You are on page 1of 2

JOURNAL / ARTICLE ANALYSIS By Hannifah Fitriani (220110100055)

Sebagian besar negara berkembang tidak mampu untuk memberikan alat kontrasepsi gratis kepada semua perempuan yang memilih untuk berpartisipasi dalam kegiatan keluarga berencana. Di Indonesia sendiri telah mengalami peningkatan dramatis dalam penggunaan alat kontrasepsi dan penurunan kesuburan secara dramatis selama 30 tahun terakhir. Namun pengurangan terbaru dalam keluarga berencana pendanaan, desentralisasi program dan semakin berkurang peran sektor publik sebagai penyedia layanan dapat menyebabkan penggunaan yang lebih rendah di kalangan perempuan miskin (Schoemaker, 2005). Sehingga penting untuk mempertimbangkan cara-cara untuk menentukan mana wanita membutuhkan layanan bersubsidi pemerintah dan mana perempuan mampu membayar alat kontrasepsi. Dalam penelitian Juan Schoemaker (2005) tentang penggunaan alat kontrasepsi di kalangan warga miskin di Indonesia. Analisis data diambil dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003. Teknik bivariat digunakan untuk membandingkan keseluruhan penggunaan kontrasepsi, ketergantungan pada metode khusus, sumber persediaan dan alasan tidak digunakannya alat kontrasepsi antara perempuan miskin dan perempuan yang lebih mapan. Regresi multivariat asosiasi menilai antara penggunaan metode modern dan karakteristik sosial, demografi dan sikap yang dipilih. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa wanita yang lebih mapan menginginkan anak secara signifikan lebih sedikit daripada perempuan cukup miskin atau sangat miskin (2,8 vs

3,0-3,4), sehingga perempuan mapan lebih mendukung kegiatan keluarga berencana (93% vs 87-91%) dan cenderung lebih percaya kepercayaan pasangan mereka

(91% vs 80-87%). Wanita mapan dan wanita cukup miskin memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menggunakan alat kontrasepsi modern daripada wanita yang sangat miskin (rasio odds, 1,6 dan 1,4, masing-masing). Dibandingkan dengan perempuan yang memberi respon nonnumeric, mereka yang menginginkan dua atau lebih sedikit anak memiliki kemungkinan yang lebih tinggi menggunakan metode modern (2.0).

Kemungkinan yang lebih tinggi juga terjadi pada wanita yang tinggal di sebuah kabupaten di mana jumlah ideal rata-rata anak-anak adalah di bawah rata-rata nasional (1,5). Oleh karena itu diperlukan upaya pemerintah untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi di kalangan

perempuan miskin, dan harus berfokus pada perubahan sikap terhadap keluarga yang lebih kecil dan keluarga berencana. Penelitian yang dikemukakan Schoemaker (2005) dapat didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Keren G. Fleischment Foreit (2002). Karen meneliti tentang sumber perawatan kesehatan ibu dan anak sebagai indikator kemampuan untuk membayar program keluarga berencana. Dalam penelitian Karen G (2002) data survei demografi dan kesehatan dari delapan negara berkembang yang digunakan untuk menentukan proporsi perempuan dengan anakanak berusia lima atau lebih muda yang melakukan kontrasepsi dan yang membayar perawatan kesehatan pribadi untuk diri sendiri atau anak-anak mereka. Dengan asumsi bahwa perempuan juga mampu untuk membeli alat kontrasepsi, studi tersebut memperkirakan bagaimana sumber-sumber pribadi dari penggunaan kontrasepsi dan subsidi program keluarga berencana pemerintah akan berpengaruh jika semua orang yang mampu membayar alat kontrasepsi, mau membayar dan melakukannya. Hasilnya dapat dilihat di tiga negara yaitu Indonesia, Filipina, dan Zimbabwe. Jika semua wanita yang membayar perawatan kesehatan maternal pribadi dan kesehatan anak-anak mereka membayar juga untuk alat kontrasepsi oral dari sumber komersial, sektor pribadi dapat memberikan kenaikan sekitar 2226% pada penjualan pil, ketika keuangan finansial pemerintah terkuras untuk program keluarga berencana, sehingga penggunaan alat kontrasepsi komersial yang dibeli secara pribadi akan menurunkan anggaran pemerintah sekitar 3-7%. Hal tersebut merupakan sarana untuk mendorong perempuan untuk membayar perawatan kesehatan pribadi untuk membeli alat kontrasepsi dari sumber komersial dapat mendorong partisipasi sektor swasta, mengurangi tekanan pada pajak pemerintah untuk dana keluarga berencana dan memungkinkan akses secara substansial lebih besar kepada mereka yang membutuhkan perawatan bersubsidi. Jadi dari kedua penelitian tersebut saling mendukung program pembiayaan secara pribadi untuk penggunaan alat kontrasepsi bagi wanita mapan guna mensubsidi biaya kontrasepsi bagi wanita miskin dan sangat miskin sehingga membantu pemerintah dalam mensukseskan program keluarga berencana.

You might also like