You are on page 1of 8

7. Teori McClelland McClelland mngetengahkan teori motivasi yang berhubungan erat dengan teori belajar.

McClelland (1962) berpendapat bahwa banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan. Tiga dari kebutuhan McClelland ialah 1) kebutuhan akan prestasi (need of achievement ) disingkat n Ach, 2 ) kebutuhan akan afiliasi ( need of affiliation ) disingkat n Aff, dan 3 ) kebutuhan akan kekuasaan ( need of power ) disingkat n Pow. Motivasi berprestasi ialah dorongan dari dalam diri untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Motivasi afiliasi ialah dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atau dorongan untuk memiliki sahabat sebanyakbanyaknya. Motivasi berkuasa ialah dorongan untuk memengaruhi orang lain agar tunduk kepada kehendaknya.

McClelland juga mengetengahkan bahwa jika kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak maka kebutuhan itu akan memotivasi orang untuk berusaha keras memenuhinya. Alat untuk mengukur n Ach telah dikembangkan oleh Murray (1943) dengan nama Thematic Apperception Test (TAT) yang berisikan gambar-gambar. Kemudian alat itu dikembangkan oleh McClelland (1953) dengan memberikan nilai angka. Satu ciri penting dari n Ach ialah kebutuhan itu dapat dipelajari. N Ach yang mulanya rendah, setelah mendapat pelatihan atau pengalaman akan meningkat. McClelland juga mengatakan bahwa bangsa yang dalam keadaan ekonominya terbelakang dapat ditingkatkan secara dramatis dengan merangsang rakyatnya untuk berprestasi tinggi. Teori ini berusaha menjelaskan achievement-oriented behavior yang didefinisikan sebagai perilaku yang diserahkan terhadap tercapainya standard of excellent . Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai needs of achievement yang tinggi selalu mempunyai pola berpikir tertentu ketika ia merencanakan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu selalu mempertimbangkan pekerjaan yang akan dilakukan itu cukup menantang atau tidak. Seandainya pekerjaan itu menantang, maka ia memikirkan kekuatan, peluang, dan ancaman yang mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut dan menentukan strategi yang akan dilakukan. Ciri lain orang yang mempunyai need of achievement tinggi adalah kesediaannya untuk memikul tanggung jawab sebagai konsekuensi usahanya untuk mencapai tujuan, berani mengambil risiko yang sudah di perhitungkan, bersedia mencari informasi untuk mengukur kemajuannya, dan ingin kepuasan dari yang telah dikerjakannya.

Penelitian tentang motivasi menghasilkan konsep-konsep antara lain 1) Manusia dewasa yang sehat penuh potensi. Walaupun potensi yang dimiliki manusia sudah tinggi, namun tanpa adanya motivasi untuk memanfaatkannya, maka ia tidak akan berprestasi. 2) Manusia dewasa mempunyai sejumlah motif (kebutuhan dasar) yang menyalurkan potensinya. 3) Manusia dewasa memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebudayaannya. 4) Pemenuhan kebutuhan tampak pada perilakunya, orang yang bermotif tertentu akan berperilaku tertentu. 5) Perilaku yang tampak, berbeda-beda tergantung situasinya. Perilaku yang berhubungan dengan tuga motif sosial dari McClelland menurut yang dikembangkan oleh Tim Achievement Motivatian Training (AMT) Massachuset memiliki indikator sebagai berikut. Orang yang motif berprestasinya tinggi bercirikan: 1) bertanggung jawab atas segala perbuatannya, mengaitkan diri pada karier atau hidup masa depan, tidak menyalahkan orang lain dalam kegagalannya ; 2) berusaha mencari umpan balik atas segala perbuatannya, selalu bersedia mendengarkan pendapat orang lain sebagai masukan dalam memperbaiki dirinya; 3) berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan (menantang dan terwujud) melebihi orang lain, lebih unggul, ingin menciptakan yang terbaik; 4) berusaha melakukan sesuatu secara inovatif dan kreatif (sesuatu yang baru, sesuatu yang tiada duanya), banyak gagasan, dan mampu mewujudkan gagasannya dengan baik. Ingin bebas berkarya, kurang menyenangi sistem yang membatasi geraknya ke arah yang lebih positif. Kekuatan datang dari tindakan Anda sendiri bukan dari orang lain; 5) merasa dikejar-kejar waktu, pandai mengatur waktunya, yang dapat dikerjakan sekarang jangan ditanda hari esok; 6) bekerja keras dan bangga atas hasil yang telah dicapai. Orang yang motif bersahabatnya tinggi bercirikan: 1) lebih suka bersama orag lain daripada sendirian; 2) sering berkomunikasi dengan orang lain; 3) lebih mengutamakan hubungan pribadi daripada tugas kerja; 4) selalu bermusyawarah untuk mufakat dengan orang lain; 5) lebih efektif apabila bekerja sama dengan orang lain. Orang yang motif berkuasanya tinggi bercirikan: 1) sangat aktif menentukan arah kegiatan organisasi; 2) sangat peka terhadap pengaruh antarpribadi dan kelompok; 3) mengutamakan prestise; 4) mengutamakan tugas kerja daripada hubungan pribadi; 5) suka memerinah dan mengancam dengan sanksi. 8. Teori perilaku skinner Teori pembentukan perilaku menurut yang dikemukakan skinner (1974) menyatakan bahwa yang mempengaruhi dan membentuk perilaku kerja disebut pembentuk perilaku ( operant

