You are on page 1of 7

PROSES PRODUKSI ASETILEN

Asetilen adalah hidrokarbon sederhana yang memiliki sebuah ikatan rangkap tiga. Sebelum minyak ditemukan dan dipergunakan secara meluas sebagai bahan baku untuk industri kimia, asetilen merupakan blok bangunan utama untuk industri kimia organik. Pada tahun 1800an, asetilen mulai diproduksi dalam jumlah banyak dengan proses kalsium karbida, yakni dengan mereaksikan kalsium karbida dengan air. Metode ini terus dipergunakan hingga tahun 1940, proses thermal cracking menggunakan methane dan hidrokarbon lainnya mulai diperkenalkan. Awalnya, proses thermal cracking menggunakan pancaran bunga api listrik, kemudian pada tahun 1950-an mulai dikembangkan proses dengan metode oksidasi parsial dan regenerasi. Saat ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat adalah produsen asetilen dari hidrokarbon terbesar, yakni lebih dari 80%. Negara lainnya, khususnya Eropa timur dan Jepang masih memproduksi asetilen dari kalsium karbida. Kegunaan asetilen sendiri sangat luas. Asetilen dapat digunakan dalam proses pembuatan logam dan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produksi bahan kimia. Sampai saat ini asetilen memerankan peranan penting dalam industri kimia. Oleh sebab itu, berbagai macam penemuan proses produksi asetilen telah banyak dilakukan dan dikembangkan dari tahun ke tahun. Secara umum metode produksi asetilen dapat digolongkan ke dalam chemical reaction process (bekerja pada temperatur normal) dan thermal cracking process (berkerja pada temperatur tinggi). Proses produksi asetilen yang akan dibahas ada empat proses, yakni produksi dari reaksi kalsium karbida-air, proses BASF (partial combustion), produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking, dan produksi asetilen dari batubara.

1. Asetilen dari Reaksi Kalsium Karbida-Air

Gambar 1. Diagram Blok Proses Produksi Asetilen dari Kalsium Karbida

Deskripsi proses: Dua buah reaktor disusun dimana air dan kalsium karbida dicampur dan dialirkan. Reaksi berlangsung dalam fasa liquid dengan residence time dan reaksi berjalan 60%-90% saat di reaktor pertama. Aliran produk reaksi dan material umpan yang tak bereaksi yang terdiri dari fasa padat menuju reaktor ke dua dengan tipe laminar plug-flow. Kalsium hidroksida yang dihasilkan diendapkan dan dipisahkan dari bagian bawah reaktor. Air yang tak bereaksi dipisahkan dari kalsium hidroksida dan kemudian di-recycled menuju reaktor pertama. Namun ada beberapa masalah yang timbul dalam operasi ini, yakni: 1. Kontak antara karbida dengan air tidak terkendali. Jika tekanan asetilen lebih tinggi dari 27 lb/inch2 absolut, akan terjadi reaksi detonasi atau deflagarasi dalam asetilen yang menyebabkan peningkatan tekanan yang semakin besar, pecahnya bejana, dan isi yang bisa saja tumpah. Kondisi ini bisa menimbulkan api yang besar dan membahayakan. Karena itu proses hanya bisa dilakukan dengan tekanan rendah. 2. Bejana didesain berpengaduk, baik CSTR ataupun plug-flow reaktor, yang bersifat kurang mendukung karena bejana yang digunakan besar, menghasilkan rate control yang lemah dan unsteady operation. Oleh karena itu dibutuhkan desain bejana yang sangat tepat untuk proses. 3. Produk samping berupa kalsium hidroksida berkualitas rendah dan tidak memiliki nilai jual. Masalah ini bisa diatasai dengan menambah unit neutralizer dimana kalsium

hidroksida akan bereaksi dengan hidrogen klorida membentuk kalsium klorida yang memiliki nilai jual.

2. BASF proses

Gambar 2. Flow Diagram Proses Produksi Asetilen dengan Metode BASF

Deskripsi proses: Pertama-tama umpan berupa natural gas (1) dan oksigen (2) dipanaskan terlebih dahulu di fire preheaters secara terpisah (3). Kemudian keluaran dari fire preheaters (3), masuk dan dicampur ke dalam zona pencampuran (4) kemudian reaksi pembakaran terjadi di dalam ruang

