You are on page 1of 5

MEMBINCANG ASWAJA Ketika Kang Said Aqil Siradj mengatakan bahwa Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) bukan madzhab melainkan

manhaj, silang pendapat di lingkungan nahdliyin tidak terbendung. Bagi Kang Said, alasannya sangat sederhana: bagaimana mungkin di dalam madzhab ada sek!"i# madzhab lagi$ %amun bukan tempatnya mengulang kembali debat klasik ini dalam tulisan berikut. &ang patut ditegaskan di sini adalah bagaimana menjadikan Aswaja sebagai manhaj, gugusan paradigmatik'k!nseptual yang memungkinkannya menjadi alat dan perangkat (tool) baik dalam berpikir maupun bertindak di kalangan nahdliyin. Sebagaimana ma(hum, terma Aswaja merupakan istilah paska kenabian. )a lahir paska era kenabian yang ditandai dengan ter"erai'berainya k!munitas )slam menjadi skisma aliran (scism) yang tidak tunggal. *asing'masing mengidenti(ikasi diri sebagai pengikut %abi yang paling tepat# dibandingkan dengan lainnya. Sungguhpun istilah ini lahir paska era kenabian, namun istilah tersebut selalu saja dipautkan pada sebuah tradisi dalam m!men sejarah )slam paling awal, yaitu generasi %abi *uhammad Saw. dan para sahabatnya yang terper"aya. Atas dasar inilah, de(inisi Aswaja menga"u dan dia"ukan pada +apa yang saya (%abi) dan para sahabatku lakukan, ( ma ana alayhi wa ashabi). )ni artinya, Aswaja diukur dengan sejauh mana tradisi dan kebiasaan %abi dan para sahabat terper"aya mewarsi dan mewarnai kerangka berpikir dan bertindak sehingga tindakan dan pemikiran itu ada pada jalur yang tepat (on the right track). -alam perkembangannya, identi(ikasi identitas itu pun mengkristal pada dua ujung yang ekstrem: kel!mp!k yang selamat# ( al-firqah an-najiyah) dan kel!mp!k yang sesat# (al-firqah al-dlallah). -engan berlandaskan pada hadis tentang perpe"ahan umat, maka Ahlussunnah mendakwa diri sebagai firqah yang tepat dan selamat. -alam bingkai sema"am ini, yang lain# akan dengan mudah dituduh dan di stigma sesat !leh !t!ritas yang berkuasa. -an label ini pun bisa terjadi se"ara bergantian. -alam sejarah )slam, "!nt!h pertarungan antara *u#tazilah dan Ahlussunnah pada era Al'*a#mun dilanjutkan Al'*u#tashim dan berpun"ak pada al'.asiq dengan era Al'*utawakkil menjadi "!nt!h betapa label selamat dan sesat dengan mudah dialihkan, tergantung selera# rezim yang berkuasa. Apa yang dikenal dengan tragedi mihnah# ini menjadi "!nt!h tak terbantahkan dari g!yang pendulum yang labil antara keselamatan dan kesesatan yang semata dipagari dengan apa yang disebut kekuasaan. /ada masa Al'*a#mun, Al'*u#tashim, dan Al'.asiq, kel!mp!k yang dianggap sesat adalah ahlul hadis dengan ik!n intelektualnya Ahmad ibn 0anbal. Sebaliknya pada masa Al'*utawakkil, kel!mp!k yang dianggap sesat adalah ahlu ar-rayi atau lebih p!puler disebut mu#tazilah. )maginasi tentang firqah najiyah yang !leh sebagian kalangan disematkan pada kel!mp!k Ahlussunnah .aljama#ah ini terus berkembang. idak saja dik!ntestasikan dengan *u#tazilah, Ahlussunnah belakangan lebih dip!sisikan se"ara berhadapan dengan Syi#ah. -alam k!nteks Syi#ah pun, label Aswaja masih menjadi identitas yang diperebutkan ( contested identity). Buku yang ditulis *uhammad At'1ijani As'Samawi, d!kt!r (ilsa(at 2ni3ersitas S!rb!ne, yang berjudul Asy-Syiah Hum Ahlu as-Sunnah 456678 menjadi "!nt!h dari perebutan ini. Buku itu hendak menegaskan bahwa Syiah adalah Ahlussunnah bahkan dinilai lebih Ahlussunnah ketimbang kel!mp!k yang selama ini mendakwa dirinya Ahlussunnah. /erebutan serupa tampaknya juga terjadi di %ahdlatul 2lama. 2ntuk mengidenti(ikasi identitasnya dengan yang lain#, %2 menjadikan )slam dengan (aham Aswaja sebagai asas dan aqidah !rganisasinya. Berbeda dengan bingkai besar Aswaja dalam sejarah te!l!gi )slam, %2 melakukan m!di(ikasi dengan menyumbangkan pemaknaan k!nsep Aswaja. 9ahirlah kateg!risasi yang menga"ukan paradigma bermadzhab dengan mengikuti salah satu dari empat madzhab yang p!puler, mengikuti paradigma berte!l!gi Al'Asy#ari

