Professional Documents
Culture Documents
] =o [I]
[I
s
] =b [I]
[I
t
] =c [I]
..(2.6)
Dengan Ir, Is dan It berturut-turut adalah arus di fasa R,S dan T. bila factor
daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda, besarnya
daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai :
P =(a+b+c).[V].[I].cos ...(2.7)
Apabila persamaan (2.7) dan persamaan (2.5) menyatakan daya yang
besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk
koedisien a, b dan c yaitu:
a +b +c =3 (2.8)
dimana pada keadaan seimbang, nilai a =b =c =1
2.4 Karakteristik Beban
Beban energi listrik yang ada biasa diklasifikasikan berdasarkan karakter
umum pelanggan dari beban tersebut, yaitu : Beban rumah tangga, beban industri
dan beban komersial.
Karakteristik perubahan besarnya daya yang diterima oleh beban sistem
tenaga setiap saat dalam suatu satuan interval tertentu dikenal sebagai kurva
beban. Penggambaran kurva ini dilakukan dengan mencatat besar beban setiap
jam. Sumbu vertical menyatakan skala beban, sedangkan sumbu horizontal
menyatakan skala waktu.
16
Faktor beban (load factor) adalah rasio perbandingan antara beban rata-rata
selama satu periode tersebut yang disederhanakan melalui persamaan berikut :
IooJ Foctor =
Bcbun utu-utu
Bcbun Muksmum
(2.9)
2.5 Struktur Jaringan Distribusi
Struktur jaringan distribusi terbagi atas beberapa bagian, sebagai berikut :
2.5.1 Gardu Induk atau Pusat Pembangkit Tenaga Listrik
Pada bagian ini jika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara
langsung, maka bagian pertama dari sistem distribusi tenaga listrik adalah Pusat
Pembangkit Tenaga Listrik. Biasanya Pusat Pembangkit Tenaga Listrik terletak di
pingiran kota dan pada umumnya berupa Pusat Pembangkit Tenaga Diesel
(PLTD). Untuk menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat beban (konsumen)
dilakukan dengan jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder.
J ika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara tak langsung,
maka bagian pertama dari sistem pendistribusian tenaga listrik adalah Gardu
Induk yang berfungsi menurunkan tegangan dari jaringan transmisi dan
menyalurkan tenaga listrik melalui jaringan distribusi primer.
17
Gambar 2.3 Gardu induk
2.5.2 Kubikel
Kubikel adalah komponen jaringan berisi peralatan-peralatan untuk
memutuskan dan menghubungkan, pengukuran tegangan, arus, maupun daya,
peralatan proteksi, dan control yang terpasang pada ruang tertutup dan sebagai
pembagi, penyalur, pengukur, pengontrol, dan proteksi sistem penyaluran tenaga
listrik. Disebut sebagai kubikel karena peralatan-peralatan tersebut dikemas dalam
plat berbentuk almari dengan pintu di bagian depan yang bisa dibuka dan ditutup
sesuai dengan standar operasi yang diminta. Kubikel 20 kV atau switchgear 20 kV
ini berisi peralatan-peralatan sebagai berikut :
a. Busbar
Busbar digunakan untuk menyalurkan dan membagikan tenaga listrik ke
peralatan-peralatan lain di dalam suatu kubikel.
b. Circuit Breaker (CB)
Circuit Breaker adalah suatu peralatan listrik yang digunakan untuk
menghubungkan atau memutuskan arus listrik sesuai dengan ratingnya. Circuit
breaker ini dapat dioperasikan secara otomatis maupun manual dengan waktu
18
pemutus atau penyambungan yang tetap sama, sebab faktor ini ditentukan oleh
struktur mekanisme yang menggunakan pegas.
c. Load Breaker Switch (LBS)
Load Breaker Switch (LBS) adalah alat untuk memutus atau menghubungkan
rangkaian pada sistem tenaga listrik dalam kondisi berbeban dan tidak berbeban.
Pemutus ini tidak dapat digunakan untuk memutus arus gangguan. Pemutus ini
biasanya digunakan pada Jaringan Tegangan Menengah.
d. Disconnecting Switch (DS)
Disconecting Switch (DS) adalah suatu peralatan yang merupakan pasangan
dari Circuit Breaker. Fungsi disconnecting switch adalah memisahkan tegangan
suatu bagian dari sumbernya pada keadaan tidak berbeban. Hubungan rangkaian
circuit breaker dan disconnecting switch adalah menempatkan circuit beraker
diantara dua disconnecting switch. Hubungan antara circuit breaker dengan
disconnecting switch adalah interlock dengan tujuan tidak salah pengoperasian
dari duaperalatan tersebut.
e. Earthing Switch (ES)
Saklar pentanahan menghubungkan saluran Transmisi/Distribusi dengan bumi.
Dalam keadaan normal saklar pentanahan pada posisi terbuka dan bila saluran
transmisi mengalami gangguan hubung singkat maka saklar pentanahan akan
ditutup dengan tujuan membebaskan tegangan pada saluran Transmisi/Distribusi.
Saklar pentanahan ini juga digunakan jika terjadi pemeliharaan terhadap peralatan
lain dan menghilangkan tegangan akibat kapasitansi.
19
f. Current Tranformator (CT)
Current Transformer (CT) adalah suatu peralatan transformator yang
diletakkan dalam rangkaian tenaga listrik yang berguna sebagai peralatan ukur
yang dihubungkan dengan relay pengaman. Dengan transformator arus dapat
diperluas batas pengukuran suatu alat ukur.
g. Potential Transformator (PT)
Potensial transformer berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi atau
tegangan menengah menjadi tegangan rendah untuk besaran ukur sesuai dengan
alat-alat pengukuran.
2.6 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik
Sistem distribusi adalah semua perlengkapan termaksud gardu induk
transmisi, jaringan transmisi,gardu induk distribusi dan transformator distribusi.
komponen-komponen dari GI transmisi hingga trafo distribusi memiliki fungsinya
masing-masing antara lain:
1. GI transmisi
menerima energi listrik pembangkit melalui saluran transmisi dan saluran
transmisi tegangan 500kV dan mengirimkannya pada gardu-gardu induk
subtransmision.
2. Jaringan transmisi
Menerima energi listrik GI transmisi dan tegangannya diturunkan menjadi
150kV-170kV. tegangan tersebut kemudian dikirimkan ke distribusi substation
untuk diturunkan.
20
3. GI distribusi
Menerima energi listrik dari subtransmision dan tegangannya diturunkan
menjadi 20kV dan 6kV. kemudian tegangan tersebut dikirimkan pada trafo
distribusi melalui feeder primer.
4. Transformator distribusi
Menurunkan tegangan dari saluran primer menjadi 220 volt dan 380volt yang
dapat dipakai konsumen.
Definisi sistem distribusi menurut Darson dan Benet (1964:15) adalah
semua bagian dari sumber tenaga listrik hingga pelanggan seperti pada gambar
berikut ini :
Gambar 2.4 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik
21
Menurut Tiyono (1999:4-5) Sistem Distribusi merupakan bagian penting
dari sistem tenaga listrik. hal ini disebabkan:
1. Sistem ini sangat dekat dengan pelanggan
Sistem distribusi sangat dekat dengan pelanggan karena tegangannya
langsung dapat dipakai oleh pelanggan. sistem ini melayani industri-industri
maupun perumahan. pada gardu induk, tegangan listrik didistribusikan menuju
trafo distribusi 20kv. trafo distribusi yang tersebar diberbagai daerah pusta-pusat
beban tegangannya diturunkan menjadi tegangan rendah 220V/380V,yang dapat
diterima oleh konsumen. dengan demikian bila terjadi gangguan ,konsumen akan
dapat langsung merasakan akibatnya dibanding jika terjadi gangguan di jaringan
tegangan tinggi atau transmisi.
2. Memerlukan investasi yang besar
Jaringan distribusi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
konsumen. memebangun jaringan distribusi memebutuhkan biaya karena banyak
faktor yang harus diperhatikan seperti desain mekanis, jarak perkilometer,
kestabilan tegangan,pelayanan secara kontinu,mulai dari perencanaan hingga
realisasinya membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan biaya yang
besar karena membutuhkan peralatan yang banyak dan mahal untuk mendukung
keandalan yang tinggi.
Sistem distribusi terdiri dari dua bagian utama, yaitu sistem distribusi primer
dan sistem distribusi sekunder. sistem distribusi perimer berupa rangkaian yang
mencatu daya pada tegangan tinggi ke pelanggan-pelanggan besar,seperti
pelanggan industri dan GI distribusi. sedangkan sistem distribusi sekunder berupa
22
sistem yang mencatu daya ke pelanggan-pelanggan domestik ,pedesaan pada
jaringan distribusi.
penyaluran energi listrik dalam sistem distribusi ada dua cara, yaiut saluran udara
dan saluran bawah tanah sehingga membutuhkan.
2.6.1 Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer atau yang dikenal dengan saluran distribusi primer,
yaitu jaringan yang menghubungkan gardu induk dengan gardu distribusi yang
biasanya menggunakan tegangan distribusi 6kV, 7kV, 12kV, 20kV.
Umumnya cabang atau sub-cabang saluran daerah perumahan dan didesa-
desa adalah satu fase dengan tegangan 220/380 volt yang terdiri dari penghantar
satu fase dan netral. kebanyakan transformator yang digunakan pada daerah ini
adalah satu fase dan disambungkan diantara fase dan netral melalui sebuah
sekring.
Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Primer 20kV
23
Sifat pelayanan sistem distribusi sangat luas dan komplek, karena konsumen
yang harus dilayani mempunyai lokasi dan karaktristik yang berbeda. Sistem
distribusi harus dapat melayani konsumen yang terkonsentrasi di kota, pinggiran
kota dan konsumen di daerah terpencil. Sedangkan dari karakteristiknya ada
konsumen perumahan dan konsumen dunia industri. Sistem konstruksi saluran
distribusi terdiri dari saluran udara dan saluran bawah tanah. Pemilihan konstruksi
tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: alasan teknis yaitu berupa
persyaratan teknis, alasan ekonomis, alasan estetika dan alas an pelayanan yaitu
kontinuitas pelayanan sesuai jenis konsumen.
