You are on page 1of 69

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Sekolah merupakan kegiatan pembelajaran yang tak dapat ditinggalkan oleh semua warga Indonesia umumnya tidak ketinggalan masyarakat yang ada di sebuah desa, Desa Sukorejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Desa Sukorejo terdiri dari Dusun Ciplen, Kali Tulang, Dusun Glagahombo, Dombo, Kirang dan Mejing, disinilah berdiri sebuah SD Negeri Sukorejo, Tiga (3) lokal pertama merupakan gedung satu berdiri pada Tahun Inpres No: 10/1973. Gedung ke 2 (dua) terdiri 3 lokal Inpres No: 6/1974, tepatnya SD Negeri Sukorejo terletak di Dusun Glagahombo RT. 07 Rw 03 Desa Sukorejo, walaupun terletak di pinggiran dusun, tetapi terletak di pinggir jalan yang strategis, yaitu jalan Desa yang menghubungkan ke dusun-dusun di Desa Sukorejo, dan menghubungkan Desa Kedung Ringin dan Desa Medayu.

SD Negeri Sukorejo

terdiri 6 lokal, 1 ruang laborat,

perpustakaan mini, 1 ruang UKS, dan satu ruang serbaguna, tempat ibadah 1 mushola, kamar mandi/WC guru 1 ruang, WC anak 3, serta 1 gedung kantor SD. Terdiri Ruang Kepala Sekolah, ruang tamu, ruang guru, dan dapur, ruang gudang, 2 kantin sederhana, tempat bermain anak, halaman dan gedung serbaguna dapat dipergunakan secara maksimal. Lingkungan SD sangat kondusif terdiri dari pohon lindung dan pohon buah-buahan selain untuk berteduh juga dapat menghasilkan buah-buahan dapat menjadikan tambahan gizi anak. Tenaga pendidik terdiri dari guru PNS dan wiyata bakti, Guru PNS adalah Anik Kristiyati S.Pd. Merupakan Kepala Sekolah, Fitriyah S.Pd. SD. Guru Kelas VI, Maya Supadmi S.Pd. SD. Guru Kelas V, Purwati S.Pd. SD. Guru Kelas IV, Fahrurrozi, S.Ag. Guru Kelas III, Yuniar SE Guru Kelas II, Astuti

Koperawati SPd. SD., Zusuf A.Ma, Guru Agama Islam, Budi Utomo Guru Olah Raga, Sudarta, Penjaga Sekolah.

Visi dan Misi Sekolah Dasar Negeri Sukorejo Visi Terwujudnya Sekolah Berkwalitas dengan dilandasi IMTAQ dan IPTEK

Misi Melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan KTSP. 1. Meningkatkan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan secara profesional dan penerapan disiplin. 2. Mempedulikan kesehatan siswa melalui pelayanan Unit Kesehatan Sekolah (UKS), dan Pola Hidup Bersih (PHBS). 3. Meningkatkan prestasi baik akademis dan non akademis dengan ditunjang kegiatan ekstrakurikuler untuk

pengembangan diri.

4. Menegakkan 5 pilar belajar : (a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 5. Mengupayakan lulusan 100% dan selalu meningkatkan prestasinya, serta hasil lulusan semua melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. 6. Memberdayakan komite sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendorong kemajuan dan

progam SDN Sukorejo, serta penciptaan lingkungan, aman, nyaman, bersih, indah, dan rindang. 7. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan dan

peringatan-peringatan hari besar agama dengan melibatkan tokoh agama serta masyarakat. 8. Memberikan tambahan pelajaran pada jam awal dan akhir pelajaran, khususnya pada anak yang bermasalah dan memfungsikan perpustakaan untuk membiasakan anak gemar membaca. 9. Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar dengan

menggunakan alat peraga serta mengenalkan pelajaran teknologi sesuai perkembangan dan kondisi setempat. Kehidupan Perkembangan Keagamaan di SD Negeri Sukorejo makin hari, bulan dan tahun tepatnya pada tahun 2011, 2012 dan 2013 semakin meningkat, sebagai gambaran

peningkatan itu adalah pada tahun sebelum 2011 atau pada tahun 2010. Belum ada kegiatan-kegiatan seperti program infaq

Jumat, pelajaran ekstrakurikuler, namun pada tahun 2011 sampai sekarang ahlaq meningkat yang sangat signifikan yang meliputi: shalat dzuhur berjamaah, setiap hari Selasa, Rabu dan Kamis dilanjutkan dengan pelajaran tambahan Qiroah/seni baca Al-Quran setiap hari Selasa peserta kelas III, IV, dan kelas V. sedangkan pelajaran ekstra tersebut dikandung maksud, anak di didik sedini mengenal seni Islami, cinta pada wahyu Illahi AlQuranil Karim dan mengenal Tuhan/Allah lewat perasaan lagulagu Islami, hormat kepada orang tua dengan diajarkan sebuah lagu Bekti Wong Tuo, cinta rosul dengan lagu Rindu Rosul dan Kehijrahan Nabi Muhammad SAW, cinta Allah/mengenal Allah dengan lagu Kebesaranmu, Kusadari/Akhirnya,

Andai Ku Tahu, lagu-lagu yang ada hubungannya dengan keimanan/syariat agama, Hari Kiamat, Syahadat,

