab pertayaan tersebut atau kemampuan dalam melakukan penyusunan perencanaan dan desain detail secara seksama dansistematis. Akhir dari tahapan proses pembangunan kapal adalah mengerjakan/merakit kapal secara ril. Perakitan kapal pada dasarnya terdiri dari empat level atau tingkatan manufaktur. Pertama adalah manufaktur komponen atau bagian. Biasa disebut fabrikasi yaitu menghasilkan komponen-komponen dari bahan baku (seperti pelat baja, pipa, kabel, profil dan lain-lain). Tahapan berikutnya adalah penggabungan/penyambungan bagian atau komponen untuk membentuk unit-unit atau sub-assembly. Bagian- bagian kecil disatukan, kombinasi ini digunakan ke level berikutnya membentuk blok lambung. Blok lambung umumnya merupakan seksi yang sangat besar dari pembangunan sebuah kapal yang akan dibawah ke landasan pembangunan. Erection atau penegakan blok merupakan level palingakhir, mencakup penyambungan dan peletakan blok di landasan pembangunan (seperti landasan peluncuran, dok kolamatau dok kering). J adi tahapan pengkonstruksian dalam pembangunan kapal utamanya mencakup mulai dari fabrikasi (fabrication), perakitan awal (sub-assemblies), perakitan blok, erection (penegakan blok) sampai membentuk secara utuh kapal. Hal yang paling penting dalam tahapan ini adalah mengverifikasi kapal telah dibuat dengan kontrak yang telah disepakati. Konsekuensinya kapal akan mengalami/menjalani serangkaian pengujian dan percobaan pelayaran sehingga dapat diserahkan ke pemesan. Proses pembangunan kapal dapat dipandang sebagai sebuah proses yang dimulai ketika pemesan membutuhkan kapal sesuai fungsi-fungsi yang diingikan, proses ini melalui beberapa tahanan kerja(desain, penandatangan kontrak, perecananan dan lain-lain). Titik akhir (kulminasi) dari proses ini perakitan dan manufaktur dari jutaan komponen, menjadi sub-assembly, blok dan utuh menjadi kapal. Produktifitas sebuah pembangunan kapal sangat bergantung pada kemampuan dalam penanganan serta pengawasan setiap tahapan secara baik. Dengan demikian proses desain pembangunan kapal terdiri dari rangkaian desain kapal (ships design) dan desain untuk produksi (design for production), batasan antara keduanya sangat tipis dan tidak dapat dipisahkan, kerena keduanya teritegrasi secara utuh. Industri pembangunan kapal merupakan industri yang sangat tua sejalan dengan sejarah peradaban manusia. Teknik-teknik pembangunan kapal selalu berubah sebagai jawaban/respon dari perubahan desain kapal, material, pasar dan metode perakitan. Organisasi perusahaan pembangunan kapal (galangan) pun berupa mengikuti perubahan teknik-teknik pembangunan kapal tersebut. Awalnya sebagaiman terungkap dalam sejarah industri pembangunan kapal sama dengan industri lainnya, yaitu berorientasi keahlian/perajin/tukang (the craft oriented). Yaitu secara eksklusifsangat tergantung pada keahlian tukang/pekerja dalam sebuah pekerjaan. Dalam memulai perakitan/pekerjaan hanya memerlukan sedikit perencanaan. Perubahan terjadi ketika besi atau baja digunakan dalam pembangunan kapal, pengunaan skala model dan gambar untuk panduan perakitan sudah digunakan walaupunmasih terbatas/sedikit. Saat proses di industri semakin rumit dan efesien, pembangun kapalpun berupa seiring perubahan teknologi. Saat ini pembangunan kapal berorientasi produk yaitu membagi-bagi pekerjaan kapal dalam tiga pekerjaan yaitu konstruksi lambung, out fitting dan pengecatan. Teknik ini dikembangkan berdasarkan teknik produksi massal dan teknologi pengelasan. Mulai tahun tahun 60-an dan -70-an pembuat kapal secara terus menerus mencoba untuk mengembangkan pendekatan produksi massal atau assembly line (rangkaian perakitan). Pendekatan ini dilakukan menggunakan aplikasi grup teknologi untuk pembangunan kapal. TERMINOLOGI DAN DEFENISI PEMBANGUNANKAPAL Pembangunan Kapal adalah pengkontsruksian/perakitan kapal, dan tempat dimana kapal dibangun disebut galangan (shipyard). Pembangunan Kapal adalah industri kontruksi yang menggunakan berbagai jenis komponen yang dimanufaktur/diolah dari material. Industri ini, memerlukan banyak pekerja dari berbagai keahlian, lokasi, peralatan serta struktur organisasi yang baik. Tujuan utama perusahaan pembangunan kapal adalah mendapatkan keuntungan dari pembangunan kapal. KAPAL Menurut Tupper (2004), kapal masih tetap sebagai sarana penting dalam bidang ekonomi di beberapa negara dan menjadi alat angkut hampir 95 % total perdagangan dunia. Walaupun industri pesawat terbang telah melayani penyeberangan samudera secara rutin, namun kapal masih tetap mengangkut orang- orang dalam jumlah besar untuk berekreasi/berlibur dengan menggunakan kapal- kapal pesiar dan kapal-kapal ferry diseluruh penjuru dunia. Kapal dan bangunan kelautan lainnya juga dibutuhkan untuk mengeksplotasi kekayaan laut dalam yang berlimpah. Sebagai sarana transportasi paling tua,kapal secara konstan mengalami evolusi baik dari sisi perubahan fungsi maupun perlengkapan/peralatan yang dipasang di atas kapal. Hal ini didorong oleh perubahan pola perdagangan dunia sebagai akibat dari tekanan-tekanan sosial, perkembangan teknologi khususnya material, teknik-teknik perakitan dan sistem pengendalian terakhir karena tekanan ekonomi. Terminologi kapal dapat diintrepertasikan secara luas atau dengan kata lain kapal adalah semua struktur terapung di atas air, biasanya mempuyai penggerak sendiri tetapi ada juga yang tidak seperti tongkang dan beberapa bangunan lepas pantai yang untuk menggerakkannya membutuhkan kapal tunda, selain itu ada pula yangdigerakkan dengan angin. Terminologi kapal menurut Undang-undang N0 17 Tahun 2008 tentang pelayaran pada Bab I pasal 1 butir 36 adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kapal adalah merupakan kombinasi yang rumit dari sesuatu, untuk menyederhanakan biasanya di klasifikasi berdasarkan dimensi utama, berat (displasmen) dan atau kapasistas angkut (bobot mati) dan bisa juga karena fungsinya. Pada gambar 2.1 memperlihatkan defenisi dasar dan dimensi kapal. TIPE KAPAL Tipe kapal dapat dibagi ke dalam beberapa kelas berdasarkan fungsinya,yaitu kapal cargo, kapal tangki minyak, kapal curah,kapal penumpang, kapal ikan, kapal industri, kapal perangdan lain-lain, seperti tampak pada gambar 2.2. Tipikal atau profil beberapa kapal berdasarkan pengkelasan dapat dilihat pada gambar 2.3. s/d 2.14. FASILITAS GALANGAN Secara umum galangan berisi beberapa fasilitas yang digunakan untuk mengfasilitasi aliran material dan perakitan. Kebayakan galangan memerlukan ketersediaan daratan (land) dan perairan (waterfront) sebagai kebutuhan produksi. Menurut storch,dkk (1995), fitur-fitur penting yang harus dimiliki galangan antara lain: 1. Lokasi Daratan dan Perairan. Lokasi daratan digunakan untuk penegakan blok kapal dan untuk persiapan peluncuran kapal ke air. Lokasi perairan sebagai tempat penambatan kapal baik dalam pengerjaan maupun yang siap untuk diserahkan ke pemilik. Proses pemindahan kapal dari daratan ke air atau peluncuran kapal dapat dilakukan dengan menggunakan dok kolam (graving dock), landasan peluncuran (slip-ways), bantalan udara (air bags) dan atau dok apung (floating dock). Masing- masing peluncuran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.15 s/d gambar 2.19. 2. Dermaga Dermaga untuk penambatan kapal dan sebagai tempat untuk melanjutkan pekerjaan instalasi setelah kapal diluncurkan. 3. Bengkel/ Stasiun Kerja Bengkel atau stasiun kerja adalah tempat untuk mengerjakan berbagai macam pekerjaan seperti: Bengkel penandaan (marking), pemotongan (cutting) dan pembentukan (forming) pelat. Bengkel perakitan pelat. Bengkel perbaikan permukaan dan pelapisan. Bengkel pipa. Bengkel mesin. Bengkel listrik. Bengkel kayu/perabot. Fasilitas produksi yang umunya terdapat dibengkel-bengkel dapat terlihat pada gambar 2.20 s/d 2.22. 4. Peralatan Penanganan Bahan(Material Handling Equipment) Umumnya peralatan penanganan bahan di kategorikan dalam empat grup, yaitu ban berjalan (conveyors), alat angkat (crane and hoists), kendaraan industri dan kontainer, seperti diperlihatkan pada gambar 2.23 dan 2.24. 5. Gudang, pemanduandan area kerja luar gedung (blue sky). 6. Kantor, kantindan klinik. Setiap fasilitas secara umumdigunakan sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan dilokasi galangan, dengan mempertimbangkan volume pekerjaan dan aliran material. Fasilitas dan area kerja perlu di tata letak sedemikian rupa untuk memastikan dan menjaga agar aliran produksi dapat berjalansesuai dengan yangdirencanakan Pada gambar 2.25 diperlihatkan perencanaan tata letak galangan secara 3.D. ORGANISASI Pekerja galangan di organisasi kedalam departemen atau seksi yang bertanggungjawab pada beberapa aspek pengoperasian perusahaan. Setiap perusahaan mempuyai variasi sendiri organisasinya, biasanya terdiri dari tujuh divisi, yaitu: administrasi, produksi, perencanaan, pengadaan, jaminan mutu dan pengelola proyek. Administrasi mencakup kepala dan staf kantor eksekutif, bendahara, akuntan, pesonil, buruh, tenaga K3, dan tenaga estimasi kerja. Produksi merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap perakitan/pengkostruksian di lapangan. Konsekuensinya, departemen ini mempuyai banyak pekerja dengan berbagai macam keahlian. Secara umum, 75 s/d 85 % tenaga kerja galangan ada di departemen ini. Tugas/fungsi perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produksi merupakan pekerjaan departemen ini. Perencanaan merupakan departemen yang bertanggungjawab untuk menyiapkan informasi mengenai proyek konstruksi yangakan digunakan dalam memproduksi kapal. Tugas/fungsi departemen ini adalah mencakup prarancangan, desain detail dan perencanaan produksi kadang-kadang juga melakukan penawaran pekerjaan baru. Banyak galangan menggunakan jasa subkontraktor untuk pekerjaan desain. Perencanaan produksi sangat berperan penting dalam peningkatan pembangunan kapal, dalam banyak kasus departemen produksi juga berperan dalam perencanaan. Distribusi dan tanggungjawab antara perencanaan dan desain produksi secara luas dapat diberikan ke departemen ini tergantung organisasi galangan. Departemen pengadaan/logistik bertanggung jawab terhadap ketersediaan material/bahan yang akan dipakai untuk membangun kapal. Mencakup kebutuhan bahan baku, pekerjaan yang dikerjakan subkontraktor, komponen, dan juga peralatan, transportasi bahan, pembuatan barang jadi atau setengah jadi dan ketersediaan peralatan keselamatan. Departemen jaminan kualitas mempuyai fungsi yang berbeda dibanding dengan departemen lain digalangan. Departemen ini, umumnya bertanggung jawab terhadap dokumentasi pekerjaan, agen regulasi atau klasifikasi yang bertugas untuk menerapkan aturan, regulasi, dan kontrak. Tugas lain dari pengelola proyek atau departemen pengelola kontrak adalah menentukan dan meanalisa setiap perubahan pekerjaan atau kemajuan proyek pembangunan kapal. Bertugas untuk memonitor anggaran, jadwal, penggunaan material dan secara umum kemajuan pekerjaan pembangunan kapal. Dalam departemen ini, dilengkapi dengan surveyor yang bertanggung jawab penuh pada proyek pengkonstruksian. Tim ini juga mempuyai tim gugus mutu yang secara umum mengimplementasikan konsep pengendalian statistik (accuracy control) dalam setiap kegiatandi galangan. TENAGA KERJA Pada departemen produksi yang mengerjakan/mengkontruksi kapal di lapangan, memerlukan berbagai mcam keahlian tenaga kerja, yaitu: Air-conditioning eguipment mechanic (Mekanik peralatan pendingin udara (AC). Blaster (tukang pembersih pelat); Boilemaker (Tukang Bejana Tekan); Carpenter (Tukang kayu); Chipper/grinder (tukang gerinda); Electrican (Tukang listrik) Electronics mechanic (Mekanik Elektronik) Insulator (Tukang Isolasi) Joiner (Tukang Sambung) Laborer (Buruh) Loftsman (Tukang Gambar Skala Penuh) Machinist (Mekanik Mesin) Ordonance equipment mechanic (Mekanik mesinperlengkapan kapal) Painter (TukangCat) Patternmaker (TukangPola/template) Pipefitter (Tukang Penyetelan Pipa) Pipewelder (Tukang Las Pipa) Crane operator (operator crane) Sheet metal mechanic (mekanik lembaran pelat) Shipfitter (Tukang Penyetelan/fit up) Shipwright (tukang konstruksi danreparasi kapal kayu) Welder (Tukanglas) J enis pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan dan pembagian kerja berbeda untuk setiap galangan. Namun semua jenis pekerjaan digalangan dominan seperti keahlian di atas. BIRO KLASIFIKASI DAN AGEN REGULASI Pemerintah negara-negara maritim umumnya memberikan pekerjaan peningkatan keselamatan kapal ke biro/masyarakat klasifikasi. Tujuan utamanya adalahmemastikan risiko yang dapat terjadi pada kapal, disampingitu sebagai regulator keselamatan lambung kapal dan juga melakukan koordinasi secara ketat dengan agen regulasi pemerintah (kementerian perhubungan/syahbandar). Klasifikasi secara rutin dan berkala mengeluarkan peraturan mengenai desain, pengkonstruksian dan perawatan kapal. Di Indonesia masyarakat ini disebut Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), biro klasifikasi lain di beberapa negara yang terkenal antara lain: American Bureau of Shipping (ABS) Amerika Serikat. Lyoyds Register of Shipping (LR) England. Bureau Veritas (BV) Francis. Nippon Kaigi Ngokai (NKK) J apan. Det Norske Veritas (DnV) Norwegia. Sebuah kapal dapat diklaskan setelah memenuhi kriteria keselamatan. Kapal diklaskan selain berdasarkan fungsinya/misi seperti Kapal Tangki, kapal Pengangkut Gas Alam Cair, Kapal Pengakut Batubara, Kapal Ikan Pukat Harimau, Kapal Tunda, dll. J uga berdasarkankondisi lingkungan pengoperasian. Klas khusus dapat diberikan untuk kapal-kapal yang di operasikan didaerah/rute tertentu atau tujuan khusus seperti kapal ferry yang dioperasikan hanya di daerah tertentu seperti pelabuhan dan sungai. PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Apa yangdimaksuddenganproses pembangunan kapal ? 2. Sebutkandan jelaskan tahapanpembangunan kapal ? 3. Mengapa industri pembangunan kapal dikatakan sama tuanya dengan sejarahmanusia? 4. Apa yangdimaksuddengan kapal?. 5. Apa fungsi Biro Klasifikasi?. TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1. Tujuan Tugas I Mengkaji proses pembangunan kapal kaitannya dengan desain kapal dan desain produksi kapal. 2. Uraian Tugas a. Objek Garapan Literatur/ Kajian Pustaka b. YangHarus dikerjakan dan Membuat makalah dengan isi: batasan-batasan 1. Menjelaskan proses pembangunan kapal 2. Menjelaskan batasan antara desain kapal dan desain produksi kapal dalam suatu proses pembangunan kapal 3. Membuat simpulan c. Metode/cara pengerjaan atau acuan yang digunakan Teori dasar desain kapal Teori-teori desain produksi kapal Mengidentifikasi factor-faktor yang terkait kelebihan, kekurangandan sejarah desain produksi 3. Kriteria penilaian Ketepatan waktu penyelesaian Sistematika sajian Kemutakhiran literature Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan DAFTAR BACAAN Anonim,2008,Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Kementerian Sekertaris Negara, J akarta. Arwin,ML, dkk, 2005,Laporan Kerja Praktek; Galangan Kapal PT.Batamec, Batam, J urusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Eyres D. J .,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, J ordan Hill, Oxford. Faltinsen O.M,2005, Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles, Cambridge University Press, Cambridge, UK. Lamb Thomas,1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Matulja Tin, Fafandjel Nika, Zamarin Albert, 2009, Methodology for Shipyard Production Areas Optimal Layout Design, http//www.google.co.id, diakses September 2011. Paik J eom K. and Anil K.T.,2007, Ship-Shaped Offshore Installations; Design, Building, And Operation, Cambridge University Press, New York Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M.,1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Tupper.E.C.,2004,Introduction to Naval Architecture, Third Edition. Butterworth & Heinemann, Oxford. Okayama,Y, L.D.Chirillo,1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administrationin cooperation with Todd Facific ShipyardCorp, USA. Watson D.G.M,2002,Practical Ship Design. Elseiveir Science Ltd.London. http://www.google.co.id.,lecture1 introduction; ship production, diakses desember 2010. ........................................,lecture13a launching; ship production, diakses desember 2010. http://www.pal.co.id., PT.PAL Indonesia, diakses 10 J uni 2011. http://www.nsrp.org., The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diakses J uli 2011. PENDAHULUAN Salah satu tahapan pembangunan kapal adalah pengkonstruksian material menjadi ril sebuah kapal. Seiring penemuan teknologi las (welding technology) menggantikan teknologi keling (riveting technology), maka teknologi perakitan kapalpun mengalami evolusi teknologi. Teknologi untuk merakit kapal mengalami perkembangan mulai dari sistem komponen atau metode tradisional/konvensional sampai dengan sistem blok atau metode moderen. Mempelajari sejarah