2.6.2 Sistem Distribusi Sekunder
Sistem distribusi sekunder merupakan bagian dalam distem distribusi, yaitu
mulai dari gardu trafo sampai pada pemakai akhir atau konsumen. Ada
bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut standar EEI:
Edison Electric Institut dan NEMA : National Electrical Manufactures
Association. Ditinjau dari cara pengawatannya,saluran distribusi AC dibedakan
atas macam tipe dan pengawatannya, ini tergantung pula pada jumlah fasanya,
yaitu :
1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt
2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt
3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt
4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt
5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt
24
6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt
7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt
8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt
9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt
Di Indonesia dalam hal ini PT.PLN menggunakan sistem tegangan 220/380 Volt.
Sebagai anggota IEC, Indonesia telah mulai menyesuaikan tegangan menjadi
220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah tidak mencantumkan
tegangan 127 Volt.
Jaringan Distribusi Sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.6 Jaringan Distribusi Sekunder 220V
25
2.7 Perbedaan Jaringan Distribusi Dengan Jaringan Transmisi
Untuk membedakan antara jaringan distribusi dan jaringan transmisi dapat
dilihat pada tabel 2.1 yang dilihat dari beberapa sudut pandang.
Tabel 2.1 Perbedaan J aringan Distribusi dan Transmisi
No Dari Segi Distribusi Transmisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Letak Lokasi Jaringan
Tegangan sistem
Bentuk jaringan
Sistem penyaluran
Konstruksi jaringan
Analisis jaringan
Komponen rangkaian yang
diperhitungakan
Penyangga jaringan
Tinggi penyangga jaringan
Kawat penghantar
Isolator jaringan
Besarnya andongan
Bahan penyangga
Jarak antar tiang
Dalam kota
<30kV
Radial, Loop, Parallel,
Interkoneksi
Saluran udara dan Saluran
bawah tanah
Lebih rumit dan beragam
Lebih kompleks
Komponen R dan L
Tiang jaringan
Kurang dari 20 M
BCC,SAC,AAC&AAAC
Jenis pasak,jenis post,jenis
gantung,jenis cincin
0-1 M
Baja,Besi,Kayu
40- 100M
Luar kota
>30kV
Radial dan Loop
Saluran udara dan Saluran
bawh laut
Lebih sederhana
Lebih sederhana
Komponen R,L dan C
Menara jaringan
30-200 M
ACSR dan ACAR
Jenis gantung
2-5 M
Baja
150-350 M
26
2.8 Struktur Jaringan Sistem Distribusi
Menurut aspek hubungan antara sumber pencatuan dan pelanggan yang
harus dicatu terdapat tiga macam struktur jaringan (Gonen, 1987:224-231) yaitu:
2.8.1 Struktur Radial
Sistem Distribusi Primer Tipe Radial adalah sistem jaringan distribusi
yang paling sederhana dan paling banyak digunakan.sruktur radial hanya
mempunyai satu pencatuan atau pengisian dan tidak ada sumber cadangan lain
sehingga bila terjadi gangguan maka pemadaman tidak dapat dihindari. struktur
jaringan radial tanpa sumber cadangan lain mengakibatkan sistem ini memiliki
tingkat keandalan yang rendah,operasinya mudah.kerugian sangat besar,dan biaya
investasi rendah.
Pola jaringan distribusi Radial dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Distribusi Radial
27
2.8.2 Struktur Lingkar (loop)
Struktur jaringan loop mempunyai beberapa pencatuan dan merupakan
sumber cadangan lain sehingga bia terjadi gangguan maka dapat di isolasi.
struktur jaringan loop memiliki tingkat keandalan yang cukup tinggi,operasi
mudah,kerugian jaringan kecil,dan biaya investasi yang cukup tinggi. Struktur
jaringan ini dapat menjamin kontinuitas pelayanan sumber tenaga listrik.
Pola jaringan Distribusi Jaringan Loop :
Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Distribusi Loop
2.8.3 Sistem Distribusi Primer Tipe Mata Jala (network system)
Sistem jaringan ini terbentuk dengan menghubungkan beberapa feeder
atau main feeder dari beberapa substation sehingga membentuk sistem
interkoneksi. Tiap feeder mempunyai dua buah saklar pemutus (CB) pada tiap
akhir jaringan yang mana hal ini berfungsi untuk mengurangi kerugian yang
terjadi pada saat feeder mengalami gangguan. Sistem ini menyuplai beban dari
28
beberapa arah dan penempatan lokasi transformator yang baik terdapat pada pusat
beban yang memiliki konsumsi daya besar.
Pola Jaringan Distribusi Sistem Mata Jala dapat dilihat pada gambar 2.10 :
Gambar 2.9 Jaringan Distribusi Sistem Mata Jala
2.9 Rugi-Rugi Pada Saluran Distribusi
Sistem distribusi sebagai antara saluran transmisi tegangan tinggi memiliki
tingkat tegangan yang lebih rendah, sehingga arus yang mengalir melalui saluran
lebih tinggi, arus yang tinggi menyebabkan rugi rugi yang tinggi pula. Dengan
demikian maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan kapasitas
daya saluran dan tegangan pada titik bus beban.
Rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran dapat dihitung dengan persamaan berikut
P
1
: 2 x I
1
2
. R dan P
3
: 3 x I
3
2
. R(2.10)
Dimana : I : Arus beban (ampere)
P : Rugi-rugi daya (watt)
29
R : Resistansi saluran (ohm)
Rugi daya dalam sebuah sistem tenaga listrik tidak dapat dihilangkan tetapi
dapat diperkecil. Ada rugi daya yang bersifat teknis dan ada yang berupa non
teknis. Rugi daya yang bersifat teknis berupa hilang daya pada peralatan listrik,
seperti motor listrik, transformator, saluran transmisi dan distribusi, meter dan
sebagainya. Rugi daya teknis dapat dihitung dan dapat diatur untuk diperkecil.
Sedangkan rugi daya non-teknis bias berupa pencurian listrik, konsumen yang
tidak membayar, kesalahan dalam perhitungan rugi daya dan sebagainya.
2.10 Drop Tegangan
Panjang sebuah jaringan tegangan menengah (JTM) dapat didesain dengan
mempertimbangkan drop tegangan (Voltage Drop).
Tegangan adalah perbedaan tegangan antara tegangan kirim dan tegangan
terima karena adanya impedansi pada penghantar. Apabila perbedaan nilai
tegangan tersebut melebihi standar yang ditentukan, maka mutu penyaluran
tersebut rendah. Di dalam saluran tenaga listrik persoalan tegangan sangat
penting, baik dalam keadaan operasi maupun dalamperencanaan sehingga harus
selalu diperhatikan tegangan pada setiap titik saluran. Maka pemilihan penghantar
(penampang penghantar) untuk tegangan menengah harus diperhatikan.
Berdasarkan dari standar SPLN 1 : 1978, dimana ditentukan bahwa variasi
tegangan pelayanan, sebagian akibat jatuh tegangan, karena adanya perubahan
beban, maksimum +5% dan minimum -10% dari tegangan nominalnya. Besarnya
rugi tegangan pada saluran tersebut, diukur pada titik yang paling jauh (ujung).
30
Sebagai contoh dengan menanggap rangkaian pada gambar 2-8
direpresentasikan sebagai saluran satu fasa, jika variable dimensi yangdigunakan ;
itu mewakili saluran tiga fasa seimbang jika variable per unit yang digunakan
R+jX mewakili total impedansi dari saluran atau transformator. Factor daya dari
beban Cos = Cos ( VR I ) Memberikan factor daya beban yang drop
tegangannya maksimum.
Drop tegangan pada saluran adalah:
V = I ( R cos + X sin ) .(2.11)
Dengan mengambil turunan parsialnya dan dihubungkan dengan sudut dan
menyamakan hasilnya ke nol,
(v)
q
= R sin +IX cos
Atau
X
R
=
sIn q
cos q
= tan ........................................................................ (2.12)
Karena
mux
= tan
-1
X
R
........................................................................... (2.13)
Gambar 2.10 Rangkaian Ekivalen Saluran Distribusi
Gambar 2.11 Vektor Arus pada Tegangan Saluran Distribusi
31
Dan dari segitiga impedansi yang ditunjukan pada gambar 2.12, faktor daya beban
untuk drop tegangan maksimum adalah :
PF = cosmax=
R
(R
2
+X
2
)
1 2
. ...... (2.14)
Juga cosmax= cos[tan
-1
X
R
.............................................................. (2.15)
Besar persentase drop tegangan pada saluran distribusi primer dapat dihitung
dengan :
%I =
v
v
x 100% .......................................................................... (2.16)
Keterangan :
VS =Tegangan sumber (Volt)
VR =Tegangan pada sisi penerima (Volt)
R =Resistansi saluran ()
X = Reaktansi saluran ()
V =Drop tegangan (Volt)
I =Arus beban (A)
Cos =Faktor daya beban
Dari persamaan terlihat bahwa nilai drop tegangan ditentukan oleh
beberapa factor, yaitu daya aktif (P), resistansi dan reaktansi saluran (R dan X)
serta daya reaktif (Q). pengaturan daya aktif erat kaitannya dengan pengaturan
frekuensi sistem. Sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi nilai
tegangan. Oleh karena itu dengan melakukan pengaturan nilai daya reaktif kita
dapat mengatur nilai tegangan.
32
2.11 Parameter Jaringan Distribusi
Persyaratan mutu pelayanan yang dituntut oleh konsumen dan kondisi
jaringan yang dapat disediakan oleh perusahaan listrik ditentukan oleh bermacam-
macam parameter antara lain: tegangan, frekuensi, beban, keandalan, biaya dst.
disini akan dibahas sebagian dari beberapa parameter jaringan, yaitu:
1. Tegangan
Tegangan merupakan salah satu parameter jaringan yang sangat fungsional.
bagi perusahaan perusahaan listrik kerugian seringkali dialami,hal ini dikarenakan
semakin naiknya rugi-rugi jaringan. sedangkan dampak yang paling terburuk akan
dirasakan oleh konsumen yaitu dengan naiknya tarif dasar listrik
Standarisasi untuk tegangan distribusi antara lain:
a. Tegangan menengah : 6,7,12,dan 20kV (sistem 3 fasa-3 kawat)
b. Tegangan rendah : 127 dan 220V (1 fase-2kawat)
c. Serta 127/220 dan 220/380V (3fase-4 kawat)
2. Frekuensi
Peralatan listrik yang dipergunakan oleh konsumen perupakan peralatan yang
peka terhadap perubahan frekuensi. oleh sebab itu stabilitas frekuensi harus
dipertahankan, biasanya masalah frekuensi menjadi gawat pada sistem jaringan
yang kecil dan tidak mempunyai cadangan pembangkit yang memadai
Sistem frekuensi yang digunakan di indonesia ditetapkan 50Hz.
penyimpangan frekuensi yang diperkenankan maksimum adalah 3% (berarti 48,5-
51,5Hz) selama 10 menit.
