You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILITUS

Dosen: Henry Wiyono, S.Kep., Ns

Oleh: Kelompok 9

1. Agustriati 2. Antonius 3. Ayu Wahyuni 4. Didic Yogsano 5. Wawan K.S

(2012.C.04a.0281) (2012.C.04a.0284) (2012.C.04a.0295) (2012.C.04a.0291) (2012.C.04a.0377)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI S-1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ). Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus mengacu sebagai gula yang tinggi oleh pasien dan penyedia perawatan kesehatan. (Jane Hokanson Hawks. 2005. Buku Ajar medical surgical nursing,edisi 8,vol 1,hal:1062.) Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, Orang lazim menyebutnya sebagai penyakit gula atau kencing manis.Sebelum menjelaskan lebih lanjut soal penyebab dan cara perawatan pasien diabetes melitus ada baiknya kita simak dulu definisi mengenai diabetes melitus itu sendiri. Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.

1.2 Klasifikasi Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu : 1.2.1 Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. 1.2.2 Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : 1. Non obesitas 2. Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. 1.2.3 Diabetes Mellitus Type Lain 1. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain. 2. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik. 3. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

1.3 Etiologi Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun dimungkinkan karena faktor : 1.3.1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) 1. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. 2. Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. 3. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas. 1.3.2 Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mulamula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa

menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2. 3. 4. Obesitas Riwayat keluarga Kelompok etnik

1.4 Manifestasi Klinis Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tibatiba pada usia anak anak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejalagejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun. Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahanlahan sampai menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya

seperti gejala pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anakanak dan remaja. Gejalagejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impotensi pada pria. 1.5 Patofisiologi Sebagian besar patofisiologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : 1.5.1 Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. 1.5.2 Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. 1.5.3 Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.

Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter. 1.6 Komplikasi Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Carpenito, 2001). 1.6.1 Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258) 1. Diabetik Ketoasedosis (DKA) Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 ) 2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN) Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262). 3. Hypoglikemia Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau

preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256). 1.6.2 Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) : 1. Mikrovaskuler a. Ginjal Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan

mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272) b. Penyakit Mata (Katarak) Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala

penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6). c. Neuropati Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahanperubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17) 2. Makrovaskuler a. Penyakit Jantung Koroner

Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke b. Pembuluh darah kaki Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celahcelah kulit yang mengalami hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerahdaerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17) c. Pembuluh darah otak Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1996 : 17) 1.7 Pemeriksaan Penunjang 1.7.1 Laboratorium 1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL. Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress. 2. 3. 4. Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama

perubahanini asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.

Kolesterol menandakan

dan

kadar

trigliserida kontrol

serum glikemik

dapat dan

meningkat, peningkatan

ketidakadekuatan

propensitas pada terjadinya ateroskerosis. Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.

1.8 Penatalaksanaan Medis Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitasinsulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskulerserta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadarglukosa darah normalAda 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes: 1.8.1 Diet 1. Latihan 2. Pemantauan 3. Terapi (jika diperlukan) 4. Pendidikan 1.8.2 Perencanan Makan (Meal Planning) Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.

1.8.2

Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive, Endurance Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan berdayung.

1.8.3

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 1. Sulfonilurea Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara a. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan. b. Menurunkan ambang sekresi insulin. c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid, untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan. 2. Biguanid Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilurea. 3. Inhibitor dan Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial. 4. Insulin Sensitizing Agent Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. (Arif Mansjoer. 2001: 585).

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume I. Jakarta:EGC. Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,. Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC.

You might also like