You are on page 1of 26

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian dan Klasifikasi 1. Pengertian Ada beberapa pengertian menurut para ahli yaitu : a. Asma Bronchiale adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten reversible dimana trakhea dan bronkus berespon secara hiperaktif

terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer 2001). b. Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, hiperaktifitas bronkus, obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel (Mansjoer, 1999). c. Asma adalah keadaan klinis yang ditandai masa penyempitan bronkus yang reversibel, dimanifestasikan dengan sesak napas dan batuk (Price, 1995). Berdasarkan beberapa pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai oleh

hipersensitivitas percabangan trakheobronkhial terhadap berbagai stimulasi yang dimanifestasikan oleh penyempitan jalan nafas yang bersifat periodic reversibel yang disebabkan oleh spasme bronkus yang mengakibatkan batuk dan mengi. 2. Klasifikasi Menurut Smeltzer (2001), ada beberapa tipe Asma Bronchiale yaitu: a. Asma imunologis atau asma alergik

Sering terjadi pada anak-anak, biasanya mengikuti penyakit alergik, Seperti : eksim, rinitis, urtikaria. Serangan dicetuskan oleh kontak

dengan alergen pada penderita yang sensitive, alergen dapat berupa asap, polusi udara, serbuk bunga, bulu binatang, suhu stress emosional, latihan fisik dan lain-lain. b. Asma non alergik atau asma non imunologis Biasanya terjadi pada orang dewasa diatas 35 tahun. Serangan seringkali dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronkiale. c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum, merupakan gabungan dari asma udara yang dingin,

alergik dan non alergik. B. Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi Secara sistematis sistem pernapasan dibagi menjadi saluran pernafasan atas dan saluran pernapasan bawah. Organ saluran pernapasan atas terletak di luar toraks, atau rongga dada, sementara saluran pernapasan bawah terletak hampir seluruhnya di dalam toraks. Saluaran penapasan atas terdiri atas hidung, nasofaring, orofaring, laringofaring, dan laring. Saluran pernapasan bawah atau disebut divisi, terdiri atas trachea, semua segmen dari percabangan bronkus, dan paru-paru. Berdasarkan fungsi, system pernapasan juga mencakup beberapa struktur aksesori, termasuk rongga mulut, sangkar iga, dan diafragma (Asih Y dan Effendy) 2003).

Gambar 1: saluran pernafasan manusia. (Asih Y dan Effendy2003)

2. Fisiologi Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau externa, oksigan dipungut melalui hidung dan mulut, pada waktu bernapas ; oksigen masuk melalui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisma, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan externa adalah : a) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. b) Arus darah melalui paru-paru c) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh. d) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2 . Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paruparu membawa terlalu banyak CO22 dan terlampau sedikit O2 : jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2 (Pearce, 2002).

C. Etiologi / Predisposisi Menurut Barbara C. Long (1996), kelainan yang mendasari pada asma adalah peningkatkan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan, yang

dikelompokkan sebagai berikut : 1. Alergik

Seperti bulu binatang, debu serbuk bunga dan antigen lain yang ditemukan di lingkungan. 2. Rangsangan farmakologi Obat yang paling sering adalah aspirin, bahan pewarna misal tartazin, antagonis beta adrenergic. 3. Factor pekerjaan Pajanan terhadap senyawa seperti logam (platinum), debu, kayu, bahan kimia, plastic. 4. Factor lingkungan dan polusi udara Perubahan dalam suhu lingkungan terutama udara dingin, polutan atmosfir seperti asap rokok dan industry. 5. Infeksi Infeksi jalan napas yang disebabkan oleh virus ataupun alergi. 6. Latihan fisik berlebihan Seperti olah raga yang berlebihan 7. Stress emosional Seperti stress dan gangguan emosional 8. Adanya riwayat asma dalam keluarga Seperti faktor keturunan keluarga, riwayat positif keluarga sering kali berkaitan dengan asma alergik.

