You are on page 1of 55

DISTRIBUSI STAGING DAN FAKTOR RESIKO

PROLAPSUS ORGAN PELVIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI


RSUP H.ADAM MALIK- RSU DR. PIRNGADI BERDASAR SISTEM POPQ
(PELVIC ORGAN PROLAPSE QUANTIFICATION SISTEM)



T E S I S








Oleh :
Wahyudi




Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik & RSU DR. Pirngadi Medan
Agustus 2007




Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM-5




Pembimbing : Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K)
Dr. M. Rhiza Z. Tala , SpOG (K)

Penyanggah : Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG(K)
Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K)
Prof . Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K)




Diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk mencapai
keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara



Agustus 2007
Sebuah Karya Hak Cipta
Dilarang Mengutip Bagian Dari Tesis Ini Tanpa Izin Penulis



Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
HALAMAN PENGESAHAN



Penelitian ini disetujui oleh Tim-5

Pembimbing :
Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K) .
Pembimbing I
Dr. M. Rhiza Z. Tala , SpOG (K) .
Pembimbing II


Penyanggah :
Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG (K) ..
Subbagian Feto Maternal

Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K) ..
Subbagian Fertilitas Endokrinologi & Reproduksi

Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K) ..
Subbagian Onkologi Ginekologi



Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Pelvic Organ Prolapse Stage Distribution and Its Risk Factor
According to POPQ System at the Outpatient Gynecology
Clinic of Haji Adam Malik and dr. Pirngadi Hospital Medan

Wahyudi
Obstetric and Gynecology Department , Medical Faculty of North Sumatra
University, Medan, Indonesia.

Objective: The main purpose of this study was to describe the distribution of
pelvic organ support stages in a population of women seen at outpatient
gynecology clinics for routine gynecologic health care and to observe trends of
some historically quoted etiologic factors toward stages of pelvic prolapse.

Study Design: This was an observational study. Women seen for routine
gynecologic health care at outpatient gynecology clinics at two general hospital
in Medan, North Sumatra , Indonesia, between January 2007 March 2007 (3
months) were recruited to participate. After informed consent was obtained ,
these women underwent a pelvic examination and subsequently after that,
general biographic data were collected regarding obstetric history, medical
history, and surgical history. Pelvic organ support was measured and described
according to the pelvic organ prolapse quantification system. Stages of support
were evaluated by variable for trends with Pearson
2
statistics.

Results: Within 3 months period , a total of 112 women were examined. All of
these women were of Asian race. The median age was 42 years, with a range
of 18 to 80 years. The overall distribution of pelvic organ prolapse quantification
system stages was as follows: stage 0, 23.2 %; stage 1, 31.3 %; stage 2,
34.8%; and stage 3,10.7%. No subjects examined had pelvic organ prolapse
quantification system stage 4 prolapse. Variables with a statistically significant
trend toward increased pelvic organ prolapse quantification system stage were
advancing age, increasing parity, increasing number of vaginal births, birth
weight of largest baby delivered, laceration of genital tract, menopause status .

Conclusion: The distribution of the pelvic organ prolapse quantification system
stages in the population resembles a bell-shaped curve, with most subjects
having stage 1 or 2 support (66,1%). 23.3% subjects were in stage 0 (excellent
support) and only few(10.7%) were in stage 3 (moderate to severe pelvic
support defects) results. There was a statistically significant trend toward
increased pelvic organ prolapse quantification system stage of support among
women with many of the historically quoted etiologic factors for the development
of pelvic organ prolapse.

Keywords : pelvic organ prolapse, distribution of stages, risk factor.







Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa ,
berkat kasih dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Saya
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna , namun demikian besar
harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah
perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
DISTRIBUSI STAGING DAN FAKTOR RESIKO PROLAPSUS ORGAN
PELVIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK DAN RSU
DR. PIRNGADI BERDASARKAN SISTEM POPQ (PELVIC ORGAN
PROLAPSE QUANTIFICATION SYSTEM)
Dengan selesainya laporan penelitian ini , perkenankan saya menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan
2. Prof. Dr. Delfi Lutan , MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Einil Rizar, SpOG (K), Sekretaris Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil,
SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi FK USU Medan ; Dr. Deri Edianto ,SpOG (K), Sekretaris
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU
Medan ; dan juga kepada Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG (K), Dr. Erdjan
Albar, SpOG (K), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K), Prof. DR.
Dr. Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG
(K), Prof. Dr. T.M. Hanafiah, SpOG (K), yang telah bersama-sama
berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Bagian
Obstetri dan Ginekologi.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
3. Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K) dan Dr. M. Rhiza Z. Tala ,
SpOG(K) selaku pembimbing , Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG (K), Prof.
Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K)
selaku tim penyanggah dan nara sumber yang dengan penuh
kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk
membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga
selesai dengan baik.
4. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya
selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi ,
membimbing, dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat
kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.
5. Drs. Abd. Jalil AA, M.Kes selaku pembimbing statistik yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini dan
pengolahan data statistik yang ada.
6. Seluruh Staf pengajar di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik
saya sejak awal hingga akhir pendidikan . Semoga Yang Maha Pengasih
membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.
7. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti masa
pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi.
8. Direktur RSUD Dr. Pirngadi medan dan Kepala UPF Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di
Bagian Obstetri dan Ginekologi.
9. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG
dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta Staf yang telah
memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di
bagian tersebut.
10. Direktur RS HKBP Balige beserta Staf , atas kesempatan bekerja dan
bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
11. Kepala Bagian Anastesiologi dan Reanimasi FK-USU Medan beserta
Staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya
bertugas di Bagian tersebut.
12. Kepala Bagian Patologi Anatomi FK-USU Medan beserta Staf , atas
kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas
di Bagian tersebut.
13. Teman Sejawat Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan serta Paramedis yang
telah ikut membantu dan bekerja sama dalam menjalani pendidikan
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU/ RSUP H. Adam Malik RSUD
Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat yang
diberikan kepada saya.
14. Seluruh karyawan dan karyawati serta para pasien di Bagian Obstetri
dan Ginekologi FK-USU/ RSUP H. Adam Malik RSUD Dr. Pirngadi
Medan yang dari padanya saya banyak memperoleh pengetahuan baru,
terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan
kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.
Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Papi saya
(alm.)A.Listijono Budiman Gani dan Mami saya dr. Endang Haryanti Gani,
SpPar.K. , yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik saya dengan
penuh kasih saying dari masa kecil hingga kini, memberi contoh yang baik
dalam menjalani hidup serta motivasi selama mengikuti pendidikan ini.
Kepada yang saya hormati dan kasihi, Papa mertua saya Riady dan Mama
mertua Elisabeth Tan yang telah banyak membantu dan memberi dorongan
semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya.
Buat istriku yang tercinta dr. Jessy Chrestella dan anakku yang tercinta,
Samuel Joe Anderson Gani, tiada kata yang terindah yang dapat saya
ucapkan selain puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kehadiran
kalian berdua dalam hidup saya dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
pengertian, kesabaran, dorongan semangat , pengorbanan dan doa yang
diberikan kepada saya hingga dapat sampai pada akhir masa pendidikan ini.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Akhirnya kepada seluruh handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan
bantuan baik moril maupun material, saya ucapkan banyak terima kasih.
Semoga Tuhan Yang Maha Baik senantiasa melimpahkan kasih dan berkatNya
kepada kita semua.

Medan, Agustus 2007

Dr. Wahyudi Gani






















Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
ABSTRAK

JUDUL :
DISTRIBUSI STAGING DAN FAKTOR RESIKO PROLAPSUS ORGAN
PELVIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK DAN RSU
DR. PIRNGADI BERDASARKAN SISTEM POPQ (PELVIC ORGAN
PROLAPSE QUANTIFICATION SYSTEM)
PENULIS :
Dr. Wahyudi

Tujuan penelitian :
Penelitian ini bertujuan terutama untuk mendapat gambaran distribusi stage
prolapsus organ pelvis pada populasi wanita yang berkunjung ke poliklinik
ginekologi untuk pemeriksaan ginekologi rutin dan untuk mendapatkan faktor-
faktor resiko yang dominan berperan dalam pembentukan prolapsus organ
pelvis.

Desain penelitian :
Penelitian ini adalah penelitian observasional. Wanita yang berkunjung ke
poliklinik ginekologi RSUP Haji Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan
antara Januari 2007 hingga akhir Maret 2007 ( periode 3 bulan ), yang
memenuhi kriteria penerimaan penelitian, direkrut sebagai subjek penelitian.
Setelah mendapat informed consent, pasien wanita tersebut kemudian
menjalani pemeriksaan dalam dan pemeriksaan ada tidaknya prolapsus organ
pelvis dengan menggunakan standar POPQ. Setelah itu, pasien ditanya
dengan menggunakan kuesioner mengenai data biografi umum , riwayat
obstetri dan riwayat medis ataupun pembedahan. Data stage prolapsus organ
pelvis menurut sistem POPQ kemudian dievaluasi terhadap variabel faktor
resiko dengan menggunakan metode statistik Pearson
2
.



Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Hasil penelitian :
Dalam kurun 3 bulan periode penelitian, total 112 wanita berhasil diperiksa.
Keseluruhan wanita tersebut berasal dari ras Asia. Umur median adalah 42
tahun dengan rentang umur 18-80 tahun. Distribusi stage prolapsus organ
pelvis secara keseluruhan adalah sebagai berikut stage 0, 23.2 %; stage 1,
31.3 %; stage 2, 34.8%; and stage 3,10.7%. Tidak ada subjek penelitian yang
mencapai POPQ stage 4. Variabel dengan kecenderungan bermakna secara
statistic meningkatkan stage prolapsus organ pelvis adalah bertambahnya usia,
jumlah paritas, peningkatan jumlah persalinan per vaginam, berat badan lahir
anak terberat, laserasi jalan lahir, episiotomi dan status menopause.

Kesimpulan :
Distribusi stage prolapsus organ pelvis dalam populasi penelitian ini
menggambarkan kurve Bell, dimana kebanyakan subjek berada pada POPQ
stage 1 atau stage 2 (66,1%). Sebanyak 23,3% subjek tidak mengalami
prolapsus organ pelvis (POPQ stage 0) dan hanya sedikit (10,7%) berada pada
POPQ stage 3. Penelitian ini menunjukkan kecenderungan statistic bermakna
untuk peningkatan stage prolapsus organ pelvis dengan beberapa faktor resiko
yang secara tradisional disebutkan berperan dalam pembentukan prolapsus
organ pelvis.