33
3. Faktor Daya
Konsumen listrik yang menggunakan peralatan listrik yang menyimpang dari
syarat-syarat penyambungan yang ditetapkan, maka dapat mengakibatkan
pengaruh balik terhadap jaringan.seperti rendahnya faktor daya dan
ketidakseimbangan beban. rendahnya faktor daya disebabkan karena melebarnya
sudut fase antara arus dan tegangan, dalam hal ini arus ketinggalan terhadap
tegangan.faktor daya yang terlalu rendah akan mengakibatkan rugi-rugi jaringan
yang sangat besar, karena itu perlu ditetapkan batas toleransi. dalam hal ini
ditetapkan faktor daya serendah-rendahnya adalah 0,06 yaitu nilai rata-rata selama
waktu antara jam 18.00-22.00.
4. Beban
Ketidakseimbangan beban akan mengakibatkan menurunya fungsi jaringan
dan umur peralatan. karena itu harus diusahakan agar :
a. peralatan 3 fase dipasang secara simetris baik dari segi elektris maupun
magnetis
b. beban jaringan harus dibagi secara merata pada ketiga hantaran fase
c. arus pada hantaran netral harus sedapat mungkin ditiadakan agar tidak
menjadikan kerugian tambahan pada jaringan.
Ketidakseimbangan beban dapat pula disebabkan oleh tidak seimbangnya
tahanan pada ketiga fase hantaran, misalnya karena kurangnya sistem pengaman.
maka yang dapat dilakukan pertama-tama adalah mengamati apakan tidak
tebaginya beban secara merata itu disebabkan oleh pemakaian permanen.
34
setelah itu diambil tindakan untuk meminimalkan beban fase yang berlebihan
sehingga diperoleh pengarahan yang simetris
5. Keandalan
Masalah keandalan semestinya dirumuskan pada waktu jaringan
direncanakan. tugas bidang operasi hanya terbatas dalam memberikan umpan
balik berupa data-data yang diperoleh selama sistem bekerja
Tingkat keandalan merupakan suatu angka perbandingan dari lama total
kegagalan atau gangguan dengan waktu operasi
Perhitungan keandalan jaringan dimulai dengan mengumpulkan data-data
gangguan dan kemudian dievakuasi. gangguan atau kegagalan operasi
dikelompokan menjadi 3 macam yaitu:
a. Kegagalan mula : pada waktu peralatan mulai bekerja
b. Kegagalan random : pada periode pertengahan
c. Kegagalan karena tua:pada periode akhir umur peralatan
unsur-unsur teknis diatas (ditambah dengan tersedianya kapasitas cadangan)
dan unsur-unsur ekonomi (modal/investasi) akan merupakan bahan untuk
mengukur keandalan.
35
2.12 Kawat Penghantar
2.12.1 Kabel Udara (Overhead Cable)
Kabel udara pada umumnya merupakan penghantar tanpa isolasi, terbuat
dari logam tembaga, aluminium atau logam campuran yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Bentuknya ada yang bulat (solid), berlilit (stranded) atau berongga
(hollow).
Berdasarkan bahan konduktornya, kabel udara ini dapat dibedakan atas :
1. Kawat dari bahan tembaga (ACC).
Konduktivitas tinggi tetapi kekuatan mekanis rendah dan harganya lebih
mahal dari aluminium. Kebanyakan dipakai untuk tegangan rendah.
2. Kawat dari bahan Aluminium (AAC).
Konduktivitas rendah, sehingga memerlukan ukuran yang lebih besar dari
tembaga, untuk besar arus yang sama.
3. Kawat Aluminium dengan penguat baja (ACSR).
Dengan adanya penguat baja maka kekuatan mekanis menjadi 30% 60%
lebih kuat.
4. Kawat Aluminium campuran (AAAC).
Kekuatan mekanis hampir sama dengan ACRS, tetapi bahan lebih baik karena
tidak mudah kena korosi lingkungan dan perlengkapan penyambungan lebih
sederhana.
5. Kawat Aluminium campuran dengan penguat baja (AACSR).
Memiliki kekuatan mekanis 40% 50% lebih kuat dari ACRS dan biasanya
dipergunakan di daerah yang berangin kencang dan daerah pegunungan.
36
2.12.2 Kabel Tanah (Under Ground Cable)
Konstruksi dari kabel tanah pada umumnya terbagi atas 3 komponen
pokok yaitu :
a. Konduktor
Konduktor yang umum dipakai adalah Tembaga dan Aluminium. Tembaga
memiliki tahanan penghantar lebih kecil dibandingkan Aluminium. Untuk
menyalurkan arus listrik yang sama besarnya, Aluminium akan memerlukan
ukuran konduktor yang lebih besar dibandingkan dengan Tembaga, akan tetapi
berat Aluminium relatif lebih ringan.
b. Isolasi kabel
Isolasi kabel yang umum dipergunakan antara lain adalah :
- Thermo setting compound.
- Thermo plastic compound.
- Paper laminated tapes.
- Varnished cloth laminated tapes.
- Mineral insulation.
Diantara bahan isolasi kabel diatas, yang paling banyak dipakai untuk kabel
tanah adalah isolasi Thermo plastic dan isolasi Thermo setting, misalnya isolasi
jenis PVC dan isolasi XLPE.
c. Pelindung kabel
Pelindung kabel adalah lapisan diluar isolasi, yang ditujukan untuk
melindungi kabel terhadap pengaruh kondisi sekelilingnya. Bahan untuk
pelindung kabel ini antara lain adalah :
37
- Bahan isolasi kabel seperti diatas.
- Lead sheated.
- Wire armour.
- Corrucated metal sheated.
- Dll.
Dengan pembagian konstruksi seperti diatas, pada saat ini dikenal kabel
tanah seperti contoh dibawah ini :
1. Kabel jenis NYFGbY, yaitu kabel tanah berisolasi PVC, dilindungi dengan
Steel Wire armoured, dengan kulit luar dari PVC.
2. Kabel jenis N2XSEFGbY, yaitu kabel tanah berisolasi XLPE, dilindungi
dengan Steel Wire armour, dengan kulit luar dari bahan PVC.
38
2.13 Gambaran Aliran Daya
Gambaran mengenai aliran daya yang terjadi dalam sistem beserta profil
tegangan sangat diperlukan untuk keperluan analisa situasi sistem. Untuk
mendapatkan gambaran mengenai aliran daya ini, diperlukan suatu perhitungan
yang biasa disebut sebagai perhitungan aliran daya. Perhitungan aliran daya ini
perlu dilakukan karena yang diketahui adalah beban daya aktif dan beban daya
reaktif yang ada pada setiap GI atau simpul dalam sistem, sedangkan aliran daya
yang terjadi ditentukan oleh hokum ohm dan hokum khircoff.
2.14 Konsep Perhitungan Aliran Daya
Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besaran
tegangan V dan sudut fasa tegangan pada setiap GI. Pada kondisi ketiga fasa
seimbang. Hasil perhitungan ini digunakan untuk menghitung besar aliran daya
aktif P dan daya reaktif Q yang harus dibangkitkan setiap pusat pembangkit serta
jumlah rugi-rugi sistem.
Pada setiap bus GI ada empat variable operasi yang terkait, yaitu daya aktif P,
daya reaktif Q, besaran tegangan V dan sudut fasa tegangan . Supaya persamaan
aliran daya dapat dihitung dua dari empat variable diatas harus diketahui untuk
setiap GI, sedangkan dua variable lainnya dihitung.
Setiap GI dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi tiga tipe GI, Yaitu:
1. GI bus beban: variable yang diketahui adalah daya aktif P, daya reaktif Q.
kemudian akan dihitung besar tegangan V dan sudut fasa disetiap GI.
39
2. GI bus pembangkit: Variabel yang diketahui adalah daya aktif P dan besar
tegangan V, sedangkan daya reaktif Q dan sudut fasa tegangan merupakan
hasil perhitungan.
3. GI bus penyangga: Variabel yang diketahui adalah esaran tegangan V dan
sudut fasa tegangan yang merupakan sudut acuan. Sedangkan daya aktif P
dan daya reaktif Q yang harus dikompensasi merupakan hasil perhitungan.
2.15 Metode Komputasi Numeris
Salah satu metode yang dipakai dalam menyelesaikan perhitungan aliran
daya adalah metode Newton-Raphson. Metode ini menerapkan deret taylor untuk
mendapatkan turunan persamaan matematika sebagai dasar perhitungan literasi
yang melibatkan penggunaan matrik Jacobian.
Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah sampai
pada tahap pengintegrasian berbagai cabang ilmu untuk mendapatkan sesuatu
yang baru, yang diharapkan dapat semakin meringankan usaha untuk
mendapatkan hasil terbaik. Cara-cara konvensional untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang berkaitan dengan sistem tenaga listrik, misalnya penggunaan
Newton-Raphson dalam perhitungan aliran daya mulai dicari padananya dengan
memasukan pemikiran dari ilmu pengetahuan lain untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik dengan melakukan perhitungan yang lebih mudah untuk dilakukan.
Salah satu metode yang muai popular untuk digunakan dalam analisa dan
penyelesaian masalah sistem tenaga listrik adalah metode Alogaritma Genetika
yang untuk pertama kali diperkenalkan oleh John Holland. Salah satu manfaat
penggunaan metode Alogaritma Genetika ini adalah kita akan mendapatkan
40
penyelesaian yang optimal untuk suatu permasalahan dari sekumpulan
kemungkinan penyelesaian.
