You are on page 1of 3

Ada banyak pertimbangan hingga seorang Farmasis memutuskan untuk memformulasikan obat ke dalam bentuk sediaan emulsi.

Masih menurut Marriot et al., pertimbangan tersebut antara lain: Dapat menutupi rasa obat yang tidak enak tetapi tetap harus diberikan dalam bentuk cair, misalnya minyak ikan Obat obat yang larut minyak (biasanya kurang dapat diterima oleh pasien) tetapi harus diberikan dalam bentuk caira dapat diberikan dalam emulsi O/W (Oil in Water) yang relatif lebih enak Dapat ditambahkan rasa yang sesuai (terutama untuk anak anak dapat diberi rasa coklat, strawberry, jeruk, atau rasa lain yang biasanya disukai anak anak) Proses emulsifikasi dapat meningkatnkan absorbsi minyak dalam dinding usus halus. Mengingat secara alaminya proses pencernaan lemak juga melalui emulsifikasi dalam duodenum dengan bantuan garam empedu. Efisiensi absorbsi ini terjadi karena adanya proses homogenisasi yang memperkecil ukuran globul fase minyak. Dapat mengatasi problem kombinasi obat yang saling incompatible tetapi harus diberikan dalam bentuk cair: masing masing komponen obat dilarutkan atau disuspensikan dalam fase emulsi yang sesuai Meskipun demikian, tidak boleh dilupakan bahwa emulsi juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: Memerlukan penggojogan sebelum dikonsumsi untuk menjamin homogenitas dosis Seperti layaknya sediaan cair lainnya, memerlukan sendok takar yang sesuai untuk menjamin ketepatan dosis Harus memperhatikan tempat penyimpanan (suhu, sinar, dsb) Membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar daripada sediaan padat Rawan terhadap kontaminasi mikroba
Pendahuluan Suatu sediaanapa pun itudikatakan stabil jika dia tidak rusak baik dari sisi biologis, kimia, maupun fisika. Stabilitas secara biologis maksudnya adalah sediaan tersebut tidak ditumbuhi mikroorganisme yang akan membahayakan jika digunakan (atau setidaknya jumlah mikroorganisme yang tumbuh di dalamnya masih di bawah ambang batas tertentu). Adapun stabilitas kimia maksudnya adalah secara kimiawi, zat aktif yang terkandung dalam sediaan tersebut keadaannya masih sama seperti ketika diformulasikan (dan tentu saja masih dapat memberikan efek terapi yang diharapkan). Sedangkan stabilitas fisika maksudnya adalah secara fisik atau penampilan sediaan tersbut masih bisa diterima. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas terkait stabilitas fisika suatu emulsi, utamanya pada keutuhan dan homogenitas emulsi. Sehingga, frase stabilitas emulsidalam tulisan ini hanya merujuk pada hal tersebut dan sama sekali tidak terkait dengan stabilitas biologis maupun kimia. Stabilitas Emulsi Sebagaimana diketahui, alaminya minyak dan air tidak bisa menyatu. Keduanya akan cenderung untuk memisah. Hal ini karena adanya adanya tegangan antar muka di antara keduanya. Tegangan antar muka ini menyebabkan setiap permukaan air dan minyak

membutuhkan energy. Semakin banyak permukaan air yang bertemu atau berbatasan dengan permukaan minyak, maka semakin banyak pula energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi tersebut. Namun, dalam emulsi, keduanya dipaksa untuk menyatu, artinya semakin banyak permukaan air yang dipaksa untuk bertemu dengan permukaan minyak. Akibatnya, energy yang dibutuhkan pun semakin besar. Karena tidak ada supply energy, maka ketika didiamkan kedua fase tersebut akan cenderung untuk memisah agar antar muka yang saling bersinggungan semakin sedikit. Keadaan seperti inilah yang disebut sebagai rusaknya suatu emulsi atau ketidakstabilan emulsi. Mekanisme ketidakstabilan emulsi ini dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu: Coalescence: yaitu peristiwa 2 tetesan minyak (atau air) bersatu dan membentuk membentuk suatu tetesan baru yang lebih besar tetapi memiliki luas permukaan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan jika tetesan baru tersebut pecah menjadi tetesan tetesan kecil seperti semula. Jika dibiarkan, hal ini akan terus berlangsung hingga semua tetesan minyak (atau air) menyatu dan akhirnya membentuk lapisan sendiri yang terpisah dari emulsi. Flocculation atau Flokulasi adalah suatu peristiwa berkumpulnya beberapa tetesan minyak tetapi tidak membentuk tetesan minyak baru yang lebih besar seperti pada peristiwa coalescence hingga mengakibatkan distribusinya dalam emulsi tidak merata (tidak homogeny lagi). Peristiwa coalescence dan flocculation secara bersama sama akan menyebabkan peristiwa creacking atau breaking. Peristiwa ini mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan pemilihan emulgator dalam formulasi, emulgator mengalami dekomposisi, atau temperature penyimpanan yang tidak sesuai. Problem ini tidak cukup diatasi hanya dengan penggojigan ringan. Dengan kata lain, emulsi yang mengalami hal ini telah rusak sama sekali. Creaming yaitu peristiwa mengapungnya fase minyak. Hal ini terjadi jika fase minyak memiliki densitas yang lebih kecil daripada fase air. Definisi lain menyebutkan bahwa creaming merupakan peristiwa memisahnya emulsi menjadi 2 bagian dengan salah satu bagian mengandung lebih banyak fase disperse daripada bagian yang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena homogentias emulsi ketika formulasi kurang tetapi masalh ini bisa diatasi dengan penggojogan ringan.

Phase Inversion atau pembalikan fase emulsi yang semula O/W menjadi W/O atau sebaliknya. Hal ini mungkin disebabkan terlalu banyaknya fase disperse (mencapai lebih dari 74%). Masalah ini juga tidak dapat diatasi hanya dengan penggojogan ringan

You might also like