conditioning) atau disebut juga behavior modification, positive reinforcement, dan skinnerian conditioning. Pendekatan ini didasarkan pada hukum pengaruh (law effect) yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi hukum cenderung tidak dii ulang. Jadi, perilaku individu di masa mendatang dapat di ramalkan atau dipelajari. Proses pembentukan perilaku digambarkan sebagai berikut. Jika ada rangsangan, maka terjadi tanggapan. Jka ada tanggapan, maka akan terjadi konsekuensi. Jika konsekuensi itu positif maka ornag akan mmberikan tanggapan yang sama untuk tanggapan berikutnya dimasa yang akan datang. Contoh: manajer akan mengubah perilaku pegawai dari tidak disiplin menjadi disiplin. Untuk motivasi disiplin, manajer memberikan hadiah bagi yang datang tepat waktu dan memberikan celaan kepada yang terlambat. Hasil penelitian ditemukan disiplin pada umumnya lebih efektif diberikan pada pegawai yang mendapat penghargaan dibandingkan dengan yang mendapat hukuman. Hammer (1977) memberikan enam pedoman untuk membentuk perilaku, yang disebut juga teori belajar, yaitu (1) Jangan memberikan penghargaan yang menimbulkan rasa ketidakadilan, (2) Perhatikan bahwa kegagalan memberi tanggapan dapat mengubah perilaku, (3) Umumkan kepada karyawan hal-hal yang harus dikerjakan dan bonusnya, (4) Beritahu karyawan hal-hal yang salah dilakukannya, (5) Jangan menghukum di depan karyawan lainnya, dan (6) Bertindaklah dengan adil. 9. Teori Porter-Lawler Teori Porter-lawler adalah teori penghargaan dari motivasi denagn orientasi masa depan dan menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau hasil hasil. Para manajer terutama tergantung pada penghargaan yang akan datang bukan pengalaman masa lampau. Model pengharapan ini menyajikan sejumlah cara manajer memotivasi bawahannya seperti yang diungkapkan Nadler & Lawler (1977) berikut. Implikasi bagi manajer: (1) pemberian penghargaan disesuaikan dengan kebutuhan bawahan, (2) jelaskan prestasi yang diharapkan, sama kepada semua ornag karena

(3) buatlah prestasi yang menantang dan dapat dicapai, (4) hubungkan penghargaan dengan prestasi, (5) analisis faktor-faktor yang bertentangan dengan keefektifan penghargaan, dan (6) penentuan penghargaan yang memadai. Implikasi bagi organisasi: (1) sistem penghargaan organisasi harus didesainuntuk memotivasi perilaku yang duharapkan, (2) pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan intrinsik, dan (3) atasan langsung berperan penting dalam proses motivasi. Porter-Lawler menggambarkan model motivasinya seperti berikut. 10. Teori Keadilan Teori keadilan menyatakan bahwa faktor keadilan/kewajaran yang memengaruhi sistem pengupahan mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi internal, dimensi eksternal, dan dimensi individual. Dimensi internal berarti setiap jabatan/posisi dan pekerjaan individu diharhagai oleh organisasi/perusahaan dengan perbandingan yang rasional, dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dimensi eksternal berarti pengupahan dilakukan dengan memerhatikan nilai pasar tenaga kerja di luar organisasi/perusahaan yang mampu bersaing dengan pengupahan yang di berikan oleh organisasi/ perusahaan lain yang sejenis. Dimensi individual berarti kewajaran/keadilan yang dirasakan oleh setiap individu dengan individu lainnya. Faktor penting dalam menimbang keadilan di gambarkan oleh Davis & Newstrom (1997) seperti berikut. 11. Teori White Menurut teori white seperti yang dikutip Handoko (2003) menyatakan motif uang bukankalah jaminan untuk meningkatkan kinerja manusia karena kebutuhan manusia akan uang adakalanya mengalami titik kejenuhan sehingga uang tidak lagi memotivasi manusia . Di samping itu, manusia dapat menolak uang karena tugas yang dibebankan kepadanya melampaui kemampuannya. Sehingga contoh, seorang tukang angkat barang (portir) sehari kekuatan maksimalnya untuk mengangkat barang sebanyak 500 kg/hari dengan upah Rp 100/kg, ia masih termotivasi untuk mengangkatnya. Namun, ketika ditawari untuk mengangkat lebih dari 500 kg dengan imbalan kelebihannya akan dibayar Rp200/kg ternyata ia menolak dengan alasan tidak cukup waktu dan tenaga untuk mengangkatnya

