Tulisan ini adalah suatu hipotesis, bahwa rendahnya pengetahuan kognitif, rendahnya keterampilan psikomotor, dan tidak adanya dampak afektif dari dua hal itu pada pengamalan etika profesi oleh manajemen dan klinisi berakibat rendahnya kepekaan dan kesadaran etika pada pejabat-pejabat tersebut. Pada gilirannya, kelemahan etika itu berdampak rendahnya kesadaran tanggungjawab etika dan hukum di rumah sakit. Menurut penulis, inilah akar penyebab sering terjadinya risiko berupa musibah klinis pada pasien, dengan ujungnya tuntutan malpraktek terhadap dokter dan rumah sakit. Untuk menangkal kejadian yang berpotensi merugikan bukan hanya pasien, tapi juga dokter, rumah sakit, dan masyarakat secara umum itu, perlu dimulai dengan: 1. Mengokohkan landasan etika perorangan, etika profesi, etika institusi, dan tanggung jawab institusi pada para pelaku pelayanan kesehatan. Ini perlu dimulai dengan mereformasi proses belajar-mengajar dan praktek etika pada pendidikan dokter dan pendidikan manajemen rumah sakit, yang umumnya masih sangat kurang memadai. Dalam tulisan ini diulas tentang bidang-bidang pengamalan etika institusional dan tanggung jawab institusional rumah sakit, yang diidentifikasikan dengan empat peran utamanya. 2. Melaksanakan konsep Good Clinical Governance di rumah sakit. Dalam tulisan ini, terutama akan disinggung tentang Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management), sebagai salah satu program dari Good Clinical Governance untuk mencegah, mengendalikan, dan mengatasi risiko musibah klinis pada pasien di rumah sakit. 3. Mengajak semua stakeholder pelayanan kesehatan (bukan hanya dokter, rumah sakit, dan pasien saja) untuk tidak membuat bertambah runcing situasi konfrontatif dalam krisis malpraktek sekarang ini, melainkan bersama-sama secara positif mencari jalan keluar dari krisis itu.