You are on page 1of 3

Batu Ginjal

Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki laki dewasa dan 7 % pada perempuan dewasa, dengan puncak dekade ketiga sampai ke empat. Angka kejadian batuginjal berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58959 orang. Selain itu jumlah pasien yang dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas sebesar 378 orang. Kemajuan dalam bidang endourologi secara drastis telah mengubah tatalaksana pasien batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka. Perkembangan terapi invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde uteroscopic intrarenal surgery (RIRS), percutaneus nephrolithotomy (PNL), uteroskopi (URS) dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai tekhnik mana yang paling efektif. Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien batu ginjal, berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks dan ginja tapal kuda), serta faktor pasien (infeksi, obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati, riwayat gagal ginjal, dsb). Proses Terbentuk Batu Ginjal Batu terbentuk pada tempat dimana sering mengalami hambatan aliran urine. Batu terdiri dari kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal kristal tersebut tetap dalam keadaan terlarut dalam urine jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk batu yang kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain hingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh untuk menyebabkan sumbatan. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih dan kemudian dari sini terjadi pengendapan pada agregat untuk membentuk batu yang cukup besar untuk menyebaban obstruksi. Kondisi tetap terlarutnya kristal dalam urin (metastable) dipengaruhi oleh suhu, ph, adanya koloid dalam urine, konsentrasi solute dalam urine , laju aliran urine atau adanya corpus alienum dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Komposisi batu 1. Batu Kalsium Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu ginjal. Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat, maupun campuran dari keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa batu kalsium oksalat awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium phospat yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat mengikis urothelium dan kemudian terpapar pada urine dan membentuk suatu nidus/inti batu untuk deposisi kalsium oxalat. Kemudian deposisi kalsium oxalat tumbuh hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan urothelial dan kemudian tersebar ke dalam ductus collecting. Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Selain itu hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850 mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu, karna asam urat ini akan berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.

Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan yang mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat. Sehingga keadaan hipositraturia dan hipomagnesuria dapat menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu kalsium.
2.

Batu asam urat

Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut dalam pH > 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah suasana asam yang berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi dimana urine < 2 liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam urat menempati persentasi sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran kemih. 75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah campuran dengan kalsium oksalat. Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak sebagai bayangan filling defect dan harus dibedakan dengan bekuan darah dsb.

3.

Batu struvit

Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang mampu metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling banyak) diikuti oleh Klebsiella, Enterobacter atau Pseudomonas. Suasana basa ini memudahkan magnesium, amonium, fosfat, karbonat untuk membentuk batu magnesium fosfat dan karbonat apatit.
4.

Batu cystine

Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya defek pada gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada mukosa usus. 3. Batu ginjal dan Manifestasi Klinis Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau yang menempati sebagian besar tubulus collecting memberi gambaran menyerupai tanduk rusa dan disebut batu staghorn dan batu yang terdapat pada tempat lain di luar definisi staghorn dapat disebut batu non staghorn. Batu staghorn dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu partial (sebagian tubulus collecting) dan complete (seluruh tubulus collecting). Gejala klinis Keluhan yang disampaikan pasien tergantung posisi, besar batu dan penyulit yang ditimbulkan. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah nyeri pinggang yang bersifat kolik maupun non kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kaliks dalam usaha untuk mengeluarkan batu. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanana intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang kadang hematuria didaptkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.

You might also like