2.15.1 Metode Accelerated Gauss-Seidel
Penyelesaian yang resmi untuk aliran beban dalam suatu sistem daya akan
timbul kerumitan-kerumitan yang disebabkan oleh perbedaan jenis data yang
ditentukan bagi bermacam-macam jenis rel, meskipun perumusan persamaan-
persamaan yang tidak begitu sulit, bentuk penyelesainnya yang tertutup tidak
begitu praktis. Penyelesaian-penyelesaian digital untuk masalah-masalah aliran
beban yang akan kami bahas pada saat ini, akan mengikuti suatu proses ulangan
(iterative process) dengan menetapkan nilai-nilai perkiraan untuk tegangan-
tegangan rel yang tidak diketahui dan menghitung suatu nilai baru untuk setiap
tegangan rel dari nilai-nilai perkiraan pada rel-rel yang lain, daya nyata yang
ditentukan, dan daya reaktif yang ditentukan atau besarnya tegangan. Jadi
diperoleh suatu himpunan baru nilai-nilai tegangan-tegangan rel. Setiap
perhitungan suatu himpunan baru tegangan-tegangan itu dinamankan iterasi
(iteration). Proses iterasi ini diulang terus hingga perubahan-perubahan yang
terjadi pada setiap rel kurang dari suatu nilai minimum yang telah ditentukan.
Pertama-tama kita akan pelajari penyelesaian yang didasarkan pada
pernyataan tegangan suatu rel sebagai fungsi dari daya nyata dan daya reaktif
yang disampaikan ke suatu rel dari generator-generator atau yang dicatu pada
beban yang dihubungkan pada rel itu. Tegangan-tegangan yang diperkirakan atau
yang telah dihitung sebelumnya pada rel-rel yang lain, dan admitansi-admitansi
sendiri dan bersama dari simpul-simpulnya. Penurunan persamaan-persamaan
41
dasarnya dimulai dengan suatu rumusan simpul dari persamaan jala-jala. Kita
akan meurunkan persamaan-persamaan untuk suatu sistem empat rel dan
persamaan-persamaan umumnya akan kita tuliskan kemudian. Dengan rel berayun
ditetapkan sebagai nomor 1, perhitungan dimulai dengan rel 2, jika P
2
dan Q
2
adalah daya nyata dan reaktif yang direncanakan untuk memasuki sistem pada rel
2,
V
2
I*
2
=P
2
+jQ
2
................................................................................ (2.17)
Dari mana I
2
dinyatakan sebagai
I
2
=
P
2
-]
2
v
2
........................................................................................ (2.18)
Dan dengan admitansi-admitansi sendiri dan bersama simpul-simpul sebagai
suku-sukunya, serta generator dan beban-beban diabaikan karena arus yang masuk
ke dalam setiap simpul telah dinyatakan seperti pada persamaan (2.13), maka
P
2
-]
2
v
2
=
21
I
1
+
22
I
2
+
23
I
3
+
24
I
4
.......................................... (2.19)
Dengan menyelesaikan untuk V
2
didapat
I
2
=
1
22
j
P
2
-]
2
v
2
(
21
I
1
+
23
I
3
+
24
I
4
)[ ..................................... (2.20)
Persamaan (2.15) memberikan nilai yang telah dikoreksi untuk V2 berdasarkan P2
dan Q2 yang telah direncanakan bila nilai-nilai yang semula diperkirakan
dimasukkan sebagai ganti pernyataan-pernyataan tegangan pada ruas kanan
persamaan itu. Nilai yang dihitung untuk V2 tidak akan sesuai dengan nilai
perkiraan untuk V*2. Dengan memasukkan nilai tasrif (conjugate) dari nilai V2
yang telah dihitung sebagai ganti V*2 dalam persamaan (2.19) untuk menghitung
suatu nilai yang lain dai V2, persesuaian akan tercapai dengan tingkat ketepatan
42
yang baik setelah beberapa iterasi, dan akan merupakan nilai V2 yang benar
dengan tegangan-tegangan yang diperkirakan tanpa memandang daya pada rel-rel
yang lain. Tetapi nilai ini bukan merupakan penyelesaian untuk V2 bagi keadaan-
keadaan aliran beban yang telah ditetapkan, karena tegangan-tegangan dimana
perhitungan V2 ini didasarkan adalah nilai-nilai tegangan perkiraan pada rel-rel
yang lain, sedangkan tegangan-tegangan yang sesungguhanya belum diketahui.
Dianjurkan untuk membuat dua buah perhitungan V2 berturut-turut (yang kedua
adalah sama seperti yang pertama kecuali untuk pembetulan pada V*2) untuk
setiap rel sebelum meneruskan dengan rel berikutnya.
Setelah tegangan yang dibetulkan diperoleh pada setiap rel, nilai ini
dipakai lagi untuk menghitung tegangan yang dibetulkan pada rel berikutnya.
Proses ini diulangi untuk setiap rel berturut-turut untuk seluruh jala-jala (kecuali
pada rel berayun) untuk menyelesaikan iterasi pertama. Kemudian seluruh proses
ini dilakukan lagi berulang-ulang sehingga besarnya pembetulan tegangan pada
setiap rel kurang dari suatu indeks ketepatan yang sebelumnya telah ditetapkan.
Proses pemecahan persamaan-persamaan aljabar linear semacam ini dikenal
sebagai metode iterasi Gauss-Siedel. J ika himpunan yang sama dari nilai-nilai
tegangan digunakan untuk suatu iterasi lengkap (bukannya dengan langsung
memasukkan setiap nilai baru yang diperoleh untuk menghitung tegangan pada rel
berikutnya), maka prose situ disebut metode iterasi Gauss.
Konvergensi pada suatu penyelesaian yang salah mungkin terjadi jika
tegangan-tegangan aslinya sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai yang benar.
Konvergensi yang salah ini biasanya dapat dihindarkan jika nilai-nilai aslinya
43
mempunyai besar yang pantas dan fasanya berbeda tidak terlalu jauh. Setiap
penyelesaian yang tidak diinginkan dapat diketahui dengan mudah melalui
pemeriksaan hasil-hasilnya karena tegangan-tegangan sistem biasanya tidak
mempunyai daerah fasa yang lebih besar dari 45
o
dan selisih antara dua rel yang
berdekatan kurang dari 10
o
dan malahan sering kali sangat kecil.
Untuk keseluruhan N buah rel, tegangan yang dihitung pada setiap rel k
dimana P
k
dan Q
k
adalah
I
k
=
1
kk
[
P
k
-]
k
v
k
kn
I
n
N
n=1
....................................................... (2.21)
Dimana nk. Nilai-nilai tegangan pada ruas kanan persamaan itu adalah nilai-
nilai hitungan terbaru untuk rel-rel yang bersesuaian (atau tegangan perkiraan jika
belum dilakukan iterasi pada rel tersebut).
Metode Gauss-Siedel dalam penyelesaian soal-soal aliran daya telah
menunjukkan bahwa diperlukan iterasi dalam jumlah yang agak benyak sebelum
pembetulan-pembetulan tegangan berada didalam indeks ketepatan yang dapat
diterima, jika tegangan yang dibetulkan pada suatu rel hanya menggantikan nilai
terbaik terakhir sementara perhitungan berjalan dari rel ke rel. jumlah iterasi yang
diperlukan dapat banyak dikurangi jika pembetulan tegangan pada setiap rel
dikalikan dulu dengan beberapa konstanta yang meningkatkan besarnya
pembetulan untuk membawa tegangan lebih tepat pada nilai yang didekatinya.
Pengali-pengali (multipliers) yang memberikan konvergensi lebih baik ini
dinamakan faktor-faktor percepatan (acceleration factor). Selisih antara tegangan
yang baru saja dihitung dan tegangan terdahulu terbaik pada rel dikalikan dengan
faktor percepatan yang sesuai untuk mendapatkan pembetulan yang lebih baik
44
untuk ditambahkan pada nilai yang terdahulu. Faktor percepatan untuk unsure
nyata pembetulan dapat berbeda dengan faktor untuk unsur khayal. Untuk setiap
sistem terdapat nilai-nilai optimum untuk factor percepatan, dan pemilihan faktor-
faktor yang salah dapat mengakibatkan konvergensi yang kurang cepat atau tidak
mungkin sama sekali. Suatu pilihan yang biasanya baik untuk unsur-unsur nyata
dan khayal ialah nilai faktor percepatan sebesar 1,6. Studi-studi dapat dibuat untuk
menentukan pilihan yang terbaik untuk suatu sistem tertentu.
Rel dimana diberikan besarnya tegangan dan bukannya daya reaktif, unsur-
unsur nyata dan khayal dari tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan
pertama-tama menghitung suatu nilai dari daya reaktif. Dari persamaan (2.22)
P
k
]
k
=(
kk
I
k
+
kn
I
n
N
n=1
)I
k
................................................ (2.22)
Dimana n k. J ika kita buat n sama dengan k
P
k
]
k
=I
k
kn
N
n=1
I
n
............................................................... (2.23)
k
=Im{I
k
kn
I
n
N
n=1
} ............................................................... (2.24)
Dimana Im bearti bagian khayal dari
Daya reaktif Qk dihitung dari persamaan (2.22) untuk nilai-nilai tegangan
terdahulu terbaik pada rel-rel, dan nilai Qk ini dimasukkan ke dalam persamaan
(2.23) untuk mendapatkan suatu Vk baru. Unsur-unsur dari Vk baru itu kemudian
dikalikan dengan perbandingan dari besarnya Vk konstan yang ditentukan
terhadap besarnya Vk yang diperoleh dari persamaan (2.24). Hasilnya adalah
tegangan kompleks yang telah dibetulkan dari besar yang ditentukan.
45
2.15.2 Metode Newton-Raphson
Metode Newton Raphson merupakan metode yang tepat untuk
menyelesaikan persamaan matematis non linear. Metode ini banyak digunakan
untuk menyelesaikan analisis aliran daya pada sistem tenaga listrik yang besar.
