You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Otak merupakan organ maha penting dalam tubuh kita, sebab dapat dikatakan segala aktifitas tubuh dikoordinir oleh organ ini. Anggapan dewasa ini ialah bahwa setelah kelahiran, tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel otak. Tidak adanya regenerasi dari jaringan otak ini merupakan sebab utama mengapa kerusakan dari otak pada umumnya tidak dapat sembuh sempurna seperti organ-organ lain. Berbagai keadaan/penyakit dapat menimbulkan herbagai gangguan fungsi otak yang dapat menyerang baik bagian sensorik, motorik maupun pusat-pusat vital dengan akibat kematian. Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh factor fisiologi, biokimiawi, anatomis atau gabungan factor tersebut. Tiap tiap penyakit atau kelaian yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa bangkitan kejang dapat disebabkan oleh banyak macam penyakit atau kelainan diantaranya adalah trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, perdarahn otak, gangguan perdarahan otak, hipoksia, tumor otak dan sebagainya. Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang relative sering terjadi. Epilepsy merupkan suatu gangguan fungsionalkronik dan banyak jenisnya dan ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan gejala atau manieftasi utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional. Serangan tersebut tidak terlalu lam, tidak terkontrol serta timbul secara episodic. Serangan ini mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran implus neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal. Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsi. Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi

dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com) B. Tujuan 1. Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gangguan sistem persyarapan epilepsia 2. Khusus a. Agar mahasiswa mengetahuai anatomi fisiologi sistem syaraf b. Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari epilepsia c. Agar mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi epilepsi d. Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi epilepsia e. Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada epilepsia f. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pathway epilepsia g. Agar mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis epilepsia h. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada epilepsia i. Agar mahasiswa mampu menjelaskan efek/komplikasi epilepsia j. Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada epilepsia k. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan pengkajian gawat darurat pada klien dengan epilepsia l. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi pada klien dengan epilepsia m. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi dan implementasi pada klien dengan epilepsia n. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan evaluasi pada klien dengan epilepsia. C. Manfaat Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses terjadinya epilepsia penyebab, klasifikasi, tanda gejala sampai Tindakan yang tepat sesuai dengan keadaan klien dan rasional sesuaidengan fakta yang ada. Selain itu diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu sbb : 1. Bagi institusi Diharapkan dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di Stikes Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.

2.

Bagi perawat dan tenaga medis Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan.

3.

Bagi masyarakat Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit epilepsia

4.

Bagi mahasiswa Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

BAB II PEMBAHASAN A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF a. Sistem Saraf Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan

bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama : 1. Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang terletakdi tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor viseral). 2. Antivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi. 3. Output motorik. Input dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut sebagai efektor. b. Organisasi Struktural Sistem Saraf 1. Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral. 2. Sistem saraf perifer . Meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor. Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen. a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi : Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur

1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis 2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis. 3) Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis. c. Sel-Sel Pada Sistem Saraf 1. NEURON adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma. a) Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut : Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti konpleks golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi. Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein. Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak. b) Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh. c) Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson. 2. Klasifikasi Neuron a) Fungsi. Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah transmisi impulsnya. 1) Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP. 2) Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor. 3) Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain. b) Struktur Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya. 1) Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih. Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis, masuk dlam golongan ini. 2) Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron ini ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan hidung.

3) Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus tunggal, tetapi neuron ini sebenarnya bipolar. 3. Sel Neuroglial. Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat. a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau kaki vascular. b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek. c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran fagositik. d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan ronggal medulla spinalis. 4. kelompok Neuron a) Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP. b) Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP dalam saraf perifer. c) Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar SSP. d) Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan ; saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen yang termielinisasi dan yang tidak termielinisasi. e) Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis yang memiliki origo dan tujuan yang sama. f) Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang berlawanan pada otak atau medulla spinalis.