10

D. Patofisiologi Suatu serangan asma merupakan akibat adanya reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan di lepaskannya mediator-mediator kimia. Mediator-mediator kimia tersebut meliputi histamine, slow releasing substance of anaphylaksis (SRSA), eosinophilic chemototic factor of anaphilaksis (ECF-A). Mediator kimia itu berkaitan dengan Ig E yang menyerang sel mast dalam paru, sehingga menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama : 1) kontraksi otot-otot polos baik saluran napas yang besar maupun saluran napas yang kecil yang menimbulkan bronkospasma; 2) peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mokosa yang menambah sempitnya saluran napas lebih lanjut; 3) peningakatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mucus. Sebagai akibatnya, klien yang mengalami serangan asma akan berusaha untuk bernapas melalui mulut yang mengakibatkan keringnya mulut danlebih lanjut akan menghambat saluran napas. Selain serangan akut, alveoli mengembang secara progresif seperti pada emfisema. Bila relaksasi bronkiolus tidak dapat dilakukan,oksigen yang tidak memadai melewati membrane alveolar-kapiler ke dalam darah (hipoksia) sehingga pasien tampak sianosis. Pada waktu yang sama, penderita biasanya mengalami hiperventilasi dan mengerluarkan CO2. Bila PaCO 2 menjadi meningkat maka penderita akan mengalami kelelahan dan usaha ventilasi menjadi tidak adekuat sehingga pertukaran gas dalam tubuh terganggu dan tubuh kekurangan suplay oksigen (Price, 1995; Long, 1996).

11

E. Manifestasi Klinik Menifestasi klinis dari Asma dicirikan adanya batuk, dispnea dan mengi (wheezing). Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat (pernapasan cuping hidung), sputum kental dan lengket, klien tampak lemah, letih, keluar keringat serta kuku dan mulut cyanosis,ekstremitas dingin. Gejala biasanya bersifat paroksismal yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari (Smeltzer, 2001). Klien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh Mengerahkan tenaga untuk bernapas, bahwa kesulitan utama terletak pada ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. (Smeltzer, 2001). Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya. Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi mengi pada saat bernafas. Pada penderita asma,

12

penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang dirpoduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktifitas bronkus.Gejala dan tanda asma(Mansjoer, 2001) antara lain: a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop. b. Batuk produktif sering pada malam hari c. Pusing-pusing d. Nafas atau dada seperti tertekan e. Pasien terbangun dan merasa tercekik f. Kebiruan dimulut dan sekitarnya. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain :silent chest ,sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Mansjoer, 2001).

13

F. Komplikasi Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fragtur iga, pneumonia. Obstruksi jalan nafas, terutama selama episode asmatik akut, mengakibatkan hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Status asmatikus yang merupakan kedaruratan medis, yaitu keadaan asma yang tidak berespon dengan pengobatan rutin atau pengobatan agonis beta dan teofilin. Tanpa pengobatan yang kuat, status asmatikus dapat berlanjut ke gagal napas dengan hypoksemia, hypercapnea dan asidosis. Pasien memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik selama pemberian pengobatan yang kuat untuk

mempertahankan hidup (Le Mone, 2000).

G. Penatalaksanaan 1. Farmakologi Menurut Long (1996), Pengobatan asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang tibul saat serangan, mengendalikan penyebab spesipik dan perawatan pemeliharaan kesehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu : a. Oksigen 4 6 liter/menit b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol 5 mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg). inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat di ulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat

14

secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %. c. Aminophilin intravena 5 6 mg / kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup di berikan setengah dosis. d. Kortikosteroid hidrokortison 100 200 mg intervena jika tidak ada respon segera atau dalam serangan sangat berat. e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta adrenergic dan anti kolinergik. 2. Non farkologis Menurut Manjoer (1999), penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu : a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktifitas fisik. c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler). d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500 2000 ml/hari. e. Usahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari. f. Hindarkan pasien dari factor pencetus.

15

H. Pengkajian Fokus 1. Fokus pengkajian Doenges (2000), Pengkajian fokus yang perlu dilakukan pada klien dengan asma a. Aktivitas/Istirahat Gejala : keletihan, kelelahan, malaise; ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernapas; ketidakmampuan untu Doenges (2000), adalah :

tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi; Dispnea pada Istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan Tanda : keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa otot. b. Sirkulasi Gejala : pembekakan pada ekstremitas. Tanda : peningkatan TD, takikardia berat, warna kulit/membran mokosa: normal atau abu-abu /sianosis: kuku tabuh dan sianosis perifer, Pucat dapat menunjukkan anemia. c. Integritas Ego Gejala Tanda : Perubahan pola hidup

: Ansietas, ketakutan, peka rasang.

d. Makanan/Cairan Gejala : Nafsu makan buruk; ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan Tanda : Turgo kulit buruk; Berkerngat; Penurunan berat badan, penurunan massa otot.