perkembangan teknologi produksi kapal memberikan suatu pemahaman secara menyeluruh kelebihan dan kekurangan suatu metode, serta pengaplikasiannya di galangan-galangan. URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PERKEMBANGANTEKNOLOGI PRODUKSI KAPAL Sebelum teknologi las ditemukan, tiap kapal dibangun dengan cara/urutan yang sama yaitu setelah lunas diletakkan gading-gading diletakkan baru kemudian memasangpelat setahap demi setahap, layaknya pembangunan kapal kayu. Proses ini diistilahkan berorientasi sistem (system oriented) artinya lunas dirakit sebagai sebuah sistem, kemudian sistem ganding-gading di rakit, tahap berikutnya sistem kulit dan seterusnya sampai utuh menjadi kapal. Sekarang ini, setelah teknologi las menggantikan sistem keling (riveting) pengembangan metode/teknologi pembangunan kapal memungkinkan dapat dilakukan. Menurut Eyres (2007), berkat teknologi las bagian-bagian seperti gading- gading dapat langsung disatukan dengan pelat kulit, lunas dapat dilas dengan bagian geladak dan sekat sekaligus membentuk panel, sub-blok atau bahkan blok. Teknologi las juga membuat banyak pekerjaan perakitan dapat dilakukan dengan baik dengan tingkat akurasi, efesiensi dan keamanan yang tinggi dilandasan peluncuran maupun di bengkel-bengkel kerja. Blok telah dikerjakan dengan menggunakan teknologi las dapat ditegakkan (erected) antara blok dengan blok lain membentuk sebuah kapal. Proses ini diistilahkan berorientasi zone (zone oriented). Menurut Chirillo (1983), perkembangan teknologi produksi kapal menjadi empat tahapan, berdasarkan teknologi yang digunakan dalam proses pengerjaan lambung dan outfitting. Evolusi perkembangan teknologi produksi kapal, sebagaimana terlihat pada gambar 3.1. PENDEKATAN KONVENSIONAL/TRADISIONAL Conventional Hull Construction dan Outfitting (Pendekatan Sistem) Tahapan pertama ini, diberi nama tahapan sistem/tradisional karena pekerjaan dipusatkan pada masing-masing sitem fungsional yang ada dikapal. Kapal direncanakan dan dibangun sebagai suatu system. Pertama lunas diletakkan, kemudian gading-gadingnya dipasang dikulitnnya. Bila badan kapal hampir selesai dirakit pekerjaan outfitting dimulai. Pekerjaan outfitting direncanakan dan dikerjakan sistem demi sistem, seperti pemasangan ventilasi, sistem pipa, listrik dan mesin. Metode ini merupakan metode yang paling konvesional dengan tingkat produktifitas masih sangat rendah, karena semua lingkup pekerjaan dilakukan secara berurutan dan saling ketergantungan satu sama lain sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama. Mutu hasil pekerjaan sangat rendah karena hampir seluruh pekerjaan dilakukan secara manual di building berth, kondisi tempat kerja kurang mendukungdari segi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan/posisi kerja. Pengorganisasian pekerjaan sistem demi sistem seperti ini merupakan halangan untuk mencapai produktifitas yang tinggi. Mengatur dan mengawasi pekerjaan pembuatan kapal menggunakan ratusan pekerja adalah sukar. Kegagalan seorang pekerja menyelesaikan suatu pekerjaan yang diperlukan oleh pekerja lain sering mengakibatkanovertime untuk pekerja tersebut, dan idleness bagi pekerja yang lain. Selain itu, hampir semua aktivitas produksi dikerjakan di-building berth pada posisi yang relative sulit. Semua keadaan di atas pada prisipnya sangat menghalangi usaha-usaha untukmenaikkanproduktifitas. Pada gambar 3.2 s/d gambar 3.8 memperlihatkan kapal dibangun dengan pendekatan konvensiona/tradisional. Hull Block Construction Method dan Pre Outfitting (Sistem Seksi atau Blok Konvesional) Tahapan ini, dimulai dengan digunakannya teknologi pengelasan pada pembuatan kapal. Proses pembuatan badan kapal kemudian menjadi proses pembuatan blok-blok atau seksi-seksi di las, seperti seksi geladak dan kulit dan lain- lain, yang kemudian dirakit menjadi badan kapal. Perubahan ini diikuti dengan perubahan pekerjaaan outfitting, dimana pekerjaan ini dapat dikerjakan pada blok dan pada badan kapal yang sudahjadi. Perubahan ini dikenal dengan pre-outfitiing. Tahapan kedua ini masih dipertimbangkan tradisional, karena design, material defenition dan procurement masih dikerjakan sistem demi sistem. Sedang proses produksinya diorganisasi berdasarkan zone atau block, sehingga tahapan ini juga dikenal sebagai sistem/stage. Karena adanya dua aspek yang bertentangan antara perencanaan dan pengerjaannya, banyak kesempatan untuk perbaikan produktifitas masih tidak dapat dilakukan. Pada gambar 3.9 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan teknologi keling dan pada gambar 3.10 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan teknologi las serta gambar 3.11 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan pendekatan sistem seksi. PENDEKATAN MODEREN Proses Lane Construction dan Zone Outfitting atau Full Outfitting Block System (FOBS) Tahapan berikutnya diberi nama zone/area/stage. Kebanyakan galangan di J epang dan Eropa menggunakan sistem ini. Evolusi dari teknologi pembangunan kapal moderen dari metode tradisional dimulai pada tahapan ini. Tahapan ini ditandai dengan process lane construction dan zone outfitting, yang merupakan aplikasi group teknologi (GT) pada hull construction dan outfitting work. GT adalah suatu metode analitis untuk secara sistematik menghasilkan produk dalam kelompok-kelompok yang mempuyai kesamaan dalamperencanaan maupun proses produksinya. Pada gambar 3.12 s/d gambar 3.17 memperlihatkan aplikasi GT pada pekerjaan fabrikasi komponen terbuat dari pelat, profil dan pipa. Process lane dari segi praktis adalah suatu seri work station (bengkel) yang dilengkapi dengan fasilitas produksi (mesin, peralatan dan tenaga kerja dengan keahlian tertentu) untuk membuat satu kelompok produk yang mempuyai kesamaan dalam proses produksinya. Suatu contoh pengelompokkan adalah sebagai berikut: pertama adalah process lane untuk subassembly bentuk datar, kurva dan bentuk kompleks. Dengan pengelompokan seperti ini, berarti galangan mengelompokkan proses produksi berdasarkan kesamaan proses produksi, yangmemungkinkan pekerja berpengelaman mengerjakan-pekerjaan di bengkel kerja. Ini adalah suatu faktor yangpenting untuk mencapai produkstifitas tinggi. Zone outfitting adalah teknologi kedua yang membedakan tahapan ini dengan metode tradisional. Istilah zone outfitting berarti membagi pekerjaan ini menjadi region/zone, tidak berdasarkan sistemfungsionalnya. Karakteristik berikutnya dari metode ini adalah dibaginya pekerjaan outfitting menjadi tiga stage atau tahap, ialah on-unit, on-block, dan on-board (Lamb.T,1985) dan (Storch,dkk,1995). Galangan moderen secara sistematik berusaha meminimalkan pekerjaan outfitting on-board. Integrated Hull Construction, Outfitting and Painting (IHOP) Tahapan keempat ditandai dengan suatu kondisi dimana pekerjaan pembuatan badan kapal, outfitting dan pengecatan sudah diintegrasikan. Keadaan ini digunakan untuk menggambarkan teknologi yang paling maju di industri perkapalan, yang telah dicapai IHI J epang. Pada tahapan ini proses pengecatan dilakukan sebagai bagian dari proses pembuatan kapal yang terjadi dalam setiap stage. Selain itu karakteristik utama dari tahapan ini adalah digunakannya teknik-teknik manajemen yangbersifat analitis, khususnya analisa statistik untuk mengontrol proses produksi atau yang dikenal sebagai accuracy control system. Pada gambar 3.18 diperlihatkan sebuah sub-blok pekerjaan teritegrasi dengan outfitting dengan pengecatan (IHOP). Serta gambar 3.19 memperlihatkan on-unit outfitting (salah satu modul dikamar mesin). PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. J elaskan apa yang dimaksud dengan teknologi produksi kapal tradisional atau berorientasi sistem?. 3. Kriteria Penilaian Ketepatanwakti penyelesaian Sistematika sajian Kemutakhiran Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan 2. J elaskan apa yang dimaksud dengan teknologi produksi kapal moderen atau berorientasi produk?. 3. J elaskan dan berikan contoh perbedaan antara teknologi produksi tradisional dengan moderen. 4. Apa pengertian process lane? 5. Mengapa teknologi produksi kapal secara tradisional sulit mencapai tingkat produktifitas tinggi? TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1. TUJ UAN TUGAS II Menjelaskan karakteristik teknik-teknik produksi kapal. 2. URAIAN TUGAS a. Objek Garapan Literatur / Kajian Pustaka b. YangHarus dikerjakan dan batasan-batasan c. Metode/Cara pengerjaandan Acuan yangdigunakan Membuat makalah dengan isi: 1. Menjelaskan sejarah teknik produksi kapal. 2. Membedakan karakter tiap teknik produksi kapal 3. Menarik simpul Studi literatur Teori-teori desain produksi kapal Mengidentifikasi ciri-ciri tiap teknologi produksi kapal mencakup sejarah, klasifikasi dan teknologi yang digunakan DAFTAR BACAAN Carmichael A.W, 1919, Practical Ship Production First Edition, McGraw-Hill Book Company Inc, New York, diakses J uli 2011, http://www.archive.org/details /practicalshippro00carmich. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Eyres D. J .,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, J ordan Hill, Oxford. J onson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Commerce Maritime Administration, Washington,D.C. Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific ShipyardCorp, USA. http://www.nsrp.org, The National Shipbuilding ResearchProgram (NSRP), PENDAHULUAN Proses pembangunan kapal pada dasarnya terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu desain/rancangan kapal, desain produksi kapal dan pengkonstruksian. Desain produksi kapal merupakan istilah yang diberikan kepada desainer kapal saat ini, yang bertugas khusus membuat detail rancangan untuk fabrikasi. J uga menentukan metode dan teknik produksi yang dapat mengurangi jenis pekerjaan produksi, menyederhanakan kerumitan kerja, dan menentukan kebutuhan riil peralatan dan fasilitas kerja, berdasarkan kualitas hasil pekerjaan yangdisyaratkan. Saat ini fakta memperlihatkan bahwa keseluruhan rekayasa desain dibuat sedemikian rupa untuk memastikan bahwa proses produksi dapat terlaksana secara baik. Dengan demikian desain produksi kapal berupaya untuk memadupadankan keinginan pemesan, dengan kualitas, pelayanan dan kemampurawatan produk yang dihasilkan serta menghemat/menekan anggaran pembangunan. Memahami desain produksi kapal dapat membantu mahasiswa dalam pemahaman proses pembangunan kapal,khususnya penerapan konsep teknologi produksi berorientasi produk mencakup rancangan blok, mendefenisikan material, perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produksi yang bermuara pada upaya untuk meningkatkan produktifitas. Dengan memahami konsep perincian struktur kerja (WBS) dan grup teknologi akan menjadi modal dasar mahasiswa dalammengaplikasikan konsep teknologi produksi berorientasi produk (PWBS). MATERI PEMBELAJARAN DESAIN KAPAL DAN DESAIN PRODUKSI KAPAL Desain produksi kapal (design for ship production) merupakan defenisi yang biasa digunakan oleh insinyur produksi sejak akhir tahun 1950, yang bertugas/berfungsi untuk mengurai keterkaitan antara proses desain (process design) dengan desainproduksi (production design). Desain produksi meliputi mempersiapkan informasi rancangan dalam mendefenisikan produksi. Sedangkan proses desain mencakup pengembangan rencana produksi. Walaupun demikian desain produksi tidak terbatas hanya untuk desain untuk produksi tetapi juga desain atau pemilihan peralatan, metode, dan urutanproduksi yang hemat biaya. Seorang desainer tidak akan pernah membuat rancangan secara baik apabila tidak tahu bagaimana desain dihasilkan. Secara jelas, dalam masa spesialisasi, desainer tidak dapat menyentuh/ mengetahui keduanya (desain kapal dan desain produksi), artinya secara fungsi keduanya masing-masing terpisah ke dalam insinyur desain dan insinyur industri. Dalam pekerjaan keseluruhan diharuskan ada komunikasi secara baik antara keduanya, walaupun dalam suatu organisasi ini menjadi kendala dan sulit dilakukan dan umumnya di dalamsuatu industri hanya berhasil secara parsial/terpisah. Guna menjawab permasalahan ini, seorang desainer kapal harus mampu mempersiapkan diri untuk bertanggungjawab secara penuh terhadap produktifitas suatu desain. Untuk itu, desainer kapal harus dapat mempelajari secara baik tentang proses produksi dan pembiayaan produksi. Desain produksi harus mampu mendefenisikan dan secara hati-hati dalam mendesain sebuah produk sehingga cocok dengan persyaratan operasional, spesifikasi teknis, biaya produksi (mengurangi jumlah pekerjaan), mudah dibuat dan berkualitas. Fakta saat ini, bahwa seorang desainer kapal harus mempuyai komitmen kuat menghasilkan desain yang hemat biaya (cost effectiveness). Untuk itu desainer kapal mempuyai tanggungjawab tambahan untuk memahami efesiensi, proses produksi dan metode-metode perakitan. Bagaimanapun desainer kapal harus dapat menerima ini, sebab jika tidak dapat berpengaruh pada biaya produksi sehingga dampaknya fatal bagi galangan. Saat ini peluang dan kewajiban seorang desainer kapal adalah mampu mendesain kapal dengan total biaya seminimal mungkin. Peluang ini hanya dapat didapat apabila desainer kapal tidak mengisolasi diri, hal ini hanya dapat dilakukan apabila dalam membuat desain mengetahui fasilitas, teknik dan metode-metode produksi di galangan. Ini mengharuskan hubungan baik kedua belah pihak dan kerjasama antara departemen perencanaan dan produksi. Desainer kapal tidakdapat secara efektif mendesain produksi tanpa mengetahui bagaimana sebuah kapal di rakit.Artinya kendala utama untuk mendesain produksi kapal adalah pengembangan pengetahuan tentang rancang bangun kapal. Hal ini dapat dicapai apabila setiap galangan mengembangkan spesifikasi produksi galangan dan rencana pembangunan (building plan)setiap kapal yang dirakit yang dimulai terlebih dahulu dengan membuat detail perencanaan. Desainer kapal harussecarakonstan merujuk pada spesifikasi yang ada dalam kontrak pembangunan untuk mencapaipersyaratan kinerja kapal sesuai standar kualitas. J alan keluarnya adalah setiap galangan harus mempunyai spesifikasi produksi dan produktibilitas. Spesifikasi produksi yang dimaksud adalah mencakup daftar fasilitas, kapasistas peralatan, jalur kritis/batas kritis, standar- standar, desain detail, serta pendekatan dan teknik-teknik perakitan dan penginstalasian. Selanjutnya departemen perencanaan harus berdasarkan spesifikasi produksi dalam mengembangkandesain dandetail perencanaan kapal. Umumnya salah satu dokumen untuk melengkapi informasi produksi dari departemen perencanaan yaitu rencana pembangunan (building plan). J elasnya rencana pembangunan berdasarkan spesifikasi produksi, yang diaplikasikan secara detail untuk setiap kapal. Dalamhal ini defenisi batasan modul, urutan perakitan sub-blok dan modul, urutan penegakan modul (erection sequence), perluasan advanced outfitting, jadwal induk perakitan. Berdasarkanhal ini departemen perencanaan mengembangkan daftar gambar dan persiapan jadwal. Rencana pembangunan harus dikembangkan berdasarkan masukan dari personil departemen produksi dan perencanaan meliputi detail, pengetahuan desain kapal, detail perencanaan, proses produksi, perakitan dan penegakan modul (erection). Kualitas desain produksi menjadi hal yang sangat penting, jika kualitas desain baik, mudah di fabrikasi, utilisasi fasilitas tinggi hal ini dapat mencapai kualitas produk tinggi. Sebelum konsep dan aplikasi desain produksi kapal di uji, sangat berguna melakukan review dengan persyaratan umum berupa faktor-faktor utama dalam pengoperasian galangan dan pengaruh biaya dalam perakitan kapal. Review Pertama berupa pemahaman proses pembangunan kapal yang konsepnya terlihat pada gambar 4.1. Pendefinisian produksi (Production Definition) Mencakup perencanaan, pengadaan material, data manufaktur. Proses fabrikasi (component process) Proses bahan baku menjadi komponen-komponen struktur lambungdan outfitting. Proses perakitan (assembly process) Proses perakitan komponen struktur lambungdan unit outfitting. Proses penegakan kapal (ship joining process) Proses pengabungan struktur modul dengan permesinan, perlengkapan dan sistem lain. Kesemua tahapan diatas dikendalikan dengan dua sistem yaitu kendali mutu (quality control) serta pengendalian produksi dan material (production and material control). Kedua, peninjauan terhadap biaya perakitan kapal dapat dihasilkan dengan melihat Lembar Ringkasan Estimasi Biaya Kapal. Ringkasan estimasi ini dapat dilihat pada tabel 1. GROUP TECHNOLOGY (GT) Model ekonomi pembangunan kapal dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan pengukuran biaya yang digunakan dalam pembangunan kapal. Mengetahui sumber utama pembiayaan dan bagaimana pengukurannya, biasanya berbeda caranya untuk mengetahui bagaimana pembiayaan dikontrol/dikendalikan. Dasar untuk melakukan pengendalian pembiayaan biasanya melalui perbaikan