You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Pertanian di Indonesia terbagi dua yaitu pertanian tanaman keras dan pertanian tanaman pangan. Pertanian tanaman keras seperti tanaman kakao, sawit, dan lainnya sedangkan pertanian tanaman pangan seperti jagung, padi, sayur mayur, buah-buahan dan lainnya. Menurut data BPS dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 111,3 juta jiwa, dan jumlah petani di Indonesia mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruh tani dengan kepemilikan lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga tani. Luas lahan pertanian padi di Indonesia pada tahun 2010 tinggal 12,870 juta hektar, menyusut 0,1% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 12,883 juta hektar. Luas lahan pertanian secara keseluruhan termasuk non-padi pada 2010 diperkirakan berjumlah 19,814 juta hektar, menyusut 13 % dibanding tahun 2009 yang mencapai 19,853 juta ha. ( BPS Indonesia, 2011). Keberadaan sektor pertanian tanaman pangan dalam perekonomian di Indonesia saat ini tidak diprioritaskan karena strategi pembangunan yang dilakukan lebih memprioritaskan sektor perkebunan kelapa sawit disamping disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Pertanian kelapa sawit dianggap lebih penting sehingga

Universitas Sumatera Utara

pembangunan di sektor pertanian pangan khususnya padi menjadi lambat dan terjadi penyusutan atau penyempitan luas lahan pertanian padi. Kecendrungan yang terjadi adalah menyempitnya skala usaha tani. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan petani yang hanya memiliki tanah sempit terpaksa harus menyewa tanah untuk lahan pertanian, dan mereka sendiri memilih menjadi buruh tani atau petani penggarap, yang tentu saja tidak memberi penghasilan yang mencukupi.(Raharjo,1986 : 23). Menyempitnya lahan pertanian merupakan masalah serius yang dihadapi oleh para petani. Hal ini terjadi karena semakin luas terjadi konversi lahan sawah untuk penggunaan lain seperti perkebunan sawit. Di tengah berlangsungnya pembangunan ekonomi yang tidak lagi menempatkan sektor pertanian pangan sebagai fondasi ekonomi nasional, berbagai persoalan mendasar masih dihadapi penduduk pedesaan yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Produktivitas tenaga kerja yang rendah, sempitnya lahan garapan, terjadinya alih fungsi lahan, meningkatnya penganguran, dan lainnya menyebabkan kesejahteraan penduduk pedesaan tidak kurung membaik. Minimnya kemampuan penguasaan lahan ini juga menjadikan para petani sebagai petani gurem dan hampir semua petani di Indonesia ini adalah petani gurem. Petani gurem adalah petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar. Keadaan pelaku usaha pertanian tersebut setiap tahun semakin bertambah jumlahnya dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Masih rendahnya taraf kesejahteraan petani terlihat dari hasil sementara Sensus Pertanian (SP) menyatakan bahwarumah tangga petanigurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, pada tahun 1993 hanya 51,9 % dari 20,8 juta rumah tangga petani saat itu. Tahun 2003, atau 10 tahunkemudian, porsi petani gurem 53,9 % dari total

Universitas Sumatera Utara

rumah

tangga

petani.

Tahun

2008,

persentase

petanigurem

sekitar

55,1

%(http://els.bappenas.go.id/). Salah satu provinsi di Indonesia yang mayoritas petaninya petani gurem adalah Sumatera Utara. Petani di Sumatera Utara tahun 2009 sekitar 58,7% adalah petani gurem yaitu petani yang memiliki luas lahan di bawah 0,5 hektar. Dari total jumlah petani di Sumatera Utara 66,0% diantaranya mengerjakan lahannya sendiri. Sedangkan buruh tani berjumlah 21,8%. Dan petani yang statusnya sebagai pemilik hanya mencapai 3,9% dari jumlah petani di Sumatera Utara yang mencapai 1,2 juta jiwa. Petani lahan sempit ini mendominasi pertanian di Sumut. Sementara petani berlahan 0,5 hektar hingga 0,75 hektar mencapai 198.385 orang dan berlahan 0,75 hektar hingga 1 hektar sebanyak 102.067 orang. (BPS Sumut, 2010). Menurut Jhon Tafbu dalam Indra Lubis menyatakan bahwa petani berlahan kurang dari 0,5 hektar di Sumut paling banyak ada di Deli Serdang, Simalungun, Serdang Bedagai, dan Langkat. Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan buruh tani. Kepemilikan lahan petani rata-rata sekitar 5-7 rante (2000 m2 2800 m2)/ orang. (Jhon Tafbu Ritonga, dkk dalam Indra Lubis, 2011). Penyempitan lahan juga mengakibatkan petani gurem harus menyewa lahan dari pemilik lahan pertanian supaya dapat mengolah lahan pertanian lebih luas lagi atau menjadi buruh tani. Petani gurem tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya atau meningkatkan produksi pertaniannya apabila tidak memperluas lahan pertanian mereka dengan menyewa lahan dari pemiliki lahan atau dengan memilih pekerjaan di luar pertanian. Penyempitan lahan persawahan ini juga menyebabkan banyaknya masyarakat pedesaan yang menjadi pekerja sebagai buruh tani. Dengan menjadi buruh