Kata Kunci : Prolapsus Organ Pelvis, Distribusi Staging, Faktor Resiko











Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR ISI


Halaman

KATA PENGANTAR . i
ABSTRAK ................................................................................. v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR .. x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang . 1
1.2. Tujuan penelitian ... 4
1.2.1. Tujuan Umum .. 4
1.2.2. Tujuan Khusus 4
1.3. Manfaat Penelitian . 4

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Anatomi dan Patofisiologi Dasar Panggul . 5
2.2. Definisi 6
2.3. Sistem POPQ ( Prolapsus Organ Pelvis Quantification). 8
2.3.1. Perkembangan system penilaian prolapsus . 8
2.3.2. Sistem POPQ . 9
2.3.2.1 Batasan Anatomis sistem POPQ 10
2.3.2.2 Penentuan Staging Prolaps dengan POPQ 13
2.4. Distribusi staging prolapsus organ pelvis ....... 14
2.5. Faktor resiko prolapsus organ pelvis .. 16


Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008

BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan penelitian . 20
3.2 Tempat dan Waktu penelitian .. 20
3.3. Populasi penelitian dan besar sampel 21
3.4 Kriteria Penerimaan .. 21
3.5 Kriteria Penolakan . 21
3.6 Bahan dan Cara Kerja .. 22
3.7 Etika Penelitian .. 23

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN . 31
A. Kesimpulan . 31
B. Saran. 31

DAFTAR PUSTAKA ................ 32

KUESIONER PENELITIAN PROLAPSUS ORGAN PELVIS.. 35
LEMBAR INFORMASI PASIEN 36
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN SETELAH PENJELASAN 38
PERMOHONAN PERSETUJUAN KOMITE ETIK PENELITIAN 39
PERSETUJUAN KOMITE ETIK PENELITIAN FK USU ........ 40
MASTER TABEL PENELITIAN ............................................. 41








Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1. ........... 25
PERSENTASE SUBJEK PENELITIAN DALAM KELOMPOK USIA,
JENIS PEKERJAAN DAN INDEKS MASSA TUBUH (BMI)
TERHADAP BERBAGAI DERAJAT STAGE PROLAPSUS
ORGAN PELVIS (POP) BERDASARKAN SISTEM POPQ

TABEL 2. .. 26
PERSENTASE SUBJEK PENELITIAN DALAM KELOMPOK
STATUS PARITAS , BANYAKNYA PERSALINAN PER VAGINAM,
PEMAKAIAN FORCEP/ VAKUM, BERAT BAYI LAHIR TERBERAT,
ADA TIDAKNYA LASERASI JALAN LAHIR DAN EPISIOTOMI
TERHADAP BERBAGAI DERAJAT STAGE PROLAPSUS ORGAN
PELVIS (POP) BERDASARKAN SISTEM POPQ


TABEL 3. 28
PERSENTASE SUBJEK PENELITIAN DALAM KELOMPOK STATUS
KESULITAN BUANG AIR BESAR (BAB), STATUS MENOPAUSE
DAN STATUS HISTEREKTOMI TERHADAP BERBAGAI STAGE
PROLAPSUS ORGAN PELVIS (POP) BERDASAR SISTEM POPQ







Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR GAMBAR


Halaman

GAMBAR 1 ANATOMI DASAR PANGGUL 6
GAMBAR 2 PROLAPSUS ORGAN PELVIS . 7
GAMBAR 3 TITIK-TITIK PENGUKURAN SISTEM POPQ 11
GAMBAR 4 THREE BY THREE GRID SYSTEM 14

























Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR SINGKATAN


POP Prolapsus Organ Pelvis
POPQ Pelvic Organ Prolapse Quantification
BMI Body Mass Index
GH Genital Hiatus
PB Perineal Body
TVL Total Vaginal Length
TVH Total Vaginal Hysterectomy
TSH Terapi Sulih Hormon
OR Odds Ratio


















Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

KUESIONER PENELITIAN PROLAPSUS ORGAN PELVIS.. 35
LEMBAR INFORMASI PASIEN 36
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN SETELAH PENJELASAN 38
PERMOHONAN PERSETUJUAN KOMITE ETIK PENELITIAN 39
PERSETUJUAN KOMITE ETIK PENELITIAN FK USU ........ 40
MASTER TABEL PENELITIAN ............................................. 41























Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Prolapsus organ pelvis (POP) merupakan isu penting kesehatan wanita. POP
seringkali ditemukan pada tahap lanjut dimana pasien umumnya datang oleh
berbagai keluhan seperti turunnya peranakan, gangguan dalam berkemih,
gangguan defekasi, terganggunya fungsi seksual dan banyak hal lainnya. Hal
ini mungkin disebabkan oleh jarang timbulnya gejala dan keluhan pada POP
tahap ringan dan sedang.
1,2
Selain itu , masyarakat umum dengan nilai budaya
yang ada biasanya masih enggan memeriksakan diri seputar masalah
ginekologis bila belum ada gangguan yang berarti.
DeLancey (2005) menyebutkan disfungsi dasar panggul ini mengenai 300.000
sampai 400.000 wanita di Amerika setiap tahunnya. Disfungsi ini dapat menjadi
sedemikian berat sehingga membutuhkan operasi.
3
Tingginya prevalensi
gangguan ini menunjukkan betapa pentingnya mengubah paradigma
penanganan pasif bagi prolapsus organ pelvis menjadi paradigma preventif
primer secara aktif . Pencegahan primer sangat penting karena 30% dari
operasi per tahun yang dilakukan untuk memperbaiki disfungsi dasar panggul
ini merupakan operasi ulangan. Sedemikian pentingnya usaha preventif ini,
DeLancey memperkenalkan tujuan atau goal 25/25. DeLancey melalui goal ini
menyebutkan dengan mempromosikan usaha preventif sebanyak 25%, maka
90.000 wanita di Amerika dapat dijauhkan dari problem ini dan dengan
memperbaiki usaha penanganan atau terapi yang sudah ada sebanyak 25% ,
maka Amerika dapat mengurangi 30.000 operasi ulangan.
3
Masalah negara semaju Amerika akan lambat laun dialami oleh Indonesia.
Persentase masyarakat usia produktif Indonesia saat ini yang cukup tinggi , dan
dengan berjalannya waktu , suatu saat akan menjadi bagian problematik
nasional dalam penanganan kesehatan kelompok usia tua, dimana prolapsus
organ pelvis merupakan bagian darinya. Oleh sebab itu, menemukan
prolapsus organ pelvis dalam tahap dini merupakan suatu tantangan.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Penelitian prolapsus organ pelvis oleh Swedish studies memberikan
gambaran prevalensi POP pada populasi umum di masyarakat.
4
Merujuk hasil
penelitian Swedish Studies , Swift dkk., kemudian melakukan penelitian tahun
2000, 2003 dan 2005 untuk mendapatkan gambaran distribusi staging
prolapsus organ pelvis yang terjadi pada populasi pasien ginekologi dengan
rentang usia 18 tahun hingga usia >75 tahun.
1,5,6
Swift dkk. kemudian
mendapatkan bahwa POP sebenarnya terjadi pada jumlah yang jauh lebih
besar daripada yang pernah diperkirakan.
1,5,6
Sebagian besar dari populasi
penelitian Swift justru menunjukkan prolapsus organ genital tahap ringan
sampai sedang (stage I 43% dan stage II 47,7% ) dan hanya sebagian kecil
saja dengan prolapsus organ pelvis stage III yang sampai memberikan keluhan
gangguan klinis (2,6%). Swift bahkan hanya menjumpai 6,4% dari populasi
penelitiannya dalam POPQ stage 0 (tanpa prolapse).
5
Penelitian Swift
selanjutnya menunjukkan bahwa simptom/ gejala POP biasanya baru muncul
pada pasien dengan bagian prolaps yang melewati hymen.
1,5,6
Penelitian Swift di atas menunjukkan bahwa memperkirakan kejadian
prolapsus organ pelvis berdasarkan kunjungan pasien yang mengeluhkan
simptom prolapsus atau berdasarkan penelitian terhadap suatu kelompok umur
tertentu saja (misalnya penelitian kejadian prolapsus pada wanita
perimenopause) tidaklah tepat.
1,5,6
Fenomena puncak gunung es (ice berg
phenomenon) dapat berakibat hanya terdeteksinya pasien prolapsus
simptomatik . Hal ini jelas akan merugikan pasien karena usaha preventif dan
penanganan dini menjadi tidak memungkinkan.
Swedish Studies, penelitian oleh Swift dkk., (dan kebanyakan penelitian lain
menyangkut prolapsus organ pelvis) kebanyakan mengambil sampel penelitian
dengan ras Hispanik, kulit putih ataupun kulit hitam dan hanya menyertakan 2
% sampel penelitiannya dari populasi ras Asia.
1,4,5,6
Data penelitian
menunjukkan kejadian prolapsus organ pelvis sangat berbeda diantara grup
etnik sehingga penelitian tersebut diatas tentunya tidak dapat memberikan
gambaran prevalensi POP di negara Asia. Peneliti merasa perlu diadakan
penelitian untuk mendapatkan angka kejadian dan distribusi staging prolapsus
organ pelvis untuk pasien wanita Indonesia yang berkunjung ke poliklinik
ginekologi RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan .
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Penelitian mengenai prolapsus organ pelvis selama ini sering mengalami
hambatan oleh karena tidak seragamnya sistem penilaian tingkatan atau
derajat prolapsus organ pelvis yang terjadi. Hal ini menyebabkan sulit
dilakukan perbandingan antara penelitian yang sudah pernah dilakukan.
7,8,9
Tahun 1996, komite international multidisipliner memperkenalkan Sistem
POPQ (Pelvic Organ Prolapse Quantification).
7
Metode penilaian prolapsus
organ pelvis ini memberikan penilaian objektif, deskriptif sehingga dapat
memberikan nilai kuantifikasi atau derajat ringan beratnya prolapsus yang
terjadi.
7,8,9,10.
Selain itu sistem POPQ ini menunjukkan reprodusibilitas yang baik
dari individu pemeriksa yang sama dan juga diantara individu pemeriksa yang
berbeda (reprodusibilitas interobserver dan intraobserver).
10
Keberadaan
sistem POPQ ini sangat penting dalam hal mengkomunikasikan hasil
pemeriksaan pasien dengan prolapsus organ pelvis. Sejak diperkenalkan ,
sistem POPQ ini telah diadopsi dan dianjurkan dipakai dalam penilaian
prolapsus organ pelvis oleh International Continence Society, the American
Urogynecology Society, dan perkumpulan ahli bedah ginekologi dunia.
8,9,11
Mengetahui distribusi staging POP pada masyarakat Indonesia adalah penting,
namun mengenal faktor-faktor resiko yang berperan dalam pembentukan POP
juga penting untuk bisa mengerti patogenesis POP dan menemukan cara
terbaik dalam usaha pencegahan POP ini secara aktif.
3,12
Umur, pekerjaan, berat badan (BMI), paritas, jenis persalinan, jumlah
persalinan pervaginam , status kemajuan persalinan sebelum dilakukannya
seksio sesarea, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau forceps,
ada tidaknya laserasi jalan lahir atau ada tidaknya dilakukan episiotomi , berat
badan anak terberat yang pernah dilahirkan, riwayat operasi, riwayat penyakit
medis, status menopause dan pemakaian terapi sulih hormone merupakan
faktor faktor resiko yang sering dikaitkan dengan kejadian prolapsus organ
pelvis.
13-22

Faktor- faktor resiko yang telah disebutkan diatas tentunya akan sangat
berbeda gambarannya diantara berbagai ras suku bangsa.
23,24
Oleh sebab itu
peneliti merasa perlu untuk dapat menilai besar kecilnya peranan dari masing
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
masing faktor resiko tersebut dalam pembentukan prolapsus organ pelvis pada
populasi ras Asia, khususnya pada masyarakat Indonesia .
Dengan mendapatkan gambaran distribusi staging prolapsus organ genital
yang terjadi pada populasi pasien ginekologis umum, diperolehnya faktor resiko
yang benar berkaitan dengan kejadian prolapsus ini, maka tindakan preventif
dan penanganan aktif dapat dilakukan dengan lebih baik .