Basmallah, dan lain-lain. Disamping pelajaran ekstra nasehat ada pelajaran tambahan/ekstra (TIK) Teknologi Informasi Komunikasi

menulis

kalimat

Al-Quran

dan

terjemahannya

dengan

laptop/komputer dengan berhasil menjuarai, juara 1 (satu) Tingkat Kecamatan, sedangkan seni Islami Rabba peringkat 4 (empat) dari 35 SD se-kecamatan Suruh. Demikian sekilas profil SD Negeri Sukorejo tahun 2010 dan sesudahnya yaitu tahun 2011, 2012 dan 2013 dengan pendekatan metode Uswatun Hasanah, pendekatan secara emosional dan pendekatan karakter religius sedikit demi sedikit kelemahan, kekurangan dan keterbelakangan dapat diatasi dan setapak demi setapak perkembangan kehidupan keagamaan SD Negeri Sukorejo akan bertambah maju dan semarak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka strategi-strategi masih perlu digali dan dioptimalkan, sehingga setiap lembaga pendidikan formal maupun non formal dapat berhasil dengan /secara optimal.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Kehidupan Keagamaan di SD Negeri Sukorejo Th. 2011 sampai dengan Th. 2013. 2. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan Kehidupan Keagamaan di SD Negeri Sukorejo dari Th. 2011 s/d Th. 2013. 3. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam Kehidupan Keagamaan di SD Negeri Sukorejo tersebut Th. 2011 s/d 2013 4. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuannya dari penelitian ini adalah dengan pendekatan emosional uswatun hasanah/contoh-contoh yang baik dan pendekatan karakter religius di tahun 2011, 2012, 2013 pada

peserta didik apakah lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya dengan tanpa pendekatan tersebut di atas. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan, pengetahuan, dalam pendekatan

terhadap peserta didik dengan pendekatan emosional, contohcontoh baik, dan pendekatan pendidikan karakter religius. 2. Bagi Peserta Didik a. Membatu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari khususnya pendidikan agama Islam. b. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. c. Menumbuhkan motivasi dan percaya diri dalam

mempelajari agama Islam. d. Menumbuhkan semangat kerjasama dalam kelompok.

3. Bagi Guru Mengembangkan modal pembelajaran dengan pendekatan emosional, uswatun hasanah, karakter religius .

10

BAB II LANDASAN TEORI A. Esensi Penanaman Nilai-nilai Agama kepada Anak Menurut ajaran agama Islam setiap manusia itu lahir berada dalam keadaan suci dan bersih dan Tuhan Yang Maha Esa telah membekali mereka dengan berbagai potensi laten yang tersembunyi dan harus dikembangakan sebagai amanah dari sang pencipta alam semesta ini. Dan faktor penentu kualitas keagamaan anak itu sendiri banyak ditentukan oleh peran serta kedua orang tuanya landasan itu memberi makna bagi kita bahwa ternyata faktor lingkungan keluarga adalah peringkat pertama yang akan memberi warna dasar bagi nilai-nilai keagamaan anak. Dengan demikian peran serta orang tua tidak boleh asal dan hanya sekedarnya saja pada saat memulai pengenalan

pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan pada anak1.


1

Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam oleh Dr. Sembodo Ardi. W. hal : 159

11

Menurut Badudu Zein (1996), anak adalah keturunan pertama (setelah ibu dan bapak). Anak-anak adalah manusia yang masih kecil yang belum dewasa dan memiliki berbagai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Potensi tersebut adalah potensi jasmani yang berkaitan dengan fisik (motorik) dan yang kedua adalah potensi rohani yang berkaitan dengan kemampuan intelektual maupun spiritual dan termasuk juga di dalamnya nilai-nilai agama2. Untuk itu dalam membina potensi dalam diri anak adalah tugas orang tua dan guru secara nyata. Di rumah para orang tua mempunyai kewajiban bukan hanya sekedar memenuhi

kebutuhan jasmani belaka, akan tetapi para orang tua pun dituntut mendidik dan membimbing anak dengan nilai-nilai keagamaan yang harus dipraktekkan dalam rutinitas kehidupan akan sehari-hari. Sedangkan di sekolah, nilai-nilai keagamaan yang harus ditanamkan oleh guru seyogyanya diintegrasikan/
2

Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, oleh Badudu Zein. hal :

12

dipadukan dalam kegiatan belajar mengajar dari pembukaan sampai penutup. Apabila nilai-nilai tersebut ialah tertanam kuat pada diri anak, maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan memiliki kemampuan untuk mencegah dan menyangkal serta membentengi mereka dari berbagai pengaruh negatif. Sebaliknya jika nilai-nilai keagamaan itu tidak ditanamkan secara maksimal maka yang akan muncul adalah perilaku-perilaku kurang baik dan cenderung menyimpang dari aturan agama. B. Prinsip Dasar Pengembangan nilai-nilai Agama Ada beberapa prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan dalam rangka penyampaian materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak , diantaranya adalah : 1. Prinsip penekanan pada aktivitas anak sehari-hari. Hal ini sesuai dengan kebutuhan pembentukan kepribadian anak dalam rangka peletakan dasar kehidupan anak pada bidang kehidupan beragama anak. 13

2. Prinsip pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/keluarga anak. Sebaik apapun program yang disusun oleh pihak sekolah, namun jika tidak didukung oleh partisipasi aktif para orang tua dalam memberikan keteladanan dan konsistensi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak, maka semua itu akan sia-sia. 3. Prinsip kesesuaian dengan kurikulum Prinsip ini menekankan bahwa pada saat guru dan orang tua menyajikan materi pengembangan nilai-nilai agama kepada anak Taman kanak-kanak maka hal itu harus disampaikan secara bertahap, seperti dimulai dengan penjelasan atau contoh yang terdekat dengan dunia anak sampai hal yang terjauh dari sisi anak, atau dimulai dari hal yang paling mudah anak cerna sampai hal yang agak sulit anak pahami.

14

4. Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) Prinsip ini menjelaskan bahwa guru dan para orang tua hendaknya sangat memperhatikan proses penyajian materi yang akan disampaikan yaitu materi yang perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan akan itu sendiri. 5. Prinsip psikologi perkembangan anak Setiap guru seyogyanya menyampaikan materi

pengembangan nilai-nilai agama yang disesuaikan dengan landasan ilmu psikologi perkembangan anak didik. Dalam tinjauan ilmu psikologi dikenal adanya tugas-tugas perkembangan maka setiap materi yang akan disampaikan seyogyanya senantiasa dihubungkan dengan prinsip-prinsip dasar psikologi pendidikan. 6. Prinsip monitoring yang rutin Untuk mendapatkan keberhasilan yang baik, maka diperlukan adanya kegiatan monitoring secara rutin untuk memantau proses perkembangan dan kemajuan anak dalam

15

mengikuti program yang kita siapkan. Peranan monitoring ini sangat membantu semua pihak yang terkait, untuk memperoleh data akurat dalam rangka perbaikan dan pengembangan program selanjutnya. Tanpa langkah demikian kita akan sulit memperoleh informasi tentang anak didik dan perkembangannya.