Universitas Sumatera Utara

tani, upah yang didapatkan dapat menjadi tambahan untuk memenuhi kelangsungan hidup selain dengan mengolah lahan pribadinya. Para buruh tani ini juga ada yang memang bermatapencaharian sebagai buruh tani yang mengharapkan upah dari pekerjaan pertanian sebagai penghasilannya tanpa memiliki lahan sedikit pun. Para buruh tani mengerjakan pekerjaan mulai dari menanam padi, merawat tanaman padi, dan memanen hasil. Adanya kontak langsung petani dan buruh tani dalam suatu masyarakat pertanian menimbulkan hubungan antara petani dan buruh tanibaik itu hubungan kerja yang ditandai dengan adanya hubungan pertukaran maupun hubungan sosial. Hubungan kerja antara petani dan buruh tani terdapat hubungan pertukaran di dalamnya. Buruh tani bekerja dan petani memberikan upah. Buruh tani memberikan jasanya dan petani memberikan imbalannya berupa upah. Namun, manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan lainnya. Manusia tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena itu manusia bermasyarakat. Dalam suatu masyarakat pasti tercipta suatu relasi sosial. Begitu juga relasi petani dan buruh tani yang tidak sebatas pada hubungan kerja namun meluas pada hubungan sosial atau relasi sosial seperti saling tolong menolong terhadap sesama dalam menyelesaikan pekerjaan. Tidak jarang relasi atau hubungan tersebut berkembang menjadi hubungan kerjasama, kekerabatan, persaudaraan, dan bahkan dalam waktu yang relatif lama relasi tersebut juga membentuk relasi patronase. Relasi-relasi tersebut sering terjadi pada struktur masyarakat pertanian. Salah satu desa di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki struktur masyarakat pertanian yaitu desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan.

Universitas Sumatera Utara

Penduduk di desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang bermatapencaharian sebagai petani tanaman padi dan buruh tani, dan hanya sebagian kecil masyarakat yang bekerja di luar sektor pertanian dan instansi pemerintahan. Tahun 2009, angkatan kerja sekitar 5772 jiwa terdiri dari 50 % bekerja di pertanian dan 30 % bekerja sebagai nelayan, dan 20 % bekerja di nonpertanian. Jumlah petani sekitar 33 % dan buruh tani sekitar 17 %. Di desa ini mayoritas petani di desa ini adalah petani gurem yang bekerja juga sebagai buruh tani. Pemilik lahan di desa ini bertempat tinggal di luar daerah ini. Luas sawah di desa ini sekitar 1.649 ha yang terdiri dari 600 Ha sawah setengah teknis dan 1049 ha tadah hujan. (Data Monografi Desa Tanjung Rejo, 2009). Struktur masyarakat pertanian di desa ini terdapat tiga lapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas (petani pemilik atau pemilik lahan yang tidak mengolah lahannya), lapisan menengah (petani pemilik sekaligus penggarap) dan buruh tani (buruh tani yang memilikis sedikit lahan dan sama sekali tidak memiliki lahan). Para petani di desa ini sebagian besar petani yang menyewa lahan dari pemilik lahan sawah yang tidak dikelolahnya untuk memperluas lahan pertaniannya. Buruh tani di desa ini terdapat tiga kelompok buruh tani berdasarkan hubungan yang terjalin dengan petani pemilik yaitu buruh tani tetap (terikat dengan petani pemilik dan tidak bebas bekerja di lahan pertaniaan siapa saja), buruh tani langganan (buruh petani yang dipakai secara tetap apabila petani pemilik membutuhkannya untuk mengolah lahannya namun tidak terikat dan dapat bekerja di tempat lain), dan buruh tani bebas (tidak terikat dengan petani pemilik dan bebas bekerja di lahan pertanian siapa saja). Dalam kehidupan bermasyarakat, antara petani dan buruh tani di desa ini tercipta suatu relasi. Relasi antara petani dan buruh tani tidak sebatas terjalin relasi