1.2 TUJUAN PENELITIAN
1.2.1. TUJUAN UMUM PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan distribusi staging prolapsus organ
pelvis pada populasi wanita yang berkunjung ke poliklinik ginekologi.
1.2.2 TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1. Mengetahui hubungan variable faktor resiko prolapsus organ pelvis
terhadap terjadinya prolapsus organ pelvis
2. Mengetahui faktor resiko yang dominan meningkatkan resiko terjadinya
prolapsus organ pelvis

1.3. MANFAAT PENELITIAN
1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, pasien wanita akan lebih
menyadari dan memahami akan adanya prolapsus organ pelvis, sehingga
dengan demikian dapat memposisikan dirinya untuk lebih aktif memelihara
status kesehatan organ pelvisnya sendiri.
2. Penelitian ini diharapkan dapat membuat para klinisi untuk lebih bersikap
proaktif dalam mencari dan mendeteksi secara dini ada tidaknya prolapsus
organ pelvis beserta faktor resiko pencetusnya sehingga dapat
memberikan solusi penanganan dan usaha preventif terbaik bagi pasien-
pasiennya.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI DASAR PANGGUL
Dasar panggul meliputi otot levator ani, urethra dan otot sfingter ani serta
jaringan ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri dari otot
iliococcygeus serta fascia obturator internus . Lapisan kedua terdiri dari otot
puboviseralis yaitu m.puborectalis dan m.pubococcygeus yang mengelilingi
hiatus urogenitalis dimana urethra, vagina , anorectum berjalan melaluinya.
25-35

Grup otot levator ani mempunyai dua fungsi terpenting yaitu menjaga tegangan
otot basal yang konstan sehingga hiatus urogenitalis tetap tertutup dan juga
menjadi lempengan otot penyokong . Bila tegangan atau tonus basal ini hilang
atau menurun , hiatus urogenital dapat melebar sehingga memfasilitasi
penurunan organ pelvis. Fungsi kedua dari levator ani adalah secara refleks
berkontraksi terhadap peningkatan tekanan intraabdominal seperti saat batuk
atau berlari. Hal ini penting untuk menjaga kontinensia seseorang. Otot levator
ani dipersarafi oleh serabut saraf anterior S2-S4, dimana cabang motorik dari
nervus ini mempunyai kemungkinan untuk tertekan dan teregang selama
persalinan per vaginam.
14-16, 25-35
Selain otot dan serabut saraf, dasar panggul juga memiliki sistem ligamen dan
jaringan ikat kompleks yang dikenal dengan fascia endopelvis. Fascia ini
menampung organ pelvis dan melekat pada dinding panggul . Delancey secara
rinci menggambarkan dukungan terhadap vagina menjadi tiga tingkatan yaitu
tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke arah dinding
pelvis dan ke arah sacrum di bagian posterior (oleh ligamen cardinale dan
sakrouterina). Tingkatan kedua akan memfiksasi vagina secara transversal
diantara kandung kemih dan rectum . Tingkatan ketiga melekatkan vagina
dengan membran dan otot perineum.
2,25-35
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008

Gambar 1. Anatomi dasar panggul
Banyak data menyebutkan jaringan ikat, dukungan otot dan persarafan di
daerah pelvis dapat mengalami trauma penekanan saat kehamilan dan juga
menjelang persalinan dimana regangan, robekan dan ruptur atau avulsi
jaringan ikat, otot dan saraf dapat terjadi. Hal ini dapat memberikan efek jangka
pendek dan juga jangka panjang berupa prolapsus organ pelvis.
14-16, 25-35

2.2. DEFINISI
Konsensus mengenai definisi terbaik bagi prolapsus organ pelvis hingga saat
ini masih belum tercapai. Berbagai definisi telah diusulkan oleh beberapa
institusi , namun definisi tersebut tetap saja masih menimbulkan banyak
pertanyaan dan ketidakjelasan.
1,8,9
American College of Obstetricians and Gynecologists mendefinisikan
prolapsus organ pelvis sebagai penonjolan dari organ pelvis kedalam atau
keluar dari liang vagina.
8,9,25-35
Definisi ini kabur dan memiliki cakupan terlalu
luas , yaitu dari subjek dengan penurunan organ pelvis seringan apapun hingga
eversi uterovaginal total. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
dilakukan, maka definisi diatas akan mencakup hampir 90% populasi wanita
dewasa dan mungkin hampir seluruh wanita yang pernah melahirkan.
8,9
Dalam pembahasan standarisasi terminologi prolapsus organ pelvis, National
Institutes of Health (NIH) menyadari bahwa definisi yang hanya
mengandalkan hasil pemeriksaan fisik akan ada tidaknya prolapsus mungkin
tidaklah cukup baik. NIH lebih jauh menyatakan simptom atau gejala dari
prolapsus organ pelvis yang akan memberikan impak besar bagi kualitas hidup
pasien seharusnya dimasukkan ke dalam pertimbangan terminologi prolapsus
organ pelvis. Namun pada akhirnya , NIH tetap mendefinisikan prolapsus
organ pelvis sebagai penurunan dari serviks uteri, apeks , dinding anterior atau
dinding posterior vagina sampai ke batas 1 cm dari hymen atau lebih rendah ;
atau dengan kata lain POPQ stage 1 atau lebih , tanpa memberikan
rekomendasi mengenai sejauh mana symptom atau gejala pasien akan
mempengaruhi definisi prolapsus organ pelvis.
8,9



A. B. C.

Gambar 2. Prolapsus Organ Pelvis .
Organ Pelvis normal dan prolapsus uteri (A); Prolapsus dinding posterior
vagina rectocele (B) ; dan prolapsus dinding anterior vagina cystocele (C)






Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
2.3.SISTEM POPQ(PELVIC ORGAN PROLAPSE QUANTIFICATION
SYSTEM)

2.3.1. Perkembangan sistem penilaian prolapsus organ pelvis
7,8,9
Friedman, Little tahun 1961 mendapatkan adanya konflik nomenklatur untuk
mendeskripsikan prolapsus uteri sehingga Friedman kemudian menganjurkan
staging penurunan uterus dinilai dengan menilai hubungan antara bagian
terdepan serviks dengan introitus saat pasien sedang dalam posisi jongkok dan
melakukan maneuver Valsava.
Baden dkk (1968) merekomendasikan penggunaan profil vagina untuk
mendeskripsikan prolapsus organ pelvis yang mempengaruhi uterus, dinding
vagina anterior, apical dan dinding vagina posterior.
Beecham (1980) yang mewakili Committee for Surgical Education of the
American Association of Obstetricians and Gynecologists Foundation
merekomendasikan terminology klasik yang sangat terkenal yaitu rektokel,
sistokel , prolapsus uterus, enterokel dan prolapsus apeks vagina dan juga
menyimpulkan bahwa definisi stage 1,2 dan 3 harus dinilai berdasarkan
hubungannya dengan introitus vagina (bukan hymen) ketika pasien tidak dalam
posisi mengedan dan tidak dilakukan traksi atau penarikan apapun .
Baden dan Walker kemudian mengadakan modifikasi yang dikenal dengan
sistem halfway Baden (normal, halfway to, halfway past or maximum descent) .
Sistem ini dinilai ketika pasien melakukan valsava maneuver.
Tahun 1993 komite gabungan multidisipliner internasional yang beranggotakan
International Continence Society (ICS) , American Urogynecology Society
dan Society of Gynecologic Surgeon membuat draft untuk memperkenalkan
suatu sistem klasifikasi staging prolapsus organ pelvis dengan maksud untuk
menyamakan persepsi penilaian klinis , mendapatkan hasil pemeriksaan yang
dapat dinilai objektif , dapat dipertanggungjawabkan reprodusibilitasnya dan
mudah dilakukan oleh klinisi. Sistem POPQ juga memudahkan dalam menilai
progresifitas prolapsus organ pelvis pada seorang wanita yang tidak
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
dimungkinkan bila penilaian dilakukan dengan menggunakan kriteria klasifikasi
sebelum sistem POPQ ini diperkenalkan.
7,8,9

Standarisasi penilaian prolapsus organ pelvis dengan sistem POPQ kemudian
secara resmi diadopsi oleh ICS pada Oktober 1995, American Urogynecology
Society pada Januari 1996 dan Society of Gynecologic Surgeon Maret 1996.
9


Steele dkk (1998) mendapatkan bahwa pengajaran tehnik POPQ dapat mudah
diterima dan dimengerti oleh residen ginekologi maupun dokter muda setelah
pengenalan , pengajaran dan demonstrasi rekaman video singkat selama 17
menit.
11
Lebih jauh lagi, Hall dkk. (1996) mendapatkan bahwa pemeriksa
berpengalaman akan membutuhkan waktu rata rata 2,1 menit pemeriksaan dan
pencatatan hasil dengan metode POPQ ini sedangkan pemeriksa pemula
menghabiskan rata- rata 3,7 menit. Selain itu Hall dkk. menemukan tingkat
reprodusibilitas interobserver dan intraobserver yang tinggi , dimana hasil
pemeriksaan dengan POPQ tidak tergantung pada pengalaman ataupun
senioritas pemeriksa.
10

Muir dkk (2003) mengungkapkan bahwa walaupun sistem POPQ memiliki
banyak kelebihan , kesan rumit membuat klinisi terkadang enggan untuk
memulai pemakaian sistem ini. Oleh sebab itu , untuk mengetahui
perkembangan pengadopsian sistem POPQ oleh peneliti di bidang
uroginekologi Muir (2003) mengadakan penelusuran penggunaan klasifikasi
prolapsus pada setiap jurnal berbahasa Inggris sejak tahun 1999.
8
Sistem
staging prolapse yang tidak baku digunakan pada 54,8% penelitian. Secara
keseluruhan sistem POPQ paling banyak digunakan dibandingkan sistem lain.
Pada penelitian literature ini, didapatkan kenaikan signifikan dari penggunaan
system POPQ (dari 13,3% tahun 1999 menjadi 28% tahun 2001) . Muir dkk.
mendukung pembelajaran dan penggunaan sistem POPQ ini dalam praktek
penilaian pasien prolapsus organ pelvis.
8






Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
2.3.2. Sistem POPQ (Pelvic Organ Prolapse Quantification System)
7

Bump RC membuat deskripsi rinci sistem POPQ dalam sebuah artikel di
American Journal of Obstetric Gynecology tahun 1996 yang kemudian menjadi
acuan standar sistem POPQ.
Bump RC menyatakan bahwa POPQ secara jelas memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan sistem penilaian sebelumnya . Pertama, sistem ini
mendeskripsikan setiap dari 9 pengukuran yang ada secara terpisah dan
tandem dengan menggunakan satuan sentimeter (sehingga objektif) serta
mencatatkannya dalam suatu bentuk pelaporan ringkas dan baku (three by
three grid sistem) . Kedua, dengan tercatatnya hasil pengukuran titik referensi
yang ada, penggunaan sistem ini dapat menilai stabilitas atau progresifitas
prolapse dengan berjalannya waktu. Ketiga, sistem ini memungkinkan
penilaian akan keberhasilan terapi bedah prolapse. Sebagai contoh, suatu
operasi bedah prolapse berhasil menaikkan titik terdepan prolapse dari posisi
0,5 cm dibawah hymen menjadi 0,5 cm di atas hymen . Pengukuran dengan
sentimeter ini tentunya akan jauh lebih berguna dalam menunjukkan hasil
perbaikan operasi daripada bila operasi perbaikan tersebut dinyatakan dengan
sistem lama (misal sistem Halfway Baden- stage 1 belum mencapai hymen,
stage 2 tepat di hymen dan stage 3 diluar hymen) yang akan mencatatkan
keberhasilan operasi diatas sebagai perubahan stage prolapsus dari stage 3
ke stage 1.


