You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE INFARK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah Di Ruang Perawatan Umum Lantai V Rumah Sakit RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat

DISUSUN OLEH :

LENI APRIANI 131 0721 024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2014

BAB I TINJAUAN TEORI Pada bab ini, penyusun akan memaparkan anatomi dan fisiologi sistem persarafan, konsep dasar penyakit stroke non hemoragik, dan konsep dasar asuhan keperawatan pada stroke non hemoragik. A. Anatomi Fisiologi Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melaluiimpuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-serat saraf dan jarasjaras, secara langsung dan terus-menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik, yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002). 1. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada dalam satu bagiaan struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossafossa. Bagian fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan medula (Smeltzer. 2002).

a. Cerebrum Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus.Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia albamenutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi griseayang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubunekan bagianbagian otak dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat lobus serebrum adalah sebagaiberikut : 1) Frontal Lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri. 2) Parietal Lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan

sindrom hemineglem 3) Temporal Berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau, pendengaran, dan ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini 4) Oksipital Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan

b.

Batang otak Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata . Otak tengah (midbrain atau mesensefalon menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan jembatan antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi jaras sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002). Medula oblongata meneruskan serabut-serabut rik dari otak Ice medulla spinalis .dan serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan set serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol pernapasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul otak kelima sampai kedelapan(Smeltzer. 2002).

c.

Cerebelum Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah hemisfer serebral, lipatan dura mater, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu menghambat dan tanggung jawab yang luas terkoordinasi dan gerakan halus. Ditambah mencontohkan input sensorik. gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan meintegrasikan

2. Nervus Cranialis a. Nervus olvaktorius Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. b. Nervus optikus Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak. c. Nervus okulomotoris Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris.

d. Nervus troklearis Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. e. Nervus trigeminus Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu: 1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata. 2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris. 3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. f. Nervus abdusen Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata. g. Nervus fasialis Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap. h. Nervus auditoris Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. i. Nervus glosofaringeus Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. j. Nervus vagus Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
5

k. Nervus asesorius Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. l. Nervus hipoglosus Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

3. Sistem Peredaran Darah

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara, 1998). Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke venavena ekstrakranial.

B. Pengertian Menurut WHO dalam Muttaqin, (2008) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Sedangkan menurut Smeltzer & Bare, (2002) stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) (Hickey, 1997). Pada kesempatan ini, penyusun lebih fokus pada stroke non hemoragik (ischemic stokes). Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.

Jadi, stroke non hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis , trombus dan embolus. Klasifikasi stroke terbagi atas stroke haemoragik dan stroke non haemoragik. Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2007) adalah : a. Transient Ischemic Attack (TIA) TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu Stroke in Evolution (Progressing Stroke) Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari Stroke in Resolution Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan

b.

c.

d.

peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari e. Completed Stroke (infark serebri) Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi. Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi : 1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.

2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan. C. Etiologi Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu: 1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher) Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis. 2. Embolisme cerebral Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik 3. Iskemia Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau

penyumbatan pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah 1. Hipertensi 2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif) 3. Kolesterol tinggi, obesitas 4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral) 5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi) 6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi) 7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

D. Patofisiologi Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008). Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
10

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008). Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

11

Pathway Stroke

E. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain : 1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala 2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan

12

3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam 4. Dysphagia 5. Kehilangan komunikasi 6. Gangguan persepsi 7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis 8. Disfungsi Kandung Kemih Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut : No 1. a. Defisit neurologi Defisit lapang penglihatan Homonimus Hemlanopsia Manifestasi a. Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak

b. Kehilangan penglihatan periferb. Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari b. Diplopia objek atau batas objek. b. Penglihatan ganda 2. a. Defisit Motorik Hemiparesis a. Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada b. sisi yang sama. a. Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama. b. Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki. c. Kesulitan dalam membentuk kata d. Kesulitan dalam menelan. a. Kesemutan

b. Hemiplegia c. Ataksia

d. Disatria 2. 3. 4. a. Disfagia Defisit sensori : Parastesia Defisit verbal Fasia ekspresif

a. Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami b. Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak masuk akal c. Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif

b. Fasia reseptif c. Afasia global

13

5.