16

e. Higiene Gejala : Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari. Tanda : kebersihan buruk, bau badan f. Pernapasan Gejala : Sulit napas, rasa dada tertekan; ketidakmampuan untuk bernapas; Episode batuk hilang timbul. Tanda : Pernapasan: Biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas bibir; Penggunaan otot bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung; Bunyi napas: ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma); Warna: pucat dengan sianosisbibir dan dasar kuku. g. Keamanan Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan; Adanya/berulangnya infeksi; kemerahan/ berkeringat (asma) h. Seksualitas Gejala : Penurunan libido i. Interaksi Gejala : Hubungan ketergantungan

17

Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena pernapasan; Keterbatasan mobilitas fisik j. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Penggunan/ penyalahan obat pernapasan; kesulitan menghentikan merokok. 2. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang pada asma(Tucker, 1998), (Manjoer, 1999) adalah : a. Pemeriksaan darah Hitung terlebih dulu jenis leukosit Pada pemeriksaan darah didapatkan peningkatan eosinofil. b. Pemeriksaan sputum Kultur untuk menentukan adanya infeksi, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui gangguan alergi bisanya didapatkan hasil spiral chrusmann dan Kristal charcot leyden c. Analisa gas darah Pada analisa gas darah kita mungkin akan menjumpai penurunan saturasi oksigen darah, Peningkatan PCO2 darah arteri sehingga terjadi acidosis respiratorik (bila asma semakin berat / status asmitikus) dan Penurunan PO2 darah. d. Foto Thorax = ekspansi paru berlebihan e. Tes fungsi paru, dengan spirometri atau peak flow meter. Digunakan untuk menentukan adanya obstruksi jalan napas.

18

f. Tes provokasi bronkial. Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih,(Karnen B.;1998). g. Elektrokardiogram Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthma, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi sering terjadi pada asthma.

19

Pathways
Imunologika/alergi (debu, asap Rokok, asbes, udara dingin, bulu) Reaksi antigen-antibody Mediator kimia dilepas: Slow realising substance of Anafilaksis (ARS -A) Eosinophilic chemotetik factor of Anafilaksis (EFS-A) Reaksi inflamasi non imunologik (stress, latihan berat, infeksi saluran pernafasan Reaksi inflamasi Bronchus iritasi & menjadi lebih hiperresponsif

Konstraksi otot Polos bronchus & bronchiolus

Peningkatan permeabilitas kapiler brounchus & Bronchiolus Edema mukosa

Bronchuspasme

Peningkatan sekresei kenjer mukus

Akumulasi sekret Mucus di bronchus Jalan napas tersumbat MK : Bersihan jalan napas tidak efektif

Penyempitan bronchus & bronchiolus Mk : Pola napas tidak efektif Oksigen yang melewati membran alveolar kapiler kurang PaCO 2 kurang

Relaksasi bronchus

Hiperventilasi/ Mengeluarkan Co 2 PaCO2 kurang

Batuk berlebih Suplai oksigen Kurang

MK : Kerusakan pertukaran Gas

Energi kurang, kelumahan Fisik MK : Intoleransi aktifitas

sesak MK : ansietas

anoreksia Intake makanan tidak adekuat MK : Perubahan nutrisi kura ng dari kebutuhan

(Smeltzer,S.C & Bare, B.G, 2002, Long,C.B 1995)

20

B. Fokus Intervensi Dan Rasional Fokus intervensi dan rasinol asma menurut Doenges (2000) 1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhungan dengan akumulasi sekret berlebih pada jalan napas, bronkospasme ditandai dengan pernyataan sulit bernapas, perubahan kedalam atau kecepatan pernapasan, penggunaan otot aksesori, bunyi napas tak normal (mengi, ronki, krekles), batuk dengan atau tanpa produksi sputum. Tujuan : Bersihan jalan napas efektif Kriteria hasil : a. Pasien mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih. b. Pasien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, misalnya : batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi : a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanyan bunyi napas, misal mengi (wheezing). Rasional : Bronchospasme karena obstruksi jalan napas, dimanifestasikan oleh suara napas yang tidak normal, seperti wheezing dan ronchi. b. Monitor frekuensi pernapasan. Rasional : Pernapasan umumnya tachipnea, cepat dan dangkal, ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Monitor adanya derajat dyspne, misal : gelisa, ansietas, distress pernapasan.