Untuk bus jenis tertentu dari sistem tenaga seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.14, maka arus yang masuk pada bus I dinyatakan dalam persamaan:
Gambar 2.12 Model Bus dari Sistem Tenaga
I
=
]
I
]
n
]=1
........................................................................................... (2.25)
Bila ditulis dalam bentuk polar:
I
= |
]
||I
]
|
n
]=1
0
]
+o
]
............................................................... (2.26)
daya kompleks pada bus I adalah
P
= I
................................................................................ (2.27)
Substitusi dari persamaan 2.22 dan 2.23 menjadi:
P
=|I
| o
. |
]
||I
]
|0
]
+o
]
n
]=1
(2.28)
Sehingga untuk daya aktif dan daya reaktif pada bus I adalah:
P
= |
]
||I
]
||I
|
n
]=1
cos(0
]
o
+o
]
)............................................(2.29)
= |
]
||I
]
||I
| sin(0
]
o
+o
]
)
n
]=1
....................................... (2.30)
yjo
I io
Bus i
Iij
yin
yi2
yi1
Vi V1
V2
Vn
46
persamaan 2.22 dan 2.23 dikembangkan dari deret Taylor, maka persamaannya
adalah
P
2
(k)
P
n
(k)
2
(k)
n
(k)
P
2
(k)
6
2
P
2
(k)
6
n
P
n
(k)
6
n
P
n
(k)
6
n
Q
2
(k)
6
2
Q
2
(k)
6
n
Q
n
(k)
6
2
Q
n
(k)
6
n
P
2
(k)
|v
2
|
P
2
(k)
|v
n
|
P
n
(k)
|v
2
|
P
n
(k)
|v
n
|
Q
2
(k)
|v
2
|
Q
2
(k)
|v
n
|
Q
n
(k)
|v
2
|
Q
n
(k)
|v
n
|
6
2
(k)
6
2
(k)
v
2
(k)
v
n
(k)
......................................... (2.31)
Dalam bentuk singkatnya dapat ditulis matriks Jacobian sebagai berikut:
_
P
_ = _
[
1
[
2
[
3
[
4
_ ._
o
|I|
_ ................................................................... (2.32)
Elemen diagonal dan diagonal luar J
1
adalah:
P
i
6
i
= |I
||I
]
||
]
| sin(0
]
o
+o
]
)
]=
......................................... (2.33)
P
i
6
]
= |I
||I
]
||
]
| sin(0
]
o
+o
]
) ] i ................................... (2.34)
Elemen diagonal dan diagonal luar J
2
adala:
P
i
|v
i
|
=2|I
||
| cos0
+ |I
]
||
]
| cos(0
]
o
+o
]
)
]=
................ (2.35)
P
i
|v
]
|
=|I
||
]
| cos(0
]
o
+o
]
) ] i .......................................... (2.32)
Elemen diagonal dan diagonal luar J
3
adalah:
i
6
i
= |I
|
]=
|I
]
||
]
| cos(0
]
o
+o
]
) ........................................ (2.36)
i
6
]
= |I
||I
]
||
]
| cos(0
]
o
+o
]
) ] i .................................. (2.37)
47
Elemen diagonal dan diagonal luar J
4
adalah:
i
|v
i
|
= 2|I
||
| sin0
|I
]
||
]
| sin(0
]
o
+o
]
)
]=
.............. (2.38)
i
|v
]
|
= |I
||
]
| sin(0
]
o
+o
]
) ] i ...................................... (2.39)
Nilai daya aktif dan reaktif perhitungan berbeda dengan nilai yang terjadwal,
perbedaan ini disebut sisa daya (power residuals) yang diberikan dengan
persamaan sebagai berikut:
P
(k)
= P
sch
P
(k)
........................................................................ (2.40)
(k)
=
sch
(k)
........................................................................ (2.41)
Perhitungan baru untuk sudut fase dan tegangan pada bus I adalah:
o
(k+1)
=o
(k)
+o
(k)
.......................................................................(2.42)
I
(k+1)
= I
(k)
+I
(k)
..............................................................(2.43)
2.15.3 Metode Fast Decoupled
Metode ini diturunkan dari Newton-Raphson. Hal ini berdasarkan Metode
ini diturunkan dari Newton-Raphson. Hal itu berdasar fakta bahwa perubahan
kecil pada besar tegangan bus tidak terlalu mempengaruhi daya nyata dan
perubahan kecil pada sudat fasa tegangan bus tidak terlalu mempengaruhi daya
reaktif. Oleh karena itu, persamaan aliran daya pada Newton-Raphson bisa
digantikan dua persamaan aliaran daya terpisah (decoupled) yang diselesaikan
secara iterasi, yaitu :
48
[P][[1] =[o](2.44)
[][[4] =[I] (2.45)
Metode ini mengurangi kebutuhan memori hingga setengahnya bila dibandingkan
metode Newton-raphson, dan mengurangi waktu penyelesaian karena matrik
Jacobian bernilai konstan.
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan pada perhitungan menggunakan metode
Newton-Raphson. Sistem saluran distribusi atau transmisi mempunyai konfigurasi
antara lain seperti konfigurasi radial dan loop. Untuk mengetahui kinerja sistem,
maka diperlukan studi aliran daya. Tujuan studi aliran daya adalah untuk
mengetahui rugi daya dan jatuh tegangan pada setiap titik beban sepanjang
saluran. Metode Newton-Raphson memiliki perhitungan yang lebih baik dari
metode lainnya, bila untuk sistem tenaga yang lebih besar karena lebih efesian dan
praktis. Jumlah literasi yang dibutuhkan untuk memperoleh pemecahan ditentukan
berdasarkan ukuran sistem menggunakan bantuan program ETAP versi 7.0.0
(Electrical Transient Analisys Program).
3.2 Data yang dibutuhkan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Jaringan Distribusi
20kV, Data-data diperoleh dari PT. PLN (persero) Unit Pelayanan Jaringan (UPJ)
rayon kota Yogyakarta. Adapun data-data yang dibutuhkan dalam analisis aliran
daya adalah:
a. Saluran distribusi 20 kV penyulang 3 wirobrajan (WBN 03).
b. Data aset penyulang 03 wirobrajan.
c. Beban yang terpasang pada penyulang 03 wirobrajan.
d. Data saluran penghantar lengkap.
50
3.3 Alat Penelitian
Untuk mempermudah jalannya penelitian maka peneliti menggunakan alat-
alat sebagai berikut :
a. Seperangkat komputer PC untuk pengolahan data.
b. Perangkat lunak komputer (software) ETAP (Electrical Transient Analysis
Program) Power Station 7.0.0.
c. Satu set printer pencetakan data.
3.4 Proses Penelitian
Untuk menjalankan penelitian dalam hal proses simulasi load flow
analysis, langkah yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
Pada tahap ini beberapa hal yang dilakukan adalah :
a. Menyusun proposal untuk melaksanakan penelitian
b. Membuat surat pengantar dari kampus untuk pelaksanaan
c. Melakukan observasi lokasi serta melengkapi syarat-syarat administrasi
2. Pelaksanaan
Pada tahap ini beberapa hal yang dilakukan adalah :
a. Memahami mekanisme kerja objek
b. Memahami dokumen-dokumen yang dibutuhkan
c. Mengumpulkan data-data yang diperlukan
Setelah melakukan proses pengambilan data, simulasi penelitian dilakukan dengan
pembuatan pemodelan rangkain simulasi ETAP untuk analisa aliran daya. Untuk
lebih lengkap dan jelas penulis membuat diagram alir penelitian. Diagram alir
51
penelitian yang dilakukan oleh penulis guna menyelesaikan penulisan laporan
serta proses simulasi relai diferensial seperti pada gambar 3.1 dibawah ini.
Langkah-langkah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
Perbaiki data
Mulai
Persiapan &
Pengumpulan data
Masukan/ cek data
parameter yang
dibutuhkan program
Merangkai model jaringan distribusi
20kV
Menjalankan simulasi programETAP
Simulasi jalan?
Kesimpulan
Selesai
Hasil simulasi
Ya
Tidak
Memasukan data lapangan yang akan
disimulasikan
52
3.5 Program ETAP PowerStation 7.0.0
ETAP (electrical transient analysis program) adalah software untuk
power sistem yang bekerja berdasarkan plant (project). Setiap plant harus
menyediakan modelling peralatan dan alat - alat pendukung yang berhubungan
dengan analisa yang akan dilakukan. Misalnya generator, data motor, data kabel
dll. Sebuah plant terdiri dari sub-sistem kelistrikan yang membutuhkan
sekumpulan komponen elektris yang khusus dan saling berhubungan. Dalam
PowerStation, setiap plant harus menyediakan data base untuk keperluan itu.
ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single line diagram secara
grafis dan mengadakan beberapa analisa/studi yakni :
1. Load Flow Analysis (LF)
2. Short Circuit Analysis (SC)
3. Motor Starting Analysis (MS)
4. Transient Stability Analysis (TS)
5. Cable Ampacity Derating Analysis (CD)
Power Plot Interface.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bekerja
dengan ETAP PowerStation adalah :
a. One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen/peralatan listrik
sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan.
b. Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem
kelistrikan. Data elektris maupun mekanis dari peralatan yang detail/lengkap
dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi/analisis.
53
c. Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC atau ANSI,
frekuensi sistem dan metode-metode yang dipakai.
d. Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode
studi yang akan dilakukan dan format hasil analisis.
3.6 Simulasi Aliran Daya Analisis ETAP PowerStation 7.0.0
Simulasi ETAP yang digunakan pada penelitian ini adalah simulasi load
flow analysis, simulasi pertama digunakan untuk mengetahui aliran daya,
tegangan, arus dan daya pada jaringan. Analisis kedua digunakan untuk
mengetahui rugi0rugi daya yang terjadi pada tiap bus.
Studi aliran daya adalah studi yang memberikan analisis aliran daya pada
suatu sistem tenaga listrik yang bertujuan untuk :
a. Mengetahui besarnya tegangan pada masing-masing bus pada sistem
tersebut
b. Mengetahui aliran daya aktif dan reaktif dalam sistem.
c. Mengetahui apakah semua peralatan memenuhi batas-batas yang ditentukan
untuk menyalurkan daya yang diinginkan
d. Memperoleh kondisi awal pada perencanaan sistem yang baru.
3.6.1 Data masukkan
Data-data yang dimasukkan dalam simulasi ETAP adalah sebagai berikut :
1. Nama Busbar, untuk mengidentifikasi bus yang terkoneksi.
2. Tipe Busbar.
3. Rating tegangan busbar dalam satuan kV.
4. Data penghantar pada saluran distribusi.
54
5. Daya semu, yakni beban yang tersambung atau dilayani pada bus
beban dalam satuan MVA.