C. Perkembangan Moralitas Anak 1. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moralitas Bayi tidak memiliki hirarki nilai dan suara hati. Bayi tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral, dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing nilai-nilai moral. Lambat laun ia akan mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari guru-guru dan teman-teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kodekode moral.

16

Belajar berperilaku moral yang diterima oleh sekitarnya merupakan proses yang lama dan lambat. Tetapi dasar-dasarnya diletakkan dalam masa bayi dan

berdasarkan dasar-dasar inilah bayi membangun kode moral yang membimbing perilakunya bila telah menjadi besar nantinya. Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai besar atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang ditimbulkannya dan bukan menurut baik dan buruknya efek suatu tindakan terhadap orang lain. Karena itu, bayi menganggap suatu tindakan salah hanya bila ia merasakan sendiri akibat buruknya. Bayi tidak memiliki rasa bersalah karena kurang memiliki norma yang pasti tentang benar dan salah. Bayi tidak merasa bersalah kalau mengambil benda-benda milik orang lain karena tidak memiliki konsep tentang hak milik pribadi.

17

Bayi berada dalam tahap perkembangan moral yang oleh Piaget (Hurlock, 1980) disebut moralitas dengan paksaan (preconventional level) yang merupakan tahap pertama dari tiga tahapan perkembangan moral. Tahap ini berakhir sampai usia tujuh sampai delapan tahun dan ditandai oleh kepatuhan otomatis kepada kepatuhan otomatis kepada aturan-aturan tanpa penalaran atau penilaian3. Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya, anak yang lebih besar lambat laun

memperluas konsep sosial, sehingga mencakup situasi apa saja, lebih dari pada hanya situasi khusus. Di samping itu, anak yang lebih besar menemukan bahwa kelompok sosial terlibat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada pelbagai macam perbuatan.
3

Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Masa, Elizabeth B. Hurlock/oleh PIAGET. Hal : 123

18

Pengetahuan ini kemudian digabungkan dalam konsep moral. Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Jadi menurut Piaget, relativisme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih besar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong

dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk. Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanakkanak sebagai tingkat moralitas konvensional

(conventional level) atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari

19

tingkat ini yang disebutkan Kohlberg moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalau kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota kelompok, ia harus

menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan. Tahap perkembangan ketiga, moralitas pasca

konvensional (post conventional). Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi. 2. Hubungan Perkembangan Moralitas dengan Intelektual Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum

mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau

20

menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang yang benar dan salah. Ia juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturan-peraturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok sosial. Karena tidak mampu mengerti masalah standar moral, anak-anak harus belajar berperilaku moral dalam berbagai situasi yang khusus. Ia hanya belajar bagaimana bertindak tanpa mengetahui mengapa. Dan karena ingatan anak-anak, sekalipun anak-anak sangat cerdas, cenderung kurang baik, maka belajar bagaimana berperilaku sosial yang baik merupakan proses yang panjang dan sulit. Anakanak dilarang melakukan sesuatu pada suatu hari, tetapi pada keesokan harinya atau dua hari sesudahnya mungkin ia lupa. Jadi anggapan orang dewasa sebagai tindakan tidak patuh seringkali hanyalah merupakan masalah lupa. Menurut Conger, terdapat hubungan yang sangat erat antara perkembangan kesadaran moralitas dengan

21

perkembangan intelektual. Ia menunjukkan bahwa tiga level perkembangan kesadaran moral itu sejalan dengan periode perkembangan kognitif dari Piaget. Selanjutnya Hurlock menjelaskan bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi cenderung lebih matang dalam penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya lebih rendah, dan anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.

D. Penghayatan Keagamaan Anak 1. Perkembangan Penghayatan Keagamaan Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaranNya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, manusia

22

dijuluki sebagai Homo Devinans dan Homo Religius yaitu makhluk yang ber-Tuhan dan beragama. Dengan kehalusan dan fitrah tadi, pada saat tertentu, sesorang setidak-tidaknya pasti mengalami, mempercayai bahkan meyakini dan menerimanya tanpa keraguan, bahwa di luar dirinya ada suatu kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apapun termasuk dirinya. Penghayatan seperti itulah oleh William James (Gardner Murphy, 1967) disebut sebagai pengalaman religi atau keagamaan (the existence of great power) melainkan juga mengakuinya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta raya ini. Karenanya, manusia memenuhi aturan itu dengan penuh kesadaran, ikhlas disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual baik secara ritual maupun kolektif, baik secara simbolik maupun dalam bentuk nyata dalam hidup sehari-hari4.
4

ibid

23

2. Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat

hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatif), mengalami

perkembangan. Para ahli sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif

menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapannya adalah sebagai berikut : a. Pertama. Masa Kanak-kanak (sampai tujuh tahun). Tanda-tandanya sebagai berikut : (1) Sikap keagaman reseptif meskipun banyak bertanya (2) Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph

(dipersonifikasikan) (3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah

24

melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual. (4) Hal ke-Tuhanan secara ideosyncritic (menurut khayalan kemampuan pribadinya) kognitifnya sesuai yang dengan masih taraf bersifat

egosentric (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya) b. Kedua. Masa Anak Sekolah (1) Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian (2) Pandangan dan faham ke-Tuhanan diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang

bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya. (3) Penghayatan melaksanakan secara rohaniah ritual makin mendalam, sebagai

kegiatan

diterima

keharusan moral.