organisasi manajemen dan produksi. Pengorganisasian kerja dapat dilakukan dengan mengaplikasikan Teknologi Grup. Teknologi Grup (GT), biasa juga disebut manufaktur famili (family manufaktur- FM), digunakan untuk manajemen proses industri yang dimaksudkan untuk pengembangan sistem yang sangat efesien yang dimulai dengan pengklasifisian dan tata kode. Dalam dunia sains, sistem klasifikasi sangat esensial dalam organisasi data gunanya untuk menganalisa dan mengsintesa fasilitas, memformulasikan hipotesa, percobaan, membuat deduksi, dan pada akhirnya dapat mengeneraliasi aplikasi-aplikasi praktis.Artinya sistem klasifikasi hanya digunakan sebagai alat dan teknik-teknik oleh ilmuwan. Namun, GT di inovasi lebih luas dalam manajemen proses manufaktur, bukan hanya teknik untuk pengendalian material, komponen, perakitan dan lain-lain. GT juga bisa disebut sel manufaktur (cellular manufacturer). Kata sel merupakan hal esensial atau infomasi penting untuk memahami apa dan bagaimana GT dapat diaplikasikan di pembangunan kapal. Dalam mekanisasi industri, dimana GT sudah sangat ekstensif diaplikasikan, sel dimaksudkan sebagai sejumlah grup mesin-mesin dan orang-orang yang mengoperasikannya. Secara umum operator mesin telah ditraining untuk dapat mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sel. Untuk komponen-komponen yang mempuyai jadwal masing-masing, sel dijadwal dan dibebankan dengan komponen-komponen yang diklasifikasi berdasarkan bentuk, material, ukuran dll, kedalamsebuah famili. Pada gambar 4.2 diperlihatkan tata letak mesin sesuai dengan prinsip GT. Penggunaan famili dimaksudkan untuk mengurangi jumlah penomoran dari komponen-komponenyang berbeda, begitu juga jumlah operasi, ukuran beban/volume kerja. Dengan demikian tujuan utama GT untuk mengurangi proses pekerjaan penyimpangan/ pergudangan sejauh yang diiginkan. Keuntungan tambahan yaitu bahwa operator yang telah ditraining untuk mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sel dapat juga menjadi inspector mesin. Bila sel telah dibebankan pekerjaan, pekerja dapat menyelesaikan pekerjaan dalamwaktu singkat. GT telah diaplikasikan pada industri pembangunan kapal di J epang, Britania, dan Rusia. Laporan telah mengidentifikasi bahwa aplikasi ini sukses diterapkan dalam ranah pembangunan kapal seperti: Rasionalisasi desain. Pengembangan secara efektif sistem perencanaan produksi dengan menganalisa ukuran-ukuran, bentuk-bentuk, variasi, dan proses produk. Mengurangi variasi struktur ukuranmaterial. Memperbaiki penyampaian informasi perencanaan pada bengkel-bengkel kerja melalui pengklasandan pengkodean produk. Memperbaiki organisasi dan tata letak bengkel-bengkel kerja menggunakan analisa statistik pada aliran dan proses produk. WORK BREAKDOWNSTRUCTURE (WBS) Setiap pengelolaan sesuatu pekerjaan selalu didekati dengan pertanyaan apa, dimana, kapan dan sumber daya apa yang dibutuhkan?. Spesifikasi ini secara umum membentuk sebuah proses total ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Sistem yang digunakan untuk mengendalikan pekerjaan yang dibuat dalam bagian-bagian yang lebih kecil disebut dengan perincian struktur kerja atau Work Breakdown Structure (WBS). WBS ini diklasifikasikan sebagai sebuah sistem. WBS umumnya digunakan dalam pembangunan kapal baik yang berorientasi sistem (tradisional) maupun produk (moderen). SYSTEM-WORK BREAKDOWN STRUCTURE (SWBS) Perincian struktur kerja berorientasi sistem (SWBS) digunakan secara penuh untuk estimasi awal dan memulai tahapan sebuah desain. Angkatan Laut Amerika mendeskripsikan struktur kerja berorientasi sistem, dengannama Navy Ship Work Breakdown Structure. SWBS ini digunakan melalui: ..sebuah siklus hidup kapal dimulai dari desain awal dan studi biaya melalui penetapan bagian-bagian dan perencanaan produksi mencakup biaya, berat, spesifikasi, efektifitas dan fungsi sistem, desain, produksi, dan perawatan. Dalam SWBS semua klasifikasi grup didefenisikan dalam tiga digit angka numerik berdasarkan sistem fungsionalnya. Ada 10 grup utama, hanya dua diantaranya yang tidak digunakan sebagai bagian utama dalam etimasi biaya dan laporan kemajuan pekerjaan. Kesepuluh gruputama tersebut adalah: 000 Panduan Umum dan Administrasi. 100 Lambung Kapal. 200 Instalasi Propulsi. 300 Instalasi Listrik. 400 Komando dan Pemantauan 500 Sistem Mesin Bantu 600 Perlengkapan dan perabot. 700 Persenjataan. 800 Integrasi/perencanaan. 900 Perakitan Kapal dan Layanan Pendukung. Setiap grup utama dibuat dalam hirarki pembagian dengan merinci menjadi subgroup dan elemen-elemen. Subgrup dibuat dengan tiga digit angka numerik yang mana setiap angka terakhir adalah nol (0). Tiga digit angka numerik lain disebut kode elemen. Sebagai contoh lihat ilustrasi pada gambar 4.3. PRODUCT-WORK BREAKDOWN STRUCTURE (PWBS) Skema klasifikasi perincian pekerjaan berdasarkan produk antara dapat di lihat dari perspektif pembagian/perincian struktur pekerjaan berorientasi produk (PWBS- product oriented work breakdown structure). Komponen-komponen dan sub- assembly digrupkan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya dengan memperhatikan atribut-atribut desain dan manufaktur. Tipikal parameter khusus sistem klasifikasinya seperti bentuk, dimensi, toleransi, bahan serta jenis dan kerumitan pengoperasian mesin produksi. Skema klasifikasi sedapat mungkin dapat diaplikasikan untuk manufaktur sehingga dibutuhkan tata kode dalam proses pencatatan data. Konsep PWBS dideskripsikan menggunakan GT (group technology) dan FM (family manufacture). Logikanya PWBS membagi proses produksi kapal menjadi tiga jenis pekerjaan yaitu: Klasifikasi pertama adalah : Hull Construction, Outfitting dan Painting. Dari ketiga jenis pekerjaan tersebut masing-masing mempunyai masalah dan sifat yang berbeda dari yang lain. Selanjutnya, masing-masing pekerjaan tersebut dibagi lagi ke dalam pekerjaan fabrikasi dan assembly. Subdivisi assembly inilah yang terkait dengan zona dan yang merupakan dominasi dasar bagi zona di siklus manajemen pembangunan kapal. Zona yang berorientasi produk, yaitu Hull Blok Construction Method (HBCM) dan sudah diterapkan untuk konstruksi lambung oleh sebagian besar galangan kapal. Klasifikasi kedua adalah mengklasifikasi produk berdasarkan produk antara (interim product) sesuai dengan sumber daya yang dibutuhkan, misalnya produk antara di bengkel fabrication, assembly dan bengkel erection. Sumber daya tersebut meliputi : Bahan (Material), yang digunakan untuk proses produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya pelat baja, mesin, kabel, minyak, dan lain lain. Tenaga Kerja (Manpower), yang dikenakan untuk biaya produksi, baik langsung atau tidak langsung, misalnya tenaga pengelasan, outfitting dan lain lain. Fasilitas (Facilities), yang digunakan untuk proses produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya, gedung, dermaga, mesin, perlengkapan, peralatan dan lain lain. Biaya (Exspenses), yang dikenakan untuk biaya produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya, desain, transportasi, percobaan laut (sea trial), seremoni, dan lain-lain. Klasifikasi ketiga adalah klasifikasi berdasarkan empat aspek produksi, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengendalian proses produksi. Aspek pertama dan kedua adalah system dan zone, merupakan sarana untuk membagi desain kapal ke masing masing bidang perencanaan untuk di produksi. Dua aspek produksi lainnya yaitu area dan stage merupakan sarana untuk membagi proses kerja mulai dari pengadaan material untuk pembangunan kapal sampai pada saat kapal diserahkan kepada owner. Definisi dari keempat aspek produksi tersebut adalah sebagai berikut: System adalah sebuah fungsi struktural atau fungsi operasional produksi, misalnya sekat longitudinal, sekat transversal, sistem tambat, bahan bakar minyak, sistem pelayanan, sistem pencahayaan, dan lain lain. Zona adalah suatu tujuan proses produksi dalam pembagian lokasi suatu produk, misalnya, ruang muat, superstructure, kamar mesin, danlain lain. Area adalah pembagian proses produksi menurut kesamaan proses produksi ataupun masalah pekerjaan yang berdasarkanpada: Bentuk (misalnya melengkung dengan blok datar, baja dengan struktur aluminium, diameter kecil dengandiameter besar pipa, dan lain - lain) Kuantitas (misalnya pekerjaan dengan jalur aliran, volume outfitting on-block untuk ruang mesin dengan volume outfitting on-block selain untuk ruang mesin, dan lain - lain). Kualitas (misalnya kelas pekerja yang dibutuhkan, dengan kelas fasilitas yang dibutuhkan, dan lain - lain). J enis pekerjaan (misalnya, penandaan (marking), pemotongan (cutting), pembengkokan (bending), pengelasan (welding), pengecetan (painting), pengujian (testing), dan lain lain. Dan Hal lain yang berkaitan dalam pekerjaan. Stage adalah pembagian proses produksi sesuai dengan urutan pekerjaan, misalnya sub-pembuatan (sub-steps of fabrication), sub-perakitan (sub- assembly), perakitan (assembly), pemasangan (erection), perlengkapan on-unit (outfitting on-unit), perlengkapan on-block (outfitting on-block), dan perlengkapan on-board (outfitting on-board). Secara natural elemen-elemen PWBS dideskripsikan sebagaimana terlihat pada gambar 4.4. Hull Blok Construction Method (HBCM) Tingkat manufaktur atau tahapan untuk Hull Blok Construction Method didefinisikan sebagai kombinasi dari operasi kerja yang mengubah berbagai masukan ke dalam produk antara (interim products) yangberbeda, seperti bahan baku (material) menjadi part fabrication, part fabrication menjadi sub block assembly dan lain lain. Secara praktis untuk perencanaan perakitan badan kapal terdiri dari tujuh level/tingkat manufaktur, seperti terlihat pada gambar 4.5. Perencanan aliran pekerjaan dimulai dari level blok-blok, kemudian dibagi-bagi turun sampai ke level fabrikasi komponen. Pengelompokan umum aspek-apek produk yang disajikan dalam gambar 4.6 adalah kombinasi horisontal yang mencirikan berbagai jenis paket pekerjaan yang diperlukan dan dilakukan untuk setiap tingkat, sedangkan kombinasi vertikal dari berbagai jenis paket pekerjaan menunjukkan jalur proses(proses lane) untuk pekerjaan konstruksi lambung yang berkaitan dengan urutan dari bawah ke atas menunjukkan tingkat pekerjaan, sedangkan dalam proses perencanaan dilakukan denganurutan dari atas ke bawah berdasarkan aspek-aspek produksi. Gambar 4.6. Klasifikasi dari aspek produksi Hull Block Construction Method (HBCM). (Sumber: Okayama, 1982, halaman 15) Wahyuddin 61 Alokasi produk untuk setiap paket pekerjaan dioptimasi berdasarkan ukurannya, dapat dijadikan dasar untuk menentukan produktifitas pekerjaan. Beberapa pengulangan-pengulangan dapat dilakukan, tetapi tingkat produktifitas yang dapat dicapai tergantung pengelompokan problem area untuk setiap level-level manufaktur. Produktifitas maksimun dapat tercapai apabila pekerjaan teralokasi secara penuh dalam kelompok-kelompok paket pekerjaan sesuai dengan aspek-aspek produk di atas dan kemampuan untuk memberikan respon cepat terhadap ketidakseimbangan pekerjaan, seperti pemindahan/pergeseran pekerja-pekerja diantara level manufaktur dan atau aliran pekerjaan tanpa kehilangan/membuang waktu, ataumembuat perubahan jadwal pekerjaan dalam jangka pendek. Fabrikasi Komponen-komponen (Part Fabrication) Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.6, Part Fabrication adalah tingkat pertama manufaktur. Tahap ini memproduksi komponen-komponen atau zona-zona untuk perakitan badan kapal menjadi bagian-bagian yang tidak bisa dibagi lagi. Paket-paket pekerjaandikelompokkan dalam zone, problem area, dan stage. Perbedaan dasar problem area bergantung bahan baku, bahan jadi, proses fabrikasi dan fasilitas yang digunakan seperti: Parallel parts from plate (pelat datar beraturan) Non parallel part from plate (pelat datar tidak beraturan) Internal part from plate (komponen internal dari pelat) Part from rolled shape (komponen dari bentukan roll) Other parts (komponen-komponenyanglain misalnya pipa, dan lain lain). Stage ditentukan berdasarkan kesamaan jenis dan ukuran-ukuran, sebagai berikut: Penyambungan pelat atau nil. Penandaan dan pemotongan. Pembengkokan atau nil. Nil diindikasikan tidak ada dalam aspek-aspek produk, atau pengkodean dan kategorinya tidak ada (left blank) atau dilangkahi/diabaikan dari aliran proses. Komponen-komponen yang akan dibengkokan dalam jumlah banyak, problem area-nya dapat dibagi-bagi berdasarkan ketersediaan sumber daya, seperti: Tekan biasa (bentuk kurva yang tidak dalam dengan satu aksis). Tekan kuat (flens bracket) Line heating dengan mesin (bentuk kurva yang tidak dalam dengan dua aksis) Line heating dengan tangan (bentuk kurva yang dalam dengan dua aksis dan untuk memperbaiki semua jenis komponen) Tipikal pengelompokkan paket-peket pekerjaan untuk fabrikasi komponen- komponen diilustrasikan seperti terlihat pada gambar 4.7. Setiap komponen memperlikatkan zona perakitan badan kapal yang tidak bisa dibagi lagi. Gambar 4.7. Part fabrication yang tidak dapat dibagi lagi (Sumber: Storch,dkk, 1995,halaman 72) Perakitan komponen (Part Assembly) Part Assembly adalah tingkat manufaktur kedua yang khusus atau di luar aliran kerja utama (main work flow). Tipikal paket-paket pekerjaan ini digroupkan atau dikelompokkan ke dalam probleamarea sebagai berikut : Built-up parts (komponen asli, seperti profile T, profile L, atau bentuk-bentuk yang tidak di rol) Sub-blok parts (seperti komponen yang harus disatukan dengan las, secara konsisten misalnya pemasangan bracket dengan face plate atau pelat datar, terlihat pada gambar 4.8) Stage dibagi menjadi : Perakitan-perakitan. Pembengkokan atau nil. Gambar 4.8. Part Assembly yang berada di luar aliran kerja utama (Sumber: Storch,dkk, 1995, halaman 72) Perakitan Sub-blok (Sub-block Assembly) Sub-block Assembly adalah tingkat manufaktur ketiga, sebagaimana di tunjukkan pada gambar 4.5 dan 4.6. Zona secara umum adalah menyatukan komponen dengan las, meliputi memfabrikasi sejumlahkomponen-komponen dan atau merakit komponen-komponen, ini dilakukan ke dalampanel saat perakitan blok. Tipikal paket-paket pekerjaan dikelompokkan ke dalamprobleam area untuk : Kesamaan ukuran dalam jumlah yang sangat besar, seperti gading-gading besar, penumpu tengah, wrang-wrang dan lain-lain. Kesamaan ukuran dalam jumlah kecil. Stage diklasifikasikansebagai berikut : Perakitan Back assemblyatau nil. Setelah selesai back assembly komponen-komponen dan rakitan komponen dapat dipasang dari kedua sisi. Back assembly juga ditambahkan setelah pemutaran rakitan. Sebagai contoh diperlihatkan pada gambar 4.9. Gambar 4.9. Subblock Assembly berdasarkan tingkat kesulitan (Sumber: Storch,dkk, 1995, halaman 73) Semi-block and Block Assembly dan Grand-Block Joining Blok adalah merupakan kunci zona untuk perakitan badan kapal yang terindikasi seperti terlihat pada gambar 4.5 dan 4.6. Blok direncanakan dalam tiga level perakitan, yaitu : Semi-block assembly (perakitan semi blok) Block assembly (perakitan blok) Grand-block joining (penggabungan blok). Hanya perakitan blok yang menjadi aliran utama pekerjaan, level-level lain dianjurkan digunakan sebagai alternatif perencanaan. Semua perencanaan didasarkan atas konsep pengelompokan paket-paket pekerjaan dalam probleam area dan stage. Semi block dirakit sebagai zona terpisah dari zona kunci (blok), semi- block kemudian dirakit ke dalam blok menjadi blok induk sehingga proses ini kembali masuk ke dalam aliran utama pekerjaan. Penggabungan blok-blok (kombinasi beberapa blok-blok menjadi blok besar disisi dekat landasan pembangunan) mengurangi waktu kerja yang dibutuhkan untuk penegakan blok (erection) di landasan pembangunan. Dalam penggabungan blok- blok sedapat mungkin harus stabil, membutuh area dan volume yang besar, sehingga harus difasilitasi untuk pekerjaan out-fitting on block dan pengecatan. Zona semi-block, perakitan blok dan penggabungan blok besar (grand block) menjadi rentang perubahandari blok menjadi kapal diperlihatkan pada gambar 4.6. Problem area pada level semi-block pembagiannya sama dengan level sub- blok. Kebanyakan semi-semi blok ukurannya kecil dan berbentuk dua dimensi, dapat dihasilkan menggunakan fasilitas perakitan sub-blok. Dalam perencanaan kerja, yang menjadi inilah yang menjadi poin pembeda dalam memisahkan perakitan semi-block dari perakitan blok. Pengelompokan stage semi-block sama saja dengan sub-sub blok seperti diperlihatkan pada gambar 4.6. Level perakitan blok terbagi dalam problem area menggunakan fitur pembeda dari panel yang dibutuhkan sebagai dasar untuk penambahan komponen, rakitan komponen, dan / atau sub-blok, serta untuk keseragaman terhadap waktu kerja yang diperlukan. Karakteristik ini menentukan apakah platens atau jig pin yang diperlukan, atau blok yang mana harus dimulai dirakit dan selesai pekerjaannya berbarengan. Karena keunikannya, blok bangunan atas ditangani secara terpisah.Untuk membagi problem area, definisi yang diperlukan adalah: Flat (datar) Special flat (datar khusus) Curve (kurva atau lengkung) Curve (kurva khusu) Superstructure (bangunan atas) Karena variasi waktu kerja dan atau jig yang diperlukan, khusus blok datar dan kurva khusus tidak dirakit di fasilitasyang dirancang dalam alur kerja yang awal dan penyelesaian pekerjaannya serempak. Dengan demikian membutuhkan pendekatan pekerjaan yang diistilahkan job-shop (pekerjaan temporer). J ika jumlah blok-blok yang dihasikan sedikit, diklasifikasikan paling kurang ada lima problem area yang harus dipertimbangkan. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.6, fase problem area level perakitan block terbagi atas: Penggabungan pelat. Pemasangan gading-gading. Perakitan. Back assembly atau nil. Stage level perakitan blok adalah mengkombinasikan panel dengan komponen, rakitan komponen, dan atau sub-blok, dan kadang-kadang dengan semi blok. Dengan pertimbangan normal pada level penggabungan blok-blok (grand block), klasifikasi problem area hanya dibagi tiga, yaitu: Panel datar. Panel kurva. Bangunan atas. Stage pada level ini dibagi menjadi: Penggabungan atau nil. Penegakan blok awal ataunil. Back pre-erection ataunil. Untuk kapal-kapal kecil, tahapan penegakan blok awal dianjurkan pada penggabungan grand-blokcs, yang berguna untuk mengkreasi grand-grand blocks. Gambar 4.10 sampai dengan gambar 4.20 memperlihatkan hubungan antara semi-blok, blok dan grand-block pada pengerjaan aktual pembangunan kapal general kargo 22000 DWT. Penegakan Blok-Blok Badan Kapal (Hull Erection) Penegakan blok-blok (erection) adalah level terakhir dari pembangunan kapal yang menggunakan pendekatan zona. Problem area pada level ini adalah: Haluan atau bagian depan badankapal (fore hull). Ruang muatan (cargo hold). Ruangan mesin (engine room). Buritan atau bagian belakang badan kapal (aft hull). Bangunan atas. Stage secara sederhana terbagi atas: Erection. Pengujiandan percobaan kapal (test). Pengujian pada tingkat ini seperti tes tangki, sangat penting ketika sebuah produk antara (interim Product) selesai. Ini diperlukan untuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan sesuai dengan spesifikasi paket. Hasilnya dicatat dan analisis untuk dilakukan perbaikan lebih lanjut. Ilustrasi erection dapat dilihat pada gambar 4.21 dan4.22. ZONE OUTFITTING METHOD (ZOFM) Perencanaan Outfitting adalah terminologi yang digunakan untuk mengambarkan/mendeskripsikan alokasi sumber daya untuk pekerjaan penginstalan komponen-komponen kapal selain struktur lambung kapal. Saat ini banyak diaplikasikan perencanaan outfitting dengan nama Metode Zone Outfitting (ZOFM) yang sebelumnya adalah metode Conventional Outfitting. Metode ZOFM dianjurkan untuk diaplikasikan pada galangan-galangan dengan keuntungan-keuntungan adalah : 1. Meningkatkan keselamatan kerja. 2. Mengurangi biaya-biaya produksi. 3. Kualitas baik. 4. Produktifitas tinggi. Tujuan dan keuntungan yang diperoleh dengan penerapan ZOFM, seperti terlihat pada gambar 4.23. ZOFM merupakan konsekuensi alami dari HBCM, keduanya dikerjakan dengan logika yang sama. Galangan mengerjakan perakitan secara ZOFM dapat dilakukan secara independen (berdiri sendiri) ataupun dapat digabung saat pekerjaan blok-blok lambung kapal. Apabila dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan blok lambung seperti yang tertera dalam kontrak design tentunya akan terjadi perubahan secara signifikan jumlah paket-paket pekerjaan mencakup pekerjaan desain, identifikasi material, pengadaan, fabrikasi komponen/bagian, dan perakitan. Hal ini penting diketahui untuk melihat sejauh mana kemajuan pekerjaan instalasi (outfitting). Perencana HBCM mendefenisikan produk-produk antara mulai dari lambung sebagai zone, kemudian membagi menjadi zona-zona blok dan zona blok dibagi menjadi zona sub-blok dan seterusnya. Proses ini dinyatakan selesai jika bagian- bagian tidak bisa dibagi lagi.Pembagian-pembagian zona ini secara alami mempertimbangkan secara khusus tingkatan atau level manufaktur. Perencana ZOFM harus berdasar pada rancangan zone perakitan lambung. Namun demikian tidak menutup kemungkinan zone outfitting dapat dibuat secara independen. On-Unit, On-Block, Dan On-Board Outfitting On-unit yang merujuk pada zone dapat didefeniskan sebagai penataan/ peletakan/pemasangan perlengkapan/peralatan/suku cadang yang dirakit secara tersendiri daristruktur lambung. perakitan seperti ini disebuton-unit outfitting. Perakitan seperti ini dapat meningkatkan keamanan serta mengurangi jam-orang dan durasi/waktu yang dialokasikan untuk on-block dan on-board outfitting. On-block untuk keperluan outfitting/instalasi mengacu pada hubungan yang lebih fleksibel antara blok dan zona. Perakitan fitting (perlengkapan) pada setiap struktural sub-rakitan (misalnya, semi-blok, blok, dan blok besar), disebut sebagai on- block outfitting. Zona berlaku untuk daerah yang diinstalasi, pemasangan peralatan/perlengkapan di langit-langit dari sebuah blok yang dilakukan terbalik adalah sebuah zonasedangkan pemasangan peralatan/perlengkapan di atas geladak setelah blok dibalik merupakan zona lain. On-board adalah sebuah divisi atau zona untuk paket-paket pekerjaan perakitan perlatan/perlengkapan selama penegakan (ereksi) lambung dan setelah peluncuran. Sebuah zona ideal perlengkapan on-board menghindari kebutuhan bubar dan / atau terus-menerus relokasi sumber daya, terutama pekerja. Sebuah zona ideal on-board oufitting adalah menghindari /mengurangi kebutuhan dispersi dan/ atau relokasi terus-menerus sumber daya, terutama pekerja. secara umum, kompartemen didefinisikan sebagai kulit, sekat, dek atau partisi lainnya yang cocok. bahkan seluruh ruang muatan, tanki-tangki, kamar mesin, geladak bangunan atas, atau geladak cuaca dapat menjadi zona berguna untuk tahapakhir on-board outifitting. Perencana ZOFM,merinci pekerjaan outfit ke dalam paket-paket pekerjaan, dan pertimbangkan komponen-komponen oufit untuk semua sistem dalamzona on-board dan mencoba untuk memaksimalkan jumlah dipasang/diinstalasi pada zona on- block. Tujuannya adalah untuk meminimalkan pekerjaan outfit selama dan setelah ereksi lambung. Optimalisasi ukuran paket pekerjaan dapat dicapai ketika isi pekerjaan hampir seragam. Keseimbangan paket-paket pekerjaan didasarkan pertimbangan mengkelompokkan komponen ke dalam aspek produk zona, problem area dan stage. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan kerja, seperti alokasi tenaga kerja dan penjadwalan. tujuan laindari perencana ZOFMmeliputi: 1. Pemindahan posisi pekerjaan fitting (instalasi), terutama las, dari posisi sulit ke posisi lebih mudah yaitu down hand , sehingga dapat mengurangi baik jam- orang dan jangka waktu yang diperlukan. 2. Memilih dan merancang komponen yang dapat diatur kedalam grup fitting untuk pemasangan/perakitan on-unit, sehingga simpliying perencanaan dan penjadwal- an dengan menjaga berbagai jenis pekerjaan yang terpisah pada tingkat manufaktur palingawal. 3. Memindahkan pekerjaan dari ruang tertutup, sempit, tinggi, atau tidak aman ke tempat-tempat terbuka, luas, dan rendah, sehingga memaksimalkan keamanan dan akses untuk penangananmaterial. 4. Perencanaan secara simultan/kompak,paket- paket pekerjaan, sehingga men- gurangi waktu instalasi secara keseluruhan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, secara praktis perencanaan outfitting dibagi dalam enam tingkat manufaktur seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.24. Tingkatan komponen, unit, dan grand-unit dieksekusi independen dari zona struktural lambung tempat komponen dan unit akan dipasang. Tingkatan on-block dan on-board, tentu saja, sepenuhnya tergantung pada entitas struktural. Pengelompokan khas aspek produk ditampilkan dalam gambar 4.25 berupa kombinasi secara Horisontal yang mencirikan berbagai jenis paket pekerjaan yang diperlukan dan pekerjaan yang harus dilakukan untuk setiap tingkat manufaktur. Kombinasi secara vertikal dari berbagai jenis paket pekerjaan menunjukkan jalur proses alur kerja yang sesuai dengan ZOFM. Perencana ZOFM, perlu menyeimbangkan antara perencanaan dan penjadwalan dan koordinasi antara pekerjaan konstruksi lambung, outfitting, dan pengecatan. Pada gambar 4.26 s/d 4.28, masing-masing diperlihatkan on-unit, on-block dan on- board outfitting. ZONE PAINTING METHOD (ZPTM) ZPTM adalah penambahan alamia dari logika yang digunakan pada HBCM dan ZOFM. Dalam hal ini pekerjaan pengecatan mengalami proses transfer dari metode yang secara tradisional dilakukan di landasan pembangunan atau di dermaga outfittting, ke metode yang mengitegrasikan pekerjaan pengecatan dengan pekerjaan perakitan lambung dan proses instalasi secara menyeluruh pada level- level manufaktur baik pada perakitan awal, perakitan sub-blok sampai perakitan dan penegakan blok. Tipikal pekerjaan pengecatan pada dasarnya sama dengan proses perakitan dimana pekerjaan tersusun dalam sebuah hirarki menjadi sebuah level-level manufaktur sebagaimana terlihat pada gambar 4.29. Aplikasi pekerjaan ini sukses apabila memperhatikan persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Interval pengecatan antara lapisan pertama dengan lapisan berikutnya harus lebih pendek dari periode paparan yang diijinkan. 2. Setiap perakitan blok lambung diselesaikan dengan meminimalkan pekerjaan persiapan permukaan dan pengecatan ulang akibat pekerjaan pemotongan, pemasangan dan pengelasan. Pengerjaan dasar (shop primers) untuk pelat dan bentuk-bentuk lain seharusnya tidak menghalangi efesiensi pekerjaan pemotongandan pengelasan. Tujuan utama perencanaan untuk memindahkan/mengeser pekerjaan pengecatan ke level-level manufaktur sebelum pengecatanon-boardadalah untuk: Pergeseran posisi dari posisi di atas kepala ke posisi dibawah tangan, dari tempat tinggi ke tempat rendah, dan dari tempat terbatas ke tempat yang mudah diakses. Memfasilitasi penggunaan bangunan yang dapat mengendalikan suhu dan kelembaban, terutama untuk pekerjaan pelapisan yang rumit, Menyediakan lingkungan yang lebih aman tanpa perangkat luar biasa (extraordinary devices) yang akan membebani para pekerja, Mencegah terjadinya inprocess rust dan pengerjaan ulang, Minimalkan penggunaan panggung kerja/peranca terutama hanya untuk persiapan permukaan dan pengecatan, dan Tingkat beban bekerja di seluruh proses pembuatan kapal dihindari dengan volume pekerjaan yang besar terutama dalam tahap akhir yang bisa menunda/memperlambat (jeapordize) penyerahan kapal sesuai yang dijadwalkan. Pengelompokan khas pekerjaan pengecatan yang terkait dengan paket pekerjaan ditinjau dari kandungan aspek produk seperti terlihat pada gambar 4.30. Karakteristik kombinasi secara horizontal adalah berupa berbagai jenis paket pekerjaan yang diperlukan dan cukup untuk pekerjaan yang harus dilakukan pada setiap level pekerjaan. Kombinasi vertikal menunjukkan jalur proses untuk alur kerja pengecatan. J elasnya,perencana harus mampu untuk menyeimbangkan dan mengkoordinasikan perencanaan dan penjadwalan antara pekerjaan konstruksi lambung, outfitting dan pengecatan. Contoh dari sistem pengecatan yang diterapkan sesuai dengan ZPTMseperti terlihat dalam gambar 4.31. Pengerjaan Dasar Pengecatan (Shop Primer Painting) Pada level manufaktur ini, mengaplikasikan pekerjaan persiapan permukaan dan mengaplikasikan pengerjaandasar pada bahan baku sebelum dikerjakan untuk menjadi struktur atau komponen outfitting. Pembagian/perincian problem area pada tahapan ini berupa adalah: Pelat. Bentuk Bentuk (kurva, double kurva) dan lainnya. Kategori stage pada tahapan ini adalah: Shot Blasting (pembersihan menggunakan pasir silika yang ditembakkan). Pengecatan. Gambar 4.31. Sistem Pengecatan berdasarkan Zone Painting Method (ZPTM) (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 92) Pengecatan Dasar (Primer Painting) Pada level ini diaplikasikan anti-korosi, mencakup epoxy dan anorgank seng- silikat, yang merupakan lapisan pertama diterapkan pada komponen atau divisi on- board (sebagaimana didefinisikan dalam ZOFM), atau blok (sebagaimana didefinisikan dalam HBCM) . Problem area dikelompokkan menjadi: Jenisjenis cat , yaitu, konvensional, epoxy, anorganik sengsilikat, dan lainlain. jumlah lapisan. Jenis zona. Pengklasifikasianpekerjaan untuk setiap komponen, blok atau onboard ke dalamproblemarea, dimaksudkan untuk mengantisipasi: Terbakarnya atau rusaknya permukaan yang telah dicat saat pekerjaan pada levellevel manufaktur baik HBCMmaupun ZOFM sukses diselesaikan. Sulitnya merubah/mengeser kondisikondisi pengecatan (misalnya dari posisi dibawah tangan menjadi posisi di ats kepala, dari tempat rendah ke tempat tinggi, dari yang renggang ke berdekatan,dll). Kebutuhan untuk merawat hasil pekerjaan. Pertimbangan-pertimbangan ini lagi menunjukkan bahwa ZPTM, ZOFM, dan perencanaan HBCM harus dikoordinasikan. Perencana pekerjaanpengecatan harus mempertimbangkan tersebut di atas untuk setiap zona di semua tingkat manufaktur ZOFM dan HBCM. Tahapan (stage) pada tingkat ini dipisahkan ke dalamfasefase berikut: Persiapan permukaan. Membersihkan. Touchup. Pengecatan. Persiapan permukaan setelah pembalikan blok atau nil. Membersihkan setelah pembalikan blok atau nil. Touchup setelah blok turnover (pembalikan) atau nil. Pengecatan setelah pembalikan blok atau nil. Pekerjaanpekerjaan pengecatan dasar yang dipadukan dengan ZOFM pada tingkat manufaktur ini dilaksanakan tepat sebelum tahapan pemasangan langitlangit dan pembalikan blok dikerjakan, sebelum tahapan pemasangan onfloor. Nil berlaku jika blok yang tidak diputar. Pengecatan AkhirLapisan Bawah Tahapan manufaktur ini dikenal sebagai tingkat semifinal dalam aplikasi pekerjaan pengecatan. Penggunaan klasifikasi zona pada tahapan ini, yaitu: 1. Komponenkomponen (dalam ukuran besar atau yang menjadi relatif tidak dapat diakses setelah pemasangan/penginstalan onboard, seperti tiangtiang, lengan derek muatan (boom), sisi bawah tutup palka, dll). 2. Unitunit yang harus dipasang onboard. 3. Terinstalasi pada blokblok. 4. Pembagian onboard. 5. Nil (berlaku jika khusus pada epoksi). Pembagian Problem Areanya adalah: 1. Jenis cat. 2. Jumlah mantel. 3. Jenis zona. 4. Perancah (panggung kerja) hanya diperlukan untuk pekerjaan pengecatan. Klasifikasi paket pekerjaan secara stage sama seperti untuk tingkat pengecatan dasar. Pengecatan Akhir Pengecatan akhir adalah level manufaktur final di ZPTM. Klasifikasi Zona, Problem area dan stage sama seperti di level pekerjaan pengecatan lapisan akhir, kecuali bahwa tahap akhir terkait denganpemutaran blok tidak berlaku. PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. J elaskan defenisi desain produksi atau desainuntuk produksi? 2. Mengapa desain untuk produksi penting dalam proses pembangunan kapal? 3. Pembangunan kapal berorientasi produk atauPWBS mempuyai tiga elemen, jelaskan masing-masing ketiga elemen tersebut? 4. J elaskan perbedaan antara pekerjaan outfitting on-unit, on-block dan on-board. 5. J elaskan tipikal level pekerjaan ZPTM. TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1 TUJ UAN TUGAS III Menjelaskan ciri desainproduksi berorientasi sistem dan produk. 2 URAIAN TUGAS a. Objek Garapan b. YangHarus dikerjakan dan batasan-batasan c. Metode/Cara pengerjaandan Acuanyang digunakan 3 Kriteria Penilaian Literatur/ Kajian Pustaka Membuat paper (makalah) dengan isi: 1. Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi sistem. 2. Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi produk. 3. Menjelaskan keterkaitan antara desain dan perencanaan produksi kapal. 4. Menarik simpulan Studi literatur Teori-teori dasar desain kapal. Teori-teori desain produksi kapal. Mengidentifikasi perbedaan desain prosuksi pendekatan system dengan produk. Ketepatan waktu penyelesain Sistematika sajian Kemutahiran literatur. Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan DAFTAR BACAAN Bruce George J , 1987, Ship Design for ProductionSome UK Experience, NSRP ship production Symposium, NewOrleans, Louisiana. J onson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin /GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific ShipyardCorp, USA. http://www.nsrp.org, The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diaks J uli 2011. PENDAHULUAN Pembangunan kapal berorientasi produk pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama yaitu proses desain dan pengkonstruksian. Proses desain mencakup desain awal (basic design), Desain fungsional (functional design), Desain Transisi (transition design) dan Desain Detail atau Desain Gambar Kerja (Detail Design). Pengkonstruksian atau perakitan kapal secara riil mencakup empat level manufaktur yaitu level fabrikasi, perakitan awal, perakitan blok dan penegakan blok (erection) sampai penyerahan (delivery). Salah satu item dalam proses desain adalah membuat rancangan blok kapal yang akan dijadikan patokan dasar dalam membuat desain produksi kapal. Rancangan blok kapal terdiri dari dua tahapan yaitu prarancangan blok dan optimasi rancangan blok kapal. Prarancangan blok atau rancangan blok awal berupa pendefenisian batasan blok dan jumlah blok sedangkan optimasi rancangan blok dilakukan dengan dengan mengoptimasi secara teknis rancangan blok dengan ketersediaan sumber daya galangan terutama peralatan material handling dan luas area pembangunan. Pendekatan metode pembelajaran yang dilakukan agar mahasiswa mampu membuat rancangan blok kapal adalah dengan menggunakan project based learning, yaitu membuat tugas rancangan blok lambung secara mandiri. Tugas dibuat runtut dan sistematis sehingga mahasiswa mampu memahami serta mengaplikasikan konsep PWBS dalam pembangunan kapal, terutama aspek pekerjaan HBCM, ZOFM dan ZPTM. URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PROSES DESAIN BERORIENTASI PRODUK Proses desain dalam pembangunan kapal berorientasi produk atau menggunakan pendekatan PWBS dapat dilihat pada gambar 76. Gambar 5.1. Proses desain pembangunan kapal berorientasi produk (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 64) Pada gambar 5.1 terlihat transformasi desain kapal menjadi desain untuk produksi mulai dari basic design yaitu rencana umum, konstruksi tengah kapal, prarancangan blok dan lain-lain yang diterjemahkan ke dalam functional design berupa gambar-gambar untuk lambung berupa bukaan kulit, seksi-seksi, konstruksi profil, rencana pola pemotongan, rencana fabrikasi danassembly. Diagram-diagram untuk geladak, akomodasi, permesinan dan kelistrikan berupa diagram perpipaan, rancangan sistem-sistem, dan diagram instalasi kabel. Transformasi berikut adalah membuat transition design berupa perencanaan dan gambar untuk lambung mencakup daftar komponen-komponen blok lambung, rancangan blok. Perencanaan dan gambar komposit mencakup tata letak perpipaan dan komponen, tata letak instalasi kabel. Transformasi paling akhir adalah detail design yaitu perancangan gambar- gambar kerja, untuk lambung mencakup rencana dimensi blok, rencana penegakan blok, rencana perakitan panel datar, rencana perakitan panel kurva, dan rencana pemotongan. Untuk permesinan dan kelistrikan mencakup gambarkerja pemasangan pipa dan komponen, pemasangan perabot, serta gambar kerja pemasangan kabel danrencana pemotongan kabel. Keluaran desain berorientasi produk dapat dilihat pada gambar 5.2 s/d 5.5. Gambar 5.2. Keluaran/hasil tahapan basic design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 22/103) 90 Gambar 5.5. Keluaran/hasil tahapan detail design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/503) METODE PENGEMBANGANBLOK Pada pembangunan kapal berorientasi produk atau sistem blok. Badan (lambung) kapal dibagi menjadi blokblok, dimana setiap blok merupakan seksi-seksi bidang yang dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi blok dengan segala perlengkapan dan instalasinya yang ada di dalam blok yang sudah dipasang sebelum blok blok tersebut diangkat dengan alat angkat (crane) ke Building Berth untuk diadakan penyambungan (erection), sehingga dapat mengurangi pekerjaan pada building berth. Sistem blok adalah suatu sistem yang membagi seluruh badan kapal menjadi beberapa bagian atau blok dan tiap-tiap blok dibuat pada suatu tempat yang terpisah dan bila tiap-tiap blok tersebut selesai maka blok-blok ini disambung. Pengembangan pembangunan kapal sistem blok terdiri dari dua metode yaitu: Metode seksi assembly. Metode berlapis. Metode Seksi Assembly Metode ini difokuskan pada pengembangan erection pada arah vertikal dan penurunan ditetapkan untuk satu blok dari dasar ke upper deck. Gambar 5.6 memperlihatkan situasi penurunan blok pada hari kalender ke n setelah keel laying. keterangan: Gambar 5.6. MetodePerakitanSeksi Asembly (Sumber: PAL Indonesia, 2000, halaman68) 1. n1 hari kalender keel laying: kamar mesin dan bagian bagian tangki parsial telah lengkap. 2. n2 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang kapal/stern dan bagian- bagian tangki telah menyambung. 3. n3 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang/stern dan bagian depan/bow telah selesai atau lengkap. Kelebihandari metode ini adalah : 1. Oleh karena pembangunannya ditetapkan bahwa satu tangki pada satu waktu, maka pemeriksaan tangki menjadi cepat dan penggunaan perlatan dan permesinaan untuk ditangki menjadi mudah. 2. Pelaksanaan grand assembly dari blok-blok didarat menjadi lebih mudah dan dapat diharapkan terjadinya peningkatan effesiensi yang tinggi, sebab adanya derajat keselamatan kerja yang tinggi. Kelemahandari metode ini, yakni : 1. Karena pengembangan awal dari dasar kapal tidak memungkinkan waktu kosong antara pembangunan dari kapal-kapal berbeda tidak dapat diserap, sehingga menyulitkanuntuk menyamaratakan beban pekerja. 1. pekerjaan yang campur aduk akan sering terjadi sehingga akan memperbesar pengaruhburukpada lingkungankerja. 2. Karena pekerjaan pada dasar kapal, sekat melintang, pelat kulit, upper deck dan bagian yang lain dicampur atau dengan kata lain dikerjakanbersamaan maka ketebalan pelat dan ukurannya berbeda,sehingga hal ini akan menimbulkan kondisi naik dan turun dalam pembuatan distibusi pekerjaan untuk para pekerja akan menjadi sulit. Oleh karena itu keadaan nait dan turunnya dalam batas area danpembagianpekejalebihseperti yangseringterjadi selamatahapassembly. Metode Berlapis ( Layered Method) Metode ini difokuskan pada perakitan pada arah memanjang dari blok permulaan, sehingga perakitannya dimulai dari blok dasr (bottom). Kemudian sekat melintang, sekat memanjang dan pelat kulit dapat dikembangkan. Gambar 5.7 memperlihatkan situasi penurunan blok hari ke n setelah keel laying. Gambar 5.7. Metodeperakitanberlapis (Sumber: PAL Indonesia,2000, halaman67) keterangan: 1. n1hari kalender keel laying: perakitandari bagiandasar. 2. n2 hari kalender setelah keel laying: perakitan bagian bawah dari sekat-sekat dan pelat kulit. 3. n3 hari kalender setelah keel laying: pengembangan bagian atas sekat-sekat dan pelat kulit danperakitanupper deck. Kelebihandari metodeini adalah: 1. Oleh karena suatu pertimbangan bahwa sejumlah pekerja akan terlibat pada saat pelaksanaan erection, maka waktu luang yang terjadi sebelum dan setelah peluncuran kapal dapat diatasi dengan cepat. metode ini sangat efektif untuk perakitan awal pada bagian dasar yang relatif melibatkan jumlah pekerja lebih besar. 2. Sebab pekerja-pekerja yang sama dapat terlibat dalam pekerjaan yang sama dalam suatu waktu/masa yang sudah pasti, penyempurnaan dalam efesiensi tidak diharapkanmelalui spesialisasi. 3. Tidak ada pekerjaan kearah vertikal dan pekerjaan yang campur aduk dapat dihindari,sehingga lingkungan kerja dapat menjadi baik, kerja menjadi aman dan hal ini akanmeningkatkanefesiensi besar. 4. J ika hanya metode pelapisan yang digunakan, maka secara sekwen lokasi-lokasi pekerja akan bergerak/berpindah dari dasar kapal ke sekat melintang dan sekat memanjang, pelat kulit dan akhirya ke upper deck, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan hanya beberapa pekerja saja dan hal ini mempermudah untuk membagi rata pekerjaan. Oleh karena blok-blok yang sama dikerjakan dalam waktu yang sama, maka langkah untuk outomatisasi dan penggunaanpermesinanpada tahapdi assembly menjadi lebihmudah. Kelemahandari metodeini , yakni : 1. Dibandingkan dengan perakitan kearahmemanjang, maka penyelesaian pekerjaan kearah vertikal akan menjadi lambat, sehingga penyelesaian kompartemen kapal secara individual akan menjadi lambat dan inspeksi tangki- tangki dan pekerjaan outfitting akan menjadi menurun. Secara umum keinginan untuk memperpendek waktu pembangunan dan peningkatan produksi tidap dapat diharapkan. 2. Derajad deformasi dari bentuk kapal menjadi besar, khususnya permintaan pada bagian depan (bow) dan belakang (stern) kapal akan bertambah besar sehingga ketepatan akhir dari kapal akan menjadi jelek. TATA KODE (CODING SYSTEM) Ratusan atau puluhan jumlah blok kapal yang sudah dibagi-bagi agar dapat diurus dan diatur selama pembangunan (seperti pemesanaan material, perencanaan jadwal kerja, jadwal kerja perakitan, perencanaan tenaga, pengendalian material, NO 1 NAMA BANGUNAN 2 NAM SINGKA 3 1 Cargo holdbottomshell BS 2 Cargo holdbilge strake GS 3 Cargo holdside shell SS 4 Cargo holdbilge shell GS 5 Cargo holdtopsidetankside shell GB 6 Cargo holdbottomstructure(singlebottom) BC 7 Cargo holdbottomstructure(doublebottom) DB 8 Cargo holdbilge structure GC 9 Cargo holdbilge hopper GC 10 Cargo holdside shell structure SS 11 Cargo holdupper deck UD 12 Cargo holdtopsidetankbottom UH 13 Cargo holdtransversebulkhead TB 14 Cargo holdtransversebulkheadhopper HP 15 Cargo holdlongitudinal bulkhead LB 16 Cargo hold2nd deck 2D 17 Cargo hold3rd deck 3D 18 Cargo hold4th deck 4D 19 Cargo holdpartial deck PD 20 Cargo holdcell guide structure CE 21 Cargo holdCR boxgir CB 22 Cargo holdholdhatchcoaming HT 23 Cargo holdbulwark BU 24 Engine roombottomshell ABS suku cadang dan lain-lain), maka semua blok perlu diberi suatu nama dengan membuat tata kode. Kode/Nama menjadi key primer dalam membedakan entitas- entitas blok, sub-blok, panel, dan komponen-komponen dalam suatu kapal. Penamaanatau pengkodean blok dibuat berdasarkan pada singkatan- singkatan, yang sesuai dengan nama konstruksinya dan nomor urut sesuai dengan konstruksinya. Sebagai contoh penamaan/pengkodean blok yang digunakan oleh galangan PT. PAL Indonesia (persero) Surabaya: Pada tabel 5.1diperlihatkannama blok dannamasingkatan. Tabel 5.1Nama blok danNama Singkatan A TAN Lamb Thomas (1985), mengembangkan struktur pengklasifikasian dan sistem pengkodean untuk pembangunan kapal dengan nama Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS). SCSS menggunakan 17 digit nomor, nomor-nomor ini bervariasi tergantung dari produk, sebagai contoh untuk produk struktur pelat menggunakan 17 digit, tetapi pada produk perakitan awal hanya menggunakan 11 digit. Digit pertama sampai sepuluh digunakan untuk mengklasifikasi desain, sedangkan digit sebelas sampai tujuh belas digunakan untuk mengklasifikasi proses. Struktur SCSS adalah sebagai berikut: FIRST DIGIT (digit pertama) SHIP GROUP Pembagiankapal kedalam sistem-sistem utama, sebagai rujukan dapat menggunakan pendekatan SWBS dari Angkatan Laut Amerika Serikat. SECOND DIGIT BASE PRODUCT Pembagian produk dasar yang biasa digunakan galangan, sebagai contoh plate dan seksi-seksi, dll. THIRD DIGIT TYPE Pembagianproduk dasar berdasakan variasi tipenya, sebagai contoh seksi berbentuk datar, sudut, channel, tee dll. FOURTH DIGIT MATERIAL Pendefenisian material berdasarkan persyaratan spesifikasi dan kualitas. FIFTH DIGIT SIZE CLASSIFICATION LENGTH Digit keenam sampai kesepuluh digunakan mengklasifikasikan secara berbeda bergantung keadaan sebagai mana berikut: SIXTH DIGIT FOR PLATE WIDTH FOR SECTIONS - WEB DEPTH SEVENTH DIGIT FOR PLATE THICKNESS FOR SECTIONS - FLANGE WIDTH EIGHTH DIGIT FOR PLATE SHAPE FOR SECTIONS - WEB THICKNESS NINTH DIGIT FOR PATE - HOLES AND SLOTS FOR SECTIONS - FLANGE THICKNESS TENTH DIGIT FOR PLATE - EDGE PREPARATION FOR SECTIONS - END CUT Digit kesebelas sampai dengan ketujuhbelas digunakan mengklasifikasi proses fabrikasi dan pengisntalan/pemasanganproduk-produkuntuk membangun kapal , adalahsebagai berikut: ELEVENTH DIGIT PRE-PROCESSING TREATMENT dentifikasi berbagai macam pekerjaan/kegiatan perbaikanpersiapan proses untuk semua produk. TWELFTH DIGIT CUTTING Identifikasi proses pemotongan THIRTEENTH DIGIT FORMING Identifikasi proses pembentukan FOURTEENTH DIGIT CONNECTION TYPE Identifikasi jenis/tipe sambungan digunakan untuk mengklasifikasikan produk. FIFTTEENTH DIGIT WORK POSITION Identifikasi posisi-posisi pekerjaan untuk menyambung/menyatukan produk. SIXTEENTH DIGIT WORK STATION Identifikasi stasiun-stasiun kerja atau bengkel- bengkel dimana produk diinstalasi atau dibuat. SEVENTEENTH DIGIT EQUIPMENT USED Identifikasi jenis peralatan/perlengkapan yang digunakan di statiun kerja untuk membuata ataumenginstal produk. Gambar 5.8. memperlihatkan detail sistem kode dan contoh penggunaan SCSS sebagai mana terlihat pada gambar 5.9. SPESIFIKASI MATERIAL Material-material yang digunakan dalam pembangunan kapal umumya didiskusikan pemakaiannya terutama pada perakitan badan kapal, outfitting dan pengecatan. Oleh karena kompleksnya persyaratan sebuah bangunan kapal sehingga material yang digunakan pun bervariasi. Saat ini kebanyakan kapal dibuat dari logam. Logam yang paling dominan digunakan adalah baja (steel) dengan berbagai tingkatan (grade), untuk pertimbangan berat atau stabilitas kapal kadang-kadang digunakanaluminium di bangunan atas. Secara umum baja dibagi menjadi tiga tipe/jenis, yaitu pearlitic, martensitic dan austenitic. Baja pearlitic atau mild steel atau baja lunak memiliki sifat yang umumnya mudah untuk di olah, ditangani dan di las. Baja martensitic atau higher-strength steels atau baja keras mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari baja lunak. Baja jenis ketiga adalah austenitic steels, pembuatannya kebanyakan dipadukan dengan elemen-elemen seperti nikel dan mangan. Baja- baja ini, termasuk baja tahan karat atau stainless steels, yang sifatnya tahan terhadap proses pengkaratan tetapi sama dengan baja keras membutuhkan penanganan/perlakuan khusus untuk pengelasan. Isi/sifat baja, sebagai struktur logam, harus mensyaratkan empat kategori yaitu: Kuat dan daya tahan tinggi. Tidak mudah retak. Kekuatan patah baik. Tahan terhadap korosi. J enis baja yang digunakan pada pembangunan kapal-kapal niaga yaitu baja karbon rendah, baja karbon sedang atau ordinary-strength steel. Baja karbon tinggi dan paduan baja juga digunakan. Baja-baja ini dapatdigunakan tetapi sifatnya harus sama atau paling tidak sama dengan baja sedang,yaitu kekuatan besar/baik, ketahanan terhadap pengkaratan baik, dan tidak mudah patah. Sifat-sifat baja dinyatakan dengan variasi tingkatan atau grade yang komposisinya tergantung proses pembuatannya . Struktur-struktur baja yang digunakan untuk perakitan konstruksi kapal yang bersifat komersial di Amerika Serikat disertifikasi oleh American Bereau of Shipping (ABS), di Indonesia dengan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan lain- lain. Pada gambar 5.10 diperlihatkan variasi tingkatan baja sedang menurut ABS rules. Berdasarkan ukuran dan bentuknya material yang digunakan pada pembangunan kapal yaitu pelat, pipa, profil dan lain-lain. Material ini umunya dibuat berdasarkanspesifikasi standar ABS, ASTM, BSI, J IS, LRS dan BKI. Pada gambar 5.11 diperlihatkan spesifikasi standar untuk material pelat baja (steels plate). Gambar 5.12 memperlihatkan spesifikasi ukuran untuk material pelat baja. OPTIMASI RANCANGANBLOK KAPAL Tujuan utama dari metode pembangunan blok kapal adalah suatu upaya bagaimana agar beban pembangunan kapal pada building berth (dock) dapat lebih ringan dan waktu pembangunannya dapat lebih singkat. Dari suatu lambung kapal dibagi menjadi beberapa puluh atau beberapa ratus blok (tergantung dari ukuran blok) dan dirakit pada bengkel assembly. Pembagian blok tersebut mengacu dari perhitungan yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan dari unit-unit assembly, dengan katalainpembagian blok (block division) ini akan menentukan banyaknya jumlah unit-unit blok yang akan diloading/ diturunkan. Oleh karena itu, mengapa beberapa blok pembangunannya dilaksanakan secara kombinasi dalam bentuk suatu Grand Assembly, yaitu proses assembly di darat dan erection di building berth/graving dock, sehingga dalam hal ini unit-unit assembly akan berbeda dengan unit-unit erection. Meskipun ada banyak tipe blok-blok yang sangat dipengaruhidari ukuran dan bentuknya, namun tipe/bentuk blok-blok tersebut secara umum dapat dikelompokkan/ dikategorikan seperti terlihat pada gambar 5.13. Pembagian blok tersebut didasarkan pada pembangunan sesuai shipbuilding line chart (SBLC) atau jadwal induk, yaitu lama waktu pembangunan, metode pembangunan, spesifikasi kapal, gambar-gambar rancang bangun/basic design (gambar rencana umum, gambar potongan melintang di tengah-tengah kapal, gambar sekat melintang kapal dan beberapa gambar- gambar lain yang sesuai dengan kontrak dan kapasitas peralatan dari galangan kapal tersebut. Blok-blok tersebut biasanya dibagi dan dihitung dengan ukuran yang sesuai untuk mendapatkan keadaan-keadaan sebagai berikut: 1. Titik awal dimulainya erection. 2. Kapasitas crane di bengkel assembly dan di bengkel erection. 3. Keadaan-keadaan pada tahap assembly. 4. Keadaan-keadaan permukaan pelat pada waktu pemutaran blok di bengkel. assembly. 5. Keadaan-keadaan selama pembangunan di dok/ building berth. 6. Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan outfitting. 