dan Al'*aturidi, dan paradigma bertasawu( Al':hazali dan Al';unaid al'Baghdadi sebagai paradigma Aswaja 3ersi %2. *!di(ikasi pemaknaan ini diyakini sebagai ijtihad# yang men"!ba mendudukkan beragam aliran dan (irqah pada tempatnya, sambil men"ari "elah untuk menemukan jalur tengah# yang tidak memihak pada ekstremitas yang ada. ;alur tengah itu akhirnya dijumpai dalam paradigma berpikir yang dibangun empat ulama madzhab dalam (iqih, Al' Asy#ari dan Al'*aturidi dalam te!l!gi, serta Al':hazali dan Al';unaid Al'Baghdadi dalam tasawu(. -engan k!rid!r yang dirumuskan pada ulama itulah, %2 hadir menjadi sebuah !rganisasi dengan paradigma berpikir yang lepas dari aspeks ekstrem dengan Aswaja sebagai paradigma dan kekuatan d!ktrinalnya. Aswaja diyakini membiaskan nilai'nilai yang men"!ba menjembatani kesenjangan antara dua ekstremitas. Apa yang disebut dengan tawassuth (m!derat), tawazun (seimbang), dan al-adalah menjadi prinsip dalam mengemas gagasan dan melak!ni tindakannya. Sayangnya, prinsip m!deratisme kerap menjadi dalih untuk menghakimi yang lain# sebagai melampaui batas. Batas'batas m!deratisme pun menjadi kabur, sebagaimana kaburnya aliran dan (irqah yang dituding sebagai ekstrem. <ek!mendasi muktamar %2 ke'75 di S!l! menunjukkan kekaburan itu. -alam butir rek!mendasi itu tertuang pernyataan bahwa Aswaja men!lak segala bentuk (undamentalisme, ekstremisme, liberalisme, dan aliran' aliran yang menyimpang. 1idak ada penjelasan apa, bagaimana, dan batas'batas (undamentalisme, liberalisme, ekstremisme, dan aliran'aliran yang menyimpang. Kenyataan ini mengukuhkan penulis bahwa muktamar ke 75 se!lah menjadi saksi betapa (ragementasi ide!l!gis di kalangan warga nahdliyin begitu telanjang dan mani(es. 9iberalisme, (undamentalisme, ekstremisme, dan aliran menyimpang di kalangan nahdliyin menjadi isu yang mengemuka, dan tidak jarang diperhadapkan se"ara !is a !is dengan apa yang didakwa Aswaja yang diyakini membiaskan nilai'nilai m!derat. Belum lagi labelisasi liberal yang kerap disematkan pada anak muda, sementara di sisi yang lain (undamentalisme lebih dikaitkan dengan alam pikir generasi tua. /raktis, ketegangan paradigmatis antara generasi tua dan muda kian tak terjembatani. Sementara generasi tua a "riori menyikapi kiprah anak muda, sebaliknya anak muda apatis dengan apa yang dilak!ni generasi tua. <uang dial!g tersumbat, dan yang terjadi adalah penghakiman. Ketegangan paradigmatik ini ujungnya membuahkan raibnya saling per"aya antar generasi yang berbeda. Kenyataan ini tentu saja k!ntra pr!dukti( dengan kenyataan betapa warna'warninya gagasan yang bersemai di lingkungan %2 tidak serta' merta tidak dianggap sebagai an"aman, melainkan sebagai dinamika yang nis"aya terjadi. 1api sayangnya, 3ariasi gagasan sebagaimana terlihat dalam kitab'kitab karya ulama sala( se!lah kurang tampak dalam k!nteks dinamika berpikir di lingkungan %2. /erdebatan yang pr!dukti( disertai argumentasi yang memadai sebagaimana didedahkan dalam kitab' kitab !t!iritati( (al-kutub al-mutabarah) di lingkungan pesantren itu tidak membias dalam tradisi berpikir kalangan nahdliyin. *alah yang terjadi kemudian adalah penunggalan "ara berpikir dan bertindak atas nama manhaj fikr %2. -irunut dari sejarahnya, berdirinya %2 sebagai sebuah institusi s!sial keagamaan merupakan pr!duk alam pikir lain di tengah main stream alam pikir yang berkembang saat itu. /ertarungan pemahaman dan perbedaan paradigma berpikir yang dikembangkan gerakan .ahabi yang diimp!r ke tanah air bisa dijadikan titik pijak benih'benih lahirnya %2. /r!blem khila(iyah yang bersumber dari perbedaan met!de berpikir itu kemudian menjadi landasan mendesaknya terbentuknya %2 sebagai !rganisasi s!sial keagamaan. Atas argumen untuk menyelamatkan# masyarakat dari sesat pikir yang ditudingkan sebagian kel!mp!k pada lainnya, %2 hadir untuk mensinergikan ramuan )slam 1imur 1engah yang dibawa para funding fathers yang ngelmu ke sana dengan khazanah dan tradisi l!kal