B. DEFINISI Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik. Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan berbagai etiologi (Tjahjadi, dkk, 1996). Pengkajian kondisi/kesan umum Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan suddarth, 2000). Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996). C. KLASIFIKASI EPILEPSI Kejang berkisar dari melotot bengong sampai gerakan konvulsif yang berkepanjangan dengan disertai kehilangan kesadaran. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial, umum, dan taktergolongkan sesuai dengan area otak yang terkena. Aura, yang merupakan sensasi pertanda atau premonitory, terjadi sebelum kejang (mis. Melihat kilatan cahaya, mendengarkan suara-suara). a. Kejang Parsial Sederhana Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut bergerenyut tekterkontrol; bicara tak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami penglihatan, suara, bau, atau kecap yang taklazim atau tak menyenangkansemua tanpa terjadi kehilangan kesadarana b. Kejang Parsial Kompleks Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak bertujuan terhadap waktu dan tempat; dapat mengalami emosi rasa ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat peeriode tersebut ketika sudah berlalu. c. Kejang Umum (kejang Grand Mal) Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik klonik umum).

1) Kontaksi diafragma dan dada simultan menyebabkan karateristik tangis epilektik. 2) Lidah tergigit, inkontinen urine dan fecces. 3) Gerakan konvulsif berlangsung 1 atau 2 menit. 4) Relaks dan berbaring dalam koma yang dalam, napas bising. Kejang Umum terdiri dari : 1) Mioklonik Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulangulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur. 2) Klonik Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak. 3) Tonik Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak 4) Tonik- klonik Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala. 5) Atonik Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak. 6) Status Postiktal Setelah kejang, pasien sering bingung dan sulit untuk bangun, mungkin tidur selama berjam-jam. Banyak yang mengeluhkan sakit kepala dan nyeri otot.

Menurut Commision of Classification and Terminonology of the international league againa Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut: 1) Sawan parsial (fokal, lokal) a) Sawan parsial sederhana; sawan parsial dengan kesadran tetap normal Dengan gejala motorik Fokal motorik tidak menjalar:sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagiab tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga dengan epilepsi Jackson Versif: sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh Postural: sawan disertai gerakan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi bunyi tertentu Dengan gejala somatosensoris atau sensoris parsial; sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindra dan bangkitan yang disertai vertigo Somatosensoris: timbul rasa kesemutan atau rasa seperti ditusuk tusuk jarum Visual: terlihat cahaya Audiotoris: terdengar sesuatu Olfaktoris: terhidu sesuatu Gustatoris: terkecap sesuatu Disertai vertigo Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom ( sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil) Dengan gejal psikis( gangguan fungsi luhur) Disfasia: gangguan bicara misalnya mengulang sesuatu suku kata atau bagian kalimat Dimnesia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak pernah mengalami mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat sesuatu peristiwa dimasa lalu, merasa seperti melihatnya lagi. Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah Afektif: merasa sangat senang, susah, marah takut Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak seperti kecil atau lebih besar
9

Halusinasi kompleks ( berstruktur ): mendengar ada yang bicara, musik, melihat sesuatu fenomena tertentu dan lain lain b) Sawan parsial kompleks(disertai gangguan kesadaran) Serangan parsial sederhana diikuti gangguan sederhana: kesadarna mula muka baik kemudian baru menurun Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala gejala seperti golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran Dengan automatisme. Automarisme yaitu: gerakan gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah-ngunyah, menelan, wajah muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan,dll. Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak mulai serangan Hanya dengan penurunan kesadaran Dengan automatisme c) Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonikklonik,tonik,klonik) Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum 2) Sawan umum (konvulsif atau nonkonvulsif) a) Sawan lena (Abvance) Hanya penurunan kesadaran Dengan komponen klonik ringan Dengan komponen atonik Dengan komponen tonik Dengan automatisme Dengan komponen autonom Lena tak khas, dapat disertai dengan: gangguan tonus yang lebih jelas, permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak b) Sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot-otot, sekali atau berulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur c) Sawan klonik, pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada anak

10

d) Sawan tonik, Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada anak e) Sawan tonik-klonik f) Sawan atonik, Pada keadaan ini otot otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak D. ETIOLOGI a. Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada: 1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum 2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf 3) Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol 4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia) 5) Tumor Otak 6) kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007) b. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri. 1) Trauma Lahir 2) Trauma Kepala (5-50%) 3) Tumor Otak 4) Stroke 5) Cerebral Edema (bekuan darah pada otak) 6) Hypoxia 7) Keracunan 8) Gangguan Metabolik 9) Infeksi. (Meningitis) c. Penyebab spesifik epilepsi : 1) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. 2) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. 3) Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak. 4) Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak. 5) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak. 6) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis dan meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis) dilapisi oleh tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan durameter. Meningen ini membantu menjaga aliran darah dan cairan cerebrospinal. Struktur-struktur ini

