You are on page 1of 3

DR.IR.

FADEL MUHAMMAD BERKUNJUNG KE IPB BOGOR: ADA YANG


SALAH DENGAN PERTANIAN KITA

Wednesday, December 17th, 2008 at 1:23 pm

Dalam rangkaian Dies Natalis Institut Pertanian Bogor (IPB), mahasiswa pasca
sarjana IPB pada 10 Nopember 2008 mengundang Gubernur Gorontalo DR.Ir. Fadel
Muhammad untuk berbagi pengalaman tentang keberhasilannya membangun pertanian
dengan mengembangkan ekonomi jagung di Gorontalo. Dalam kesempatan tersebut
sekaligus dilakukan bedah buku ”Reinventing Local Government: Pengalaman dari
Daerah” yang merupakan pengembangan disertasi doktoralnya ditambah
pengalamannya memimpin Gorontalo.

Pertanian Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa sebagai penggerak


ekonomi nasional namun tidak dikelola dengan baik. Sumber daya ekonomi pertanian
mulai dari tanaman pangan, hortikultura, kacang-kacangan, serealia, peternakan,
perikanan, perkebunan dan kehutanan tidak dikelola dengan baik dibiarkan
berkembang sendiri tanpa ada road map. Produk pertanian Indonesia yang unggul di
pasar dunia saat ini dibiarkan berjalan sendiri tanpa didukung kebijakan pengembangan
daya saing. Kita penghasil sawit dan lada nomor 1, karet nomor 2, beras nomor 3 di
dunia. Tapi kita tidak mau dan mampu membangun keterkaitan sektor hulu-hilir dan
mempersiapkan infrastruktur dan suprastruktur yang diperlukan untuk pengembangan
komoditas tersebut. Kita lebih senang mengembangkan sektor industri meski juga
hanya sebagai tukang jahit saja.

Pemerintah juga kurang gigih dalam menawarkan peluang usaha di sektor


pertanian kepada investor. Ini terlihat dari timpangnya investasi antara sektor pertanian
dengan sektor industri. Rencana PMA untuk sektor pertanian pada 2007 hanya US$
1.491,6 juta sementara untuk sektor industri US$ 27.209,4. Ekspor produk pertanian
kita hanya sebesar 4,9% dari total ekspor nasional tahun 2007 yang mencapai US$
93,142 miliar. Meski ekspor industri kita tinggi tapi kita sedang menuju ke fase
deindustrialisasi.

Kalangan perbankan juga lebih royal mengucurkan kreditnya untuk sektor


Industri ketimbang sektor pertanian. Kredit modal kerja dan kredit investasi untuk sektor
pertanian hanya Rp 55,906 triliun sementara untuk sektor industri nilainya hampir
empat kali lipat lebih besar dari sektor pertanian yakni Rp 203,808 triliun.

Pertanian kita sedang dijepit secara sistematis agar tidak berdaya oleh kartel
komoditi dunia. Penandatanganan LoI IMF tentang penurunan bea masuk yang
besarnya 0 – 10% untuk 43 produk pertanian telah menyebabkan pasar produk
pertanian dalam negeri dibanjiri produk impor. Memang dalam jangka pendek terkesan
menguntungkan karena konsumen mendapatkan produk murah dan berkualitas tapi
dalam jangka panjang akan menciptakan ketergantungan yang kronis dan mematikan
hasrat petani untuk berproduksi karena tidak ada kesempatan berpendapatan.

Ketergantungan kita terhadap produk pertanian impor sangatlah besar. Kita


setiap tahun mengimpor 1,2 juta ton kedele, 5 juta ton gandum, 900 ribu ton gaplek,
dan 600 ribu ekor sapi serta 964 ribu ton susu. Masih pantas dan banggakah kita
menyebut diri sebagai negeri agraris?

Kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa pertanian kita dalam bahaya. Jika
suatu negara memiliki ketahanan pangan yang rapuh maka negara akan mudah runtuh.
Sementara kita menghadapi tiga bahaya besar yang mengancam sektor pertanian
namun tidak ada strategi besar yang andal untuk mengatasinya. Pertama,
Kemampuan Pertanian kita untuk memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri, relatif
telah dan sedang menurun dengan sangat besar. Kedua, sekarang Indonesia berada
dalam ancaman Rawan Pangan bukan karena tidak adanya pangan, tetapi karena
pangan untuk rakyat Indonesia sudah tergantung dari Supply Luar. Ketiga, Pasar
Pangan Amat Besar yang kita miliki diincar oleh produsen pangan luar negri yang tidak
menginginkan Indonesia memiliki kemandirian di bidang pangan.

Untuk mengatasinya kita harus membuat road map (peta jalan) untuk: (1)
Industri berbasis agro dan perkebunan; (2) Regionalisasi pengembangan komoditi
untuk menuju skala ekonomi dan aglomerasi; (3) Pengembangan pertanian tanaman
pangan, peternakan dan industri kecil menengah pedesaan.

Dengan adanya peta jalan di tiga ranah maka diharapkan pengembangan


pertanian kita menjadi lebih fokus dan terarah. Selain itu aspek penting lainnya yang
perlu mendapat perhatian adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur dan
social capital untuk sektor pertanian guna meningkatkan efesiensi, produktivitas dan
inovasi. Pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih proaktif dalam membangun
inisiatif dan tindakan untuk membuat jejaring kerjasama usaha tani sebagai agenda
pembangunan daerah. Selain itu pemerintah harus berani dan tegas dalam membuka,
menciptakan, dan mengamankan pasar produk pertanian dan memihak petani.

Kita bisa melakukannya dan sudah ada hasilnya. Gorontalo adalah contohnya.
Dengan kebijakan agropolitan, Gorontalo berhasil meningkatkan produksi pangan
secara lestari pada tingkat harga yang pantas untuk petani dan membangun daya
saing (berhasil mengekspor jagung ke Malaysia, Korea dan Filipina). Ini diakui oleh
Pemerintah, dimana dalam tiga tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan pangan
nasional, sehingga Gorontalo mendapatkan sebutan ”Provinsi Jagung”. Sedangkan
DR.Ir. Fadel Muhammad sendiri mendapat gelar ”Gubernur Jagung”.

Tags : gorontalo, IPB, jagung, komuditas, pertanian

You might also like