(ba"a= tradisi nusantara) yang berkembang di tanah air. Atas dasar ini pula, kehadiran %2 merupakan institusi!nalisasi met!de berpikir# yang dirumuskan para funding fathers %2. -an met!de berpikir itu tidak pernah tunggal, melainkan beragam, sebagaimana beragamnya a"uan kalangan nahdliyin dalam bermadzhab, berte!l!gi, dan bertasawu(. 1entu saja, ini bukanlah satu'satunya argumentasi yang mendasari lahirnya %2. 0al lain, yang bisa jadi lebih penting, juga turut dalam mendesakkan perlunya sebuah !rganisasi s!sial keagamaan yang berbasis pada ulama: sebuah k!munitas yang mewarisi kenabian (al-ulama warastatul anbiya) adalah k!mitmen pemberdayaan umat yang terpuruk baik se"ara ek!n!mi, pendidikan, dan m!ral. %ahdlatut 1ujjar, 1ashwirul A(kar, dan %ahdlatul .ath!n yang merupakan unsur pra !rganisasi#> meminjam istilah ** Billah>menjadi "ikal bakal %2 menjadi !rganisasi. *eskipun, kata Billah, unsur nahdlatut tujjar yang memberikan perhatian pada peningkatan ek!n!mi warga %2 patah sebelum menjadi tunas yang subur di dalam struktur !rganisasi (Billah: 566?). Karena alasan ini pula, Billah menengarai raibnya perhatian %2 terhadap ek!n!mi warga. Aswaja sebagai manhaj fikr masih berupa rumusan'rumusan abstrak, dan sebagaimana dinyatakan para petinggi %2, rumusan itu masih tersebar dalam kitab'kitab rujukan yang masih diwarisi kalangan pesantren hingga kini. *emang ada upaya untuk merumuskan se"ara tertulis met!de berpikir yang abstrak itu. )ni misalnya dilakukan !leh K0. Ahmad Shiddiq yang saat itu menjadi Ketua .ilayah /artai %2 ;awa 1imur, pada tahun 56@6 menyusun k!nsep tentang *et!de Berpikir %ahdlatul 2lama. Bisa jadi, ini adalah rumusan standar tentang +k!rid!r berpikir, warga %ahdliyin. %amun juga tidak menutup kemungkinan bahwa itu hanyalah +ijtihad, K0. Ahmad Shiddiq dalam memba"a dan mena(sirkan realitas yang berkembang di %2. 9epas dari apakah *et!de Berpikir %2 yang dirumuskan K0. Ahmad Shiddiq hanyalah interpretasi pers!nal atau rumusan !rganisasi!nal, yang jelas rumusan itu dipr!duksi ketika %2 berkiprah sebagai partai p!litik. -alam perjalanan waktu, perubahan yang luar biasa dinamisnya terjadi tidak saja di lingkungan %2, tapi di kawasan tanah air se"ara umum. Bagaimanapun, teks rumusan met!de berpikir itu tidak hadir dalam ruang hampa. )a hadir dalam ruang dan waktu yang melingkupinya. ;adi, sangatlah tidak adil jika teks tersebut dim!numenkan dan lepas dari sentuhan kekinian. Sebagai teks yang terbuka, rumusan met!de berpikir itu terbuka untuk dita(sir. -ari ta(sir itulah, generasi selanjutnya memba"a sekaligus menerjemahkan dalam wujud yang beragam. <agam interpretasi itulah kemudian melahirkan ragam ke"enderungan di internal !rganisasi itu. Sungguhpun demikian, tidak semua bersepakat dengan tingkah p!lah generasi #penerjemah# itu. 1idak sedikit yang keberatan, bahkan melabelinya sebagai tindakan liar yang lepas dari k!rid!r ke'%2'an. Seiring dengan perkembangan %2 dengan segala dinamikanya, ketegangan antara generasi tua dan generasi muda semakin sulit dipertemukan. *un"ulnya ik!n baru dalam pemikiran keislaman belakangan ini kian merun"ingkan kesenjangan antara generasi tua dan muda. Se!lah liberalisme berpikir menjadi bagian yang tak terpisahkan dari generasi muda. Sungguhpun demikian, resp!ns generasi tua tidak selalu tunggal. 1erdapat beberapa kiai %2 yang menge"am keras para kader muda %2 yang ditengarai berpaham liberal, namun ada pula para kiai yang AmemahamiA hal itu dan menilainya sebagai AkewajaranA. Seiring dengan menguatnya arus radikalisme )slam di tanah air akhir'akhir ini, para kiai %2 juga semakin keras menge"am liberalisme )slam yang diusung generasi muda %2. /asalnya, liberalisme )slam didakwa tidak sesuai dengan (aham %2. *ereka pun mendakwakan untuk AtazkiyahA (menyu"ikan) dari unsur'unsur luar yang dipaksamasukkan (ad-dakhil) ke dalam %2, semisal apa yang dilakukan !leh eksp!nen liberalisme )slam ini.