11

merupakn yang dapat terjadi meningitis, inflamasi meningitis, dan jika terjadi keparahan maka dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak. 7) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. 8) Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak. 9) Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak yang

menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi aktif secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi kerja dari kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma aminobutyric acid (GABA), Serotonin, Acetylcholine ). E. PATOFISIOLOGI Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah : a. Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi parsial di jaringan otak b. Meningkatnya permeabilitas membran. c. Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (gamaamino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan listrik sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan ambang rangasang yang kemudian menimbulkan letupan listrik masal. Bila focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu atau tidak melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy lokal (parsial). Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang lokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel

12

neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi). Mekanisme yang pasti dari aktivitas kejang pada otak tidak semuanya dapat dipahami. Beberapa pemicu menyebabkan letupan abnormal mendadak stimulasi listrik, menganggu konduksi syaraf normal otak. Pada otak yang tidak rentan terhadap kejang, terdapat keseimbangan antar sinaptik eksitatori dan inhibitori yang mempengaruhi neuron postsinaptik. Pada otak yang rentan terhadap kejang, keseimbangan ini mengalami gangguan, menyebabkan pola ketidakseimbangan konduksi listrik yang disebut perpindahan depolarisasi paroksismal. Perpindahan ini dapat terlihat baik ketika terdapat pengaruh eksitatori yang berlebihan atau pengaruh inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak dan Gallo, 1996). Ketidakseimbangan asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam jumlah yang berlebihan menimbulkan bangkitan kejang, sedangkan GABA

menurunkan eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang.

13

F. PATHWAY
Factor predisposisi Pasca trauma kelahiran, asfiksia neonates, pasca cedera kepala Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat anti konvuslan Riwayat ibu yang mempunyai resiko tinggi Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak Keracunan, gangguan metabolism dan nutrisi gizi Riwayat gangguan sirklasi serebral Riwayat demamtinggi Riwayat keturunan, riwayat tumor otak, abses dan keturunan epilepsi

Gangguanpada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan secara berulang dan tidak terkontrol

Priode pelepasan impuls yang tidak diinginkan

Aktivitas kejang umum lama akut, tanpa pernbaikan kesadaran penuh di antara serangan

Status epileptikus

Kebutuhan metabolik besar

Pola nafas tidak efektif

Airway Gangguan pernafasan

Briting & Circulasion Gangguan pertukaran o2 dan Co2 dalam darah

Gangguan Perfusi jaringan

Kejang parsial

Penurunan kesadaran

Gangguan perilaku, alam perasaan,sensasi dan persepsi

Peka rangsangan Tidak tahu keadaannya Kejang berulang Kurangnya pengetahuan Gangguan harga diri dan identitas pribadi

Resiko tinggi injuri

Sumber : Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan, Arif muttaqin (2011).

14

G. MANIFESTASI KLINIK a. Kejang Parsial Sederhana Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergergerak tak terkontrol; bicara tidak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami perubahan penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tak lazim atau tak menyenangkan. b. Kejang Parsial Kompleks Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode tersebut ketika sudah berlalu. c. Kejang Umum (kejang grand Mal) Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik klonik umum) H. FASE SERANGAN KEJANG a. Fase Prodromal Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan alam rasa (mood), tingkah laku b. Fase Aura Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan, pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak menentu. c. Fase Iktal Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal. Tanda lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat, tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor, hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun. d. Fase Post Iktal Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah, sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri. e. Status Epileptikus Serangan kejang yang terjadi berulang, merupakan keadaan darurat. Berakibat kerusakan otak permanen, dapat disebabkan karena : peningkatan suhu yang tinggi, penghentian obat epileptik, kurang tidur, intoksikasi obat, trauma otak, infeksi otak.