6. Dasar MVA yakni 60 MVA, dan kV dasar adalah 20 kV.
7. Power factor ditentukan untuk beban adalah sebesar 85%
3.6.2 Menjalankan Program ETAP
Program ETAP 7.0 dapat digunakan setelah di install kedalam komputer.
Setelah program dijalankan maka akan tampak kotak dialog box seperti pada
gambar dibawah ini:
Gambar 3.2 kotak dialog pertama ETAP
3.6.3 Membuat Studi Kasus
Untuk membuat project baru klik file new project maka akan muncul
kotak dialog seperti pada gambar dibawah ini :
55
Gambar 3.3 kotak dialog untuk memulai new project
3.6.4 Membuat Single line diagram
Pada gambar 3.3. terdapat jendela untuk menggambar Single Line
Diagram dengan menggunakan template yang terdapat pada toolbar disebelah
kanan dengan cara klik and drag. Hasilnya seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.4 Single line diagram feeder 03 GI wirobrajan
56
Setelah selesai membuat single line diagram langkah selanjutnya adalah
memasukan nama busbar untuk mengidentifikasi bus yang terkoneksi. Pada bus
beban data yang dimasukkan adalah daya semu, yakni daya yag dilayani pada bus
beban dalam satuan MVA, % power factor, rating KV, dan factor pembebanan.
Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.5 Data static load pada bus beban
3.7 Running Program
Setelah kita memasukkan semua data yang dibutuhkan, maka kita sudah
dapat memulai menjalankan analisis load flow. Pada bagian menu editor terdapat
icon load flow analysis, dengan icon tersebut kita dapat langsung menjalankan
analisis aliran beban sesuai dengan metode dan jumlah iterasi yang sudah kita set
sebelumnya.
57
Setelah iterasi selesai, kita dapat melihat hasil aliran bebannya dengan
memilih icon output report. Dari sini kita dapat memilih hasil apa yang kita
tampilkan dengan memilihnya pada windows load flow report manager, antara
lain sebagai berikut :
a. Input data : menampilkan data masukan sesuai dengan tipenya.
b. Result : menampilkan hasil aliran beban sesuai dengan format yang diinginkan
yaitu F report.
c. Summary : menampilkan bagian tertentu dari hasil aliran beban yang
diinginkan seperti pembebanan, rugi-rugi.
d. Complete : menampilkan hasil dengan format tertentu seperti complete untuk
menampilkan hasil perhitungan text rept untuk menampilkan hasil lebih detail.
Hasil running program load flow analysis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.6 Hasil running program load flow analysis
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sistem Tenaga Listrik D.I.Yogyakarta
Kebutuhan tenaga listrik D.I.Yogyakarta disuplai dari 8 buah Gardu Induk
150 kV dengan 15 buah transformator berkapasitas total 646 MVA dengan
perincian sebagai berikut :
a. GI Kentungan II, 60 MVA i. GI Wirobrajan I, 60 MVA
b. GI Kentungan IV, 60 MVA j. GI Medari I, 30 MVA
c. GI Bantul I, 60 MVA k. GI Medari II, 30 MVA
d. GI Bantul III, 60 MVA l. GI Wates I, 30 MVA
e. GI Gejayan I, 60 MVA m. GI Wates II, 16 MVA
f. GI Gejayan II, 60 MVA n. GI Semanu I, 30 MVA
g. GI Godean I, 30 MVA o. GI Semanu II, 30 MVA
h. GI Godean II, 30 MVA
GI kentungan dan GI Medari menyuplai sebagian kabupaten Sleman, GI
Gejayan dan GI Wirobrajan menyuplai wilayah Yogyakarta bagian kota, GI
Bantul menyuplai sebagian kabupaten Bantul, GI Godean menyuplai wilayah
Sedayu, GI Wates menyuplai wilayah kabupaten Kulonprogo, dan GI Semanu
menyuplai wilayah kabupaten Wonosari.
Penyulang 20 kV wilayah APJ Yogyakarta berjumlah 60 penyulang. Tiap-
tiap penyulang tersebut terhubung satu sama lain membentuk jaringan radial.
Dalam keadaan normal, setiap beban dilayani oleh satu penyulang. Namun apabila
59
penyulang lain mengalami gangguan, maka beban ke dua dapat disuplai dari
penyulang pertama.
4.1.1 Jaringan Distribusi D.I.Yogyakarta
Jaringan distribusi primer yang dipakai wilayah APJ Yogyakarta
menggunakan sistem distribusi yang memiliki identitas sebagai berikut:
1. Tegangan sistem primer adalah 20 kV dan tegangan rendahnya 380/220 V.
2. Sistem pentanahannya yaitu titik netral ditanahkan langsung sepanjang saluran
dan kawat netral dipakai bersama untuk saluran tegangan menengah dan
tegangan rendah yang berada dibawahnya.
3. Konstruksi saluran udara terdiri atas :
a. Saluran utama menggunakan kawat AAAC (All Alumunium Alloy
Conductor) 3x240 +150 mm
2
untuk tiga fasa, 4 kawat.
b. Saluran cabang menggunakan kawat AAAC (All Alumunium Alloy
Conductor) 3x70 +50 mm
2
untuk 1 fasa, 2 kawat.
4. Pelayanan beban 3 fasa 4 kawat dengan tegangan 20/11,6 kV dan satu fasa 2
kawat dengan tegangan 11,6 kV.
4.2 Gardu Induk Wirobrajan
Gardu Induk Wirobrajan merupakan salah satu unit pelayanan transmisi
Yogyakarta yang terdiri dari 11 Gardu Induk. GI wirobrajan merupakan gardu
induk jenis pasang dalam yang mempunyai 1 buah transformator daya utama
yang berkapasitas 60 MVA. Trafo ini menyuplay penyulang-penyulang WBN
01,WBN 02, WBN 03, WBN 04 dan WBN 06. Untuk faktor daya pada
60
transformator 1 sebesar 0,93. Nilai faktor daya ini masih memenuhi syarat
minimum yaitu 0,85.
Gambar 4.1 Single line diagram GI Wirobrajan
Keterangan:
a. =ABSW Normal Close d. =LBS remote SCADA
b. =ABSW normal Open e. =Recloser
c. =LBS Manual f. =Sectionalizer
Konstruksi saluran GI Wirobrajan menggunakan penghantar sesuai dengan
SPLN 64 1985 sehingga nilai impedans penghantar AAAC 3x20 +150 mm
2
yaitu
0.1344+j0.3158, dan penghanatar AAAC 3x70 +50 mm
2
yaitu 0.4608 +0.3572.
L
R
S
61
4.2.1 Single Line Feeder Wirobrajan 3
Feeder 3 GI wirobrajan mensuplay sebanyak 25 buah trafo distribusi.
Dengan sumber energi trafo 1, sebagai penyulang ada feeder 03 yang akan
dianalisa dan disimulasikan perhitungannya. Data-data yang dibutuhkan mengenai
feeder didapatkan dari data PT. PLN rayon kota.
Gambar 4.2 Single Line Diagram penyulang 3 Wirobrajan
4.2.2 Data Trafo Penyulang Wirobrajan 3
Feeder 3 GI wirobrajan yang melayani daerah Jogja selatan, J l. KHA
Dahlan, Ngadiwinatan dan J l. Bhayangkara dapat dilihat pada tabel berikut:
62
Tabel 4.1 data trafo pada penyulang 3 Wirobrajan
No. Tiang Phasa
S
Merk
Beban
Nominal
(A)
Alamat
(kVA)
S1-127 1 50 Sintra
2.5
J l. KHA Dahlan
48/S2-8 1 50 BD
2.5
J l. KHA Dahlan
46/S2-8 1 50 GE
2.5
J l. KHA Dahlan
45D/S2-8 1 50 BD
2.5
J l. KHA Dahlan
45F/S2-8 1 50 BD
2.5
J l. KHA Dahlan
44/S2-8 3
100
Sintra
5
J l. KHA Dahlan
42/S2-8 1 50 Sintra
2.5
J l. KHA Dahlan
41/S2-8 1 50 Hico
2.5
J l. KHA Dahlan
39/S2-8 3 50 Hico
2.5
J l. KHA Dahlan
38E/S2-8 1 50 BD
2.5
Ngadiwinatan
38G/S2-8 1 50 GE
2.5
Ngadiwinatan
38I/S2-8 1 50 Trafindo
2.5
Ngadiwinatan
38M/S2-8 1 50 GE
2.5
Ngadiwinatan
35E/S2-8 1 50 BD
2.5
Ngadiwinatan
33/S2-8 3 500 Hico
14,4
J l. KHA Dahlan
31/S2-8 1 50 BD
2.5
J l. KHA Dahlan
30/S2-8 3 150 Unindo
Jl Bhayangkara
27/S2-8 1 50 BD
2.5
Jl Bhayangkara
26/S2-8 1 25 Hico
1.25
Jl Bhayangkara
25/S2-8 1 50 J P
2.5
Jl Bhayangkara
24/S2-8 1 50 Trafindo
2.5
Jl Bhayangkara
24/S2-8 1 50 Trafindo
2.5
Bhayangkara
23/S2-8 1 25 GE
1.25
J l. KHA Dahlan
32D/S2-8 3 160 Trafindo
8
J l. KHA Dahlan
32E/S2-8 3 250 Trafindo
12,5
J l. KHA Dahlan
4.2.3 Data Bus Penyulang Wirobrajan 3
Untuk memudahkan perhitungan, tiap beban yang terpasang pada feeder 3
dikelompokan dalam 5 bus utama dan 5 Bus cabang, seperti yang dapat dilihat
pada tabel 4.2 dibawah ini:
63
Tabel 4.2 data tiap Bus Wirobrajan 3
No Bus
Beban 80% (kVA) Kawat (AAAC)
Trafo 1
Phasa
Trafo 3
Phasa
3x240 +150mm
2
3x70 +50mm
2
1 1 40 0 V
2 2 2 X 40 0 V
3 2.1 2 X 40 0 V
4 3 70 120 V
5 4 0 400 V
6 4.1 160 0 V
7 4.2 40 0 V
8 5 0 328 V
9 5.1 140 128 V
10 5.2 100 0 V
4.3 Konstanta Jaringan