lagi. Di samping itu, pekerjaan juga membutuhkan makan dan istirahat serta berkumpul dengan keluarga atau sahabat. Integrasi antar teori motivasi Maslow, Alderfer, Herzberg, dan McLelland seperti yang tampak pada gambar 5.18. E. TEKNIK MEMOTIVASI 1. Berpikiran positif. Ketika mengekritik ornag begitu terjadi ketidakbersamaan, tetapi kita lupa memberi dorongan positif agar mereka terus maju. Jangan mengkritik cara kerja orang lain kalau kita sendiri tidak mampu memberi contoh terlebih dahulu. 2. Menciptakan perubahan yang kuat. Adanya kemauan yang kuat untuk mengubah situasi oleh diri sendiri. Mengubah perasaan tidak mampu menjadi mampu, tidak mau menjadi mau. Kata, Saya juga bisa dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi. 3. Membangun harga diri. Banyak kelebihan kita sendiri dan orang lain yang tidak kita hargai padahal penghargaan merupakan salah bentuk teknik memotivasi. Kata Saya mengharapkan bantuan Anda atau Saya mengharapkan kehadiran Anda merupakan bentuk penghargaan yang paling murah. Berilah mereka kesempatan untuk bertanggung jawab, berilah wewenang, serta kebebasan untuk berpendapat. 4. Memantapkan pelaksanaan. Ungkapan dengan jelsa, bagaimana cara kerja yang benar, tindakan yang dapat membantu, dan hargai dengan tulus. 5. Membangkitkan orang lemah menjadi kuat. Buktikan bahwa mereka sudah berhasil, dan nyatakan bahwa Anda akan membantu yang mereka butuhkan. Binalah keberanian, kerja keras, bersedia belajar dari orang lain. 6. Membasmi sikap suka menunda-nuda. Hilangkan sikap menunda-nunda denagn alasan pekerjaan itu terlalu sulit dan segeralah untuk memulai. Selain itu, ada teknik motivasi lainnya yang dapat dilakukan terhadap bawahannya, yaitu yang disebut dengan prinsip MOTIVATE (Verma, 1996). M = Manifest artinya bangkitkan rasa percaya diri ketika pendelegasian tugas. O = Open artinya bangkitkan percaya diri ketika mendelegasikan tugas. T = Tolerance artinya toleransi terhadapn kegagalan, mau dan boleh belajar dari kesalahan karena pengalaman adalah guru yang terbaik (tingkatkan kreativitas).