25

c. Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, adalah sebagai berikut : (1) Masa remaja awal dengan tanda antara lain sebagai berikut : (a) Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hypocrit yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu sama dengan perbuatannya. (b)Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain. (c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik

(diliputi kewas-wasan), sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.

26

(2) Masa remaja akhir yang ditandai antara lain : (a) sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa; (b)Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya. (c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik dari yang tidak baik. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup di dunia ini. 3. Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan Para ahli juga sependapat bahwa meskipun tahapan proses perkembangan seperti di atas juga merupakan gejala

27

yang universal, namun terdapat variasi yang luas, pada tingkat individual maupun tingkat kelompok tertentu. Peranan lingkungan sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan ini. Dalam ajaran agama dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan memiliki potensi beragama, maka keluarganyalah agamanya itu. yang akan mewarnai hendaknya perkembangan menciptakan

Keluarga

lingkungan psikologis yang mendukung pembentukan karakter anak dalam menjalankan ajaran agamanya.

E. Pendekatan Untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada diri anak, diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan agar tercapai hasil yang baik seperti yang dikehendaki (Badudu Zain :

28

1996). Pendekatan juga berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Untuk itu guru Taman kanak-kanak dituntut memiliki kemampuan profesional dan komprehensif terutama dalam memilih dan menentukan metode dan pendekatan yang efektif. Salah satu diantara metode pengembangan nilai-nilai agama, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Metode bercakap-cakap. Bercakap-cakap adalah kegiatan percakapan antara guru dengan anak atau anak dengan anak tentang suatu tema untuk mengembangkan kemampuan mendengar,

memahami dan kemampuan berbicara anak. Bercakapcakap dapat dilaksanakan dalam bentuk : - Bercakap-cakap bebas - Bercakap-cakap menurut tema - Bercakap-cakap berdasarkan gambar seri

29

Dalam bercakap-cakap bebas kegiatan tidak terikat pada lama, tetapi pada kemampuan yang diajarkan. Bercakap-cakap menurut tema dilakukan berdasarkan tema tertentu. Bercakapcakap berdasarkan gambar seri yakni menggunakan gambar seri sebagai bahan pembicaraan. Melalui kegiatan di atas, disamping menunjang program pengembangan bahasa secara verbal, juga dapat meningkatkan kemampuan anak-anak dalam mengkomunikasikan berbagai pikiran, gagasan, perasaan, maupun kebutuhannya. Pendekatan ini pun dapat membantu anak-anak belajar mendengarkan dan menyimak pembicaraan guru atau temannya. Jelasnya, kegiatan bercakap-cakap dapat dijadikan alat yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan kognitif, bahasa sosial konsep diri dan pengembangan nilai-nilai agama. Tujuan dari metode bercakap-cakap diantaranya :

30

a. Mengembangkan

kecakapan

dan

keberanian

dalam

menyampaikan pendapatnya kepada guru, teman sebaya dan orang lain. b. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berekspresi secara lisan. c. Mengembangkan pola-pola pikir anak dalam bentuk lisan kepada orang lain. d. Memperbaiki lafal dan ucapan e. Menambah perbendaharaan kata. Manfaat penting yang dapat dirasakan dalam penerapan pengembangan nilai-nilai agama melalui metode bercakapcakap antara lain : a. Meningkatkan keberanian anak untuk mengaktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan berbahasa secara ekspresif, menyatakan pendapat, menyatakan perasaan, menyalakan keinginan dan kebutuhan secara lisan.

31

b. Meningkatkan keberanian anak untuk menyatakan secara lisan apa yang harus dilakukan oleh diri sendiri dan anak lain. c. Meningkatkan keberanian anak untuk mengadakan

hubungan dengan anak lain dengan gurunya agar terjalin hubungan sosial yang menyenangkan. d. Dengan seringnya kegiatan bercakap-cakap diadakan, semakin banyak informasi baru yang diperoleh anak yang bersumber dari guru/anak yang lain. Contoh kegiatan bercakap-cakap menurut tema : Tema Sub tema SD : Binatang : Ciri-ciri Binatang : B/Semester I Hasil Belajar Indikator

Kompetensi Dasar

Anak percaya akan Anak ciptaan Allah, menyayangi memelihara

dapat Menyayangi dan dan memelihara semua ciptaan

mencintai sesama

32

semua Tuhan

ciptaan Tuhan

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) a. Guru mengkondisikan anak untuk duduk dalam kegiatan klasikal. b. Guru menyiapkan gambar yang akan diperlihatkan kepada anak. c. Guru memperlihatkan gambar kepada anak dan mengajak anak untuk bercakap-cakap tentang gambar yang telah diperlihatkan. d. Guru memberikan kesempatan kepada semua anak untuk bercakap-cakap tentang gambar tersebut. e. Guru menyuruh salah seorang anak untuk melatih keberanian dengan memintanya ke depan kelas dengan menjelaskan salah satu gambar.

33

f. Guru menjelaskan isi dari gambar dengan menghargai pendapat para anak yang telah bercerita sebelumnya dan menekankan penjelasan nilai-nilai agama dari makna yang terdapat dalam misi gambar tersebut.

Contoh kegiatan bercakap-cakap

Guru

: Anak-anak, apa yang kamu lihat pada gambar ini!

Anak : Itu gambar mesjid Pak..! Guru : Ada gambar apa lagi, anak-anak ?

Anak : Ada gambar ayah, ibu, Pak guru ! Anak : Ada gambar anak perempuan dan laki-laki juga,

34

Pak Guru! Guru : Yabagus, itu memang gambar masjid dan sebuah keluarga. Guru : Sekarang coba siapa yang tahu, masjid itu gunanya untuk apa? Anak : Untuk mengaji, Pak Guru. Anak : Untuk shalat, Pak Guru. Guru : Oh, ya, sekarang siapa yang suka shalat di masjid? Anak : Saya Pak, rumah saya dekat dengan masjid Anak : Saya jarang Pak, rumah saya jauh dengan masjid Guru : Kira-kira keluarga itu mau pergi kemana ya.?