7. Dan lain-lain. Beberapa keadaan ini kadang-kadang satu dengan yang lainnya saling bertentangan, sehingga tidak semua keadaan yangoptimum tersebut dapat selalu ditemukan. Kesulitan-kesulitan di dalam pembagian blok terletak pada kebutuhan untuk memilihantara memenuhi atau mengabaikan kondisi-kondisi tersebut di atas, disesuaikan dengan kepentingan galangan atau bangunannya. Titik Awal Erection Langkah pertama dalam pembagian/ division adalah menetapkan blok mana yang akan diturunkan lebih dahulu untuk setiap kontruksi. Oleh karena setiap galangan menggunakan metode-metode pembangunan yang berbeda, maka ada beberapa kegiatan yangdemikian tadi dan masing-masingdinamakan sebagai: 1. Erection dengan satu titik (one point erection). 2. Erection denganlebih dari satu titik (multiple point erection). 3. Pembangunan secara berlapis. 4. Assembly seksi. 5. Dan lain-lain. Titik dimulainya erection ditentukan oleh gambaran utilitas dari setiap galangan. Biasanya dalam kaitannya dengan keinginan untuk mengawali pekerjaan outfitting di bagian buritan kapal (stern part) dan kamar mesin, maka ditentukan satu titik awal erection-nya di bagian blok kamar mesin atau bagian dari blok kamar mesin tersebut di bagian sisi depan. 1. Keputusan ini akan memberi kelonggaran waktu pelaksanaan pekerjaan outfitting lebih awal di bagianbelakang kapal (stern section) dan di kamar mesin. 2. Keputusan ini memberikan kesetaraandistribusi jam orang untuk divisi produksi, dan penggunaan arah dari kegiatan-kegiatan kritis (critical path) selama waktu pembangunan berjalan. 3. Penempatan blok secara sederhana dan stabil (bisa memindahkan bulkhead). KAPASITAS CRANE Kapasitas Crane Pada Area Assembly Dalam galangan kapal besar crane-crane, ban berjalan (conveyor) dan alat-alat transportasiyang digunakan di area assembly mempunyai kapasitas yang lebih dari pada berat blok-blok yang direncanakan, sehingga pembatasan pembagian blok relatif kecil. Galangan-galangan kapal yang ada saat ini saling mengembangkan ukuran kapal-kapal yang akan dibangun dan telah mengijinkan peningkatan berat blok, sehingga kapasitas crane di area assembly menjadi faktor utama. Dalam hal ini, perlu mempertimbangkan kondisi-kondisi cara pengangkatan dengan bermacam-macam crane, ketinggian peng-angkatan, dan faktor-faktor laindalammenentukan berat blok-blok dan dimensinya yang maksimum. Kapasitas Crane Di Tempat Pembangunan Kapal Di galangan-galangan besar dan modern , dok-doknya dilengkapi dengan goliath crane atau gantry crane yang bisa memindahkan blok-blok melebihi kapasitas dari crane dok yang biasanya ada, sehingga berat maksimum blok yang akan diangkat dapat disesuaikan dengan berat pembagian blok. Dalam hal ini jarang kapasitas crane menjadi faktor pembatas pembuatanblok di area perakitan. Faktor utama biasanya berat maksimum dari blok-blok raksasa di area grand assembly. Pada galangan-galanganyang mempunyai banyak jib crane disekitar tempat pembangunan kapal, perlu sebuah diagram tata letak (layout) crane yang akurat dan mempertimbangkan kapasitas angkatnya. Harus ada perhatian khusus masalah keamanan ketika menggunakan dua crane atau lebih untuk mengangkat sebuah blok denganmemperhitungkan titik gravitasinya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan crane kaitannya dengan rancangan blok badan kapal, yaitu: 1. Dicoba membuat blok-blok sebesar kapasitas crane yang diijinkan. 2. Yakinkan bahwa berat bermacam-macam blok kurang lebih sama. 3. Hati-hati mempertimbangkan kapasitas alat-alat transportasi (crane, forklift, dsb) dari area assembly (perakitan). 4. Yakinkan bahwa pelaksanaan merubah posisi/ membalik, memindahkan dan mengangkat blok-blok tersebut adalah mudah. KONDISI PEMBANGUNAN DAN ROTASI PADA BASIS ASSEMBLY Pertama, untuk menjaga akurasi blok dalam fabrikasi, perlu membuat bentuk blok sehingga blok-blok itu tidak deformasi selama assembly. Kedua, suatu metode pembagian yang perlu membuat penguat utama ketika pemindahan dan pembalikkan blok-blok tidak diijinkan. Ini tidak perlu merubah ukuran blok-blok sebaliknya pengikatan sebuah struktur terpisah mungkin memperkuat sebuah blok, sehingga penguat tidak diperlukan. Ini suatu yangharus dipertimbangkan secara hati-hati pada gambar. Contoh, apabila deck beam dibagi oleh sebuah bulkhead, deck beam mungkin memerlukan penguat ketika pemindahan atau pembalikan tanpa diikat bulkhead. Dalam hal seperti ini, perencanaan harus dibuat mengikat bulkhead ke deck sehingga tidak perlu membuat penguat. Sebagai suatu kondisi untuk rotasi pada pelat permukaan, bentuk dari blok-blok dalam seksi pararel harus dibuat semirip mungkin, sehingga sejumlah dari keperluan kerja untuk setiap blok kurang lebih adalah rata. Sama adalah benar untuk struktur-struktur seksi haluan dan seksi buritan, yaitu blok-blok yang bentuknya semirip mungkin harus dirakit pada basis yangsama. Ini membuat pemerataan dari sejumlah keperluaan pekerjaan untuk setiap blok menjadi mudah. Dalam beberapahal, supaya memperbaiki penggunaan rasio dari basis- basis assembly, dimensi-dimensi maksimum dari blok-blok ditetapkan sebelumnya sehinggablok-blok akan tetap dalam mengaturdimensi dasar. Sebagai suatu hasil, ini perlu membagi blok-blok sehingga bertemu kondisi-kondisi ini. Lebih jauh, dari konsep perpindahan sebanyak mungkin pekerjaan erection ke pekerjaan lapangan (yard), ini lebih menguntungkan untuk membuat blok-blok sebesar mungkin, tetapi jika blok-blok dibuat terlalu besar kemudian rasio pelaksanaan di lapanganakan jatuh/ rendah. Untuk mengatasi problem-problem seperti di atas, maka blok-blok yang telah selesai di tempat assembly tersebut dipindahkan ke tempat grand assembly yang dekat dengan tempat pembangunan kapal atau dok/building berth. Dimana blok-blok tersebut selanjutnya dirakit menjadi bentuk blok-blok yanglebihbesar lagi. 1. Ini harus mempermudah menjaga bentuk dan akurasi blok-blok. 2. Akurasi dapat diperbaiki dengan melaksanakan single-line butts (pada pelat kulit dan stiffenery in line). 3. Blok-blok harus dibuat sampai mendekati bentuk persegi, sehingga usaha untuk menjaga akurasi bentuk-bentuk blok lebih sederhana dan selain itu kemungkinan masih ada dead space kecil dalam tahap proses assembly ini. 4. Blok-blok harus dibagi sesuai dengan fasilitas welding automatis dan automatisasi keselamatan kerja di assembly. 5. Bentuk-bentuk blok dan ukurannya sedapat mungkin harus dibuat agar dapat tertutup secara bersama-sama, sehingga jumlah dari pekerjaan dapat diatur secara merata (panjang dari blok harus terdiri dari beberapa panjang tangki atau beberapa jarak gading). 6. Hindari bentuk pembagian blok yang memerlukan penguat pada saat diankat dengan crane. 7. Bentuk dan ukuran dalam pembagian blok harus tetap benar (pas) terhadap equipment dan kapasitas (ukuran) mesin-mesin dari berbagai macam bengkel yang memprosesnya. 8. Harus diperhatikan dengan mempertimbangkan ketinggian kemampuan daya angkat crane, pembalikan blok-blok dan cara keluar dari bengkel pada saat menentukan ukuran-ukuaran blok tersebut. 9. Agar dipersiapkan sarana untuk tempat penyimpanan blok sementara (block stock) dan bila mungkin agar blok-blok tersebut ditumpuk. 10. Bila blok-blok tersebut disubkontrakkan, agar diyakinkan bahwa kapasitas pabrik dari subkontraktor dan rute penyerahan blok-blok tersebut dapat dilaksanakan dengan kondisi yangsingkat. KONDISI-KONDISI FABRIKASI PADA BUILDING BERTH 1. Penghematan waktu untuk menurunkan blok. Bentuk blok harus disesuaikan dengan perlengkapan yang dapat menghemat waktu penggunaan crane pada saat menurunkan blok-blok tersebut. Oleh karena itu, blok-blok harus dibagi sedemikian rupa sehingga tetap stabil pada saat diturungkan 2. Sederhanakan cara penempatanya. Diusahakan penempatanya blok dapat dipercepat dan bentuk lambung dijaga agar tetap tepat/akurat. Sebab pembagian blok tersebut dapat mengakibatkan pengaruh pada hasil pengukuran pada hasil ukuran utama kapal (misalnya panjang, lebar dan tinggi kapal), sehingga harus dipertimbangkanbenar secara hati-hati pada saat perencanaan. 3. Penghematan kerja da dalam blok/building berth. Dalam kaitanya untuk menghemat kerja di dalm dok/building berth, maka pekerjaan yang diperlukan untuk penyambungan-penyambungan blok harus dapat dikurangi dan jumlah dari potongan-potongan yang menyertainya harus dikurangi. Metode yang lainnya adalah dengan membangun blok-blok yanglebihbesar yang masih memungkinkan. 4. Ciptakan lingkungan kerja yang baik. Diusahakan untuk menghilangkan penyambungan-penyambungan blok yang sulit dilaksanakan pada dok/building berth, misalnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan posisi overhead, bekerja ditempat yang sangattinggi, di tempat yang sempit, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, bila penyambungan-penyambungan berada di lokasisumur bilga ruang muat kapal (hold bilge well) dari kapal cargo atau di dalam tangki kecil (small tank) di dalamdasar ganda dari kamar mesin, maka sangat sulit bagi pekerja untuk di dalam ruang tersebut atau bola memungkinkan agar di beri ventilasi yang mencukupi. Oleh karena itu, denganpenyesuaian posisi-posisi penyambungan, maka akan memungkinkan untuk diutilisasikan bagian- bagian dari bangunan lambung kapal untuk suatu pekerjaan di lantai/ floor, sehingga peralatan scaffolding menjadi tidak diperlukan lagi. Hal-hal yang demikian tadi akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati pada saat melakukan pembagian blok-blok tersebut. Secara umum dalam optimasi rancangan dan perakitan blok badan kapal, mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Berat dari pada blok-blok tersebut harus dibuat merata dan pertimbangan yang dibuat adalah bahwa bentuk dari pada blok-blok yang mirip dibuat berulang-ulang. 2. Yakinkan bahwa proses penurunan blok tersebut sederhana. 3. Gunakan sistem sambungan dengan sistem satu garis lurus/ single line butt. 4. Yakinkan bahwa derajat kebebasan yang diijinkan sangat tinggi dalam sekuens penurunan blok-blok tersebut. 5. Yakinkan bahwa penenpatan blok-blok tersebut dapat dilakukan secara independen/ mandiri disesuaikan dengan keadaan di sekitar blok-blok tersebut. 6. Pastikan untuk menggunakan mesin las automatis. 7. Pastikan bahwa semua panjang pengelasan di dok/ building berth adalah pendek. 8. Hindarkan pekerjaan pengelasan lurus/butt welding untuk penyambungan- penyambungan blok di konstruksi bagian dalam dan gunakan fillet welding bila memungkinkan sebagai metode campuran (sandwiching method). 9. Pastikan bahwa proses pengaturan dan bongkar pasang dari scaffolding mudah. 10. Pastikan bahwa dalam pembuatan pembagian blok tersebut sudah dengan mempertimbangkan memberi ruang, sehingga bagian dari bangunan blok tersebut dapat digunakan untuk penempatan scaffolding (atau dicoba untuk membuat part-patr yang demikiantadi secara tetap). 11. Hindarkan dalam rencana pembagian blok ini dari cara menempatkan scaffolding di sisi belakang deck. 12. J angan menempatkan posisi penyambungan-penyambungan dalam lokasi yangberdekatan. 13. Blok-blok yang berbentuk kubus seperti F.P Tank, A.P Tank dan stern frame yang cenderung mempunyai ruang kerja sempit perlu dicoba dulu untuk dibuat agar memungkinkan orang bisa bekerja denganleluasa. 14. Pilihlah posisi-posisi dimana tangki-tangki dan ruang-ruang muat bisa sejak awal sudah tetap/ pasti. 15. Cobalah untuk membuat semua pekerjaan dalam posisi datar/flat. 16. J angan menempatkan lapisan-lapisan blok dari bottom shells pada launching way. 17. Hindarkan gangguan antara lapisan-lapisan blok dari kulit dasar/bottom shells dan keel blocks. HUBUNGAN-HUBUNGAN DENGAN OUTFITTING Secara konvensional, pekerjaan outfitting telah berubah dari semula dikerjakan di dok/building berth menjadi dikerjakan di dalam bengkel-bengkel, dan dalamkaitannya untuk mendapatkan efisiensi kerja, telah dilaksanakan pekerjaan outfitting sejak awal di blok-blok. Oleh karena itu, dalam tahun-tahun yang baru saja lewat, oleh karena kebutuhan dan untuk perbaikansistem di masa datang pada pekerjaan outfitting, pmbangunan yang merata dan upaya untuk melaksanakan pekerjaan outfittingsejak dini, maka telah dilaksanakan metode unit outfitting sebagai upaya untuk meningkatkan effesiensi dari sistem block outfitting yang konvensional. Pada saat menentukan pembagian blok, maka hubungan-hubungan antara pembagian blok dengan block outfitting dan unit outffiting harus dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga dapat diperoleh effesiensi yang cukup tiinggi tidak hanya pada konstruksi lambung saja tetapi juga pada pekerjaan outfitting dapatdilakukan dengan secara rasional. Dengan kata lain, hal ini diperlukan untuk mempertimbangkan pembagian blok dari sudut pandang pembangunan secara keseluruhan. Pada beberapa unit outfitting yang besar, bagian dari kulit, pilar-pilar dan bagian-bagian yang datar dari konstruksi lambung dimasukkan dalam unit-unit outfitting, dan menjadi bagian dari outfitting. Lebih jauh,pondasi-pondasi mesin yang terpisah didalam kamar mesin akan dijadikan satu sebagai blok-blok yang terpisah, dan unit-unit outfitting akan diturunkan sebagai blok-blok,sehingga mengakibatkan unit outfittingmenjadi bertambah besar. 1. Bagian dari stren dan kamar mesin merupakanbagian yang paling berat dari outfitting. 2. Dicoba untuk memasukkan block outfitting sebanyak mungkin. 3. Dicoba untuk menyiapkan unit outfitting, dan dibuat pertimbangan agar unit-unit outfitting tersebut tidak rusak selama blok-blok tersebut diturunkan. 4. Yakinkan bahwa outfitting di kapal disiapkan. Pada gambar 5.14 sampai dengan 5.16 memperlihatkan rancangan blok kapal. DIMENSI DAN BERAT BLOK Setelah rancangan blok telah selesai direncanakan, selanjutnya adalah mendefenisikan dimensi dan menentukan berat blok. Pendekatan dalam menentukan dimensi blok sama saja dengan teknik-teknik yang digunakan dalam sistem accuracycontrol. Berat blok ditentukan dengan mengakumulasi seluruh berat komponen pembentuk struktur kapal. Berat komponen pembentuk struktur kapal dapat ditentukan denganpersamaan 1 berikut: Berat (kg) =Volume Komponen (m3) x Massa jenis Baja (kg/m3)........(1) Pada gambar 5.17 diperlihatkan formula untuk menentukan berat komponen kapal, misalnya pelat datar dan profil L. Pelat datar: Volume pelat datar =Panjang (L) x Lebar (W) x tinggi (Th) Berat pelat datar =Volume pelat datar xMassa jenis baja (SG) Profil L: Volume pelat datar =L x (W1+W2) xTh Berat pelat datar =Volume pelat datar xMassa jenis baja (SG) Massa jenis baja adalah sebesar 7850 kg/m3 atau 7,85 ton/m3 tetapi untuk keperluan praktis biasanya sebesar 8 ton/m3. PENUTUP SOAL LATIHAN MANDIRI 1. J elaskan hasil/keluaran dari tahapan desainawal (basic design) 2. Apa perbedaan antara metode pengembangan blok seksi assembly dengan metode berlapis. 3. Sebutkan dan jelaskan jenis material baja yang biasa digunakan dalam pembangunan kapal? 4. Mengapa kapasitas alat angkat dan luas area pembangunan digunakan untuk mengoptimasi secara teknis rancangan blok kapal?. 5. Berapa besarnya massa jenis baja? TUGAS MAHASISWAPROJECT BASEDLEARNING1 1 TUJ UAN TUGAS Merancang PembagianBlok Kapal 2 URAIAN TUGAS a. Objek Garapan Rancangan Pembagian Blok Kapal b. YangHarus dikerjakan dan batasan-batasan Membuat laporan 1. Merancangsistemtata kode blokkapal. 2. Menelusuri data spesifikasi material pelat dan profil yangdijual dipasaran. 3. Merencanakanpanjangsambunganblok 4. Menggambar pembagianblok awal kapal. 5. Mengoptimasi rancanganblok berdasarkan sumber daya 6. Menentukan dimensi dan berat blok awal kapal 7. Menyusun skenario perakitan. 8. Menarik simpulan c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan Studi pustaka Diberikan tugas untuk direncanakan blok kapal berdasarkanpendekatan produk. Teori desain produksi orientasi system dan produk. Katalog spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran. Teori mekanika teknik, ilmu bahan, teknologi pengelasan dan gambar teknik. 3 Kriteria Penilaian Ketepatan waktu penyelesain Ketepatananalisa Kemampuan mengaplikasikan program komputer dalam menggambar Kemampuan mengkomunikasikan hasil rancangan. Sistematika sajian dan Kemutahiran literatur Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan DAFTAR BACAAN Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), Butterworth- Heinemann, Oxford. Bruce George J , 1987, Ship Design for ProductionSome UK Experience, NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the Peoples Republic Of China,NSRP ship production Symposium, NewOrleans, Louisiana. Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011. Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME J ournal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202213. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc =GetTRDoc.pdf. PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapalaru; Perencanaan Produksintuk Manajer, bbnbnb PT.PAL Indonesia, Surabaya. Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. PENDAHULUAN Produksi kapal dengan metode produksi yang dikenal dengan product work breakdown structure (PWBS). Pelaksanaan metode ini secara maksimal harus ditunjang dengan suatu sistem accuracy control (A/C). Sistem ini perlu dikembangkan menjadi standard galangan dalam memproduksi kapal, yang dimaksudkan untuk mempersingkat waktu, menekan biaya, dan meningkatkan mutu produksi. Siklus sistem accuracy control yang dianalogikan sama dengan siklus dasar manajemen untuk setiap proses industri. Siklus ini mencakup fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, dengan mempelajari fungsi-fungsi tersebut mahasiswa dapat memahami sistem operasi accuracy control dan memahami pentingya peran accuracy control dalam pembangunan kapal khususnya yang berorientasi produk (PWBS). URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN TERMINOLOGI DAN DEFENISI ACCURACY CONTROL (A/C) Pengertian A/C masih sering simpang siur dan dicampuradukkan dengan QA dan QC, seperti dikatakan beberapa ahli teknologi produksi kapal. Namun para ahli tersebut memeliki kesamaan persepsi mengenai ketiga hal tersebut diatas. Salah satu metode pelaksanaan konsep tersebut adalah statistical quality control (SQC), atau dalam indusri kapal dikenal dengan accuracy control (A/C) sistem ini dapat dikatakan sebagai bagian dari Quality Control, yang lingkup pekerjaanya dititikberatkan pada proses pekerjaan desain dan produksi, khususnya untuk mencapai tingkat ketepatan ukuran yang tinggi terhadap pembuatan komponen- omponen produksi disetiap proses pekerjaan. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan metode-metode statistik dalam rangka peningkatan detail-detail disain dan metode-metode pelaksanaan produksi secara terus menerus melalui mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Mekanisme ini dikembangkan dari teori W. Deming (ahli statistik Amerika). Accuracy control adalah penggunaan metode statistik dan analisa oleh pelaksanaan produksi untuk memonitor dan mengontrol ketepatan dari proses-proses pekerjaan produksi yang bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan pekerjaan ulang yang pada akhirnya dapat mempertinggi produktivitas. A/C juga dapat didefinisikan sebagai suatu penggunaan teknik-teknik statistik untuk memonitor, mengontrol, dan menyempurnakan detail-detail desain dan metode-metode kerja secara terus menerus dalam rangka terus meningkatkanproduktivitas. Untuk menyamakan persepsi mengenai sistem accuracy control (A/C), maka prinsip dasar mengenai sistem ini perlu diketahui secara jelas. Sistem A/C bukan memperbaiki kerusakanatau penyimpangan yang terjadi, melainkan mempelajari penyebab-penyebab penyimpangan tersebut untuk menghindari atau memperkecil terjadinya penyimpangan dimensi pada proses yang sama. Usaha-usaha preventif tersebut dilakukan dengan mempelajari variabel-variabel utama yang terkait yaitu: 4M meliputi: man, machine, material, method. Dari hasil evaluasi dan analisa data atau variasi-variasi penyimpangan yang terjadi pada setiap proses produksi, akan diberikan rekomendasi penyempurnaan yang diperlukan untuk menghindari terjadinya hal yang sama pada proses-proses produksi berikutnya, misalnya penyempurnaan gambar-gambar kerja dan standar-standar kerjanya, kalibrasi mesin- mesin produksi dan alat-alat ukur, training/retraining tenaga kerja, atau rekomendasi mengenai penanganan material. Hal ini sama dengan J SQS (Japanese Ship Building Quality Standard) yang j juga sudah dipakai di beberapa galangan besar di Indonesia, dimana berisi ketentuan-ketentuan batas toleransi yang diperkenankan, agar mutu end-product yangdisyaratkan dapat tercapai. Sistem A/C di sini berfungsi secara preventif, yaitu usaha-usaha yang diperlukan untuk menghindari sekecil mungkin terjadinya kesalahan atau produk-produk diluar batas toleransi yangditentukan. QUALITY ASSURANCES (QA) QA adalah tidak sama dengan A/C, dimana A/C merupakan proses yang berlangsung terus menerus (on-going process) yang berkaitan dengan ukuran- ukuran konstruksi di galangan, sedangkan QA berfungsi setelah pekerjaan selesai dikerjakan (after the fact verification). QA pada dasarnya menunjukkan bahwa produk yang selesai dikerjakan adalah memuaskan dan sesuai dengan semua ketentuan yang telah disepakati. QA disini menegaskan bahwa kapal yang selesai dibangun sesuai dengan disainnya, baik secara keseluruhan maupun setiap bagian/ sistem yang ada secar tersendiri, dengan demikian inspeksi QA juga terus berjalan selama proses pembangunannnya hingga kapal tersebut diserahkan ke pihak pemesan, tetapi kegiatannya dititikberatkan pada pelaksanaan pengawasan terhadap semua ketentuan yang telah disepakati dan menyangkut semua sistem yangada dikapal. Perincian mengenai ketentuan-ketentuan QA, diklasifikasikan oleh Storch, et al (1995) sebagai berikut: 1. Steel Process Quality Assurance, meliputi: pengetesan kualitas pengelasan dan pengecoran, pemeriksaan x-ray, radio isotop, ultrasonic dan magnetic particle procedure, kekedapan kompartemen, kelurusan dari pada komponen-komponen konstruksi dan kerataan dari pelat dasar, dek, sekat dan kulit.. 2. Outfit Process Quality Assurance, meliputi: pengetesan sistem demi sistem dari setiap komponen, yang terdiri dari permesinan, kelistrikan, perpipaan, ventilasi, sistem pendingin dan sistem dek. QUALITY CONTROL (QC) Menurut konsep IHI, juga dibedakan antara A/C dan Q/C, dimana A/C merupakan suatu proses kontrol yang nyata dan terbatas pada proses perencanaan dan kontrol produksi, sementara QC merupakan suatu aktivitas management yang mengontrol sistem-sistem yang ada di galangan secara keseluruhan. Beberapa definisi QC adalah sebagi berikut: 1. Suatu penggunaan hasil-hasil kontrol dalam bentuk chart yang diperoleh dari sampel-sampel yang rutin diambil selama proses produksi. Untuk mengamankan proses-proses dalam rangka mempertahankankualitas yang diharapkan. 1. Suatu sistem manajeman untuk memprogramkan dan mengkoordinasikan kegiatan pemeliharaan kualitas dan usasha-usaha meningkatkan kualitas dari pada kelompok-kelompok yang ada dalam organisasi produksi dalam rangka menghasilkan suatu produk yang ekonomis dan memuaskan pihak pemakai. 2. Suatu sistem pengujian kesalahan-kesalahan secara sistematik untuk mendapatkan cara-cara pemecahan yang perlu dilakukan, misalnya mengadakan training untuk mengurangi kesalahan dan membuat alternatif-alternatif prosedur untuk menghindari terjadinya kesalahan. TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM ACCURACY CONTROL Tujuan pokok penerapan sistem A/C adalah sebagai berikut: 1. Jangka pendek: Memonitor pekerjaan-pekerjaan konstruksi pada proses produksi untuk memperkecil kesalahan dan pekerjaan ulang pada proses erection di building berth. 2. Jangka penjang: Menetapkan suatu sistem manajemen yang dapat memberikan perkembangan informasi secara kualitatif yang dapat digunakan untuk terus meningkatkan produktivitas. Implementasi sistem A/C secara langsung memberikan beberapa keuntungan/manfaat sebagai berikut : Mempersingkat waktu produksi Meningkatkan kualitas hasil produksi Memperkecil penggunaan jam-orang Meningkatkan utilitas peralatan-peralatan Memperkecil material yang terbuang Mempermudah manajemen dalammengontrol dan memonitor pekerjaan. SPESIFIKASI TOLERANSI A/C merupakan suatu pekerjaan yang menganalisa variasi-variasi dimensi yang muncul pada kondisi opersi normal di setiap pekerjaan, sehingga toleransi- oleransi pada setiap proses pekerjaan harus ditentukan untuk mengontrol proses akumulasi dari variasi pada akhir proses. Toleransi terbagi dalam dua kelompok, antara lain : 1. End - product tolerances : Toleransi yang ditetapkan olehbiro klasifikasi dan atau pihak pemesan. 2. Interim product tolerances : Toleransi yang ditetapkan olehpihak galangan kapal untuk menjamin tercapainya syarat-syarat endproduct toleransi. Pergeseran yang terjadi pada sambungan (joint gaps) yang tidak berada pada batas-batas toleransi yang diisyaratkan harus dilakukan pekerjaan ulang. Batas-batas toleransi tersebut berada pada standard range, seperti pada gambar 6.1. Gambar 6.1. Standard range dan batas toleransi dalam Sistem A/C (Sumber: : Chirillo, et al ,1982 pg 6) Pekerjaan ulang antara lain dilakukan dengan gas cutting apabila kelebihan ukuran atau menggunakan back strip welding apabila kekurangan. Namun proses kerja ulang sesungguhnya yang sering terjadi pada tahap ercection,meliputi: pembongkaran, pembersihan, pemotongan, penyetelan dan pengelasan. Hal ini membutuhkan jam orang tambahan yang cukup besar, mutu kurang baik, dan kebutuhanmaterial menjadi bertambah. VARIABEL UTAMA SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) Usaha peningkatan efisiensi kedalam atau pendayagunaan potensi sumber daya galangan secara maksimal banyak bertumpu kepada potensi sumber daya manusia, khususnya mengenai tingkat keterampilan, motivasi, tanggung jawab, disiplin, rasa memiliki, kreativitas, dan kemampuan manajerial. Faktor-faktor ini membutuhkan proses dan sulit dibeli seperti halnya fasilitas/ peralatan-peralatan dari segi SDM, hal yang lebih mudah diperoleh/dibeli adalah menambah jumlah tenaga kerja dan mengadakan pelatihan keterampilan. Pelaksanaan sistem A/C secara jangka panjang akan sangat menunjang faktor-faktor tersebut di atas, terutama melalui self-checking oleh pekerja terhadap hasil pekerjaannya. Hal ini akan membangkitkan rasa tanggung jawab, ras memiliki, kepuasan, dan kreativitas mereka. Konsep sistem A/C juga mensyaratkan pelaksanaan self checking, sehingga konsep sistem A/C dan teknis pelaksanaannya perlu disebarluaskan ke seluruh tenaga kerja terkait, melalui program-program pelatihan formal dan non formal. Untuk pelaksanaan sistem A/C, tenaga kerja dikelompokkan dan dialokasikan menurut kualifikasi/ tingkat keterampilan, pengalaman kerja, sikap/ karakter dan kebutuhan akan tingkat ketepatan dimensi yangditerapkan. Selain tenaga kerja produksi langsung, tenaga kerja tak langsung yang terkait dengan A/C perlu memiliki kualifikasi tinggi, terutama perencanaan A/C pada tahap disain, dan personil yang ditunjuk untuk mengevaluasi dan menganalisis data hasil pengukuran untuk menyempurnakan detail desain dan petunjuk kerjanya. Bidang- bidang disiplin ilmu yang diperlukan di sini meliputi teknik perkapalan, teknik mesin, teknik industri, dan teknik statistik. Kesempurnaan gambar-gambar kerja dan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya sangat diperlukan, agar pelaksana produksi dapat bekerja seoptimal mungkin dan sesuai dengan gambar dan standar-standar kerjanya. PERALATAN Pada kelompok ini terutama meliputi mesin-mesin produksi yang melakukan proses secara langsung terhadap material atau produk antara (interim product), antara lain: mesin potong, mesin las, dan mesin bending. Mesin-mesin ini perlu dikelompokkan /diidentifikasi menurut tipe/jenis dan karakteristik operasi dan data operasi mesinnya. Pengaruh operasi setiap mesin terhadap bentuk dan dimensi produk yang dihasilkan perlu dipelajari. Peralatan lain yang perlu diperhatikan adalah alat-alat ukur yang digunakan antara lain: rollmeter dan theodolit kedua alat ukur ini harus mempunyai ketepatan yang tinggi dan konsistensi kerja mesin-mesin dan alat- alat ukur tersebut harus tetap terjaga, dan dilakukan kalibrasi seara teratur. Pada galangan-galangan yang telah menggunakan mesin-mesin potong otomatis atau NC cutting, konsistensi kerja dan sifat-sifat operasinya perlu diidentifikasi secara jelas, agar memungkinkan dilakukannya sekali setting mesin untuk sejumlah produk sejenis untuk menjaga ketetapan dimensi produk sesuai prediksi disain atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tetap dalam toleransi yang diperkenankan, mesin potong harus dioperasikan sesuai ketentuan yang ada, seperti: posisi nozzle terhadap marking, torch dan lain-lain. Proses kerja mesin yang kurang konsisten, akan dilakukan langkah-langkah, seperti menambah jumlah sampel atau memperbaiki elemen-elemen tertentu pada mesin tersebut. Mesin-mesin yang sulit terkontrol atau memperlihatkan hasil kerja yang terlalu jauh menyimpang (sesuai upper/lower control limit pada control chart) perlu diadakan langkah-langkah, misalnya menghentikan proses kerja mesin untuk diadakan perbaikan atau kalibrasi yang telah ditentukan. Demikian halnya dengan jenis-jenis mesin lainnya yang turut mempengaruhi ketetapan dimensi produk. MATERIAL Perubahan-perubahan dimensi material sebagai akibat pengaruh sifat mekanis material terhadap perlakuan selama proses produksi (fabrikasi, sub-assembly, assembly, dan ereksi) perlu diidentifikasi. Akumulasi perubahan atau penyimpangan tersebut akandijadikan pertimbangan dalam pembuatan penyempurnaan gambar- gambar kerja dan petunjuk-petunjuk produksinya. Dimensi sebenarnya yang dikehendaki untuk suatu komponen pada tahap akhir dari proses produksi(erection) dapat diperoleh dengan memberi penambahan dimensi pada tahap disain berdasarkan hasil perhitungan yang menggunakan persamaan penggambungan variasi (variation merging equation). Variasi dimensi suatu kelompok material dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis proses (cutting, welding, bending), jenis dan kondisi operasi mesin, tenaga kerja, dan metode kerja. Konsistensi sifat mekanis material terhadap suatu proses produksi akan memudahkan membuat prediksi yang tepat, sehingga ketepatan dimensi produk-produk antara semakin terjamin, sifat mekanis dengan spesifikasi teknik dan perlakuan proses yang sama, dapat memberi sifat mekanis atau penyimpangan yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan treatment dari masing-masing pabrik material tersebut. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat penyimpanan atau tempat dan waktu proses produksi dilakukan, khususnya cuaca dan temperatur. Sifat mekanis meterial yang digunakan akan menjadi pertimbangan dalam pemberian margin dari desain mould loft. Padasetiap tahap produksinya, data material yang perlu dikontrol dan diukur antara lain : dimensi panjang, lebar dan diagonal, sesuai kondisi proses dan reference line yang telah ditentukan. Marking untuk out fitting seperti posisi penembusan pipa dan lain-lain, juga harus diperhatikan. Penyimpangan dimensi diluar toleransi pada suatu proses produksi akan menyebabkan penyimpangan dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi pada saat penyambungan blok. METODE KERJA Seperti telah dijelaskan sebelumnya, metode kerja juga akan sangat mempengaruhi produ-produk yang dihasilkan dan teknik pelaksanaan A/C yang tepat. Misalnya proses produksi atau metode kerja yang dilakukan secara manual akan berbeda dengan yang dilakukan dengan mesin-mesin otomatis, produk yang dibuat secara parsial akan berbeda yang dilakukan secara massal, downhand welding akan berbeda denganvertical, horizontal atau overhead welding dan lain-lain. Metode dan prosedur kerja suatu produk sedapat mungkin dilaksanakan secara konsisten dan ditentukan pada tahap desain. Oleh karena itu, pelaksana rekayasa desain harus memperhatikan umpan balik dari produksi dan lebih menguasai potensi sumber daya produksi yang ada, agar gambar-gambar kerja yang diberikan dapat dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh pelaksana produksi, seperti welding sequences, erection network dan petunjuk-petunjuk praktis lainnya. SIKLUS MANAJEMEN Siklus manajemen sistem accuracy control yang dianalogikan sama dengan siklus dasar manajemen untuk setiap proses industri. Siklus ini mencakup fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, seperti terlihat pada gambar 6.2. PERENCANAAN Perencanaan accuracy control sangat esensial untuk memastikan sistem A/C berfungsi sebagaimana mestinya. Pekerjaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pekerjaan desain, rekayasa dan perencanaan. Gambar 6.3 memperlihatkan garis besar proses perencanaan accuracy control dan hubungan antara desain, rekayasa dan perencanaan. Apabila variasi-variasi yang terjadi pada setiap tahapan produksi sebagaimana terlihat pada gambar 6.4, salah satu aspek perencanaan A/C mengindikasi bagaimana menetukan aksi/responuntuk mengurangi pekerjaan ulang saat erection. Gambar 6.2. Siklus manajemen sistem accuracy control (Sumber: : Chirillo,dkk ,1982 halaman 8) Gambar 6.5 memperlihatkan aktifitas-aktifitas A/C yang harus dilakukan/ diaplikasikan. Prinsip dasar, peran perencanaan A/C adalah sebagai berikut: 1. Menentukan letak titik dan dimensi vital yangkritis dalamhal ketepatan ukuran blok. 2. Menentukan titik kritis yang perlu diperiksa dan menentukan garis referensi pada blok, sub-blok, seksi dan komponen-komponen blok yangtelah dirakit. 3. Menentukan lokasi-lokasi dan besar toleransi-toleransi yang diperkenankan. 4. Menentukan dimana dan berapa besar margin yang diberikan serta langkah- langkah atau petunjuk-petunjuk praktis tertentu terhadap bagian-bagian yang hendak dipotong. 5. Menentukan proses kerja yang mana perludiadakan pemeriksaan ukuran-ukuran. 