2.3.2.1.Batasan anatomis sistem POPQ
7
Prolapsus harus dievaluasi dengan sistem standar yang menggunakan titik
anatomis yang jelas sebagai acuan atau titik referensi. Dalam hal ini terdapat 2
tipe yaitu fixed reference point dan defined point .

Fixed point of reference
Prolapsus sebaiknya dievaluasi relative terhadap posisi anatomis acuan yang
dapat teridentifikasi secara jelas dan konsisten. Hymen disetujui dipakai
sebagai fixed point reference. Posisi dari 6 titik pengukuran berikutnya
digambarkan dalam jarak dalam sentimeter (cm) diatas atau proksimal
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
terhadap hymen (angka bertanda negative ) atau jarak dalam sentimeter (cm )
dibawah atau distal terhadap hymen ( angka bertanda positif ) dengan bidang
atau planar hymen sebagai titik nol. Sebagai contoh , bila serviks menonjol atau
prolapse 3 cm distal dari hymen maka dituliskan sebagai +3.

Defined points
Enam titik pengukuran ( 2 pada dinding anterior vagina, 2 pada vagina
superior dan 2 pada dinding vagina posterior ) ditentukan dengan
menggunakan bidang atau planar hymen sebagai acuan.
Enam titik pengukuran (titik Aa, Ba, C, D,
Bp dan Ap), Hiatus Genitalis (GH), Badan
Perineal (PB) dan Total Panjang Vagina
(TVL) digunakan untuk sistem kuantifikasi
support dasar panggul.

Gambar 3. Titik- titik pengukuran sistem POPQ
2 titik pada dinding anterior vagina :
Titik Aa : yaitu suatu titik yang berlokasi pada garis pertengahan dinding
anterior vagina berjarak 3 cm proksimal dari meatus urethra eksterna.
Titik ini merupakan lokasi dari lipatan urethrovesicalis yang dapat
digunakan sebagai landmark . Namun tonjolan lipatan urethrovesicalis
ini bervariasi dan dapat hilang pada beberapa pasien. Per definisi, maka
posisi dari titik Aa terhadap hymen dapat -3 s/d +3.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Titik Ba : yaitu titik terjauh atau paling distal ( paling dependent) dari
dinding anterior vagina yang terletak antara vaginal cuff atau forniks
anterior vagina hingga titik Aa. Per definisi ,Ba terletak pada -3 cm saat
tidak ada prolapse dan dapat bernilai positif sebanding dengan posisi
vaginal cuff pada wanita dengan eversi total vagina pasca histerektomi .
Karena hanya permukaan dinding vagina anterior saja yang bisa tampak
jelas oleh pemeriksa maka istilah prolapsus dinding vagina anterior lebih
baik dipakai dan menggantikan istilah cystocele atau anterior enterocele,
kecuali organ tersebut memang telah diidentifikasi dengan tes tambahan.
2 titik pada vagina superior adalah :
Titik C : yaitu titik yang merepresentasikan bagian tepi paling distal dari
serviks atau tepi terdepan dari cuff vagina pada pasien paska
histerektomi .
Titik D : yaitu titik yang merepresentasikan lokasi forniks posterior atau
cavum Douglas pada wanita yang masih mempunyai serviks. Titik ini
menerangkan perlekatan ligament uterosakral pada bagian proximal
posterior serviks. Hal ini penting untuk menilai adanya elongation serviks
. bila titik C secara bermakna lebih positif terhadap lokasi titik D maka hal
ini mengindikasikan adanya elongation serviks. Titik D hilang dengan
sendirinya bila serviks tidak ada seperti pada paska histerektomi total.
2 titik pada dinding posterior vagina adalah :
Titik Bp : yaitu titik paling distal dari bagian manapun pada dinding
posterior vagina atas yang terbentang dari cuff vagina atau forniks
posterior sampai titik Ap. Per definisi , titik Bp adalah -3 pada saat tidak
ada prolapsed an dapat bernilai positif yang sebanding denngan posisi
cuff pada wanita dengan eversi total vagina paska histerektomi.
Titik Ap adalah titik yang berlokasi pada garis tengah dinding posterior
vagina 3 cm proksimal hymen. Per definisi, posisi Ap dapat terbentang
antara -3 sampai + 3 dari hymen.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Sama seperti yang telah disebutkan diatas, maka istilah rektocele atau
enterocele sebaiknya digantikan dengan prolapsus dinding belakang vagina.
Hiatus Genitalis , Badan Perineal dan Panjang Total Vagina
Hiatus Genitalis atau Genital Hiatus (GH) diukur dari pertengahan meatus
urethra eksterna hingga bagian tengah posterior hymen . Bila batasan hymen
tidak jelas, maka jaringan badan perineal menjadi batas bawah dari hiatus
genitalis.
Badan Perineal atau Perineal Body (PB) diukur dari batas posterior hiatus
genitalis hingga titik tengah lubang anus. Hasil pengukuran GH dan PB
dinyatakan dalam satuan sentimeter.
Panjang Total Vagina atau Total Vaginal Length (TVL) merupakan jarak
terdalam vagina dalam sentimeterketika titik C atau titik D direduksi atau
dikembalikan ke posisi anatomis normal.
Semua pengukuran diatas (GH, PB, titik Aa, Ba, C, D, Bp, Ap) dengan
pengecualian TVL , dilakukan pada keadaan pasien mengedan maksimum atau
melakukan valsava maneuver. Bila valsava tidak dapat dilakukan dengan baik ,
maka pengukuran dilakukan dengan meminta pasien untuk batuk keras.
2.3.2.2. Penentuan Staging Prolapsus Organ Pelvis dengan system POPQ
7
Staging ditentukan berdasarkan bagian prolapse terburuk saat mengedan
maksimum. Sebelum staging ini ditentukan maka pemeriksaan deskripsi
prolapse secara kuantitatif harus dilakukan terlebih dahulu.
Staging prolapse organ pelvis berdasarkan sistem POPQ adalah sbb :
Stage 0 : Tidak ada prolapse. Titik Aa, Ap, Ba dan Bp terletak pada -3
cm dan baik titik C atau D berada pada TVL (total vaginal length=
panjang vagina total ) cm dan (TVL-2)cm .
Stage I : Kriteria stage 0 tidak terpenuhi, namun bagian paling distal dari
prolapse berada > 1cm diatas hymen ( nilai kuantifikasinya <-1cm)
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Stage II : Bagian paling distal dari prolapse berada 1 cm proximal dari
atau distal terhadap hymen . (nilai kuantifikasinya -1cm namun +1cm )
Stage III : bagian paling distal dari prolapse berada > 1 cm dibawah
hymen namun tidak menonjol melebihi panjang TVL -2 cm . Nilai
kuantifikasinya adalah > +1 cm namun < + (TVL -2 )cm .
Stage IV : Eversi total keseluruhan panjang genitalia. Bagian distal
prolapse keluar paling tidak (TVL-2 cm). Nilai kuantifikasi + (TVL-2)cm .
Pada kebanyakan kasus, tepian paling distal dari prolapse stage IV
adalah serviks atau skar cuff vagina.
Pencatatan hasil pengukuran sistem POPQ dapat dilakukan dengan sistem
three by three grid .
7


Gambar 4. Three by three grid system : Pencatatan hasil pengukuran POPQ

2.4. DISTRIBUSI STAGING PROLAPSUS ORGAN PELVIS

Angka harapan hidup manusia cenderung meningkat . Wanita khususnya,
cenderung memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi dari pria. Hal ini
memberikan implikasi terhadap makin banyaknya populasi wanita paska
menopause yang akan hidup lebih lama. Dengan demikian, maka penanganan
dan pencegahan penyakit kronik menjadi sangat penting.
3
Berbagai penelitian yang ada terhadap prolapsus organ pelvis ini cenderung
berkonsentrasi pada populasi usia perimenopause, atau pada populasi yang
sudah mengalami prolapsus simptomatik. Gambaran yang diberikan oleh
penelitian ini tidak bisa merepresentasikan populasi wanita secara umum.
Belakangan tahun terakhir terdapat beberapa usaha untuk mendapatkan
gambaran prolapsus organ pelvis yang lebih dapat merepresentasikan populasi
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
wanita secara umum, dengan rentang usia dari wanita muda hingga
menopause dan mencakup beberapa ras suku bangsa dalam populasi
penelitiannya.
1,2,5,6,13,36

Swift dkk (2000) , mendapatkan dalam penelitiannya bahwa prolapsus organ
pelvis dalam populasi pasien rawat jalan ginekologi mempunyai distribusi
menyerupai kurva Bell, dimana diperoleh POPQ stageI 43% , stage II 47,7%
dan hanya 2,6% yang berada pada POPQ stage III . Dalam penelitian ini Swift
hanya menemukan 6,4% dari populasi penelitian (n=497) yang tidak mengalami
prolapsus sama sekali (POPQ stage 0).
5
Swift dkk (2003) melakukan penelitian terhadap 497 wanita berusia 18-82
tahun dan kembali mendapatkan stage 0 18 orang, stage I 214 orang, stage II
231 orang dan stage III 14 orang.
1

Swift dkk (2005) kembali melakukan penelitian terhadap 1004 wanita usia 18-
83 tahun dan menemukan stage 0 24%, stage I 38%, stage II 35% , stage III
2%. Ketiga penelitian Swift (tahun 2000, 2003 dan 2005) melibatkan distribusi
ras kulit putih berkisar 40%, kulit hitam 20% , ras Hispanik 30% dan ras Asia
dan lainnya sebesar 2%.
6
Ghetti (2005) dalam penelitian retrospektif terhadap 905 wanita yang menjalani
pemeriksaan POP mendapatkan stage 0 sebanyak 5%, stage I 19%, stage II
53%, Stage III 12% dan stage IV 11%.
2
Kahn (2005) melakukan pemeriksaan stage prolapse dengan sistem POPQ
secara multisenter terhadap 1004 wanita berusia > 18 tahun saat menjalani
pemeriksaan ginekologi rutin mendapatkan secara keseluruhan stage 0
dijumpai sebesar 24%, stage I 38%, stage II 35% dan stage III 3%.