Anak : Mau pergi ke masjid Pak Guru. Guru Guru : Bagus . : Masjid itu tempat beribadah agama apa?

35

Anak : Untuk agama Islam, Pak Guru Anak : Untuk orang muslim, Pak. Guru : Wahpintar ya, shalat itu ada berapa waktu?

Anak : Ada lima waktu, Pak. Guru : Siapa yang bisa menyebutkan, kapan waktu shalat itu? Anak : Dzuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh, Pak. Guru : Ya benarshalat memang ada 5 waktu dan setiap muslim wajib mengerjakan shalat.

2. Metode demonstrasi Demonstrasi adalah pendekatan yang dilakukan guru dengan cara mempertunjukan atau memperagakan suatu objek, benda atau suatu proses dari suatu kejadian. Pendekatan demonstrasi dilakukan untuk memperjelas

inforamsi atau materi pelajaran kepada anak-anak. Dalam hal

36

ini, anak menyaksikan peragaan langsung tentang hal-hal yang sulit dijelaskan dengan pendekatan biasa. Kaitannya dengan pengembangan nilai-nilai agama kepada anak-anak SD, pendekatan ini bisa dilakukan guru pada saat menerangkan etika makan, sopan santun dalam berbicara, etika berpakaian, etika beribadah dan sebagainya. Pendekatan demonstrasi sangat efektif digunakan dalam pengembangan nilai-nilai agama kepada anak dapat

mendengar. Melihat dan meniru cara-cara tertentu yang disajikan dari materi yang sedang diajarkan guru.

Demonstrasi dapat juga dipergunakan untuk memenuhi dua fungsi pembelajaran, yaitu : a. Untuk memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak bagi anak, melihat bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung, lebih menarik dan merangsang perhatian serta lebih menantang dari pada hanya mendengar penjelasan guru. Misalnya dalam menjelaskan konsep-

37

konsep yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral, atau keagamaan akan lebih efektif apabila penerapan nilai-nilai tersebut diwujudkan dalam bentuk ilustrasi. b. Pendekatan demonstrasi dapat membantu meningkatkan daya fikir anak dalam peningkatan kemampuan mengenal, mengingat, berfikir konvergen, berfikir evaluatif (elis et. al. 2003). Pengembangan daya pikir yang dimulai dari SD akan sangat membantu anak dalam memperoleh

pengalaman belajar di bidang keagamaan, bidang ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Tujuan dari metode demonstrasi bagi anak SD : a. Untuk membimbing anak dalam menggunakan mata telinganya secara terpadu, sehingga hasil pengamatan kedua indera itu dapat menambah penguasaan materi pelajaran dan melengkapi pemahaman segala hal yang ditunjukkan, dikerjakan dan dijelaskan dalam kegiatan demonstrasi tersebut.

38

b. Sebagai peniruan terhadap model yang dapat dilakukan 1) Contoh kegiatan metode demonstrasi : 2) Tema 3) Sub Tema 4) SD : : : B / Semester Indikator Melaksanakan kegiatan ibadah aturan

Kompetensi Dasar Hasil Belajar Anak mampu Terbiasa melakukan ibadah, melakukan terbiasa mengikuti ibadah

sesuai sesuai

aturan dan dapat aturan menurut menurut hidup bersih dan keyakinannya. mulai belajar keyakinannya.

membedakan benar dan salah, biasa

berperilaku terpuji.

39

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) a. Guru mengkondisikan anak untuk duduk dalam kegiatan klasikal. b. Guru menjelaskan tentang hal wudhu. c. Guru memperkenalkan tepuk wudhu kepada anak, guna mempermudah penyampaian materi sebelum

mendemonstrasikan materi. Tepuk Wudhu Bismillah cuci tangan Kumur-kumur Prok-prok-prok Basuh hidung Basuh Muka Niatnya Prok-prok-prok Tangan sampai ke siku Kepala dan telinga

40

Tak lupa cuci kaki Lalu doa Amien Prok-prok-prok d. Guru mendemonstrasikan tata cara wudhu di kelas. e. Anak memperagakan dan mengikuti pendemonstrasian tata cara wudhu yang dilakukan oleh guru. f. Praktek langsung guru membawa anak langsung ke tempat wudhu dan guru mendemonstrasikan tata cara wudhu dengan air. g. Anak mengikuti dan memperagakan secara langsung dengan bergiliran tentang pendemonstrasian yang

dilakukan guru.

Tata Cara Berwudu Saya bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan Allah. Ya Allah jadikanlah kami termasuk golongan orang-

41

orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci dan hamba-hamba yang saleh." Sebelum wudhu harus membersihkan najis yang ada pada badan jika ada. Tata cara dan urutan berwudhu adalah sebagai berikut: a. Membaca Bismillahirrahmanirrahim, sambil mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan. Apabila tangan kotor, dibersihkan dahulu dengan sabun. b. Berkumur-kumur sebanyak tiga kali, sambil membersihkan gigi. c. Membersihkan lubang hidung dari kotoran. d. Berniat dalam hati untuk berwudhu, ketika akan mulai membasuh muka. Membasuh muka sebanyak tiga kali, Caranya, dengan mengalirkan air dengan kedua belah tangan ke seluruh muka, mulai dari bagian atas. Bagian yang dibasuh sebatas tempat tumbuhnya rambut

42

Kemudian, sampai bawah dagu dan antara telinga kiri hingga telinga kanan. e. Membasuh kedua tangan sampai siku. Dahulukan

membasuh tangan kanan, lalu tangan kiri. Apabila berwudhu di air keran, air dialirkan ke tangan mulai dari ujung jari ke arah siku, atau sebaliknya yaitu dari siku ke arah jari tangan. Apabila di kolam, menyiduk air dengan kedua telapak tangan. Lalu, air diturunkan ke siku. Diawali dengan tangan kanan tiga kali, lalu tangan kiri tiga kali. f. Mengusap rambut atau kulit kepala. Diawali dengan membasahi kedua tangan, lalu diusapkan dari depan ke belakang kepala, kemudian dikembalikan ke depan (langsung). g. Mengusap kedua telinga dengan telunjuk dan ibu jari kedua tangan. Telunjuk dimasukkan ke lubang telinga dan menjalankannya di lipatan-lipatan telinga. Sementara, ibu jari diusapkan di bagian luar telinga.

