You are on page 1of 8

Abstrak Desentralisasi fiskal memungkinkan pemerintah daerah untuk mengatur penerimaan dan pembelanjaannya sendiri, sehingga dapat mengatur

tarif pajak, retribusi, dan sumber pendapatan lainnya, serta dapat menetapkan anggarannya sendiri. Penelitian dalam makalah ini bertujuan untuk mencari hubungan antara derajat desentralisasi fiskal berdasarkan aspek Pendapatan Asli Daerah dengan tingkat bertumbuhan ekonomi berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di 33 Provinsi di Indonesia pada tahun anggaran 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan deskriptif. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari data yang disajikan instansi tertentu. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kata kunci : Desentralisasi fiskal, Pertumbuhan Ekonomi, PDRB, Otonomi Daerah 1. Pendahuluan 1.1. Identifikasi Masalah Desentralisasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak jauh hari, yaitu pada tahun 1974 saat pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah mengatur sistem hubungan pusatdaerah yang dirangkum dalam tiga prinsip: a Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya; b Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan c Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Meskipun demikian, yang terjadi selanjutnya adalah sentralisasi yang lebih dominan, baik untuk perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Pemerintah Daerah masih sangat bergantung dengan pemerintah pusat, dan pemerintah sangat dominan dalam mengatur Pemerintah Daerah, sehingga desentralisasi saat itu dianggap tidak berhasil.

Selanjutnya pada tahun 1999, dilatarbelakangi oleh krisis moneter dan gejolak kondisi politik di Indonesia, muncul banyak desakan untuk menerapkan desentralisasi di Indonesia, yang akhirnya disetujui oleh DPR saat itu yang ditandai dengan diterbitkannya dua paket undang-undang mengenai keuangan daerah yaitu : a Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur wewenang serta tanggung jawab politik dan administratif pemerintah pusat, provinsi, kota, dan kabupaten dalam struktur yang terdesentralisasi. Kemudian mengalami perubahan dua kali yaitu melalui Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah serta perubahan terakhir pada UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. b Undang-undang No. 25 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan dasar hukum bagi desentralisasi fiskal dengan menetapkan aturan baru tentang pembagian sumber-sumber pendapatan dan transfer antar pemerintah. Desentralisasi sendiri menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Sedangkan desentralisasi fiskal dapat diartikan sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk dapat meningkatkan pendapatan dan / atau pengeluaran uang dengan tetap menjaga tanggung jawab keuangan secara nasional (Wikipedia). Menurut UU No. 32 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Selain Pendapatan Asli Daerah, pemerintah juga menyalurkan dana perimbangan kepada pemerintah daerah sebagai subsidi untuk mengurangi maka ketimpangan fiskal (fiscal imbalance), yang bentuknya berupa : a Dana Alokasi Umum (DAU), dengan prinsip alokasi murni DAU kepada daerah berdasarkan alokasi dasar (belanja pegawai) dan celah fiskal (fiscal gap).

b Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan penyerahan urusan pusat yang dikelola Kementerian/Lembaga ke daerah. Pada tahun 2008 ada 11 Bidang, kemudian tahun 2010 ada 13 bidang dan tahun 2011 menjadi 19 bidang. c Dana Bagi Hasil non pajak (SDA) dan Dana Bagi Hasil Pajak. DBH non pajak (SDA) di Papua/NAD lebih banyak dibanding daerah lain karena UU Otonomi Khusus. Sedangkan kapasitas fiskal melalui DBH pajak diatur dengan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PBB yang tadinya dikelola pusat diserahkan ke Kabupaten/Kota. d Dalam APBN 2010 terdapat formula baru dana insentif bagi daerah berkinerja baik dengan Award (competitive budget) yaitu daerah dengan kinerja keuangan, ekonomi dan kesejahteraan yang dalam tiga tahun sebelumnya. Meskipun desentralisasi fiskal di Indonesia telah dilaksanakan selama lebih dari 10 tahun, namun yang terjadi adalah Pemerintah Daerah masih sangat bergantung dengan dana transfer pemerintah pusat yang sebenarnya merupakan dana subsidi dari pemerintah, baik yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun Dana Otonomi Khusus (Otsus). Beberapa daerah yang memiliki PAD yang tinggi mungkin kurang tingkat ketergantungannya terhadap Dana Perimbangan, namun daerah-daerah yang tingkat PAD kecil, sangat bergantung dengan Dana Perimbangan. Hal tersebut menimbulkan kesenjangan antara pemerintah daerah yang memiliki pendapatan besar dengan pemerintah daerah yang pendapatannya kecil. Fenomena tersebut secara tidak langsung juga dapat menghambat pemerataan pembangunan di daerah. Dalam desentralisasi, fungsi pelayanan publik yang sebelumnya didominasi oleh pemerintah pusat, didelegasikan kepada pemerintah daerah. Semangat