6. Menentukan jumlah sampel komponen-komponen yang harus diukur sesuai denganmetode sampling di setiap proses peroduksi. Menentukan batas toleransi, standar-standar penyusutan (allowances) dan kelebihan (margin) pada instruksi-instruksi kerja. Gambar 6.2 memperlihatkan bahwa perencanaan A/C dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu; perencanaan awal, perencanaan detail (persiapan instruksi kerja) dan standarisasi. Perencanaan Awal Perencanaharus mempertimbangkan/memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Bagaimana mengkreasi blok-blok berdasarkanfasilitas yang tersedia digalangan. Bagaimana merencanakan kulit lambung agar mencapai bentuk yang lebih baik dengan fasilitas dan teknik pembengkokan yang tersedia. Bagaimana merakit blok yang tepat dengan bagian-bagian yang terbuka untuk kepentingan zone outfitting. Untuk melaksanakan studi tersebut secara sistematis, perencana harus memiliki akses ke gambar-gambar,seperti rencana umum, konstruksi tengah kapal, rencana garis dan skema yang diusulkan untuk pembagian blok dan bukaan kulit. Perencana, yang ditugaskan di tingkat departemen konstruksi lambung dan bagian bengkel fabrikasi, sub-assembly, perakitan blok, dan bagian ereksi, dilengkapi gambar- gambar oleh departemen desain. Sebagai sebuah rutinitas, informasi yang sama tersedia untuk perencana yang telah ditugaskan bertanggungjawab terhadap A/C. Studi-studi ini juga menggunakan penggabungan-variasi, berdasarkan penilaian statistik yang diperoleh dari kinerja normal pada stasiun kerja, dan mengusulkan detail desain, assemby, dan urutan ereksi, toleransi yang optimal dan sesuai. Skema akhir berupa umpan balik ke desainer, yang mengembangkan tonggak-tongak/kunci rencana, seperti bukaan kulit, rencana blok, dan akhirnya instruksi kerja, yang semuanya mengandung persyaratanmelaksanakan AC. Perencanaan Detail Pertimbangan akurasi kontrol dalam perencanaan detail benar-benar merupakan analisis proses, dari sudut pandang A/C. Melalui analisis tersebut, masalah dapat dipecahkan dengan mengatur dimensi tertentu . Dengan kata lain, untuk mendapatkan akurasi yang diperlukan untuk proses akhir, maka perlu proses sebelumnya diindentifikasi khusus yang secara signifikan berkontribusi pada akhir atau penggabungan variasi. J adi, A/C dianalisis dengan mengidentifikasi secara kuantitatif baik proses kerja dan rincian desainyangperludiperbaiki. Tentu saja, penentuan tersebut tidak dibuat semata-mata dari sudut pandang A/C saja. teknik akurasi kontrol adalah alat analisis manajemen yang berkontribusi terhadap analisis proses. Alat ini merupakan sarana yang digunakan oleh galangan kapal sebagai entitas untuk menghimpun dan memperoleh manfaat kuantitatif dari pengalaman penerapan akurasi. Metode kontrol akurasi dalam perencanaan detail adalah penting karena secara signifikan berpengaruh pada proses konstruksi lambung keseluruhan untuk tujuanmengurangi pekerjaan ereksi. Gambar 6.6. Vital point pada komponen (fabrikasi) (Sumber: Abidin Zainal, 1996, halaman IV-14) Gambar 6.7. Vital point pada blok lengkung (perakitan blok) (Sumber: Abidin Zainal, 1996, halaman IV16) Proses perencanaan menghasilkan keputusan awal berupa karakter-karakter akurasi dari awal sampai akhir produk yang secara khusus berdasarkan aturan klasifikasi dan pemilik. Dalam bingkai adanya arus balik, seorang perencana A/C, harus mampu mengidentifikasi titik dan dimensi penting (vital point dan vital dimension) yang dapat diperbaiki saat berlangsungnya proses ereksi, perakitan blok atau yang lainnya. Vital point merupakan titik acuan untuk melakukan pengukuran untuk menjamin ketepatan dimensi dari komponen pada tahap fabrikasi sampai dengan ketepatan blok pada saat erection. Pada gambar 6.6 diperlihatkan vital point pada komponen, gambar 6.7 memperlihatkan vital point pada blok lengkung dan gambar 6.8 memperlihatkan vital point zona bidanglengkung. Berdasarkan aspek-aspek penting tersebut, seorang perencana A/C harus memastikan hal-hal tersebut melalui instruksi kerja atau dengan cara lain, tukang gambar skala satu-satu dan oleh orang-orang yang diberi tanggungjawab dalam menyampaikan informasi tersebut, misalnya titik-titik pemeriksaan dan garis-garis referensi harus sudah termasuk dalam data NC, template-template dan lembaran periksa (check sheet). Standarisasi Penetapan standar-standar pada tahap perencanaan A/C adalah hal yang sangat penting sebab jika variasi-variasi pada setiap proses produksi akan di analisa secara statistik. Standar-standar tersebut adalah: 1. Standar kelebihan (excess). 2. Standar penyusutan (allowance shrinkage). 3. Standar garis dasar dan titik pertemuan. 4. Standar prosedur pengukuran. 5. Standar fabrikasi dan skema perakitan. 6. Standar informasi A/C pada instruksi kerja. Pada gambar 6.9 diperlihatkan simbol-simbol yang di gunakan dalam instruksi kerja accuracy control. PELAKSANAAN Self Checking Prosedur pekerjaan pada setiap tahap produksi dilengkapi dengan sistem self checking, dimana pekerjaan belum dianggap selesai apabila pekerja belum melaksanakan pengecekan sendiri terhadap pekerjaannya berdasar petunjuk kerja yangditentukan. Self checking dilaksanakan dengan cara membandingkan ukuran-ukuran pada hasil pekerjaan dengangambar kerja dan standar yang digunakan. Hasil pengukuran pada produk dicatat pada lembar periksa (check sheet) yang formatnya disesuaikan dengan dengan produk yang diukur. Lembar periksa ini menjadi alat bantu dalam memeriksa hasil pekerjaan dan sarana untuk memberi komentar dan saran-saran apabila diperlukan untuk memastikan kebenaran hasil pengukuran. Self checking selain dilakukan oleh pekerja pelaksana juga dilakukan oleh koordinator pekerja (mandor) dan supervisi yang lebih tinggi. Berdasarkan data check sheet mandor membuat peta kendali, yang berguna untuk memonitor apakah proses yangdilaksanakan dalam keadaan terkendali. Menurut storch, (1985) manfaat pelaksanaan A/C dengan menggunakan Self checking bagi tenaga kerja adalah: Meningkatkankreativitas, motivasi, rasa memiliki dankepuasanbagi pekerja. Mendukungproses profesionalismepekerja. Memudahkan manajemen dalam mengorganisasi, mengontrol, dan mengendalikanpekerjaan-pekerjaanproduksi. Memudahkan dan menganalisa penyebab-penyebab kesalahan pelaksanaan pekerjaandanmengadakanperbaikan-perbaikansecaratepat. Gugus Tugas A/C (group A/C) Pelaksanaan sistem A/C akan sangat tepat jika dibetuk suatu gugus tugas (tim). Oleh Chrillo.L.D (1982) dikatakan bahwa kunci keberhasilan pelaksanaan A/C adalah penempatan orangorang yang potensial pada posisi-posisi kritis pada beberapa tahun pertama sebagai A/C engineers. Setiap orang yang terpilih sebaiknya memiliki pengalaman kerja sekitar 8 tahun dalam bidang bangunan kapal dan manajer-manajer memiliki pengalaman dalam bidang A/C, sebab akan selalu bergelut dengan metode-metode analitis dan bertanggung jawabdalam mencapai suatu kemajuan yang nyata. Pada gambar 6.10 diperlihatkan lembar periksa (check sheet) accuracy control. Contoh pemeriksaan dan pengukuran pada komponen, rakitan sub-blok dan blok dapat dilihat pada gambar 6.11 s/d 6.13. Dewasa ini telah dikembangkan sistem pengukuran dan pemeriksaan yang terintegrasi dengan aplikasi komputer seperti sistem ACMAN, MONMOS, dan V- STARS. Menurut Yuuzaki.M (1992),melaporkan bahwa tahun 1990 sistem MONMOS digunakan beberapa galangan di J epang setelah mengalami pengujian selama lima tahun. Analisis konfigurasi sistem 3-D ini dapat dilihat pada gambar 6.14. Gambar 6.14. Analsis konfigurasi sistem3-D MONMOS (Sumber: Yuuzaki.M, 1992, halaman 7A1-3) Menurut Shimizu Hideki (2002), melaporkan proses patok duga perbandingan antara sistem MONMOS dan V-STARS, yang hasilnya menyimpulkan bahwa sistem V-STARS lebih superior dibanding MONMOS yaitu untuk 30 titik pengukuran pada blok yang ketinggianya kurang dari 3 meter, jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan pengukuran berkisar 1/6 s/d 1/4 kali lebih rendah dari waktu yangdibutuhkan MONMOS. Sistem V-STARS menggunakan digital camera dengan 6,300,000 pixels, sebagaimana terlihat pada gambar 6.15. EVALUASI Evaluasi mencakup analisis dan rekomendasi yang diberikan baik yang berdasar regular dan urgent, sebagaimana terlihat pada gambar 6.16. Analisa Reguler (Regular Analysis) Analisa reguler adalah analisa yang dilaksanakan setiap evaluasi (rutin). Langkah-langkah operasional analisa ini adalah: Menyelidiki secara detail data yang telah ada. Menyelidiki alat-alat ukur yang digunakan dalam pengukuran. Meninjau ulang metode-metode kerja. Mempelajari kelebihan-kelebihan ukuran. Poin-poin yang perlu diperhatikan dalam analisa reguler adalah: Analisis nilai rata-rata Analisis nilai rata-rata dilakukan untuk mengantisipasi penyimpangan yang terjadi pada proses produksi, meliputi: Nilai rata-rata untukgap. Nilai rata-rata untukpenyusutan. Nilai rata-rata untukdeformasi. Nilai rata-rata akibat penyimpanganmetodekerja. Analisis standar deviasi Analisis standar deviasi adalah hal penting dalam sistem accuracy control terutama dalam menentukan variasi. Variasi didefenisikan sebagai akar pangkat dua dari standar deviasi, dengan variasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada awal dan akhir proses dapat diketahui. Sebagai contoh standar deviasi untuk panjang pembujur yang difabrikasi secara manual, tiba-tiba bertambah panjang dan pendek secara bergantian. Analisisnya; selidiki bagaimana dan siapa yang mengerjakan fabrikasi, metode-metodenya, urutan pengerjaanya harus dianalisa secara teliti. Tindakan: ada beberapa alternatif pemecahan yang perlu dilakukan, antara lain sekurang-kurangnya ada satu pekerja yang memotong pembujur sebelum di bengkokkan. Ketepatan harus diperbaiki (tentunya dengan mempelajari besar yang harus dikurangi berdasarkan standar deviasi) dan ketepatan terhadap panjang yang dibuang. Sebuah laporan tentang erection sebuah kapal curah sebesar 167000 DWT, mencatat bahwa pekerjaan ulang hanya sebesar 32 % dari total panjang gap, sebagaimanterlihat padagambar 6.17. Analisa Mendesak (Urgent Analysis) Analisis ini dilaksanakan pada saat sampel-sampel menunjukkan bahwa produk telah melewati batas-batas toleransi yang telah ditetapkan, sehingga perlu dilakukanpenghentianproses produksi. PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Apa pengertiansistemaccuracy control?. 2. J elaskan perbedaan antara accuracy control (A/C), jaminan kualitas (QA) dan kendali mutu(QC). 3. Mengapa dalam sistem accuracy control perlu ditetapkan sebuah standar, misalya standar kelebihan?. 4. J elaskansiklus manajemensistemaccuracy control. TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1. TUGAS VII Menjelaskan sistemaccuracy control 2. UGAS a. Objek Garapan Membuat laporan a. Objek Garapan Membuat laporan (makalah) dengan isi: b. YangHarus dikerjakan danbatasan-batasan 1. Menjelaskan pengertian, tujuan dan manfaat sistem accuracy control 2. Menjelaskan tahap perencanaan sistem accuracy control. 3. Menjelaskan tahap pelaksanaan sistem accuracy control. 4. Menjelaskan tahap evaluasi sistem accuracy control. c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan Literatur/ Kajian Pustaka Teori system accuracy control. Teori konstruksi kapal Teori ilmu ukur , statistik dan gambar teknik. Mengidentifikasi komponen yang berpengaruh dalam system AC. 3. Kriteria Penilaian Ketepatan waktu penyelesain Menemukan contoh penerapan sistem AC Menganalisis hasil identifikasi sistem AC. DAFTAR BACAAN Abidin Zainal, Maruf Buana, dan Sunarto 1996, Studi Teknis Pelaksanaan Accuracy Control Pada PT.Dok dan Perkapalan Surabaya, Skripsi J urusan Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin, Makassar. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,S.Nanishi.,1982, Process Analysis Via Accuracy Control, NSRP, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(a), 3D Positioning of a Ship Block at Hull Erection; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland. Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(b), 3D Measurement and Analysis of a Ship Block; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland. Shimizu Hideki, 2002, Evaluation of Three Dimensional Coordinate Measuring Methods for Production of Ship Hull Blocks, Proceedings of The Twelfth (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference, ISBN 1- 880653-58-3, Kitakyushu, J apan. DAFTARPUSTAKA Anonim,2008,Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Kementerian Sekertaris Negara, J akarta. Abidin Zainal, Maruf Buana, dan Sunarto 1996, Studi Teknis Pelaksanaan Accuracy Control Pada PT.Dok dan Perkapalan Surabaya, Skripsi J urusan Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin, Makassar. Arwin,ML, dkk, 2005,Laporan Kerja Praktek; Galangan Kapal PT.Batamec, Batam, J urusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), Butterworth- Heinemann, Oxford. Bruce George J , 1987, Ship Design for ProductionSome UK Experience, NSRP ship production Symposium, NewOrleans, Louisiana. Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the Peoples Republic Of China,NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Carmichael A.W, 1919, Practical Ship Production First Edition, McGraw-Hill Book Company Inc, New York, diakses J uli 2011, http://www.archive.org/details /practicalshippro00carmich. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,S.Nanishi.,1982, Process Analysis Via Accuracy Control, NSRP, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011. Eyres D. J .,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, J ordanHill, Oxford. Faltinsen O.M,2005, Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles, Cambridge University Press, Cambridge, UK. Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME J ournal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202213. J onson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Molland A.F,2008, The Maritime Engineering Reference Book; A Guide to Ship Design, Construction, and Operation, Elsevier, Oxford, UK. Matulja Tin, Fafandjel Nika, Zamarin Albert, 2009, Methodology for Shipyard Production Areas Optimal Layout Design, http//www.google.co.id, diakses September 2011. Wahyuddin Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(a), 3D Positioning of a Ship Block at Hull Erection; Practice Report, A.M.S. Ltd withLeica AG, Heerbrugg, Switzerland. Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(b), 3D Measurement and Analysis of a Ship Block; Practice Report, A.M.S. Ltd withLeica AG, Heerbrugg, Switzerland. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of TransportationMaritime Administration, Avondale Shipyards, INC, NewOrleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin /GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime AdministrationincooperationwithToddFacific ShipyardCorp, USA. Paik J eomK. and Anil K.T.,2007, Ship-Shaped Offshore Installations; Design, Building, And Operation, CambridgeUniversityPress, NewYork PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapal Baru; Perencanaan Produksi Untuk Manajer, PT.PAL Indonesia, Surabaya. Shimizu Hideki, 2002, Evaluation of Three Dimensional Coordinate Measuring Methods for Production of Ship Hull Blocks, Proceedings of The Twelfth (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference, ISBN 1- 880653-58-3, Kitakyushu, J apan. Storch,R.L,1985, Facilitating Accuracy Control in Shipbuilding, Elsevier science publishers B.V, Holland. Storch,R.L,Gribskov.J .R,1985, Accuracy Control for U.S.Shipyards, J ournal Ship Production, Vol.1, No.1, pg. 64-77. Storch,R.L,Giesy.P.J ,1986, The Use Computer Simulation of Merged Variation to Predict Rework Levels on Shipss Hull Blocks, J ournal Ship Production, Vol.4, No.3, pg. 155-168. Storch,R.L.,Hammon,C.P.,andBunch,H-M.,1995, Ship Production Second Revision, Cornell MaritimePress, Centreville. Tupper.E.C.,2004,Introduction to Naval Architecture, Third Edition. Butterworth & Heinemann, Oxford. Yuuzaki Masaaki, 1992, An Approach to a New Ship Production System Based on Advanced Accuracy Control, The National Shipbuilding Research Program, Ship ProductionSymposiumProceedings: Paper No. 7A-1,NewOrleans, Lousuana. Verma.A K, Saghal.J .L, 2010, Quality Assurance as a Strategic Tool for Efficient Operations and Sustained Maintenance for Ship Building Industry, IE(I) J ournal MR, vol 90, India. Van Dokkum Klaas,2003, Ship Knowledge A Modern Encyclopedia, Dokmar, Enkhuizen, Netherlands. Watson D.G.M,2002,Practical Ship Design. Elseiveir Science Ltd, London. http://www.google.co.id.,lecture1 introduction; ship production, diakses desember 2010. ........................................,lecture13a launching; ship production, diakses desember 2010. http://www.pal.co.id., PT.PAL Indonesia, diakses 10 J uni 2011. http://www.nsrp.org., The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diakses J uli 2011.