pembakaran (5). Kemudian pembakaran dipadamkan dari bawah ruang pembakaran dengan menyemprotkan air proses (6). Gas yang dihasilkan (7) yakni asetilen dan pengotor masuk ke kolom pendingin (8) kira-kira pada temperatur kolom pendingin yang terbatas dan uap jenih. Gas yang masuk (7) didinginkan dengan tambahan air dingin proses (9) dan sebagian besar dari steam dikondensasikan. (10) api dibutuhkan untuk proses startup dan rundown. Gas keluaran kolom bagian atas (11) kemudian didinginkan pada suhu sekitar 40oC.(45000 m3 (S.T.P)/h dry), yang kemudian dikompresikan dengan stwo-stage screw compressor (12). Pertama-tama dari 1.1 ke 4.2 dan kemudian ke 11 bar (abs), pengotor kemudian diendapkan. 7.5 m3/h air proses (13) disemprotkan ke tiap stage komprosor. Untuk mengunci dari atmosfer, air demineralisasi (14) yang disebut dengan sealing liquid, ditambah nitrogen, dengan hasil 4m3/h masuk ke sirkulasi air

proses. Keluaran dari stage pertama (15), bersuhu 85oC dan pengotor yang terkandung dalam air sebesar 0.22% berat. Setelah dikompres di tiap stage kompresi, gas keluaran didinginkan ke suhu 40oC oleh air dingin proses (16) dari kolom pendingin (17). Setelah dikompresi, gas keluaran dipisahkan menjadi unsur-unsurnya. Air yang dikondensasikan selama kompresi dan pendinginan berikutnya dan air dari proses demineralisasi disirkulasikan dan kemudian dikeluarkan (19). Jelaga yang dihasilkan merupakan suatu masalah utama dalam proses ini karena dapat mengurangi efektifitas proses, oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dari gas keluaran kolom. Selain itu, jelaga juga bisa merusak kinerja kompresor, oleh karena itu gas yang masuk kompresor harus setidaknya bebas dari jelaga. Normalnya, burner proses dapat menghasilkan 25 ton asetilen per hari dari natural gas. 3. Produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking Deskripsi Proses: Berdasarkan Gambar 3. Di dalam steam cracking hidrokarbon jenuh dikonversi menjadi produk olefin seperti ethylene dan propylene. Selain itu masih banyak produk yang dihasilkan seperti asetilena sebagai produk samping. Konsentrasi asetilena tergantung pada jenis umpan, waktu tinggal, dan temperature. .Konsentrasi acetylene dalam gas keluaran dari furnace antara 0,25 dan 1,2% wt. Pabrik etilen yang memproduksi 400 000 t / a etilena menghasilkan 4500-11 000 t / a asetilena. Pada produksi etilen, asetilen yang dihasilkan dipisahkan dengan hidrogenasi katalitik yang selektif atau dengan ekstraksi. Hidrogenasi asetilena. Kebanyakan produksi etilen dilengkapi dengan unit hidrogenasi dengan bantuan katalis Pd. Kondisi operasi meliputi suhu sekitar 40oC-120oC, tekanan 15 bar-40 bar, dan kecepatan 1000120000 kg/L.h. kondisi ini bergantung pada jenis umpan yang digunakan. Acetylene recovery Asetilen diekstrak dari fraksi C2 steam cracker dengan bantuan solven. Solven yang paling sesuai untuk proes yaitu DMF. Deskripsi proses :

Campuran gas C2 yang terdiri dari etilena, etana, dan asetilen, diumpankan ke absorber acetylene, aliran gas dihubungkan dengan counterflowing DMF pada tekanan 0,8-3,0 MPa. Seluruh asetilen dan beberapa etilena dan etana terlarut oleh pelarut. Fraksi C2 yang telah dimurnikan, mengandung <1 ppm asetilen, diumpankan ke C2 splitter. Aliran yang kaya akan pelarut dikirim ke stripper ethylene, yang beroperasi sedikit di atas tekanan atmosfer. Etilena dan etana yang terpisah didaur ulang menuju kompresor tahap pertama untuk cracked gas. Asetilen keluaran kemudian dicuci dengan pelarut dingin di bagian atas splitter. Dalam stripper asetilen, asetilena murni terisolasi dari bagian atas kolom. Setelah pendinginan dan heat recovery, asetilena bebas pelarut didaur ulang ke absorber dan etilen stripper. Produk asetilena memiliki kemurnian> 99,8% dan kandungan DMF kurang dari 50 ppm dan tersedia pada tekanan 10 kPa dan suhu ambien. Evaluasi ekonomi menunjukkan bahwa asetilena petrokimia tetap menarik bahkan meskipun harga etilena dua kali lipat. Hal ini ekonomis untuk retrofit penyerapan asetilena di pabrik olefin yang ada dilengkapi dengan hidrogenasi katalitik. 4. Produksi Asetilen dari Batu bara (arc coal process). Banyak tes laboratorium konversi batubara menjadi asetilen menggunakan proses arc atau plasma telah dilakukan sejak awal 1960-an. Secara ringkas proses yang didapat yaitu: 1. Acetylene yang dihasilkan mencapai 30%. 2. Karena pemanasan batubara yang cepat di jet plasma, total yield gas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan yang ditunjukkan oleh pengukuran volatil batubara dalam kondisi standar. 3. Hidrogen (bukan argon) gas plasma dapat meningkatkan hasil asetilena. Baru-baru ini, Corp AVCO di Amerika Serikat dan Chemische Werke Hls di Jerman membangun pabrik percontohan di pinggir sungai untuk pengembangan teknis dari proses. AVCO arc furnace terdiri dari air-cooled tungsten-tip katoda dan air-cooled anoda. katoda. Batubara kering dan halus disuntikkan melalui aliran gas hidrogen di sekitar katoda. Gas