21

Rasional : disfungsi pernapasan dapat bervariasi tergantung terjadinya proses akut yang menyebabkan pasien harus dirawat. d. Kaji klien untuk posisi yang nyaman, misal : peninggian kepala tempat tidur. Rasional : Peninggian tempat tidur bagian kepala dapat meningkatkan fungsi pernapasan. Pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mambantu agar pasein mudah bernapas. e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal : debu, asap. Rasional : Polusi lingkungan dapat merupakan pencetus alergi pernapasan yang dapat menimbulkan episode akut. f. Bantu klien latihan napas dalam / batuk efektif. Rasional : Merupakan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan mengurangi udara yang terperangkapdalam paru. g. Tingkatkan intake cairan sampai 3000 ml/hari, berikan minum air hangat. Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengurangi kekentalan sputum, sehingga mudah dikeluarkan. h. Kolaborasi : 1) Pemberian obat sesuai indikasi, misal : bronkodilator, xantin. Steroid, analgesik. Rasional : merelaksasi otot polos dan kongesti lokal dan menurunkan spasme jalan napas dan produksi sputum. Mengurangi edema mukosa dan spasme otot polos, mengurangi wheezing. Kortikosteroid untuk mencegah reaksi alergi, menghambat histamin, menurunkan spasme jalan napas.

22

2) Pemberian humidifikasi tambahan, misal : nebulisen, humidifier aerosol. Rasional : Meningkatkan status oksigen dan meningkatkan mobilisasi sekret yang kental 3) Lakukan fisioterapi dada. Rasional : Untuk memobilisasi sputum dan menigkatkan ekspansi paru. 4) Monitor hasil AGD dan elektrolit Rasional : Mengevaluasi perkembangan status oksigen. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan suplay oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus) ditandai dengan dispnea, bingung, gelisa, ketidakmampuan membuang sekret, nilai GDA tak normal (hipoksia dan hiperkapnia), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktifitas. Tujuan : gangguan pertukaran gas teratasi, pertukaran gas adekuat. Kriteria hasil : a. Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan iksigenasi jaringan adekuat dengan AGD dalam batas normal (pH = 7,35 7,45; PaO2 = 80 100 mmhg; PaCO2 = 38 45 mmhg) dan bebas gejala distres pernapasan. b. Klien mau berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai tingkat kemampuan Intervensi : a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot aksesori, napas bibir. Rasional : Untuk mengetahui tingkat distress pernapasan. b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien memilih posisi yang nyaman.

23

Rasional : Meningkatkan status oksigenasi, meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan kolaps paru. c. Dorong klien mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Sekret yang banyak dan kental, merupakan penyebab utama kegagalan pertukaran gas. Suction diperlukan bila sekret tidak dapat dikeluarkan melalui batuk. d. Awasi tingkat kesadaran atau status mental, warna kulit dan membran mukosa. Rasional : Gelisah dan cemas merupakan manisfestasi yang sering terjadi pada hipoksia. Nilai AGD yang buruk disertai dengan somnolen merupakan indikasi disfungsi serebral akibat kegagalan pernapasan. e. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan yang tenang dan batasi aktivitas pasien sesuai tingkat toleransi individu. Rasional : selama distress pernapasan akut, seringkali klien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat merupakan hal yang penting dalam program pengobatan. f. Monitor tanda-tanda vital Rasional : tachicardi, disritmia dan perubahan tanda vital merupakan manifestasi hipoksia. g. Kolaborasi : 1) Monitor AGD Rasinonal : PaCO 2 biasanya meningkat dan PaCO2 umumnya menurun, sehingga hipoksia dapat terjadi dalam berbagai degradasi. 2) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

24

Rasional : Merupakan salah satu cara untuk mengatasi hipoksia. 3. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme peningkatan produksi sekret ditandai dengan perubahan kedalaman dan atau kecepatan pernapasan, gangguan perkembangan dada, bunyi napas tak normal (mengi, ronki, krekles), batuk dengan atau tanpa produksi sputum. Tujuan : pola napas kembali efektif. Kriteria hasil : a. Pasien menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih. b. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas atau prilaku meningkatkan fungsi paru. Intervensi : a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspensi dada Rasional : kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas. Kedalaman pernapasan bervariasi tergantung pada derajat gagal napas. b. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional : Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau anti koagulan berlebihan. c. Bantu klien napas dalam Rasional : Dapat meningkatkan banyaknya sputumdimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernapas. d. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas seperti krekles, mengi, gesekan pleural.

