You are on page 1of 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Antibodi adalah suatu protein yang diproduksi oleh tubuh, untuk menanggapi antigen yang masuk. Reaksi protein dengan antigen tadi merupakan reaksi yang sifatnya spesifik. Protein dikenal sebagai imunoglobulin yang spesifik itu dinamakan antibodi. (Mahdi, 1993). Reaksi imun adalah suatu peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kompleks antigen antibodi dengan komplemen dan melekat pada permukaan jaringan atau sel, umpamanya eritrosit, lekosit, trombosit, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses opsonisasi, yaitu meningkatkan fagositosis (Mahdi, 1993). Alergi merupakan penghubung reaksi imunologis atau diperantai antibodi IgE pada antigen asing (alergen) yang muncul karena inflamasi dan disfungsi jaringan. Alergi dapat merupakan gangguan hipersensitivitas lokal atau sistemik. Karena alergen merupakan benda asing (yang berhubungan dengan lingkungan), kulit dan traktus respiratorius adalah organ yang paling sering terlibat dalam penyakit alergi. Reaksi alergi dapat juga berlokasi pada vaskulatur, traktus, gastrointestinal, atau organ dalam yang lain. Anafilaksis merupakan bentuk yang paling berbahaya pada alergi sistemik. Penyakit hipersensitivitas dapat diklasifikasi menurut (1) mekanisme imunologi yang terlibat pada pathogenesis, (2) sistem organ yang terpengaruh, serta (3) sifat dan sumber alergen. Klasifikasi imunologi lebih disukai karena dipakai sebagai dasar yang rasional untuk diagnosis dan terapi (Tierney, 2003). Reaksi antigen antibodi berlangsung dengan tenang artinya tanpa tanda-tanda luar yang dapat dikenal. Walaupun demikian, dalam kasus-kasus tertentu pada kontak dengan antigen berulang-ulang dapat terjadi reaksi yang berlebihan, yang merusak bagi organisme. Sejauh hal itu terjadi dalam waktu beberapa detik atau menit setelah terdedah alergen, maka disebut hipersensitif jenis segera dan menurut reaksi dibedakan atas (1) reaksi anafilaktik, (2) reaksi sitotoksik dan (3) reaksi yang terjadi akibat kompleks imun (Mutschler, 2007).

1.2 Tujuan Untuk mengetahui efek antihistamin dari pemberian obat CTM 1% dosis 6 mg/KgBB pada hewan percobaan Untuk mengetahui efek antihistamin dari pemberian ekstrak daun mimba 1% dosis 100 mg/KgBB dan dosis 150 mg/KgBB pada hewan percobaan Untuk mengetahui perbandingan antara efek antihistamin dengan pemerian obat CTM 1% dosis 6 mg/KgBB, ekstrak daun mimba 1% dosis 100 mg/KgBB dan 150 mg/KgBB pada hewan percobaan Untuk mengetahui fungsi poenyuntikan antigen (suspense ovalbumin) dan larutan evans blue pada hewan percobaan

You might also like