Universitas Sumatera Utara

kerja dengan memberikan upah saja, tetapi meluas pada relasi sosial. Relasi antara petani dan buruh tani di desa ini berbeda-beda sesuai dengan bentuk buruh taninya. Relasi petani dan buruh tani bebas sebagian besar hanya terbentuk relasi atau hubungan ketetanggaan atau sebatas hubungan kerja atau hubungan pertukaran. Relasi petani dan buruh tani langganan terbentuk relasi atau hubungan kekerabatan, persaudaraan, dan lainnya. Sedangkan relasi antara petani dan buruh tani tetap terbentuk pada relasi yang amat rumit yaitu relasi patronase. Relasi patronase yang terjadi lebih bersifat assosiatif atau kerjasama antara petani dan buruh tani. Relasi antara buruh tani dan petani tidak memperlihatkan adanya kesenjangan sosial, perbedaan status dan sekat-sekat sosial. Masyarakat di desa ini saling berbaur satu dengan lain dan saling bekerjasama. Struktur masyarakat pertanian di desa ini menyebabkan terjadinya relasi kerja yang berbeda. Perbedaan relasi kerja yang berbeda-beda antara petani dan buruh tani mempengaruhi terbentuknya sistem pengupahan yang berbeda-beda pula. Pengupahan merupakan pemberian imbalan kepada pekerja berupa material atau non material atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja. Inilah yang disebut dengan pertukaran. Ada beberapa sistem pengupahan dalam hubungan kerja pada masyarakat pertanian yaitu sistem bawon, upah harian, upah borongan, upah bulanan atau mingguan, dan lainnya. Semua sistem pengupahan ini merupakan bentuk pertukaran antara tenaga dan materi dalam hubungan kerja. Besarnya jumlah upah yang diperoleh oleh buruh tani ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat yang ada di desa tersebut. Besarnya jumlah upah yang ditetapkan atau yang diberikan oleh petani kepada hubungan tani juga dipengaruhi oleh relasi sosial yang terjalin diantara mereka. Bahkan dalam sistem pengupahan terdapat perbedaan upah berdasarkan jenis kelamin.

Universitas Sumatera Utara

Seperti upah buruh tani harian, dimana upah perempuan lebih rendah daripada upah laki-laki. Perbedaan upah ini dipengaruhi oleh perbedaan pembagian pekerjaan pertanian. Penetapan jumlah upah buruh tani juga belum mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari upah buruh tani yang lebih rendah dari upah buruh bangunan dan industri. Secara nasional, rata-rata upah nominal harian buruh tani selalu meningkat dari bulan ke bulan, namun secara riil rata-rata upah harian buruh tani cenderung mengalami penurunan. Secara nasional, rata-rata upah nominal harian buruh tani pada periode Januari 2011 naik sebesar 0,18 persen dibanding upah buruh tani bulan sebelumnya, yaitu dari Rp38.577 menjadi Rp38.648. Sedangkan secara riil menurun sebesar 1,28 persen, yaitu dari Rp28.934 menjadi Rp28.565.(BPS Indonesia, 2011). Dilihat dari besarnya jumlah upah harian yang diterima buruh tani, terlihat betapa sulitnya buruh tani dalam memenuhi kebutuhan hidup melihat kondisi kenaikan harga pangan saat ini. Namun dalam masyarakat pedesaan dikenal dengan adanya sistem tolong menolong, gotong royong, dan kerjasama yang dapat membantu para buruh tani dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Begitu juga dalam hubungan kerja antara petani dan buruh tani, masih terdapat unsur tolong menolong dan kekeluargaan diantara masyarakat petani. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana relasi sosial antara petani dengan buruh tani dalam produksi pertanian yang telah membentuk suatu pola relasi sosial dan apa saja bentuk-bentuk sistem pengupahan yang ada dalam hubungan tersebut yang telah disepakati di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. 1.2 Perumusan Masalah