Tegerstedt (2006) yang meneliti faktor resiko obstetric pada 454 wanita
dengan POP simptomatik mendapatkan distribusi staging POP dengan stage 0
sebesar 0,8%, stage I 22%, stage II 62,6%, stage III 12% dan stage IV sebesar
1,5%. Pada 79 populasi kontrolnya yang tidak mempunyai symptom POP
memiliki distribusi staging POP yaitu stage 0 18%, stage I 61%, stage II 20%,
stage III 1,3% . Tidak ada populasi kontrol dengan stage IV.
13

Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
2.5. FAKTOR RESIKO PROLAPSUS ORGAN PELVIS

Banyak hal dalam kehidupan seorang wanita ternyata memberikan sumbangsih
terhadap terjadinya prolapsus organ pelvis ini.
Tingkatan POPQ cenderung naik sesuai dengan pertambahan usia. Swift
(2000) mendapatkan POPQ derajat I atau II kebanyakan terjadi pada wanita
usia muda , sedangkan POPQ tingkat III atau IV sebanyak 2,6 % ternyata
terjadi kebanyakan pada usia > 40 tahun dan prevalensinya meningkat menjadi
21% pada wanita berusia > 70 tahun.
5
Paritas berkaitan erat dengan peningkatan resiko untuk prolapsus organ pelvis.
Hendrix dkk.(2002) dalam penelitian WHI (Womens Health Initiatives) ,
mendapatkan persalinan pertama memberikan odds ratio 2,13 untuk kejadian
prolapsus uteri dan penambahan OR 1,10 untuk setiap persalinan berikutnya.
Namun demikian resiko ini tidak bertambah lagi setelah persalinan 5.
15

Data penelitian epidemiologi Oxford Family Planning Association
mendapatkan paritas sebagai faktor resiko terbesar untuk prolapsus organ
pelvis dengan adjusted risk ratio 10,85.
15

Tegerstedt (2006) dalam penelitiannya terhadap 453 wanita dengan prolapsus
organ pelvis simptomatik menemukan bahwa wanita yang melahirkan 4 anak
mempunyai OR 3.3 dibanding wanita beranak satu.
13

Sze dkk (2002) menilai terjadinya POP pada 94 wanita nulipara pada
kehamilan 36 minggu dan 6 minggu paska persalinan (POP yang terdeteksi
dianggap terjadi saat proses melahirkan) . Sze menunjukkan bahwa seksio
sesarea elektif hanya berpengaruh sebagian dalam mencegah terjadinya
prolapsus. Seksio sesarea yang didahului keadaan inpartu dan persalinan per
vaginam ternyata memiliki efek sama terhadap pelvic support seorang wanita.
Sze mengindikasikan bahwa prolapsus terjadi pada kala I persalinan , dan
bukan pada kala II persalinan. Dalam penelitiannya, Sze dkk juga menemukan
bahwa wanita parous mengalami defek lantai dasar panggul lebih banyak dari
wanita nulipara ( 54% vs 15% , p<.001) . Hal ini menunjukkan bahwa proses
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
kehamilan dan melahirkan adalah penyebab utama dari prolapsus organ
pelvis.
14

Oboyle dkk dalam penelitiannya terhadap 135 wanita nulipara , mengikuti
perkembangan terjadinya POP pada tiap trimester kehamilan dan paska
persalinan. OBoyle mendapatkan bahwa stage POPQ trimester ketiga dan
paska persalinan lebih tinggi signifikan dibandingkan stage POPQ trimester
pertama (p < 0.001). Paska persalinan , stage POPQ lebih tinggi bermakna
pada wanita dengan persalinan pervagina dibanding seksio sesarea (p=0.02).
17

Tegerstedt (2006) mendapatkan persalinan per abdominal memberikan
proteksi dimana OR terjadinya POP setelah persalinan per abdominal 1
adalah 0,5(95% CI, 0,3-0,9) dibanding dengan wanita yang melahirkan per
vaginam saja.
13

Lebih lanjut Tegerstedt (2006) menyebutkan regangan berlebihan dan robekan
jalan lahir (laserasi vagina atau episiotomi) berkaitan dengan resiko prolaps
organ pelvis simptomatik. Persalinan dengan forcep maupun vakum
nampaknya tidak meningkatkan resiko, demikian juga dengan lama persalinan
atau usia ibu saat melahirkan.
13
Namun demikian K.Singh dkk (2001)
melakukan MRI dasar panggul terhadap 160 wanita 9-12 bulan paska
persalinan pertama per vaginam dan menemukan peningkatan Odds Ratio
(OR) defek levator pada wanita yang menggunakan forcep saat persalinan (OR
14,7) , rupture sfingter ani (OR 8,1) dan episiotomi (OR 3,1).
41
Schaffer (2005) menyebutkan dasar panggul terpapar pada resiko trauma
penekanan akibat turunnya bagian terbawah dan juga akibat tekanan
mengedan ibu . Pada suatu studi terhadap 42 wanita saat melahirkan,
ditemukan tekanan puncak rata rata terhadap kepala janin dan dasar panggul
saat mengedan kuat adalah 238.2 82.4 mm Hg dan tekanan maksimum bisa
mencapai 403 mmHg. Pada ibu yang mengedan tanpa pimpinan penolong,
proses mengedan umumnya tidak tercetus hingga kontraksi uterus benar benar
terjadi dan keinginan mengedan timbul. Mengedan tanpa pimpinan penolong
juga umumnya berlangsung lebih singkat dengan penahanan nafas tidak
melebihi 6 detik. Namun pada proses mengedan yang dipimpin oleh penolong,
ibu biasanya diharuskan mengedan panjang yaitu lebih dari 10 detik, menarik
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
nafas dan mengedan kembali. Schaffer menyebutkan bahwa mengedan
terpimpin dalam persalinan, ditinjau dari segi preservasi dasar panggul,
mungkin dapat memberikan efek yang tidak baik.
22

Hendrix dkk. (2002) menyatakan kelebihan berat badan berkaitan dengan
kejadian prolapsus uteri. BMI 25-30kg/m2 (overweight) berkaitan dengan
peningkatan bermakna prolapsus uteri sebanyak 31%, sedangkan obesitas
(BMI > 30 kg/ m2) berhubungan dengan peningkatan prolapsus sebesar 40%.
Lingkar perut 88cm meningkatkan resiko rektocele dan cystocele sebanyak
17%.
15
Hendrix dkk(2002) menyebutkan wanita yang melahirkan bayi > 4000 gram
cenderung untuk mengalami prolapsus organ pelvis. Prolapsus dengan POPQ
stage II terjadi pada 66% wanita dengan bayi > 4000 gram dibandingkan
dengan hanya 53% wanita dengan berat badan bayi normal (p<.0001).
15
Hal
yang sama didapat oleh Tegersted (2006) dimana hubungan berat badan lahir
bayi >4000gr berkaitan dengan terjadinya POP simptomatik dan berat lahir
dapat memprediksi resiko POP simptomatik lebih baik dibandingkan rupture
atau episiotomi.
13
Casey (2005) melakukan penelitian terhadap 3887 wanita primipara 300 hari
paska persalinan. Casey mendapatkan simptom stress dan urge inkontinensia
urine menurun bermakna pada wanita yang menjalani seksio sesarea (p <.01).
simptom urge inkontinensia lebih banyak dua kali lipat pada wanita yang
melahirkan dengan bantuan forceps (p=.04). Simptom inkontinensia anal juga
meningkat dengan berat lahir bayi > 4000gram (p=.006) dan berlipat dua pada
wanita yang menerima oksitosin dan menerima episiotomi (p=.01).
16
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa resiko prolapsus berbeda diantara
grup etnis sehingga pendekatan modifikasi faktor resiko dan pencegahan
prolapsus juga akan berbeda. Setelah mengontrol usia, BMI dan variable
kesehatan dan fisik lainnya, penelitian WHI ini mendapatkan wanita Amerika
turunan Afrika mempunyai resiko terendah sedangkan ras Hispanik dengan
resiko tertinggi untuk prolapsus uterus.
15
Sze dkk, dalam penelitiannya
mendapatkan ras Asia dan kulit hitam lebih sedikit yang menginginkan usaha
operasi perbaikan untuk prolapsus genitalis dibanding ras kulit putih.
14
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Dalam penelitian WHI , tingkat pendidikan, jenis pekerjaan , penyakit kronis,
status histerektomi, lama menopause, durasi pemakaian terapi sulih hormon,
konsumsi kopi dan aktifitas fisik tidak menunjukkan hubungan atau minimal
berhubungan dengan terjadinya prolapsus organ pelvis.
15
Arya (2005) mengungkapkan bahwa resiko konstipasi lebih besar pada wanita
dengan prolapsus dibanding kontrol. (odds ratio 4.03, 95% CI 1.5-11.4). Asupan
rata rata serat tidak larut air lebih rendah secara bermakna pada wanita dengan
prolapse (2,4gram) dibanding kontrol (5,8 gram ).
37
Soligo (2006) meneliti 786 pasien uroginekologi dan mendapatkan 32 %
mengalami konstipasi. Prolapsus organ pelvis stage 2 ditemukan pada 44 %
wanita. Colpocele posterior ditemukan lebih sering pada wanita yang
mengalami konstipasi (35% vs 19% , p<.0001), sehingga dengan demikian
konstipasi sebagai faktor resiko dengan OR 2,31. Colpocele anterior berat
tampaknya justru melindungi efek konstipasi terhadap terjadinya prolapsus
(OR 0,8).
38
Swift dkk menemukan bahwa wanita premenopause umumnya memiliki stage
lebih rendah daripada wanita paska menopause yang tidak memperoleh TSH
(terapi sulih hormon) (p=.001) . Namun Swift tidak menemukan perbedaan
stage POPQ yang bermakna secara statistik antara pasien paska menopause
yang menerima ataupun tidak menerima TSH. Histerektomi total per vaginam
nampaknya memperbesar resiko prolapsus organ pelvis dibandingkan wanita
yang pernah menjalani histerektomi per abdominal.
1,5,6










Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross sectional . Pasien wanita yang
berkunjung ke poliklinik ginekologi RSUP H. Adam Malik dan RSU dr. Pirngadi
Medan untuk pemeriksaan ginekologi , yang mememuhi kriteria penerimaan ,
diperiksa derajat / tingkatan prolapsus organ pelvis dengan menggunakan
standar sistem POPQ .
Kemudian pasien ditanyakan mengenai faktor-faktor resiko yang diperkirakan
berkaitan erat dengan kejadian prolapsus organ pelvis seperti faktor umur,
pekerjaan, berat badan (BMI), paritas, jenis persalinan (pervaginam saja atau
seksio sesarea saja) , jumlah persalinan pervaginam , apakah persalinan
dengan seksio sesarea didahului oleh keadaan inpartu, apakah persalinan
pervaginam menggunakan alat vakum atau forceps, ada tidaknya laserasi jalan
lahir atau dilakukannya episiotomi, berat badan anak terberat yang pernah
dilahirkan, riwayat operasi , riwayat penyakit medis, status menopause dan
pemakaian terapi sulih hormon.
Setelah mendapatkan staging prolapsus organ pelvis berdasarkan sistem
POPQ, tiap pasien dan data mengenai berbagai faktor resiko yang telah
disebutkan diatas diolah dengan metode X2 Pearson untuk mendapatkan
gambaran peranan masing-masing faktor resiko tersebut terhadap terjadinya
prolapsus organ pelvis pada setiap stage yang ada.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan
dan Poliklinik Ginekologi RSU dr. Pirngadi Medan .
Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 3 bulan, yaitu dari bulan
Januari 2007 sampai akhir Maret 2007.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
3.3 POPULASI PENELITIAN DAN BESAR SAMPEL PENELITIAN
Populasi penelitian adalah pasien wanita yang berobat ke poliklinik rawat jalan
ginekologi RSUP Haji Adam Malik dan RSU dr. Pirngadi Medan yang
memenuhi kriteria penerimaan.
Besar sampel penelitian ditentukan kemudian yaitu sejumlah pasien wanita
yang memenuhi kriteria penerimaan yang berkunjung ke poliklinik rawat jalan
RSUP H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan selama periode penelitian.

3.4. KRITERIA PENERIMAAN
- Setiap pasien wanita berumur > 18 tahun , sudah menikah, yang
berkunjung ke poliklinik ginekologi RS Haji Adam Malik dan atau RS dr.
Pirngadi Medan .
- Pasien yang membutuhkan periksa dalam (VT) pada pemeriksaan fisik di
poli ginekologi.
- Pasien yang memberikan persetujuan tertulis setelah mendengarkan
penjelasan mengenai kepentingan penelitian klinis ini.