43

h. Membasuh dua telapak kaki sampai mata kaki. Apabila berwudhu di keran, air keran dikucurkan ke kaki. Jika berwudhu di kolam atau bak, kaki dimasukkan ke dalam air. Sela-sela jari kaki kanan dan kiri digosok-gosok dengan tangan sebanyak tiga kali. i. Tertib seperti urutan di atas. Maksudnya, mendahulukan yang harus didahulukan dan mengakhirkan yang akhir. j. Setelah wudhu, kemudian berdo'a sambil mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat. Do'a yang dibaca adalah: Yang artinya: "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan Allah. Ya Allah jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci dan jadikanlah kami termasuk hamba-hamba yang saleh."

44

Niat adalah menghendaki sesuatu yang dibarengi dengan perbuatan atau keinginan dan perbuatan dilakukan secara sama-sama. Niat wudhu dibaca dalam hati ketika akan membasuh muka. Selesai wudhu, berdo'a sambil

mengangkat tangan dan menghadap ke arah kiblat. Berwudhu harus dilakukan dengan tertib.

F. Kerangka Berfikir Salah satu tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep Islam secara menyeluruh/kaffah,

menjelaskan keterkaitan antara konsep dan dalam lexy mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah (KTSP SD/MI 2007 :143). Kesalahan konsep atau miskonsepsi maupun kesalahan lainnya akan mengakibatkan tujuan dari pelajaran Agama Islam tidak tercapai. Salah satu pemecahan masalah adalah

45

siswa dapat menyelesaikan soal-soal dan aturan-aturan serta problematika pendidikan Agama Islam, sehingga peserta didik memahami apa-apa yang termuat dalam ajaran Agama Islam. Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa siswa masih sering melakukan kesalahan dan apatis di dalam memahami dan pengamalan Agama Islam. Contoh : siswa dalam melaksanakan ibadah shalat, dimulai dalam cara berwudhu anak masih banyak salah cara membasuh muka belum merata, dsb. Lalu mengajarkan shalat masih semuanya sendiri, sambil tengok kanan kiri, tertawa, dsb. Contoh lain di dalam thoharoh atau bersuci juga masih banyak kekurangan dan masih belum optimal pengamalannya. Contoh lain dalam memahami tentang keberadaan Tuhan (Allah) masih verbal/verbalisme, dengan nyanyian/ lagu ketuhanan, fenomena alam akan lebih menguak untuk mengenal dan menyakini kepada Tuhan/Allah.

46

Oleh karena itu dengan berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan metode pengajaran melalui pendekatan emosional, anak dijadikan teman bermain, ayah anak/keluarga, akan lebih menuai hasil yang akan dicapai, begitu juga metode pendekatan melalui contoh-contoh baik/ uswatun hasanah, pembiasaan-pembiasaan yang baik akhlaqul karimah yang kontinyu, niscaya akan berhasil dengan optimal, juga tidak kalah penting dengan pendekatan karakter religius anak lebih mengena apa yang hendak kita capai tujuan pembelajaran tersebut.

47

BAB III Metode Penelitian

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif, secara umum penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln dalam Lexy J.MO Leong (2007:5) adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada5. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah, wawancara pengamatan dan pemanfaatan dokumen,

pendekatan yang digunakan adalah studi deskriptif. Yaitu penulis berusaha mengungkap dan menggambarkan kesalahan yang dilakukan siswa dalam memahami, apatis dan kesalahan

Lexy J. Mo Leong, Metodologi Penelitian Kualitatif : Bandung, PT. Remaja Karya CV. 2007. hal : 5

48

dalam pengamalan ajaran Islam. Terutama dalam praktek ibadah, dan enggan mempelajari Agama Islam. Dengan bantuan observasi di lapangan dapat diketahui berbagai sebab yang berhububgan dengan tingkah laku yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam mengerjakan praktek ibadah/akhlaq mulia. Selain dengan observasi, dilakukan juga dengan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai beberapa sebab, mengapa siswa melakukan kesalahan tidak senang/ apatis terhadap pelajaran agama dan mengenal dan

mengimani tentang Allah SWT.

B. Tempat Penelitian Sekolah Dasar Negeri Sukorejo kelas III, IV, V dan VI Kabupaten Semarang Jawa Tengah, peneliti memilih SD Negeri Sukorejo, karena pada soal wawancara dengan salah satu guru/tokoh sekolah mendapat informasi bahwa siswa-

49

siswa kurang minat terhadap pendidikan Agama Islam dan masih banyak kesalahan dalam praktek beribadah dan mengenal Tuhannya (Allah). Data ini mengambil perbandingan tahun 2010 dan sesudahnya tahun 2011, 2012, dan tahun 2013.

C. Sampel Sumber Data Sampel yang digunakan adalah sampel Snow Ball

(Snow Ball Sample) menurut Satori Djaman dan Komarodin Aan (2009:48) sampel snow ball merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian

membesar. Lincoln dan Guba dalam Lexy J. MO Leong

(2007:223-224) menyatakan bahwa sampel snow ball bermanfaat untuk memperoleh variasi sebanyak-banyaknya,

50

sehingga peneliti akan lebih banyak mendapatkan variasi dari kesalahan yang dilakukan siswa6.

D. Teknik Pengumpulan Data Pengertian tes menurut Budiyono (2003:54) Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau seruhan-seruhan terhadap

subyek. Dalam penelitian ini digunakan metode tes yang berbentuk pendekatan emosional, metode uswatun hasanah/ contoh-contoh baik, dan metode karakter religius7. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen diuji terlebih dahulu validitasnya dengan validitas isi melelui expert judgment (penilaian yang dilakukan oleh pakar).