25

Rasional : Bunyi napas menurun bila jalan napas obtruksi skunder terhadap perdarahan, bekuan, kolaps jalan napas kecel. Ronki dan mengi mengertai obstruksi jalan napas. e. Kolaborasi 1) Bersihan oksigen tambahan. Rasional : Maksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas. 2) Berikan humidifikasi tambahan, misalnya mebuliser ultrasonik. Rasional : Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu mengencerkan sekret untuk memudahkan pembersihan. 4. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anorexia, mual, muntah, peningkatan produksi sputum ditandai dengan penurunan berat badan, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, nafsu makan kurang atau hilang. Tujuan : kebutuhan nutrisi tercukupi Kriteria hasil : a. Klien menunjukkan peningkatan berat badan / BB dalam batas normal. b. Klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan BB. c. Hb tidak turun. Intervensi : a. Kaji masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan. Rasional : klien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. b. Auskultasi bunyi usus

26

Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makan baru, penurunan aktivitas dan hipoksemia. c. Berikan perawatan oral sesering mungkin. Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas. d. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatan masukan kalori total. e. Hindari makanan yang menghasilkan gas dan minuman karbonat. Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. f. Hindari makanan sangat panas / sangat dingin. Rasional : Suhu ekstrem dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk. g. Kolaborasi : 1) Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna. Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi. 2) Berikan multivitamin penambah nafsu makan Rasional : Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.

27

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak adekuat suplay oksigen ditandai dengan laporan verbal, kelemahan, kelelahan, keletihan. Dispnea karenakerja, takipnea. Takikardia sebagai respon terhadap aktifitas sianosis. Tujuan : klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransi. Kriteria hasil : a. Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat di ukur dengan tidak adanya dyspnea, kelemahan yang berlebihan. b. TTV dalam batas normal. Intervensi : a. Evaluasi respon klien terhadap aktifitas, catat adanyan laporan peningkatan kelemahan. Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan pilihan intervensi. b. Berikan lingkungan tenang dan batasi penunjang selama fase akut sesuai indikasi Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat. c. jelaskan pentingnya istirahat dalam perencanaan pengobatan dan perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. d. Bantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur

28

Rasional : Klien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menuduk kedepan meja atau bantal. e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 6. Ansietas berhubungan dengan krisi situasi, serangan asma ditandai dengan gelisah, peka rangsang, menolak atau menyerang, berkrringat, dilatasi pupil. Tujuan : Menyatakan kesadaran terhadap ansietasvdan cara sehat untuk mengatasinya. Kriteria hasil : a. Mengakui dan mendiskusikan takut b. Tampak rilek dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani. c. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunaan sumber efektif Intervensi : a. Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisa, emosi labil. Rasional : Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas. b. Pertahankan lingkungan tenang dan sedikit rangsang. Jadwalkan perawatan dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu. Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.

29

c. Tunjukkan /bantu dengan teknikrelaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi. Rasional : Memberikan kesempatan untuk klien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol. d. Identifikasi persepsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi. Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidantifikasi yang dapat membantu untuk individu. e. Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan. Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi. f. Akui kenyataan stres tanpa menyangkal atau meyakinkanbahwa segalanya akan baik. Berikan informasi tentang tindakan yang akan diambil untuk memperbaiki/menghilangkan kondisi. Rasional : Membantu klien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat ansietas/takut karena tak tahu. Salah meyakinkan tidak membantu karena baik perawat dan klien mengetahui hasil akhirnya. g. Identifikasi teknik yang telah digunakan klien sebelumnya untuk mengatasi ansietas. Rasional : Fokus perhatian pada keterampilan klien yang telah dilalui, meningkatkan rasa kontrol diri. h. Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada klien / situasi.

30

Rasional : Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap tenang. Karena ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf memperlihatkan ansietas mereka, kemampuan koping klien dapat dengan mudah dipengaruhi. i. kolaborasi berikan sedatif sesuai indikasi Rasional : Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansietas dan meningkatan istirahat.

31

You might also like