desentralisasi biasanya diwujudkan ke dalam peningkatan pelayanan publik yang lebih baik sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat di daerah tertentu. Diskusi tentang desentralisasi fiskal bervariasi di seluruh disiplin ilmu . Dari aspek politik, desentralisasi fiskal dapat fokus pada pembagian pengambilan keputusan keuangan kekuasaan antara tingkat pemerintahan. Administrasi publik berkaitan dengan desentralisasi fiskal kapasitas pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang sama dengan warga negara. Dari sudut pandang ekonomi, desentralisasi fiskal menambahkan dimensi lain ke pusat perhatian utama ekonomi yaitu alokasi sumber daya dan distribusi pendapatan. Desentralisasi fiskal

bukanlah tujuan kebijakan itu sendiri , melainkan merupakan strategi nasional yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga (Mariana Diah, 2012). Berdasarkan keadaan di atas, makalah ini bertujuan untuk : pertama, mengetahui derajat kemandirian daerah dalam menjalankan desentralisasi fiskal di Indonesia tahun 2012, kedua, menganalisis hubungan antara derajat desentralisasi fiskal berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto di 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2012. 1.2. Kerangka Pemikiran
Teori yang digunakan dalam makalah Analisis Hubungan Antara Derajat Desentralisasi Fiskal (PAD) dengan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) ini adalah teori pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengeluaran agregat (teori Keynesian) dan teori pengaruh desentralisasi fiskal. Desentralisasi Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi Secara umum perokonomian akan mengalami pertumbuhan secara natural dari waktu ke waktu, dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terjadi lebih cepat dan lebih besar dibandingkan secara natural karena kebijakan desentralisasi fiskal bertujuan dalam efisiensi pada sektor publik (Apriesa & Miyasto, 2013). Pajak Mengurangi Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Menurut teori Keynesian, pajak merupakan salah satu variabel yang memperkecil pendapatan disposabel, sehingga akan berpengaruh secara langsung terhadap pengeluaran agregat (Y = C + G + I + (X M)). Pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga berpotensi akan menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Davoodi dan Zou menyatakan bahwa pajak rata-rata berhubungan negatif dengan pertumbuhan dan secara kuantitatif lebih signifikan bagi negara-negara berkembang (Davoodi & Zou, 1998).

2. Metode Penelitian 2.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah gabungan antara analisis terhadap data kuantitatif dan akan dijelaskan atau diartikan dalam bentuk deskriptif. Dalam upaya untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder yang disediakan oleh Direktorat Jenderal

perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, dan data dari Badan Pusat

Statistik. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, untuk membuktikan hubungan antara dua variabel utama yaitu derajat desentralisasi fiskal berdasarkan PAD (derajat kemandirian) dengan tingkat pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB. 2.2. Metode Analisis Data Bentuk analisis data regresi linier sederhana yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut : Y = a + bX Keterangan : Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan) X = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y apabila X = 0) b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan) Alasan yang mendasari penggunaan metode analisis tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel X (derajat kemandirian) terhadap Y (tingkat pertumbuhan ekonomi). 3. Hasil 3.1. Derajat Kemandirian (Derajat Desentralisasi Fiskal) Untuk menghitung derajat desentralisasi fiskal berdasarkan PAD (derajat kemandirian), digunakan data PAD di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2012. Menurut Mahmudi (Mahmudi, 2007), rumus yang digunakan untuk menghitung derajat desentralisasi fiskal adalah sebagai berikut : PAD TPD x 100 %

Dimana : PAD = Pendapatan Asli Daerah TPD = Total Pendapatan Daerah Berdasarkan rumus tersebut, maka didapatlah data derajat desentralisasi fiskal pada 33 provinsi di Indonesia tahun 2012 sebagai berikut :
No
1. 2.