Lexy J. Mo Leong, Metodologi Penelitian Kualitatif : Bandung, PT. Remaja Karya CV. 2007. hal : 223-224 7 Budiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta, UNS Press, 2003. hal: 54 dan 58

51

Budiyono

(2003-58)

mengatakan

bahwa

suatu

instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan diukur 8 . Validitas isi dilakukan dengan penelaahan atau pengkajian butir-butir tes oleh validator (para pakar) yang memahami atau menguasai materi pada soal/metode, oleh karena itu validatornya adalah kepala sekolah, guru kelas, tokoh agama/masyarakat (guru kelas 1 s/d VI). 1. Teknik Pengumpulan Data Observasi Menurut Budiyono (2003:51) Observasi adalah pengamatan langsung. Tujuan dilakukan observasi adalah untuk mengetahui sebab-sebab siswa melakukan kesalahan dalam menjawab atau melaksanakan praktek ibadah dalam kehidupan sehari-hari dan pembelajaran setiap berlangsung pelajaran Agama Islam.

Budiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta, UNS Press, 2003. hal: 51

52

Kelebihan teknik observasi adalah peneliti mengetahui kejadian sebenarnya, sehingga informasinya langsung dan akurat, dapat mencatat kebenaran terjadi, memudahkan dalam memahami prilaku yang komplek dan

memungkinkan pengumpulan data yang tidak dapat dilakukan oleh teknik lain. Kelemahannya adalah

tergantung kepada kepiawaian pengamat dan menghasilkan data yang banyak dan tidak sistimatis, sehingga

menyulitkan peneliti untuk menganalisis. 2. Teknik Pengmpulan Data Wawancara Menurut Budiyono (2005:51) Wawancara atau interview adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan peneliti (orang yang ditugasi) dengan subyek penelitian atau responden atau sumber data 9 . Tujuan wawancara ini adalah untuk mengetahui sebab-

Budiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta, UNS Press, 2003. hal: 51

53

sebab siswa melakukan kesalahan persepsi terhadap mata pelajaran agama Islam, praktek ibadah dan akhlaqul karimah serta mengenal Allah, dan respondennya dipilih siswa yang rajin ibadah, malas ibadah, respon terhadap mata pelajaran agama dan yang apatis terhadap mata pelajaran agama Islam. Wawancara ini juga dimaksudkan agar para siswa responsife terhadap mapel agama Islam dan rajin beribadah. E. Teknik Analisa Data Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif, yaitu menganalisa persepsi siswa yang tidak responsif terhadap mata pelajaran agama Islam, malas ibadah, dan kurang berakhlaqul karimah. Dengan pendekatan emosional, uswatun hasanah

(Hadits Nabi) dan pendidikan karakter religius. Siswa menjadi

54

responsif terhadap mata pelajaran agama, giat beribadah, dan akhlaqul karimah.

55

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Data Kehidupan keagamaan pada tahun 2011 sampai 2013 di SD Negeri Sukorejo UPTD Pendidikan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang begitu menggembirakan dikarenakan banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai dibandingkan perkembangan kehidupan keagamaan di tahun-tahun

sebelumnya. Pasalnya karena mulai tahun 2011 sampai tahun 2013 penerapan dengan Metode Pendekatan Emosional dan contoh-contoh kebiasaan-kebiasaan yang bagus dan baik serta Pendekatan Karakter Religius sedikit demi sedikit peserta didik berubah menuju kebaikan-kebaikan yang meningkat. Contoh ini merupakan contoh kongkrit di SD Negeri Sukorejo. Contoh-contoh konkrit/nyata tersebut adalah :

56

1. Program Pemanfaatan Infaq Jumat. Pada program ini, anak-anak sangat antusias. Dengan dimulai contoh dari guru, antara lain : Infaq Jumat sebagian dibelikan Juz amma dan anak-anak terbiasa membaca, menghafal surat-surat pendek. Kegiatan ini berjalan dengan baik sebelum jam pelajaran dimulai 2. Program Sholat Jamaah Program sholat jamaah dzuhur setiap hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis berjalan cukup baik untuk melatih kedisiplinan dan taat beribadah serta gemar bersyukur kepada Allah SWT. 3. Kegiatan Seni Islam Rebbana Kegiatan Rebbana sangat digemari oleh peserta didik dengan bukti antusias peserta didik selalu menanyakan kepada guru untuk berlatih rebbana. Dalam hal ini untuk mengenalkan serta menguraikan aqidah, seni, kebersamaan dan ahlaqul karimah lewat lagu-lagu yang bernuansa Islam.

57

Contoh lagu itu adalah Kebesaran-Mu, Rukun Islam, Bismillah, Rindu Rosul, Bekti Wong Tuo, Nabiku, Shalawat Badar, Andai Ku Tahu, Lir-Ilir, Pintu Surga, dll. 4. Seni Baca Al-Quran/Qiroah Kegiatan ini diadakan seminggu sekali oleh peserta didik kelas III sampai Kelas VI. Dengan maksud mengenalkan wahyu Illahi sedini mungkin. 5. Kaligrafi dengan Metode TIK Kegiatan ini diisi dengan menulis huruf Al-Quran/surat pendek dengan terjemahannya memakai laptop. Diadakan dalam extra 1 minggu satu kali. Program tersebut dapat berjalan dengan lancar karena dukungan berbagai pihak. Mulai dari Kepala Sekolah, semua guru dan karyawan, serta dukungan wali murid, tokoh masyarakat maupun komite sekolah.