I = Involve artinya semua pihak terkait dalam pekerjaan ( meningkatkan rasa diterima dan komitmen). V = Value artinya nilai yang diharapkan dan diakui dalam kinerja yang baik (hadia apa yang di dapat dan bagaimana mendapatkannya). A = Align artinya menyeimbangkan sasaran pekerjaan (proyek) dengan sasaran individu (orang-orang bersemangat mencapai kepuasan yang mereka inginkan). T = Trust artinya kejujuran setiap anggoya tim (vital dalam memotivasi). E = Empower artinya berdayakan setiap anggota tim sewajarnya (khususnya dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya). F. Praktik Motivasi Sutrisno (2000: 40) menyatakan bahwa untuk menghasilkan siswa unggul dilaksanakan Program Patas, yaitu memotivasi siswa yang berkemampuan luar biasa (siswa yang memiliki nilai prestasi rata-rata untuk 5 bidang studi yang diebtanaskan dan pendidikan agama serta bahasa inggris) untuk menyelesaikan program pendidikannya secara cepat. Pengalaman Sutrisno tersebut memberikan pesan kepada kepala sekolah dan guru bahwa siswa yang sudah pandai pun masih perlu di beri motivasi ekstrinsik, apalagi yang belum pandai. Pelatihan motivasi berprestasi atau achievement motivation training sudah sering dilatihkan, baik kepada PNS maupun mahasiswa di seluruh Indonesia. Namun dalam kenyataannya, motivasi mereka masih dalam taraf biasa-biasa saja. Jika kita berkunjung ke kantor-kantor pemerintah pada jam kerja maka akan tampak jelas gambaran motivasi krja PNS kita. Kita akan menyaksikan, PNS yang sibuk sangat sibuk. Sebaliknya, yang santai sangat santai. Masuk terlambat dan pulang cepat adalah hal yang biasa. Di daerah-daerah sampai ada istilah PJKA artinya Pulang Jumat Kembali Ahad bahkan menjadi PJKS Pulang Jumat Kembali Senin, tidak ada masalah. Tidak ada sanksi yang tegas dari atasannya karena atasannya pun sama saja. Di lingkungan guru dan dosen, tidak berprestasi, tidak ada masalah bahkan tidak naik pangkat sampai 30 tahun atau seumur hidup pun tidak masalah. Hal yang sama juga terjadi pada mahasiswa. Sebagian mahasiswa tidak mengerjakan tugasnya secara sungguh-sungguh. Padahal, pembukaan UUD 1945 ada kata semangat yang berarti motivasi. Kemerdekaan terwujud karna kuatnya semangat (motivasi) juang bangsa kita di kala itu. Mengapa semangat juang kita untuk berprestasi, memerangi kebodohan dan kemiskinan kurang bergairah? Keadaan ini mencerminkan betapa rendahnya motivasi kerja dan belajar manusia Indonesia.

G. HASIL RISET Imam Muchoyar (1995) dan Aliyah A. Rasjid (1995) menemukan bahwa motivasi kerja dosen rendah.

Penelitian internasional (Made Pidarta, 1999) menemukan bahwa motivasi kerja bangsa Indonesia sangat rendah sekaligus sebagai bangsa termalas nomor 3 dari 42 negara termalas di dunia yang di teliti. Sodiq A. Kuntoro (1995: 58) menemukan bahwa motivasi masyarakat desa berkembang sejalan dengan keberhasilan program binaan yang dilakukan oleh Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM). Motivasi mencapai kemajuan yang berkembang dalam bentuk 1) rasa bangga, 2) rasa percaya diri, dan 3) keinginan untuk mekanjutkan kemajuan. Penelitian menunjukkan bahwa motivasi masyarakat muncul setelah mendapat motivasi dari luar (ekstrinsik). Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana dengan motivasi instrinsiknya?. Sukardjono (1995: 49) menemukan bahwa responden yang mengevaluasi dirinya sendiri memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dibandingkan dengan motivasi berafiliasi dan berkuasa. Pertanyaannya adalah, Apakah menilai diri sendiri dapat menjadi sangat subjektif? Apalagi pendekatannya kuantitatif. Seharusnya, penelitan ini juga meminta pihak lain yang independen untuk menilai motivasi responden yang diteliti guna mengurangi subjektivitas . B. Sukarno (1995: 112) menemukan bahwa prestasi belajar dan motivasi belajar berkorelasi positif terhadap kemampuan praktik mengajar mahasiswa IKIP. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan perlu ditumbuhkan motivasi oleh mahasiswa. Zahera Sy (2000: 33) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara cara guru memotivasi dengan aktivitas siswa siswa dalam proses belajar mengajar (PBM). Diberi motivasi saja tidak ada hubungan, apalagi tidak dimotivasi. Maka temuan penelitian ini adalah perlunya menyadarkan siswa motivasi dari dirinya sendiri akan lebih bermakna daripada harus menunggu motivasi dari orang lain. Hasil penelitian UNDP (2007) menemukan bahwa mutu SDM Indonesia berada pada ranking 107 dari 177 negara yang diteliti SDM Indonesia terendah di Asean. Sedangkan Malaysia yang dahulu hampir seluruhnya belajar dari Indonesia kini menduduki ranking ke-

76 dan Filipina ranking ke-98. Kenyataan ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi bangsa kita masih rendah.

You might also like