/r!paganda anti liberalisme )slam pun disebar tidak saja ditujukan kepada para pengurus %2 di (!rum'(!rum resmi, tetapi juga di pengajian'pengajian umum. Sayangnya, kampanye anti liberalisme )slam ini tidak dilandasi dan dipayungi !leh kejelasan yang terang benderang tentang k!rid!r dan manhaj fikr %2. -engan kata lain, batas'batas pemikiran yang menandai sese!rang masih %2 atau keluar dari %2 belum sepenuhnya dipan"angkan. 0al ini menyebabkan mun"ulnya generalisasi terhadap anak'anak muda %2 yang dikateg!rikan kemajon#(terlalu maju). /adahal bagi kaum muda, mengembangkan pemikiran'pemikiran baru melalui ijtihad atau in!3asi baru merupakan keharusan yang tidak bisa dipungkiri. 1anpa upaya itu, maka akan terjadi kemandegan berpikir di lingkungan %2. /ada saat yang sama, generasi tua diharapkan menjadi #pemandu# yang bijak dalam menyikapi kreasi yang beragam di kalangan anak mudanya. Bukan malah mematahkan upaya in!3ati( yang nis"aya dibebabkan pada anak mudanya. -engan demikian, k!munikasi timbal'balik harus menjadi (!rum yang memungkinkan untuk bisa saling mengk!munikasikan peran dan tanggung jawabnya.

B disarikan dari jurnal taswirul A(kar

You might also like