Untuk perhitungan jatuh tegangan, resistansi dan reaktansi kedua
konduktor perlu diperhitungkan. Kombinasi antara resistansi dan rektansi disebut
dengan impedansi yang dinyatakan dalam satuan ohm. Data impedansi kawat ini
diambil dari SPLN 64 tahun 1995, impedansi kawat bisa dilihat dari tabel 4.3
dibawah ini:
Tabel 4.3 Data Impedansi Kawat / SPLN 64 Tahun 1995
Luas
Penampang
(mm
2
)
J ari
2
Mm
Urat
GMR
(mm)
Impedansi urutan
positif (Ohm/ km)
Aluminium
Impedansi urutan
Nol (Ohm/ km)
Aluminium
Z1,Z2 Zo
R1 J x1 R1 J x1
1 2 1 2
16 22,563 7 16,380 1,8382 0,4035 1,9862 1,6910
25 28,203 7 20,475 1,1755 0,3895 1,3245 1,6770
35 33,371 7 24,227 0,8403 0,3791 0,9883 1,6666
50 39,886 7 28,957 0,5882 0,3677 0.7362 1.6552
64
4.4 Data Beban dan Tegangan Trafo I GI Wirobrajan
Tabel 4.4 Data Beban dan Tegangan Trafo I
Gardu
Induk
Trafo Feeder
Jam 10.00 Jam 19.00
Tegangan
(KV)
R S T R S T
Wirobrajan I
WBN.01 65 82 83 160 161 180
20.99
WBN.02 136 133 144 160 161 180
20.99
WBN.03 270 110 121 370 160 180
20.99
WBN.04 186 159 181 201 180 204
20.99
WBN.06 88 78 96 109 96 118
20.99
Trafo I Wirobrajan mempunyai spesifikasi sebagai berikut:
Merek : XIAN
Type : SFZ 60000/150
Frekuensi : 50 Hz
Cooling system : ONAN ONAF
70 47,193 7 34,262 0,4202 0,3572 0,5682 1,6447
95 54,979 19 41,674 0,3096 0,3464 0,4576 1,6339
120 61,791 19 46,837 0,2451 0,3375 0,3931 1,6250
150 69,084 19 52,365 0,1961 0,3305 0,3441 1,6180
185 76,722 19 58,155 0,1590 0,3239 0,3070 1,6114
240 87,386 19 66,238 0,1225 0,3157 0,2750 1,6032
65
Impedance : 12,35
4.5 Pembebanan Trafo Wirobrajan
S =60000 kVa ; V =20kV
Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka
I
]I
=
S
3x 20
=
60000
3x 20
=1732 A
I
utu sung
=
Ir +Is +It
3
=
745+562+625
3
=644 A
I
utu muIum
=
Ir +Is +It
3
=
1000+758+862
3
=873,3 A
Persentase pembebanan trafo adalah:
Pada siang hari:
I
rctc sicng
I
]l
=
644
1732
=37,1 %
Pada malam hari:
I
rctc mclcm
I
]l
=
873,3
1732
=50,4 %
4.6 Analisa Ketidakseimbangan Beban Penyulang 3
Rata-rata penggunaan arus yang dipakai pada penyulang 3 dihitung dengan
penjumlahan total semua fasa dibagi dengan banyaknya fasa sebagai berikut :
Pada pengukuran jam 10.00
I
utu sung
=
Ir +Is +It
3
=
270+110+121
3
=167 A
Pada pengukuran jam 19.00
I
utu muIum
=
Ir +Is +It
3
=
370+160+180
3
=236,6 A
66
Dengan menggunakan persamaan (2.6), koefisien a, b, dan c dapat diketahui
besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang (I) sama dengan
besarnya arus rata-rata (I
rata
)
Pada siang hari
I
=o .I moko o =
I
I
=
270
167
=1,61
I
s
=b .I moko b =
I
s
I
=
110
167
=0,65
I
=c .I moko c =
I
t
I
=
121
167
=0,72
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian,
rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah:
=
{|o 1| +|b 1| +|c 1|}
3
x100%
=
{|1,611| +|0,651| +|0,72 1|}
3
x100%
=41,44 %
Pada malam hari
I
=o .I moko o =
I
I
=
370
236,6
=1,56
I
s
=b .I moko b =
I
s
I
=
160
236,6
=0,67
I
=c .I moko c =
I
t
I
=
180
236,6
=0,76
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian,
rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah:
67
=
{|o 1| +|b 1| +|c 1|}
3
x100%
=
{|1,561| +|0,671| +|0,76 1|}
3
x100%
=37,66 %
Dari perhitungan beban tak seimbang diatas penyulang WBN 03 memiliki
ketidakseimbangan beban cukup tinggi baik pada siang maupun malam (>25 %)
hal ini disebabkan karena penggunaan beban yang tidak merata diantara
konsumen dan menjadikan penyulang 3 sebagai prioritas dalam analisis.
4.7 Tahap Penyeimbangan
4.7.1 Penyeimbangan Pertama
Tahan penyeimbangan dilakukan mulai dari ujung saluran menuju pangkal
jaringan. Untuk melakukan pemindahannya maka perlu diperhatikan bagaimana
kondisi pembebanan pada pangkal dan kondisi pembebanan pada titik yang akan
dipindahkan. Pemindahan awal ini beban fase R yang besar dipindahkan pada
beban fase S yang kecil.
Beban penyulang WBN 03 dibagi ke dalam 19 fase beban, (A, B, C, D, E, F, G,
H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S,)
Seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Posisi Beban Pada Kondisi Awal
Posisi Beban Kondisi Awal
A 40 kVA R
B 40 kVA R
C 40 kVA R
D 50 kVA R
68
Posisi Beban Kondisi Awal
E 20 kVA S
F 40 kVA S
G 40 kVA S
H 40 kVA T
I 40 kVA S
J 40 kVA T
K 40 kVA T
L 40 kVA R
M 40 kVA R
N 40 kVA T
O 20 kVA S
P 40 kVA T
Q 20 kVA T
R 40 kVA R
S 40 kVA R
Kondisi awal dari pangkal penyulang sebelum dilakukan penyeimbangan
arus pada masing-masing fase dengan pembebanan seluruhnya sebesar yaitu I
R
=
370, I
S
=160, I
T
=180 dengan jumlah beban yang dipakai pada keadaan beban
puncak. Tegangan pada pangkal seperti yang terlihat pada simulasi ETAP dengan
menggunakan analisa load flow sebesar 10,77 kV dan pada ujung penyulang
sebesar 9,769 kV.
69
Gambar 4.3 Kondisi Pembebanan Awal
Penyeimbangan ini dilakukan pemindahan beban jaringan satu fase dari fase R ke
fase S, pemindahan tersebut dimulai dari ujung feeder ke pangkal feeder dan
dilakukan dengan menggunakan simulasi ETAP.
Nilai keseimbangan sebagai patokan dalam pemindahan fasa dapat
digunakan dengan mencari nilai mean (rataan hitungan) sebagai berikut:
I
utu-utu
=
Ir +Is +It
3
=
370+160+180
3
=236,6
Arus pada masing-masing titik sebelum dan sesudah tertera pada tabel:
Tabel 4.6 Penyeimbang Beban Tahap Pertama
Perpindahan
Fasa
Beban
Kondisi Awal Kondisi Akhir
R S T R S T
R ke S
D 370 160 180 320 210 180
N 320 210 180 280 250 180
70
Beban D yang sebelumnya berada pada fasa R sipindahkan ke fasa S,
sehingga pada fasa S terjadi kenaikan sebesar 40 kVA, sehingga beban I
R
=320,
I
S
=210, I
T
=180. Beban N juga dipindahkan ke fasa S untuk mendapatkan
keseimbangan lanjut, sehingga hasil akhir beban I
R
=280, I
S
=250, I
T
=180.
Maka keadaan keseimbangannya:
I
R
=o .I moko o =
I
R
I
=
280
236,6
=1,18
I
S
=b .I moko b =
I
S
I
=
250
236,6
=1,05
I
1
=c .I moko c =
I
1
I
=
180
236,6
=0,76
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian,
rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah:
=
{|o 1| +|b 1| +|c 1|}
3
x100%
=
{|1,181| +|1,051| +|0,76 1|}
3
x100%
=15,6 %
Dengan hanya memindahkan pembebanan pada fasa R ke fasa S terjadi
penurunan ketidakseimbangan pada penyulang 3 sebesar 22,06 % hal ini sangat
berpengaruh pada besaran kV yang mengalir pada penyulang 3 ini.
4.7.2 Penyeimbangan Kedua
Penyeimbangan kedua ini dengan merubah total pembebanan yang ada
pada tiap bus sehingga tiap bus menjadi lebih merata beban R, S dan T nya juga
untuk mencapai atau mendekati nilai I
rata-tata
sebesar 236,6.
71
Perpindahan beban pada fasa tiap bus setelah penyeimbangan pertama seperti
pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Penyeimbangan Beban kedua
Bus
Kondisi awal letak beban Kondisi Akhir letak beban
R S T R S T
1 A A
2 B,C B C
2.1 G,F F G
3 D E D E
4.1 H, I, J, K H I J ,K
4.2 L L
5.1 M N, O, P M N, P O
5.2 S, R, Q R Q, S
Dengan menggunakan simulasi ETAP konfigurasi dilakukan dengan
pemindahan beban dari satu fase ke fase lainnya. Pada Bus 2, beban B dan C yang
semula berada pada fasa R dipindahkan ke fasa S dan T. Bus 2 Beban G dan F
yang berada pada fasa S dipindahkan ke fasa R. beban E pada bus 3 dipindahkan
ke fasa T pada bus yang sama. Beban H, I, J, K yang menumpuk pada fasa T di
bus 4.2 dipindahkan beban H pada fasa R dan beban I pada fasa T. pada bus 5.1
beban O dipindahkan ke fasa T. pada bus 5.2 beban Q dan S dipindah ke fasa T,
beban R dipindah ke fasa S. Sehingga total pembebanan I
R
=250, I
S
=240, I
T
=
220. Dengan nilai tegangan pada pangkal penyulang menjadi 10,89 kV dan ujung
penyulang menjadi 10,22 kV.