15

I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Elektroensefalogram (EEG) Digunakan untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan. EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

b. Neuroimaging Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain: 1) CT Scan Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Merupakan test gambaran otak pertama yang dianjurkan untuk banyak anak dan dewasa dengan kejang awal. Teknik gambaran ini cukup sensitive untuk berbagai tujuan. Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan dengan xray, mengikuti makna yang tinggi terhadap struktur tulang dan jaringanjaringan yang lunak.clear images dari orga-organ seperti otak, otot, struktur join, vena, dan arteri. 2) MRI (magnetic resonance imaging) kepala. Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya lesi kecil,

16

malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus temporalis. Gambaran dari MRI dapat digunakan untuk persiapan pembedahan. Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. c. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah. d. Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi. e. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin. J. EFEK/KOMPLIKASI a. Dampak pada anak-anak 1) Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka lama dari kejang sangat bergantung pada penyebabnya. Anak-anak yang

mengalami epoilepsi akan berdampak terhadap kondisi yang spesifik (contohnya injuri kepala dan gangguan syaraf) mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada populsi normal. 2) Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang mengalami kejang akan lebih berdampak pada perluasan gangguan otak dan akan terjadi keburukan. Anak dengan kejang yag tidak terkontrol merupakan faktor resiko terjadinya kemunduran intelektual. 3) Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan dan bahasa, dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada sejumlah anak dengan beberapa sindrom epilepsy parsial. Anak-anak tersebut biasanya berpenapilan denagn sikap yang burk dibandingkan dengan anak-anak lainnya. b. Dampak pada dewasa 1) Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy dewasa adalah pada fungsi mental yang tidak benar. 2) Psychological Health. Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan epilepsy menunjukan tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi mempunyai resiko tinggi untuk bunuh diri, setelah 6 bulan didiagnosa. Resiko bunuh diri terbesar diantara orang-orang yang terkena epilepsy dan mengarah pada kondisi psikiatrik seperti depresi, gangguan ansietas, skizoprenia, dan penggunaan alcohol kronik.

17

3) Overall Health. Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan dirinya dengan wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga melaporkan ambang nyeri yang lebih besar, depresi dan ansietas, serta gangguan tidur.faktanya kesehatan mereka dapat disamakan dengan orang dengan penyakit kronik, meiputi arthritis, masalah jantung, diabetes, dan kanker. c. Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi 1) Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan mengalami gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki. Penyebab-penybab dari masalah-masalah tersebut kemungkinan emosi, indusi medikasi, atau menghasilkan perubahan pada tingkat hormone. 2) Epilepsy pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada pengaturan hormone puberitas. 3) Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan hormonalhormonal lain dan perubahan neurologi yang berkontribusi terhada disfungsi seksualitas. 4) Emosi negatif yang mengarah pada epilepsy dapat mengurangi perjalanan seksual. K. PENATALAKSANAAN Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien. Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang. Pengobatan Farmakologis : a) Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal. b) Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon, fenitoin, fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate. c) Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek samping toksik. d) Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh, perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang mendapatkan fenitoin (Dilantin). Pembedahan a) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses, kista, atau anomaly vaskuler. b) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan.

18

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Keadaan Umum Pada kasus epilepsia terjadi pelepasan aliran listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, sehingga pada pengkajian gawat darurat kondisi umum klien tergolong sakit berat. sakit berat b. Penggolongan sesuai Triage Epilepsi merupakan manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom, sehingga dapat menyebabkan kematian apabila terlambat mendapatkan pertolongan. Oleh karena itu epilepsi termasuk ke dalam P1 (urgent). c. Pengkajian kesadaran Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya. Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi : 1) Alert (sadar lingkungan) Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya karena kondsi klien tidak sadar. 2) Respon velbal (menjawab pertanyaan) Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat atau tim medis lainnya saat melakukan pengkajian. 3) Tidak berespon (U) Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya, karena klien tidak sadar. d. Primery survey a. Airway ( jalan nafas ) : Adanya sumbatan jalan nafas sehingga menyebabkan klien sulit bernafas. Tindakan yang dilakukan : 1) Semua pakaian ketat dibuka 2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung 3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen 4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. 5) Observasi TTV setiap 5 menit Evaluasi : 1) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi

19

2) Jalan nafas bersih dari sumbatan 3) RR dalam batas normal 4) Suara nafas vesikuler b. Breathing (pola nafas) Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. Tindakan yang dilakukan : 1) Mengatasi kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. 2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen Evaluasi : 1) RR dalam batas normal 2) Tidak terjadi asfiksia 3) Tidak terjadi hipoxia c. Circulation Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan penurunan tekanan darah, sehingga terjadi gangguan pertukatan O2 dan CO2 dalam darah yang menyebabkan akral dingin, sianosis, dan klien biasanya dalam keadaan tidak sadar. Tindakan yang dilakukan : 1) Semua pakaian ketat dibuka 2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung 3) Usahakan agarjalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen 4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen 5) Observasi TTV setiap 5 menit Evaluasi : 1) Tidak terjadi gangguan peredaran darah 2) Tidak terjadi hipoxia

20

3) Tidak terjadi kejang 4) RR dalam batas normal e. Secondary survey 1) Riwayat pasien a) S (sign and symptom) : Terjadi kejang yang berulang, klien tidak sadar dengan lingkungan. b) A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi. c) M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien. d) P (Pentinant past medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu pasien. e) L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelumnya. f) E (Event leading to injuri ilmes) 2) TTV a) Tekanan darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang cenderung mengalami penurunan dibawah 100/80 mmHg b) Irama dengan kekuatan nadi meningkat c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan : klien dengan epilepsi mengalami pernapasan yang tidak teratur, akral dingin, terjadi sianosis, apneu. d) Suhu tubuh klien menurun < 36 C, N : 110-120 kali/menit. Tindakan: rujuk ke fasilitas kesehatan sesuai triage Evaluasi: evaluasi keadaan umum pasien, pantau keadaan pasien setiap 15 menit atau sesuai indikasi. 3) Pemeriksaan fisik a) Kepala dan leher Sakit kepala, leher terasa kaku b) Thoraks Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas c) Ekstermitas Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot, akral dingin, sianosis. d) Eliminasi Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi e) Sistem pencernaan Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

21

f. Analisa data DS Data : keluarga klien mengeluh kelien sulit bernafas Etiologi Peningkatan sekresi mukosa Masalah Pola napas tidak efektif

DO:

Sumbatan jalan nafas Klien nampak Pola nafas tidak efektif sesak Klen biasanya menggunakan otot bantu napas R : 30-35 kali/menit. DS : keluarga klien Pola nafas tidak efektif mengeluh klien dingin di ujung Gangguan pertukaran tangan dan kaki O2 dan CO2 dalam DO: darah Akral dingin Gangguan perfusi Sianosis, apneu jaringan N : 110-120 kali/menit. TD : < 100/80 mmHg DS : keluarga klien Gangguan ion kalium mengeluh klien dalam pembentukan kejang impuls DO: Penurunan Kesadaran klien tidak sadar klien kejang Resiko tinggi injuri N : 110-120 kali/menit. TD : < 100/80 mmHg DS : Keluarga klien Penurunan Kesadaran mengatakan klien tidak sadar Persepsi tidak DO : terkontrol Klien tidak sadar Gangguan harga Klien tidak diri/identitas pribadi mampu mengontrol dirinya DS : Keluarga klien mengatakan klien tidak mengetahui keadaannya. Klien tidak tidak tahu keadaannya Klien tidak bias menjawab pertanyaan. Penurunan Kesadaran Tidak tahu keadaannya Kurang pengetahuan

Gangguan jaringan

perfusi

Resiko tinggi injuri

Gangguan harga diri/identitas pribadi

Kurang pengetahuan

DO:

22

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah: a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2 dan C02 dalam darah. c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri. d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit

berhubungan dengan kurangnya informas 3. INTERVENSI a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan pola nafas klien efektif Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan napas paten. Intervensi Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat lainnya jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen Masukkan spatel lidah/ jalan napas buatan atau gulungan benda lunak sesuai indikasi Rasional Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya benda asing ke faring

Meningkatkan aliran (drainase) secret, mencegah lidah jatuh sehingga menyumbat jalan napas Untuk memfasilitasi bernapas usaha

Lakukan

penghisapan

sesuai

Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lender. Jalan napas buatan mungkin diindikasikan setelah meredanya aktivitas kejang jika pasien tersebut tidak sadar dan tidak dapat mempertahankan posisi lidah yang aman Menurunkan resiko aspirasi atau

23

indikasi Berikan tambahan oksigen/ ventilasi manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal

Siapkan/bantu melakukan intubasi jika ada indikasi

asfiksia Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akobat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang Munculnya apneu yang berkepanjangan pada fase posiktal membutuhkan