tambahan tanpa batubara dimasukkan sekitar katoda dan anoda sebagai selubung. Saat melewati zona pembakaran, partikel batubara dipanaskan dengan cepat. Volatil dilepaskan dan terpecahpecah menjadi asetilena dan produk berbagai sampingan, meninggalkan residu coke halus yang tertutup jelaga. Setelah waktu tinggal beberapa milidetik, campuran gas-coke dipadamkan

dengan cepat dengan air atau gas. Tekanan sistem dapat bervariasi antara 0,2 dan 1,0 bar (20 dan 100 kPa). Pilot plant Hls menggunakan tungku plasma yang sama untuk perengkahan minyak mentah, tetapi dengan 500 kW. Batubara kering disuntikkan ke dalam jet plasma, dan batubara yang terengkah menjadi asetilen dan produk sampingan dalam reaktor. Limbah reaktor dapat diprequenched dengan hidrokarbon untuk produksi ethylene atau langsung dipadamkan dengan air atau minyak. Char dan komponen didih lebih tinggi masing-masing dipisahkan oleh cyclones dan scrubber. Masalah utama dalam desain reaktor adalah pencapaian menyeluruh dan cepat pencampuran batubara dengan jet plasma dan menghindari pembentukan deposit karbon di dinding reactor. sejumlah kecil deposit dapat diatasi dengan pencucian dengan air secara periodic. Percobaan yang dilakukan oleh Hls dan AVCO menunjukkan bahwa waktu tinggal optimal, energy density jet plasma, daya spesifik, dan tekanan sangat mempengaruhi hasil asetilen. Parameter lain yang mempengaruhi hasil adalah jumlah volatil di batubara dan ukuran partikel. Keuntungan dari proses ini adalah, dengan cara pirolisis batu bara, produksi asetilen jauh lebih mudah sehingga membutuhkan biaiya investasi yang lebih rendah dibandingkan untuk produksi utama etilen. Yield gas yang dihasilkan berkisar 33% sampai 50%. Artinya, 50% dari batubara tetap sebagai char. Namun, char yang terbentuk bisa pula bernilai ekonomis. Char yang dihasilkan bisa diaplikasikan ke industri karet, untuk gasifikasi, atau sebagai bahan bakar. Diagram blok proses pembuatan asetilen dari batu bara bisa dilihat di Gambar 4.

Dari empat proses produksi asetilen di atas, semua proses memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri. Untuk bahan baku, proses BASF lebih bagus karena menggunakan gas alam yang banyak tersedia bebas di alam dan penggunaanya saat ini masih kurang meluas. Untuk proses, proses produksi asetilen dari batu bara memperlihatkan singkatnya dan mudahnya proses sehingga meminimalkan modal. Untuk kualitas produk, proses produksi asetilen sebagai produk samping sangat bagus, karena menghasilkan kemurnian mencapai 99,8%. Untuk kemudahan kondisi opersi, proses produksi dari kalsium karbida memiliki keunggulan karena operasi berjalan pada temperature normal.

REFERENSI
Bunger et al, 1992, Apparatus and Process For the Production of Acetylene, United States Patent 5,062,644. Bachtles et al, 2009, Method For Producing Acetylene, US Patent 0023970 A1. Wiley Interscience, 2002, Ullmans Encyclopedia of Industrial Chemistry, 3rd edition, Anonim, Acetylene Plant, from http://industrialgasplants.com, 12 Maret 2011

You might also like