Defisit kognitif

a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, tidak mampu

berkonsentrasi, dan perubahan penilaian. 6. Defisit Emosional a. Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi, menarik diri, takut, bermusuhan, dan perasaan isolasi. Tabel : Penurunan kemampuan yang terjadi pada pasien SNH Sumber : (Smeltzer, 2002). F. Komplikasi Menurut Brunner & suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut : 1. Komplikasi neurology yang terbagi menjadi : a. Cacat mata dan cacat telinga b. Kelumpuhan c. Lemah 2. Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi : a. Akibat neurology yang terbagi menjadi : 1) Tekanan darah sistemik meninggi 2) Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi) 3) Oedema paru 4) Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram) 5) Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH) b. Akibat mobilisasi meliputi Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor, deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.

14

G. Pentalaksanaan Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Phase Akut : a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi. b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik. c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason. d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang 2. Post phase akut a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik b. Program fisiotherapi c. Penanganan masalah psikososial H. Pemeriksaan Penunjang Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut : 1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular 2. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

15

3. CT scan. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak 4. MRI MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 5. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). 6. EEG Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. 7. Pemeriksaan Laboraturium a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. b. Pemeriksaan darah rutin. c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

16

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN a. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang b. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala. c. Kekakuan atau flaksiditas leher. d. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular. e. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit. f. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri. g. Kemampuan untuk bicara h. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Kerusakan mobilitas fisik b. Perfusi jaringan tidak efektif c. Kurang perawatan diri

17

C. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Kerusakan mobilitas fisik NOC : Ambulasi/ROM normal dipertahankan. Kriteria Hasil : 1) Sendi tidak kaku 2) Tidak terjadi atropi otot NIC : 1) Terapi latihan Mobilitas sendi 2) Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi. 3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihan 4) Gunakan pakaian yang longgar 5) Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan 6) Encourage ROM aktif 7) Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga. 8) Ubah posisi klien tiap 2 jam. 9) Kaji perkembangan/kemajuan latihan b. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif NOC: perfusi jaringan cerebral. Kriteria Hasil : 1) Perfusi jaringan yang adekuat didasarkan pada tekanan nadi perifer 2) kehangatan kulit 3) urine output yang adekuat dan tidak ada gangguan pada respirasi

18

NIC : 1) Perawatan sirkulasi 2) Peningkatan perfusi jaringan otak 3) Aktifitas : a) Monitor status neurologic b) monitor status respitasi c) monitor bunyi jantung 4) letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi netral 5) kelola obat sesuai order 6) berikan Oksigen sesuai indikasi c. Resiko infeksi NOC : Risk Control Kriteria Hasil : 1) Klien bebas dari tanda-tanda infeksi 2) Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi NIC : Cegah infeksi 1) Mengobservasi & melaporkan tanda & gejala infeksi, seperti kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan 2) Mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C 3) Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu 4) Catat dan laporkan nilai laboratorium 5) Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan 6) Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun

19

D. IMPLEMENTASI Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.

Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

E. EVALUASI Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Menurut Craven dan Hirnle (2000) Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

20

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta. Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Vol2 Jakarta: EGC Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta. Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta. Henderson Leila. 2002. Stroke Panduan Perawatan. Jakarta: Arcan. Kowalak. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta EGC. Listiono L. Djoko. 1998. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi III. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Long Barbara. C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Masjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Kedua. Jakarata: Media Aesculapius. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat, Jakarta. Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta. Muttaqin Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Peryarafan. Jakarta: Salemba. Price Sylvia. 2003. Patofisiologi. Jakarta: EGC. Thomas D.J. 1995. Stroke dan Pencegahannya. Jakarta: Arcan. Widjaja Winardi. 1992. Simposium Tatalaksana Stroke 1992. Surabaya: IDASI. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta

21

You might also like