Universitas Sumatera Utara

Penyempitan lahan pertanian yang terjadi pada pertanian pangan menyebabkan para petani padi menjadi petani gurem yaitu petani yang berlahan sempit. Untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup, para petani gurem menyewa lahan dari pemilik lahan dan memilih pekerjaan sampingan seperti menjadi buruh tani. Adanya petani dan buruh tani dalam masyarakat pertanian menimbulkan suatu relasi diantara mereka sebagai makhluk sosial tidak hanya relasi atau hubungan pertukaran atau hubungan kerja tetapi juga terbentuk pola relasi kekerabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan relasi patronase. Di desa Tanjung Rejo terdapat tiga jenis buruh tani yaitu buruh tani tetap, langganan, dan bebas. Dengan keberagaman relasi kerja masyarakat tersebut maka mempengaruhi munculnya sistem pengupahan yang berbeda-beda sebagai hubungan pertukaran petani dan buruh tani. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola relasi sosial antara petani dengan buruh tani dalam produksi pertanian? 2. Bagaimana bentuk-bentuk sistem pengupahan dalam hubungan kerja antara petani dengan buruh tani dalam produksi pertanian?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui relasi sosial antara petani dengan buruh tani dalam produksi pertanian.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk sistem pengupahan dalam hubungan kerja antara petani dengan buruh tani. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu sosiologi pada khususnya sosiologi pedesaan dan kajian mengenai hubungan sosial. 2. Untuk menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasisiwa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan. 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Menjadi sumbangan pemikiran untuk kelembagaan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan para petani dan buruh tani. 2. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan upah minimum dan mempercepat penerapan kebijakan tersebut supaya kesejahteraan petani dan buruh tani lebih meningkat. 3. Untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembagalembaga yang membutuhkannya, terutama bagi petani dan buruh tani supaya memiliki kelompok tani yang bisa menjadi tenaga penghubung untuk menghilangkan kesenjangan antara pemilik lahan dan buruh tani dan

Universitas Sumatera Utara

memberikan kontribusi bagi para LSM untuk meningkatkan produktivitas petani dan bargaining power para buruh tani. 1.5 Defenisi Konsep Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep merupakan variabel-variabel dimana dapat ditentukan ada hubungan empiris. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kerangka konseptual adalah rangkaian pengertian logis yang dipakai untuk menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh permasalahan yang tepat. Dengan kata lain, konsep adalah istilah yang mewaklili atau menyatakan suatu pengertian tertentu. Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Relasi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang terjadi antara satu individu dengan individu yang lain dan membentuk suatu pola hubungan. Relasi sosial dalam penelitian ini adalah relasi sosial antara petani pemilik dan buruh tani. 2. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Pertanian dalam penelitian ini adalah pertanian padi atau sawah, dan sawah tersebut merupakan sawah setengah teknis (irigrasi). 3. Petani adalah seseorang yang memiliki atau mengusahakan sebidang tanah atau lahan untuk bercocok tanam. Dalam penelitian ini petani yang dimaksud adalah petani padi yang mengolah sawah setengah teknis (irigrasi) dan petani tersebut merupakan petani yang mengolah lahan sendiri maupun menyewa lahan dan mempekerjakan buruh tani dalam mengolah lahannya.

Universitas Sumatera Utara

4. Buruh tani adalah petani yang memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau para petani penyewa tanah. Dalam penelitian ini buruh tani yang dimaksud baik itu sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. 5. Pengupahan adalah suatu bentuk kesepakatan untuk memberikan balas jasa dengan memberikan materi kepada pekerja sebagai balas jasa. Dalam penelitian ini pengupahan dilakukan dalam bentuk uang tunai. 6. Patron klien adalah suatu bentuk kerja sama antar dua orang yang berbeda statusnya dan dicirikan oleh adanya rasa saling percaya, saling membutuhkan, dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban. 7. Kepemilikan lahan adalah hak mutlak yang dimiliki oleh petani untuk memiliki dan menguasai lahannya baik itu menjualnya, menghibahkannya, menukarkannya, dan mewariskannya. 8. Penguasaan lahan adalah hak sementara yang dimiliki oleh petani untuk mengelolah lahan pertanian berdasarkan batas waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian antara petani pemilik dan petani peng

Universitas Sumatera Utara

You might also like