3.5. KRITERIA PENOLAKAN
- Pasien wanita yang belum menikah
- Pasien wanita yang pada pemeriksaan ginekologis terdapat kelainan
ginekologis seperti tumor alat genitalia ( tumor ovari, mioma uteri, dsb )
- Pasien wanita yang sedang hamil atau dalam masa nifas (6 minggu
paska persalinan)
- Pasien yang menolak mengikuti penelitian ini.


Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
3.6. BAHAN DAN CARA KERJA
1. Pasien diminta kesediaannya untuk diperiksa dan menanda tangani
surat persetujuan tertulis untuk mengikuti penelitian .
2. Setelah pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih ,
pemeriksaan dilakukan dengan posisi litotomi.
3. Pasien diminta dan dinilai kemampuan melakukan valsava maneuver
dengan benar. Bila pasien tidak mengerti maka maneuver ini diajarkan
kepada pasien, namun bila tetap tidak dapat dilakukan dengan benar,
maka penilaian POPQ selanjutnya dilakukan dengan pasien
diinstruksikan untuk batuk keras.
4. Alat pengukur yang digunakan adalah oval klem atau spatula kayu yang
telah ditandai setiap sentimeternya.
5. Penilaian POPQ dimulai dengan menentukan ukuran panjang hiatus
genitalis (GH), badan perineal (PB) dan panjang vagina total (TVL) .
6. Dengan menggunakan blade speculum secara bergantian ; pertama
dengan memasang blade speculum pada dinding posterior vagina,
secara berturutan diukur posisi titik Aa, Ba dan titik C.
7. Dengan memasang blade speculum pada dinding anterior vagina ,
secara berturut diukur posisi titik D, Bp dan titik Ap. Semua titik dan
ukuran panjang terkecuali panjang total vagina (TVL) dilakukan dengan
pasien mengedan maksimum (valsava/ batuk keras)
8. Pencatatan dilakukan dengan sistem three by three grid . Setelah
pencatatan dilakukan , pemeriksaan fisik untuk penilaian prolapsus
organ pelvis dengan sistem POPQ dinyatakan selesai.
9. Pasien kemudian ditanya dengan menggunakan kuesioner menyangkut
data pasien beserta faktor faktor resiko yang dianggap berkaitan dengan
terbentuknya prolapsus organ pelvis.
10. Data yang didapat dari pemeriksaan fisik yaitu staging dari prolapsus
dan faktor resiko prolapsus kemudian diolah secara statistik .
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
3.7. ETIKA PENELITIAN
Semua peserta penelitian diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian dan
cara pemeriksaan. Penelitian hanya dijalankan setelah mendapat persetujuan
tertulis secara sukarela dari setiap peserta penelitian dengan menandatangani
surat pernyataan persetujuan ( Informed consent ).
Setiap peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan
terhadapnya.
Peserta penelitan juga berhak oleh dasar alasan apapun menarik diri dari
penelitian.
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik penelitian oleh komite etik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.




















Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Total 112 wanita yang memenuhi kriteria penerimaan penelitian diperiksa
antara Januari 2007 hingga akhir Maret 2007 pada poliklinik ginekologi RSUP
Haji Adam Malik dan RSU Dr. Pirngadi Medan . Median umur dari wanita-
wanita ini adalah 42 tahun. Seluruh subjek penelitian merupakan wanita dengan
ras Asia.
Distribusi stage prolapsus organ pelvis berdasarkan sistem POPQ dalam
populasi ini adalah sebagai berikut : stage 0 , 23.2 %; stage 1, 31.3 %; stage
2, 34.8%; and stage 3, 10.7%. Dalam penelitian ini, kami tidak menemukan
subjek penelitian yang mencapai POPQ stage 4.
Distribusi stage prolapsus organ pelvis di atas menunjukkan bentuk kurva Bell,
seperti halnya distribusi stage prolapsus organ pelvis yang didapat dari
penelitian-penelitian oleh Swift, Ghetti, dan Tegersted.
1,2,13
Kebanyakan dari
subjek berada pada stage 0, 1, dan stage 2. 54,4% subjek berada pada stage 0
dan stage 1, dimana bagian terbawah organ yang mengalami prolapsus masih
berada >1 cm diatas hymen. Hal ini merepresentasikan support dasar panggul
yang baik dan kebanyakan dijumpai pada wanita berusia muda (<35 tahun).
POPQ stage 0 dalam penelitian ini dijumpai cukup banyak dan hampir
mendekati hasil yang didapat oleh Swift yaitu POPQ stage 0 sebanyak 24%.
6

Subjek dengan stage 3 (10,7%) yang menggambarkan defek dasar panggul
yang cukup berat kebanyakan dijumpai pada wanita berusia >50 tahun dan
semua subjek stage 3 memiliki paritas >3 dan frekuensi melahirkan per
vaginam >3.
Pada tabel 1 terlihat bahwa subjek penelitian dalam kategori umur 18-35 tahun
cenderung memiliki support pelvis yang baik ( POPQ stage 0 dan stage 1)
dibandingkan dengan subjek penelitian yang berada pada kategori umur >50
tahun, dimana kebanyakan subjek tersebut telah memiliki defek dasar panggul
sedang maupun berat (POPQ stage 2 dan 3). Analisa Pearson
2
menemukan
kecenderungan bermakna dari peningkatan stage POPQ dengan meningkatnya
umur (P=.0001).
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
TABEL 1. PERSENTASE SUBJEK PENELITIAN DALAM KELOMPOK UMUR, JENIS
PEKERJAAN DAN INDEKS MASSA TUBUH (BMI) TERHADAP BERBAGAI STAGE
PROLAPSUS ORGAN PELVIS (POP) BERDASARKAN SISTEM POPQ

STAGE 0 STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3 TOTAL
VARIABEL
N % N % N % N % N %

P value
UMUR(THN)
18-35 17 15.2 17 15.2 6 5.4 0 0 40 35.7
36-50 7 6.3 15 13.4 16 14.3 2 1.8 40 35.7
>50 2 1.8 3 2.7 17 15.2 10 8.9 32 28.6
.0001
PEKERJAAN
Labour 20 17.9 31 27.7 31 27.7 11 9.8 93 83
Non Labour 6 5.4 4 3.6 8 7.1 1 0.9 19 17
.487
BMI
<25 23 20.5 23 20.5 20 17.9 7 6.3 73 65.2
25-30 2 1.8 9 8.0 13 11.6 4 3.6 28 25
>30 1 0.9 3 2.7 6 5.4 1 0.9 11 9.8
.116
BMI = Body Mass Indeks ( kg/m2)

Pekerjaan dan aktivitas berat sering dikaitkan dengan pembentukan prolapsus
di banyak penelitian. Penelitian Danish Nursing Assistants yang sering
mengangkat beban berat 1,6 kali lebih banyak menjalani operasi prolapsus
dibandingkan populasi kontrol. Penelitian di Jerman mengungkapkan 40%
wanita dengan prolapsus uteri memiliki riwayat kerja berat dibandingkan 17%
subjek kontrol. Peneltian di Itali juga mengungkapkan ibu rumah tangga 3,1 kali
cenderung menjalani operasi prolapus organ pelvis dibandingkan pekerja
professional atau managerial.
2

Kebanyakan subjek (83%) mempunyai pekerjaan yang dapat dikategorikan
kerja berat (ibu rumah tangga, petani, berjualan di pasar tradisional, dsb) , yang
merupakan gambaran lazim ditemukan pada wanita Asia di negara sedang
berkembang. Namun dalam penelitian ini , analisa Pearson
2
tidak
menemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara stage prolapsus
organ pelvis dengan jenis pekerjaan ( P=.487).


Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Penelitian WHI menemukan hubungan bermakna antara BMI dan terjadinya
prolapsus organ pelvis. Overweight (BMI 25-30kg/m2) berkaitan dengan
prolapsus uteri (31%), rektokel (38%), cystocele (39%). Obesitas
(BMI>30kg/m2) juga berkaitan dengan prolapse uteri 40%, rektokel 75% dan
cystocele 57%.
2
Kebanyakan subjek dalam penelitian ini memiliki BMI normal
(BMI<25) dan hanya 9,8% yang masuk dalam kategori obesitas (BMI>30).
Analisa Pearson mengungkapkan tidak adanya hubungan yang bermakna
antara stage prolapsus organ pelvis dengan BMI (P = .116).

TABEL 2. PERSENTASE SUBJEK PENELITIAN DALAM KELOMPOK STATUS
PARITAS , BANYAKNYA PERSALINAN PER VAGINAM, PEMAKAIAN FORCEP/
VAKUM , BERAT BAYI LAHIR TERBERAT , ADA TIDAKNYA LASERASI JALAN
LAHIR DAN EPISIOTOMI TERHADAP BERBAGAI DERAJAT STAGE PROLAPSUS
ORGAN PELVIS (POP) BERDASARKAN SISTEM POPQ

STAGE 0 STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3 TOTAL VARIABEL
N % N % N % N % N %
P
Value
PARITAS
0 15 13.4 4 3.6 0 0 0 0 19 17.0
1-3 10 8.9 20 17.9 11 9.8 0 0 41 36.6
>3 1 0.9 11 9.8 28 25.0 12 10.7 52 46.4
.0001
PERVAGINAM
0 18 16.1 4 3.6 1 0.9 0 0 23 20.5
1-3 8 7.1 21 18.8 11 9.8 0 0 40 35.7
>3 0 0 10 8.9 27 24.1 12 10.7 49 43.8
.0001
VAKUM/FORCEP
Pernah 0 0 3 2.7 5 4.5 0 0 8 7.1
Tidak Pernah 26 23.2 32 28.6 34 30.4 12 10.7 104 92.9
.177
BERAT LAHIR /kg
<3500 10 10,8 27 29 18 19,4 4 4,3 59 63,4
3500-4000 0 0 4 4,3 11 11,8 6 6,5 21 22,6
>4000 1 1,1 0 0 10 10,8 2 2,2 13 14,0
.0001
LASERASI
Ada 0 0 7 6.3 24 21.6 6 5.4 37 33.3
Tidak ada 25 22.5 28 25.2 15 13.5 6 5.4 74 66.7
.0001
EPISIOTOMI
Ada 5 4.5 18 16.1 18 16.1 2 1.8 43 38.4
Tidak Ada 21 18.8 17 15.2 21 18.8 10 8.9 69 61.6
.019

Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Kehamilan dan persalinan per vaginam merupakan teori etiologi paling popular
dalam menjelaskan terjadinya prolapsus organ pelvis. Kerusakan saraf, fascia
dan otot dasar panggul sebagai akibat dari proses persalinan dipostulasikan
sebagai faktor penyebab dari pembentukan prolapsus organ pelvis.
14-16, 25-35

Pada tabel 2 , wanita dengan paritas lebih dari tiga cenderung memiliki defek
dasar panggul sedang maupun berat (POPQ stage 2 dan stage 3), yang secara
kontras berlawanan dengan kecenderungan wanita nulipara yang
keseluruhannya mempunyai support dasar panggul yang baik (POPQ stage 0
dan stage 1) dan tidak adanya wanita nulipara yang mempunyai support pelvis
POPQ stage 2 dan 3. Analisa Pearson
2
menemukan adanya kecenderungan
bermakna secara statistik dari peningkatan stage prolapsus organ pelvis
berdasar sistem POPQ dengan meningkatnya jumlah paritas (P = .0001).