Maka keadaan keseimbangannya:
I
R
=o .I moko o =
I
R
I
=
250
236,6
=1,05
72
I
S
=b .I moko b =
I
S
I
=
240
236,6
=1,01
I
1
=c .I moko c =
I
1
I
=
220
236,6
=0,92
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian,
rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah:
=
{|o 1| +|b 1| +|c 1|}
3
x100%
=
{|1,051| +|1,011| +|0,92 1|}
3
x100%
=4,6 %
Dengan melakukan keseimbangan kedua dengan beban tiap fasa sebesar, R=250,
S=240, T=220 hasil yang didapat jauh lebih optimal dari penyeimbangan pertama
dengan penurunan perbedaan sebesar 11% dan penurunan sebesar 33,06 % dari
kondisi awal.
4.8 Analisis Aliran Beban
Salah satu analisis aliran beban yaitu menghitung jatuh tegangan atau
biasa disebut voltage drop. Jatuh tegangan merupakan selisih antara tegangan
sekunder dari trafo (tegangan kirim) dengan tegangan yang diterima. Perhitungan
drop tegangan berdasarkan data pengukuran yang dihitung dari titik sumber
sampai ke titik yang dihitung (titik beban) sesuai dengan panjang penyulang
(feeder) dengan menggunakan persamaan (2.7) sehingga didapat:
V = I ( R cos + X sin )
Cos = 0.85 sehingga Sin = 0.5
73
Dari persamaan diatas, dapat dihitung jatuh tegangan per-bus penyulang
Wirobrajan 3 dengan data pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Bus 1, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
40 kVA =11.55 kV . I
I =3.46 A
V =I (R cos + X sin)
=3,46 (0,1961.0,50.0,85 +0,3305.0,50.0,5)
=3,46 (0,165)
=0,57 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.12
%I =
v
v
x 100%
%I =
0,57
20
x 100%
%I = 2,8 %
Bus 2, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
80 kVA =11.55 kV . I
I =6,92 A
V =I (R cos + X sin)
=6,92 (0,1961.0,50.0,85 +0,3305.0,50.0,5)
=6,92 (0,165)
=1,14 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
74
%I =
v
v
x 100%
%I =
1,14
20
x 100%
%I = 5,7 %
Bus 2.1, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
80 kVA =11.55 kV . I
I =6,92 A
V =I (R cos + X sin)
=6,92 (0,4202.0,30.0,85 +0,3572.0,30.0,5)
=6,92 (0,16)
=1,10 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
%I =
v
v
x 100%
%I =
1,10
20
x 100%
%I = 5,5 %
Bus 3, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
70 kVA =11.55 kV . I
I =6,08 A
V =I (R cos + X sin)
=5,19 (0,1961.0,50.0,85 +0,3305.0,50.0,5)
=5,19 (0,165)
75
=0,8 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
%I =
v
v
x 100%
%I =
0,8
20
x 100%
%I = 4 %
Bus 4.1, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
160 kVA =11.55 kV . I
I =13,8 A
V =I (R cos + X sin)
=13,8 (0,4202.0,30.0,85 +0,3572.0,30.0,5)
=13,8 (0,16)
=2,2 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
%I =
v
v
x 100%
%I =
2,2
20
x 100%
%I = 11 %
Bus 4.2, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
40 kVA =11.55 kV . I
I =3,4 A
V =I (R cos + X sin)
76
=3,4 (0,4202.0,30.0,85 +0,3572.0,30.0,5)
=3,4 (0,16)
=0,5 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
%I =
v
v
x 100%
%I =
0,5
20
x 100%
%I = 2,5 %
Bus 5.1, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
140 kVA =11.55 kV . I
I =12,2 A
V =I (R cos + X sin)
=12,2 (0,1961.0,50.0,85 +0,3305.0,50.0,5)
=12,2 (0,165)
=2,0 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
%I =
v
v
x 100%
%I =
2,0
20
x 100%
%I = 10 %
Bus 5.2, Beban 80%
S =V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV)
100 kVA =11.55 kV . I
77
I =8,65 A
V =I (R cos + X sin)
=8,65 (0,1961.0,50.0,85 +0,3305.0,50.0,5)
=8,65 (0,165)
=1,42 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
%I =
v
v
x 100%
%I =
142
20
x 100%
%I = 7,1 %
4.9 Analisis Aliran Beban Dengan Simulasi ETAP
Analisis aliran beban dengan bantuan ETAP tidak hanya menghitung jatuh
tegangan, tetapi juga dapat menghitung losses daya aktif dan daya reaktif.
Sehingga apabila nilai tegangan diluar batas SPLN yaitu +5% dan -10%, maka
dapat merancang penambahan kapasitor guna memperbaiki nilai tegangan.
Simulasi pertama dengan pemodelan seperti pada gambar 4.4
78
Gambar 4.4 SLD Wirobrajan 3 beban 80% sebelum rekonfigurasi
Setelah dilakukan penyeimbangan beban perfasa pada program Electrical
Transient Analizer Program (ETAP) maka looses dapat dilihat pada grafik berikut
ini:
Gambar 4.5 Grafik losses sebelum konfigurasi
0
5
10
15
20
25
T 1 Line 1Line 2 line
2.1
line 3 line 4 line
4.1
line
4.2
line 5 line 6 line 7
k
V
L
-
L
Looses Pada Pembebanan Awal
R
S
T
79
Dari simulasi diatas, diketahui bahwa terjadi perbedaan tegangan pada pangkal
sebesar 18,644 kV dan 16,53 kV pada ujung penyulang.
Gambar 4.6 Grafik losses setelah konfigurasi
0
5
10
15
20
25
T 1 Line 1 Line 2 line 2.1 line 3 line 4 line 4.1line 4.2 line 5 line 6 line 7
Looses Setelah Konfigurasi
R S T
80
BAB V
PENUTUP
5.2 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan melalui simulasi keseimbangan
beban pada jaringan tegangan menengah 20 kV pada penyulang 3 Gardu Induk
Wirobrajan dapat diambil kesimpulan antara lain, yaitu :
1. Semakin besar beban pada fasa sebagaimana pada fasa R sebesar 370 A
menyebabkan ketidakseimbangan sebesar 37,66%. Hal ini tidak hanya
mempengaruhi besar jatuh tegangan, tetapi juga mempengaruhi besar losses
daya aktif dan daya reaktif.
2. Prosedur untuk melakukan penyeimbangan fase dilakukan dari ujung feeder
ke pangkal feeder, yaitu dengan cara paling praktis, dengan memindahkan
beban satu fase dari saluran terberat ke saluran fase lain dengan beban
teringan. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh keseimbangan fase di
sepanjang feeder utama tanpa mengubah saluran satu fase menjadi 3 fase.
3. Tegangan yang tidak seimbang pada sisi distribusi jaringan tegangan
menengah sangat mempengaruhi jumlah losses yang terjadi.
4. Penyeimbangan beban tahap pertama yang mana tiap fasa memiliki beban
sebesar R=280, S=250, T=180 sudah menunjukan angka yang sangat besar
dari kondisi awal, ketidakseimbangan penyulang 3 menurun sebesar
22,06%.
5. Penyeimbangan kedua dengan perubahan total pembebanan dengan bantuan
simulasi ETAP sangat jauh menekan kerugian daya yang terjadi. Perbedaan
81
keseimbangan dari penyeimbangan tahap pertama sebesar 11% dan
penurunan sebesar 33,06 % dari kondisi awal penyulang 3.
5.2 Saran
Selama penelitian dan penulisan ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan-kekurangan. Penulis memiliki beberapa saran antara lain sebagai
berikut :
1. J ika ingin menganalisa aliran beban, lebih baik memilih penyulang dengan
total pemakaian beban yang sangat besar atau saluran jaringan yang sangat
panjang, sehingga terlihat jelas penurunan susut tegangan antar bus.
2. Dalam menganalisis aliran beban sebisa mungkin mendapatkan data real
panjang penghantar antar trafo distribusi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir, 2006, Transmisi Tenaga Listrik. Universitas indonesia.
Budiono Ismail, 1983. Analisa Sistem Tenaga. Lembaga Penerbitan Universitas
Brawijaya Malang.
Daman Subwanto, 2009, Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Edisi Pertama,
Universitas Negeri, Padang
Hakiki, Ikhlas. 2011. Analisa Drop Tegangan Pada Feeder Setapuk Tegangan
Menengah 20 KV Di Gardu Induk Sei-Wie PT. PLN (PERSERO) Cabang
Singkawang. Pontianak : Tugas Akhir. Politeknik Negeri Pontianak.
Hani, Slamet. 2006. Konstribusi Saluran Bawah Tanah 150 KV Untuk
Perbaikan Profil Tegangan Sistem di Yogyakarta. Yogyakarta : Tesis.
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Ir. Djiteng Marsudi, 2006, Operasi Sistem Tenaga Listrik.Graha Ilmu.
Masruri. 2006. Evaluasi Profil Tegangan Pada Saluran Distribusi 20 KV di PT.
PLN (PERSERO) Area Pelayanan & Jaringan (APJ) Yogyakarta Dengan
Bantuan ETAP 4.0.0. Yogyakarta : Skripsi. Fakultas Teknologi Industri
IST Akprind Yogyakarta.
Siti Kholimah,2006. Analisis Aliran Beban Pada Jaringan Transmisi 50kV di
PT.PLN (PERSERO) P3B Jawa-Bali Region 3 Jateng & DIY Dengan
Menggunakan Program ETAP Versi 4.0.0.Yogyakarta:Skripsi. Institut
Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Suhadi. Teknik Distribusi Tenaga Listrik. Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Sulistyarso, Edhy. 2010. Analisis Aliran Beban Sistem Distribusi Menggunakan
Etap Power Station 4.0.0. Surakarta : Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Tejo Sukmadi. 2009. Perhitungan dan Analisa Keseimbangan Beban Pada
Sistem Distribusi 20 kV Terhadap Rugi-Rugi Daya (Studi Kasus Pada PT.
PLN UPJ SLAWI). Semarang:Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.
UU Nomor 20 Tahun 2002, Tentang Ketenaga Listrikan.