58

B. Analisis Data Program-program yang telah ada dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 tersebut, di tahun-tahun

sebelumnya belum ada. Dengan pendekatan emosional, contoh-contoh, dan keteladanan yang baik serta pendekatan karakter ada perubahan yang menggembirakan. Akibatnya peserta didik antusias mengikuti pelajaran agama Islam, ekstrakurikuler rebana, qiroah, TIK, infaq Jumat dan sholat berjamaah. Bentuk antusias peserta didik terhadap pendidikan agama Islam dan pelajaran ekstrakulikuler berdasarkan wawancara peneliti dengan anak-anak SD Negeri Sukorejo sebagai berikut : 1. Sekar (murid kelas 2) Bagaimana kamu dengan pelajaran Agama? Suka Mengapa suka? Ada Rebana. Dengan pak guru? Suka.

59

Mengapa suka dengan pak guru? Pak guru memberi nyanyian-nyanyian. 2. Musthafa (murid kelas 2) Suka pelajaran agama? Suka. Mengapa suka? Ada rebana. Sholat bareng/bersama. 3. Gita (murid kelas 3) Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka. Mengapa suka? Banyak nyanyian. 4. Fajar (murid kelas 3) Kamu suka dengan pelajaran Agama? Suka. Mengapa suka? Aku diajari orgen. Siapa yang mengajari kamu? Pak Zusuf. 5. Niken (murid kelas 4) Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka. Mengapa? Ada rebana dan qiroah. 6. Sigit (murid kelas 4) Git, kamu suka dengan pelajaran agama? Suka.

60

Mengapa? Pak guru memberi uang. Apa lagi? Ada rebana. 7. Satrio (murid kelas 5) Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka banget. Mengapa suka? Ada sholat jamaah di mushola dan rebana. Apa lagi? Pak guru memberi uang. 8. Retno (murid kelas 5) Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka banget pak. Mengapa? Ada nyanyi-nyanyi, rebana dan qiroah. 9. Wildan (murid kelas 5) Dengan pelajaran agama suka nggak? Suka. Mengapa? Karena ada sholat berjamaah dan ada pelajaran TIK. 10. Syaiful (murid kelas 6) Kamu suka dengan pelajaran agama? Kadang suka, kadang tidak. Mengapa? Pak guru baik, kadang-kadang marah-marah.

61

Yang bikin marah siapa? Saya pak, maaf. Pis.... Pis.. 11. Putri karismatik (murid kelas 6) Suka dengan pelajaran agama? Suka banget pak. Mengapa? Banyak lomba-lomba, rebana, qiroah dan pidato. Yang lain? Ada infaq Jumat. 12. Doni (murid kelas 6) Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka. Kadangkadang nggak. Mengapa? Pak guru apikan. Kalau dengan yang dulu? Saya dilempar penghapus pak. Yang lain? Ada rebana.

C. KETERBATASAN PENELITIAN - Keterbatasan kemampuan dan waktu penelitian. - Di sana sini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan SDM, pengalaman, dan belum maksimal faktor-faktor

62

dukungan dari semua pihak, maka penelitian ini masih banyak revisi, pembaharuan dan saran.

63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Perkembangan kehidupan keagamaan di SD Negeri Sukorejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sebelum tahun 2011 belum begitu menggembirakan. Belum ada kegiatan-kegiatan seperti : Rebana, Qiroah, Kaligrafi TIK, Sarapan pagi juz amma dan infaq Jumat. Namun setelah tahun 2011, program tersebut diadakan sehingga sedikit demi sedikit ada perubahan maju dengan bukti bahwa sebagian besar peserta didik suka dengan pelajaran agama. Lebih-lebih dengan pelajaran ekstrakurikuler. Sehingga di setiap ada kegiatan lomba-lomba semua bidang dapat diikuti.

Kesemuanya itu dapat berhasil, seperti TIK No 1 Tingkat Kecamatan dan Rebana peringkat empat.

64

Dengan pendekatan emosional, uswatun hasanah, contoh-contoh yang baik, pendekatan karakter religius dapat merubah peserta didik suka dengan pelajaran agama Islam, rebana, qiroah, TIK dan Gemar membaca Al-Quran.

B. SARAN Dengan pendekatan Emosional, Uswatun hasanah, serta pendekatan karakter religius terhadap peserta didik mampu merubah kebiasaan yang buruk terhadap minat terhadap pendidikan agama Islam seperti malas beribadah, acuh terhadap pendidikan agama Islam. Maka perlu dipertahankan dan dikembangkan serta didukung terus oleh semua pihak baik dari kepala sekolah, guru dan komite sekolah serta peran serta masyarakat, sehingga perubahan-perubahan yang baik dapat berjalan terus.

65

DAFTAR PUSTAKA Badudu Zein.1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan Budiyono.2003. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta: UNS. Press. Elizabeth B. Hurlock, 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta, Erlangga. Lexy J. Mo Leong. 2007. Metadologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Karya CV. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. 2007, Jakarta: BD Cipta Jaya Murphy G. L. (1967). Introductory Aspects of Modern Parapsychologist Al Research. Transaction of The New York Academy of Science Al-Quran Departemen Agama RI, Semarang: CV. Asy Syifa

66

Filsafat Pendidikan Islam. Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, A. Haris Hermawan N A Bimbingan Konseling, Departemen Agama RI Drs. Amin Budimin M.Pd, Drs. H. Setiowati M.Pd

67

LAMPIRAN

68

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama 2. NIM 3. Tempat/Tanggal Lahir 4. Alamat

: Zusuf : 123111645 : Kab. Semarang, 10 Januari 1957. : Dsn. Krajan RT. 02 RW. 01, Desa Gunung Tumpeng, Kec. Suruh, Kab. Semarang

5. Pendidikan

: SDN

lulus Th. 1970

PGAN IV Th. lulus Th. 1975 PGAN VI Th. lulus 1977 DII 6. Pekerjaan lulus Th. 1995

: CPNS/PNS 01 April 1983

- 01 April 1983 s/d Desember 2000 Guru PAI SDN Bandungan, Kec. Ambarawa, Kab. Semarang. - Desember 2000 hingga sekarang SDN Sukorejo Kec. Suruh Kab. Semarang

69

You might also like