Nama Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam Sumatra Utara

TPD (juta Rp)


9.180.140 7.200.500

PAD (juta Rp)


901.720 4.050.760

Derajat Desentralisasi
9,82% 56,26%

No
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.

Nama Provinsi
Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Maluku Utara Banten Bangka Belitung Kepulauan Riau Papua Barat Gorontalo Sulawesi Barat Maluku *)

TPD (juta Rp)


2.922.580 6.847.320 2.662.700 5.223.940 1.562.530 3.721.020 35.379.200 16.878.100 11.694.500 2.171.730 15.401.500 2.932.910 2.514.030 4.340.250 11.904.200 1.834.910 1.962.390 4.433.960 1.811.980 3.633.130 2.242.820 2.241.050 7.462.040 1.196.750 5.413.710 1.384.820 2.473.410 3.873.390 933.170 959.030 1.138.187

PAD (juta Rp)


1.225.470 2.588.690

Derajat Desentralisasi
41,93% 37,81% 37,38% 38,32% 30,96% 44,79% 62,30% 59,15% 56,69% 46,23% 62,23% 39,70% 38,15% 57,05% 45,44% 34,53% 30,87% 49,59% 24,24% 56,21% 33,26% 20,47% 8,35% 9,68% 62,73% 31,67% 29,23% 4,53% 19,29% 14,64% 19,49%

995.202
2.001.710 483.768 1.666.720 22.040.800 9.982.920 6.629.310 1.004.060 9.584.080 1.164.430 959.205 2.476.160 5.409.450 633.651 605.821 2.198.780 439.184 2.042.090 745.980 458.794 623.163 115.905 3.395.880 438.515 723.054 175.450 180.039 140.397 221.882

*) Data tahun 2011


Sumber : DJPK Kemenkeu (data diolah)

3.2. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan PDRB tahun 2011-2012 Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi di daerah, digunakan data PDRB berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar 2011. Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut : (PDRBs PDRBk) PDRBk Dimana : PDRBs = Pendapatan Domestik Regional Bruto tahun berjalan x 100 %

PDRBk = Pendapatan Domestik Regional Bruto tahun lalu Berdasarkan rumus tersebut, maka didapatlah data tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2012 pada 33 Provinsi sebagai berikut:
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.

Nama Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Maluku Utara Banten Bangka Belitung Kepulauan Riau Papua Barat Gorontalo Sulawesi Barat Maluku *)

PDRB 2011 (Milyar Rp)


87.995 314.372 98.957 413.706 63.355 182.390 21.269 127.908 982.521 860.982 498.764 51.785 884.503 66.913 49.048 68.187 391.408 41.831 44.312 137.390 32.113 74.029 48.825 31.222 76.559 6.039 192.227 30.416 80.238 36.179 9.154 12.884 8.085

PDRB 2012 (Milyar Rp)


96.161 351.118 110.104 469.073 72.654 206.331 24.173 144.561 1.103.738 946.861 556.480 57.034 1.001.721 75.027 55.876 75.923 419.102 47.198 51.062 159.427 36.601 83.939 49.529 35.253 77.765 6.918 212.857 34.325 91.717 42.760 10.368 14.408 9.599

Tingkat Pertumbuhan
9,28% 11,69% 11,26% 13,38% 14,68% 13,13% 13,65% 13,02% 12,34% 9,97% 11,57% 10,14% 13,25% 12,13% 13,92% 11,35% 7,08% 12,83% 15,23% 16,04% 13,98% 13,39% 1,44% 12,91% 1,58% 14,56% 10,73% 12,85% 14,31% 18,19% 13,26% 11,83% 18,73%

*) Data tahun 2010 - 2011


Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)

3.3. Analisis Data Berdasarkan hasil uji data-data di atas menggunakan analisis data regresi linier sederhana yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan X adalah derajat

desentralisasi fiskal dan Y adalah tingkat pertumbuhan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

4. Pembahasan Referensi

You might also like