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2 dan C02 dalam darah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan perfusi jaringan lebih efektif Kriteria Hasil : akral tidak dingin, tidak terjadi sianosis pada jaringan perifer. Intervensi Rasional Atur posisi kepala dan leher untuk Untuk mempertahankan ABC mendukung airway (jaw thrust). dan mencegah terjadi obstruksi Jangan memutar atau menarik leher jalan napas ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring. Untuk menurunkan keparahan Atur suhu ruangan dari poikilothermy. Tinggikan ekstremitas bawah Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

Gunakan servikal collar, Stabilisasi tulang servikal imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang. Pantau adanya ketidakadekuatan Sediakan oksigen dengan nasal perfusi : canul untuk mengatasi hipoksia. Peningkatan rasa nyeri Kapilari refill . 2 detik Kulit : dingin dan pucat Menunjukkan adanya Penurunanan output urine ketidakadekuatan perfusi Pantau GCS jaringan. Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark Awasi pemeriksaan AGD terhadap organ jaringan

c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan kejang berkurang dan kesadaran meningkat

24

Kriteria Hasil : Mengurangi resiko injuri pada pasien Intervensi Kaji karakteristik kejang Rasional Untuk mngetahui seberapa besar tingkatan kejang yang dialami pasien sehingga pemberian intervensi berjalan lebih baik Benda tajam dapat melukai dan mencederai fisik pasien Dengan meletakkan spatel lidah diantara rahang atas dan rahang bawah, maka resiko pasien menggigit lidahnya tidak terjadi dan jalan nafas pasien menjadi lebih lancer Obat anti kejang dapat mengurangi derajat kejang yang dialami pasien, sehingga resiko untuk cidera pun berkurang

Jauhkan pasien dari benda benda tajam / membahayakan bagi pasien Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan atau gulungan benda lunak sesuai indikasi

Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang

d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan klien menerima keadaannya. Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negative pada diri sendiri Intervensi Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostic, persepsi diri terrhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan/ mengekspresikan perasaannya Rasinal Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan/ pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan Adanya keluhan merasa takut, marah dan sangat memperhatikan tentang implikasinya di masaa yang akan datang dapat mempengaruhi pasien untuk menerima keadaanya Memberikan kesempatan untuk berespon pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan control terhadap situasi yang dihadapi Memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan

Identifikasi/antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya. Anjurkan klien untuk tidak merahasiakan masalahnya Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai

25

selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya

Tentukan sikap/kecakapan orang terdekat. Bantu menyadari perasaan tersebut adalah normal, sedangkan merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri tidak ada gunanya

Tekankan pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan tenang selama kejan

dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penangan terhadap penyakitnya Pandangan negative dari orang terdekat dapat berpengaruh terhadap perasaan kemampuan/ harga diri klien dan mengurangi dukungan yang diterima dari orang terdekat tersebut yang mempunyai resiko membatasi penanganan yang optimal Ansietas dari pemberi asuhan adalah menjalar dan bila sampai pada pasien dapat meningkatkan persepsi negative terhadap keadaan lingkungan/diri sendiri

e. Kurang

pengetahuan

keluarga

tentang

proses

perjalanan

penyakit

berhubungan dengan kurangnya informas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan keluarga mengerti keadaan klien. Kriteria Hasil : Pengetahuan keluarga meningkat, keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsy, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien. Intervensi Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat keluarga klien. pengetahuan Rasional pendidikan merupakan salah satu faktor penentu tingkat pengetahuan seseorang untuk mengetahui seberapa jauh informasi yang telah mereka ketahui,sehingga pengetahuan yang nantinya akan diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan untuk mengetahui seberapa jauh informasi yang sudah dipahami agar keluarga dapat memberikan penanngan yang tepat jika suatuwaktu klien mengalami kejang berikutnnya.

Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penyuluhan. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

4. IMPLEMENTASI 5. Sesuai Intervensi

26

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui. Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.

B. SARAN Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya : 1. Bagi institusi Dengan adanya makalah ini dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di Stikes Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas. 2. Bagi perawat dan tenaga medis Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan. 3. Bagi masyarakat Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit epilepsia 4. Bagi mahasiswa Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

27

You might also like