Dalam penelitian ini, wanita dengan jumlah persalinan per vaginam lebih dari
tiga cenderung lebih banyak memiliki defek dasar panggul sedang maupun
berat (POPQ stage 2 dan stage 3) dan tidak adanya wanita dengan persalinan
per vaginam > 3 kali mempunyai support pelvis POPQ stage 0 . Hal ini sangat
berbeda pada wanita yang tidak pernah mengalami persalinan per vaginam
(bisa pernah hamil namun persalinan berakhir dengan seksio sesarea), dimana
hanya 0,9 % dengan POPQ stage 2 dan 0% pada POPQ stage 3.
Analisa Pearson
2
menemukan adanya kecenderungan bermakna secara
statistik dari peningkatan stage prolapsus organ pelvis berdasar sistem POPQ
dengan meningkatnya jumlah persalinan per vaginam (P = .0001).
Dalam penelitian ini , jumlah subjek dengan kehamilan >3 yang semuanya
berakhir dengan persalinan per abdominal (seksio sesarea ) sangat sedikit
sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan analisa statistik. Walaupun
kedua wanita yang menjalani seksio sesarea 2 dalam penelitian ini
mempunyai support pelvis POPQ stage 0, adalah belum memungkinkan bagi
kami untuk menyatakan dengan pasti apakah proses kehamilan atau modus
persalinan (pervaginam atau seksio sesarea ) yang memberikan impak lebih
pada perkembangan prolapsus organ pelvis .


Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Hendrix dkk(2002) menyebutkan wanita yang melahirkan bayi > 4000 gram
cenderung untuk mengalami prolapsus organ pelvis. Prolapsus dengan POPQ
stage II terjadi pada 66% wanita dengan bayi > 4000 gram dibandingkan
dengan hanya 53% wanita dengan berat badan bayi normal (p=.0001).
15
Hal
yang sama didapat oleh Tegersted (2006) dimana hubungan berat badan lahir
bayi >4000gr berkaitan dengan terjadinya POP simptomatik dan berat lahir
dapat memprediksi resiko POP simptomatik lebih baik dibandingkan rupture
atau episiotomi.
13
Analisa Pearson
2
menemukan kecenderungan bermakna
secara statistik dari peningkatan stage prolapsus organ pelvis berdasar sistem
POPQ dengan meningkatnya berat lahir anak (P = .0001).
Walaupun analisa Pearson
2
menunjukkan adanya kecenderungan bermakna
secara statistik antara peningkatan stage prolapsus berdasar sistem POPQ
dengan laserasi jalan lahir (P = .0001), namun demikian episiotomi tidak
mencapai tingkat kebermaknaan setinggi laserasi jalan lahir (P=.019).

Hubungan antara stage prolapsus organ pelvis dengan penggunaan vakum
dalam penelitian ini tidak menunjukkan hubungan bermakna secara statistik.

TABEL 3. PERSENTASE SUBJEK PENELITIAN DALAM KELOMPOK STATUS
KESULITAN BUANG AIR BESAR (BAB), STATUS MENOPAUSE DAN STATUS
HISTEREKTOMI TERHADAP BERBAGAI STAGE PROLAPSUS ORGAN PELVIS
(POP) BERDASAR SISTEM POPQ

STAGE 0 STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3 TOTAL VARIABEL
N % N % N % N % N %
P
value
KESULITAN BAB
Ada 2 1.8 8 7.1 9 8.0 55 4.5 24 21.4
Tidak Ada 24 21.4 27 24.1 30 26.8 7 6.3 88 78.6
.115
MENOPAUSE
Pre Menopause 24 21.4 34 30.4 24 21.4 2 1.8 84 75.0
Paska Menopause 2 1.8 1 0.9 15 13.4 10 8.9 28 25.0
.0001
HISTEREKTOMI
Uterus Intak 26 23.2 34 30.4 38 33.9 12 10.7 110 98.2
TAH 0 0 1 0.9 1 0.9 0 0 2 1.8
.788



Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008

Pada tabel 3 tampak bahwa kebanyakan subjek (78,6%) pada penelitian ini
tidak mengalami kesulitan dalam buang air besar ( BAB keras, frekuensi BAB
<2 kali per minggu , keharusan untuk mengedan keras saat BAB) . Dalam
penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara
kesulitan BAB dengan stage prolapsus organ pelvis (P=.115).

Pada penelitian ini, wanita yang belum mengalami menopause menunjukkan
support dasar panggul yang baik (51,8% berada pada stage 0 dan stage 1),
24% dengan defek dasar panggul sedang/ moderat dan hanya 1,8% yang
mengalami defek dasar panggul berat. Wanita yang sudah mengalami
menopause sebaliknya menunjukkan defek dasar panggul yang lebih berat
(22% berada pada stage 2 dan stage 3). Analisa Pearson
2
menunjukkan
hubungan yang bermakna antara stage prolapsus organ pelvis dengan status
menopause (P=.0001). Semua wanita menopause dalam penelitian ini tidak
pernah mendapatkan terapi sulih hormon, sehingga pembandingan antara
wanita menopause yang menerima terapi sulih hormon dengan wanita
menopause yang tidak menerima TSH tidak dapat dilakukan.

Dalam tiga bulan pengamatan dalam penelitian ini, kami hanya
mendokumentasi dua subjek penelitian yang di histerektomi, dimana keduanya
dilakukan secara histerektomi trans abdominal. Dalam penelitian ini, kami juga
tidak menemukan subjek penelitian yang pernah menerima operasi perbaikan
prolapsus organ pelvis ataupun pembedahan rekonstruksi vagina. Analisa
Pearson
2
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara status
histerektomi dan stage prolapsus organ pelvis.

Peneliti meyakini adanya perbedaan mendasar dari populasi ras Asia dengan
non Asia . Faktor budaya terutama membuat wanita Asia , khususnya Indonesia
memang memiliki sifat unik tersendiri. Banyak wanita yang oleh desakan faktor
faktor ini diharuskan untuk menikah pada usia muda, mempunyai banyak anak
dan sering harus menjalani persalinan di daerah dengan fasilitas dan
pertolongan medis yang minim. Hal ini tentunya akan menambah kasus partus
lama atau bahkan partus terlantar. Faktor budaya ditambah kurangnya
pengetahuan juga sering menyebabkan wanita Asia enggan berobat , terutama
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
bila penyakitnya menyangkut masalah kewanitaannya, sehingga mereka
cenderung untuk mencari bantuan pada saat penyakitnya sudah berada pada
stadium lanjut. Oleh sebab itu , untuk maksud ini kami merasa homogenitas
subjek penelitian dimana seluruhnya merupakan wanita dengan ras Asia
bangsa Indonesia (kebanyakan merupakan suku Batak dan Melayu) ,
merupakan kekuatan tersendiri dari penelitian ini.
Namun demikian, kami merasa bahwa penelitian ini belum dapat mewakili ras
Asia secara keseluruhan dan dengan demikian kami dalam kesempatan ini juga
menekankan perlunya penelitian lebih lanjut yang melibatkan lebih banyak sub
ras Asia (seperti sub ras Melayu, India, Cina, dsb) di banyak pusat pelayanan
medis di berbagai negara Asia , sehingga gambaran distribusi staging
prolapsus akan lebih dapat mewakili ras Asia secara keseluruhan.

Pada akhirnya, penelitian ini sekali lagi menggambarkan >75% dari seluruh
subjek penelitian mempunyai berbagai stage prolapsus (stage 1,2,3) dan hanya
23% yang tidak mengalami defek dasar panggul sama sekali (POPQ stage 0).
Hal ini menunjukkan dua hal, yaitu pertama bahwa ras Asia juga tidak kebal
terhadap terjadinya prolapsus organ pelvis dan kedua, menekankan sekali lagi
pentingnya usaha aktif untuk mencari ada tidaknya prolapsus organ pelvis
terutama pada pasien wanita usia muda dan pada pasien yang belum
mengeluhkan gejala prolapsus. Hanya dengan cara ini kita dapat lebih banyak
mempelajari patogenesis, mencari faktor etiologi dan memperbaiki cara
pencegahan dan penanganan prolapsus organ pelvis dengan lebih baik lagi.












Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN

Distribusi staging prolapsus organ pelvis berdasarkan sistem POPQ pada
wanita Asia yang berkunjung ke poliklinik rawat jalan di RSUP H. Adam
Malik dan RSU dr. Pirngadi Medan secara keseluruhan adalah sebagai
berikut : Stage 0 , 23.2 %; stage 1, 31.3 %; stage 2, 34.8%; and stage
3,10.7%. Dalam penelitian ini, kami tidak menemukan subjek penelitian
yang mencapai POPQ stage 4.

Faktor resiko yang mempunyai hubungan bermakna secara statistik
terhadap terbentuknya prolapsus organ pelvis adalah bertambahnya usia,
jumlah paritas dan jumlah persalinan per vaginam, berat badan lahir bayi
terberat yang pernah dilahirkan, riwayat laserasi jalan lahir, riwayat
episiotomi dan status menopause.

B. SARAN
Peneliti menyarankan agar penelitian ini dapat dilakukan pada berbagai
pusat rumah sakit rujukan dari berbagai daerah di Indonesia atau dengan
kurun waktu penelitian yang lebih panjang, sehingga baik gambaran
distribusi staging prolapsus organ pelvis dan faktor resiko yang mungkin
berperan akan lebih dapat mewakili populasi masyarakat Indonesia secara
lebih baik.








Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR PUSTAKA

1. Swift SE, Tate SB. Correlation of simptoms with degree of pelvic organ support in
a general population of women: What is pelvic organ prolapse? Am J Obstet
Gynecol 2003. Vol 189 : 2
2. Ghetti C, Gregory WT. Pelvic organ descent and simptoms of pelvic floor
disorders. Am J Obstet Gynecol 2005. Vol 193 :1
3. DeLancey JOL. The hidden epidemic of pelvic floor dysfunction: Achievable goals
for improved prevention and treatment. Am J Obstet Gynecol 2005 . Vol 192 : 5
4. Samuelsson EC, Arne Victor FT. Signs of genital prolapse in a Swedish
population of women 20 to 59 years of age and possible related factors. Am J
Obstet Gynecol 1999;180:299-305
5. Swift SE. The distribution of pelvic organ support in a population of female
subjects seen for routine gynecologic health care . Am J Obstet Gynecol 2000
.Vol 183 : 2
6. Swift SE, Woodman P, O'Boyle AL. Pelvic Organ Support Study (POSST): The
distribution, clinical definition, and epidemiologic condition of pelvic organ support
defects. Am J Obstet Gynecol 2005. Vol 192 : 3
7. Bump RC, B K, Brubaker L . The standardization of terminology of female pelvic
organ prolapse and pelvic floor dysfunction. Am J Obstet Gynecol 1996;175:10-7.
8. Muir TW, Stepp KJ. Adoption of the pelvic organ prolapse quantification sistem in
peer-reviewed literature. Am J Obstet Gynecol 2003. Vol 189 : 6
9. Bland DR, Earle BB, Vitolins MZ. Use of the pelvic organ prolapse staging sistem
of the International Continence Society, American Urogynecologic Society, and
the Society of Gynecologic Surgeons in perimenopausal women. Am J Obstet
Gynecol 1999;181:1324-8.
10. Hall AF, Theofrastous JP . Interobserver and intraobserver reliability of the
proposed International Continence Society, Society of Gynecologic Surgeons,
and American Urogynecologic Society pelvic organ prolapse classification sistem.
Am J Obstet Gynecol 1996;175:1467-9.
11. Steele A, Mallipeddi P. Teaching the Pelvic Organ Prolapse Quantitation sistem.
Am J Obstet Gynecol 1998 . part 1. Vol 179 : 6
12. O'Boyle AL, Davis GD. Informed consent and birth: Protecting the pelvic floor and
ourselves . Am J Obstet Gynecol 2002. Vol 187 : 4
13. Tegerstedt G, Miedel A. Obstetric risk factors for simptomatic prolapse: A
population-based approach . Am J Obstet Gynecol 2006 .Vol 194:1
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
14. Sze EHM, Sherard GB. Pregnancy, labor, delivery, and pelvic organ prolapse .
Obstetrics & Gynecology 2002 .part 1.Vol 100 : 5
15. Hendrix SL, Clark A, Nygaard I . Pelvic organ prolapse in the women's health
initiative: gravidity and parity. Am J Obstet Gynecol 2002;186:1160-1166.
16. Casey BM. , Schaffer JI. Obstetric antecedents for postpartum pelvic floor
dysfunction . Am J Obstet Gynecol 2005 . Vol 192 : 5
17. O'Boyle AL, Woodman PJ. Pelvic organ support in nulliparous pregnant and
nonpregnant women: A case kontrol study . Am J Obstet Gynecol 2002 . Vol 187
: 1
18. Richter HE. Cesarean Delivery on Maternal Request Versus Planned Vaginal
Delivery: Impact on Development of Pelvic Organ Prolapse. Am J Obstet Gynecol
2006. Vol 30 : 5
19. Liebling RE., Swingler R. Pelvic floor morbidity up to one year after difficult
instrumental delivery and cesarean section in the second stage of labor: A cohort
study. Am J Obstet Gynecol 2004 . Vol 191 : 1
20. Patel DA., Xu X.Childbirth and pelvic floor dysfunction: An epidemiologic
approach to the assessment of prevention opportunities at delivery. Am J Obstet
Gynecol 2006.Vol 195:1
21. Dietz H.P, Eldridge
.
Pelvic organ descent in young nulligravid women. Am J
Obstet Gynecol 2004.Vol 191 :1
22. Schaffer JI, Bloom SL. A randomized trial of the effects of coached vs uncoached
maternal pushing during the second stage of labor on postpartum pelvic floor
structure and function . Am J Obstet Gynecol 2005. Vol 192 : 5
23. Graham CA., Mallett VT. Race as a predictor of urinary incontinence and pelvic
organ prolapse. Am J Obstet Gynecol 2001;185:116-120
24. Huang A.J., Thom D.H . Urinary incontinence and pelvic floor dysfunction in
Asian-American women. Am J Obstet Gynecol March 13, 2006
25. Novak's Gynecology: Jonathan S. Berek, 2002 by Lippincott Williams & Wilkins
26. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9
th
Ed: Lauren Nathan.
Alan H. DeCherney and 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc
27. Mailhot T. Uterine Prolapsus. Available at : http://www.emedicine.com .Last
updated May 24
th
2006
28. Lazarou G.Uterine Prolapsus.Available at: http://www.emedicine.com.Last update
August 26
th
2005.
29. Rock . Thompson . Pelvic Organ Prolapse.Te Lindes Operative Gynecology . 8
th

ed. pg.951-1085
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
30. Brandon J., Md. Bankowski, Amy E., MD Hearne, Nicholas C . The Johns
Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition (May 2002). Lippincott
Williams & Wilkins Publishers
31. Morton A. MD Stenchever, William, MD Droegemueller, MD Herbst Arthur L.
Comprehensive Gynecology 4th edition (September 6, 2002) by
32. Ryan: Kistner's Gynecology & Women's Health, 7th ed., Copyright 1999
Mosby, Inc. Kistner's Gynecology and Women's Health.Seventh Edition
33. Buxton, Stovall, Summitt, Beckmann, Ling. Pelvic Relaxation . Clinical Manual of
Gynecology. 2
nd
ed. pg.128-143.McGraw Hill.1992
34. Winknyosastro H. Ilmu Kandungan , edisi Kedua, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 1999
35. Campbell S. Mongga. Uterovaginal Prolapse. Gynecology by Ten
Teachers.Arnold, New York, America. 17
th
ed. 2000
36. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed: James R., Md. Scott, Ronald S.,
Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N. Danforth By
Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 9th edition (2003)
37. Arya LA, Novi . Pelvic organ prolapse, constipation, and dietary fiber intake in
women: A case-kontrol study. Am J Obstet Gynecol 2005.Vol 192 : 5
38. Soligo M, Salvatore S. Patterns of constipation in urogynecology: Clinical
importance and pathophysiologic insights. Am J Obstet Gynecol 2006. Vol 195 : 1
39. Weber AM, Walters MD. Posterior vaginal prolapse and bowel function. Am J
Obstet Gynecol 1998 . Vol 179 : 6
40. McKinnie V, Swift SE. The effect of pregnancy and mode of delivery on the
prevalence of urinary and fecal incontinence . Am J Obstet Gynecol 2005. Vol
193: 2
41. K.Singh, Reid WMN. Assessment and grading of pelvic organ prolapse by use of
dynamic magnetic resonance imaging. Am J Obstet Gynecol 2001. Vol 185 :1
42. Kahn M.A. Pelvic Organ Support Study (POSST) and bowel symptom : Straining
at stool is associated with perineal and anterior vaginal descent in a general
gynecologic population. Am J Obstet Gynecol 2005. vol.192:5.







Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
DATA, KUESIONER & PERSETUJUAN PENELITIAN
PROLAPSUS ORGAN PELVIS DENGAN SISTEM POPQ
NAMA : MR : HAM/ PR
UMUR : HARI/TGL :
RAS/ SUKU : BB ( KG) :
PEKERJAAN : TB ( CM) :
ALAMAT/TELP:
Riwayat Kehamilan : (ex. Lk, PSP/ SC/ Vakum/ Forceps, BBL, umur skrg, penyulit persalinan)
1. ...
2.
3.
4.
5.
Apakah ibu ingat adanya penyulit persalinan setiap anak (PTM, Terlantar) ? ( Y/ N )
Apakah ada robekan jalan lahir, jalan lahir digunting (episiotomi) ? ( Y/ N )
Bila kehamilan berakhir SC, apakah didahului oleh tanda persalinan ( his, lendir, air) ? (Y/ N )

Apakah ibu sering melakukan kegiatan mengangkat beban berat, pekerjaan berat ? ( Y/ N )
Apakah ibu sering mengalami gejala sulit BAB , BAB keras, sering mengedan ? ( Y/ N )
Apakah ibu menderita penyakit menahun terutama batuk batuk ? (Y/ N )

Apakah ibu pernah menjalani operasi pengangkatan rahim ( histerektomi ) ? (Y/ N )
Apakah ibu pernah menjalani operasi perbaikan dinding vagina (cystocele /rectocele) ? ( Y/ N)

Sudah menopause ? ( Y / N )
Apakah memakai Terapi Sulih Hormon (TSH ) ? ( Y/ N )
Hasil pengukuran POPQ :


Saya dengan ini menyatakan semua data yang telah saya jawab diatas adalah benar dan saya tidak
keberatan mengikuti penelitian POPQ.


Medan , .2007




( ..)
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
LEMBAR INFORMASI PASIEN

Judul Penelitian :

Distribusi dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis di Poliklinik Ginekologi
RS H. Adam Malik / RS dr. Pirngadi Medan Berdasar Sistem POPQ ( Pelvic
Organ Prolapse Quantification Sistem )

Salam sejahtera bagi kita semua,

Terima kasih atas kesedian Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian
saya yang berjudul Distribusi dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis di
Poliklinik Ginekologi RS H. Adam Malik / RS dr. Pirngadi Medan Berdasar
Sistem POPQ .
Nama saya dr. Wahyudi, saat ini saya sedang menempuh pendidikan
spesialisasi di bidang kebidanan dan penyakit kandungan di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka seberapa sering
terjadinya penurunan tempat anak pada wanita Indonesia dan mencari faktor-
faktor resiko atau penyebab yang dapat menyebabkan penyakit ini. Dengan
demikian diharapkan kita dapat mendapatkan cara penanganan dan
pencegahan dini bagi penurunan peranakan ini bagi ibu-ibu sekalian.
Penelitian ini akan dilaksananakan di dua rumah sakit rujukan di Medan
yaitu di poliklinik ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan dan RSUD dr.
Pirngadi Medan selama 3 (tiga) bulan, dibawah bimbingan langsung dua
supervisor penelitian saya yaitu Prof. DR. dr. Moh. Thamrin Tanjung, SpOG K
dan dr. M . Rhiza Z. Tala , SpOG.
Penelitian ini akan dimulai dengan menanyakan kesediaan ibu untuk
mengikuti penelitian ini. Setelah itu , ibu akan menjalani pemeriksaan dalam
seperti biasa dilakukan , namun sebagai tambahannya, ibu diminta untuk
mengedan kuat beberapa kali untuk menilai ada tidaknya penurunan peranakan
ibu. Penelitian ini tidak memberikan suntikan obat atau perlakuan tambahan
lainnya , sehingga ibu tidak perlu kuatir bahwa penelitian ini akan
membahayakan kesehatan ibu.
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Setelah itu ibu akan diwawancara atau ditanya mengenai beberapa data
biografi, riwayat hidup , terutama riwayat persalinan yang mungkin pernah ibu
jalani.
Semua hasil pemeriksaan dan data yang ibu berikan saat pemeriksaan
maupun proses wawancara akan saya jamin kerahasiaannya.
Demikian penjelasan saya mengenai penelitian ini, sekali lagi saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya untuk kesediaan ibu
berpartisipasi dalam penelitian ini. Bila ibu mempunyai sesuatu yang ingin
ditanyakan, ibu dapat menghubungi saya dr. Wahyudi kapan saja pada alamat
atau nomor telepon yang tertera di bawah ini.



Hormat saya ,



Dr. Wahyudi











_______________________________________________________________
Catatan :
Dr. Wahyudi , Jl. Dr. Mansur no. 77 Medan , telepon : 061-8211272/ HP. 0811656900
RSUP Haji Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN SETELAH PENJELASAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :
Umur :


Kepada saya telah diberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian

Distribusi dan Faktor Resiko Turunnya Peranakan Poliklinik Ginekologi RS H.
Adam Malik / RS dr. Pirngadi Medan Berdasar Sistem POPQ

dan saya telah memahaminya .

Maka dengan sadar saya menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian ini .


Medan , .2007
Yang memberi persetujuan ,



( .)











Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Wahyudi : Dsitribusi Staging Dan Faktor Resiko Prolapsus Organ Pelvis Di Poliklinik Ginekologi RSUP, 2007
USU e-Repository 2008
Medan, 10 Desember 2006
Kepada YTH :
Bapak / Ibu Pimpinan
Komite Etik Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara- Medan

Hal : PERMOHONAN PENINJAUAN ETIKA PENELITIAN

Dengan Hormat ,
Bersama ini , Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara memohon kepada Bapak/ Ibu Pimpinan Komite Etik
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk melakukan
peninjauan etika penelitian terhadap usulan proposal penelitian yang diajukan
oleh :

Nama peneliti : dr. Wahyudi Gani
Judul Penelitian : Distribusi dan Faktor Resiko Prolapsus Organ
Pelvis di Poliklinik Ginekologi RS H. Adam Malik /
RS dr. Pirngadi Medan Berdasar Sistem POPQ
( Pelvic Organ Prolapse Quantification Sistem )

Untuk waktu, kesediaan dan bantuan Bapak/ Ibu kami mengucapkan
banyak terima kasih .

Hormat kami ,


Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc SpOG K.
Kepala Pendidikan Spesialis
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran USU

You might also like