You are on page 1of 56

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN : STROKE Diajukan untuk memenuhi

tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik Dosen Pengampu: Dwi Novitasari, S.Kp.,Ns.,MSc Suwanti , S.Kep..,Ns

OLEH KELOMPOK 2: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kadek Pridayanti Presti Maharani Siti Azizah Tri Puji Rahayu Maria Fatima L.L Lalu Supriyadi Muh Jumaedi ( 010109a094 ) ( 010109a106 ) ( 010109a117 ) ( 010109a130 ) ( 010109a142 ) ( 010109a072 ) ( 010109a084 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Banyak orang takut mendengar kata stroke karena penyakit ini cukup mengerikan. Serangannya mendadak dan tak bisa diprediksi. Sekali terjadi serangan bisa berakibat fatal. Pasien bisa lumpuh atau bahkan langsung meninggal dunia. Penyakit ini tergolong tua. Gejalanya pertama kali dikenal Hipocrates. Ia adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Hipocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi yang artinya tertubruk oleh pengabaian. Ini karena faktanya penderita stroke mengalami kelumpuhan secara tiba-tiba dan perubahan pola hidup. (Sutrisno, 2007) Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbang 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi diatasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahunnya terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa serangan stroke berulang. Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Pada tahun 2002, sebanyak 275.000 orang telah meninggal karena stroke. Sementara itu di Eropa dijumpai 650.000 kasus stroke setiap tahunnya. Di Inggris, stroke juga menempati urutan ketiga di bawah penyakit jantung dan kanker. (Sutrisno, 2007) Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia lanjut. Insiden pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-64 tahun. Di Prancis stroke disebut sebagai serangan otak (attaque cerebrale) yang menunjukkan kedekatan stroke dengan serangan jantung. (Darmojo, 1999) Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang bisa sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia brumur 65 tahun ditaksir terjangkit stroke. Setengah juta penduduk

disini akan terjangkit penyakit itu. Sedangkan jumlah orang yang meninggal dunia diperkirakan 125.000 pertahun.(Sutrisno, 2007). Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.

(http://www.medicastore.com/med/index.php) Banyak orang menganggap stroke tergolong penyakit yang sulit disembuhkan. Jika sudah atau terjadi gangguan pada organ tubuh, seperti mulut, penderitanya tidak akan lama bertahan hidup. Bahkan ada juga stroke yang bisa membuat orang mati seketika. Padahal tidak sepenuhnya benar. Memang ada beberapa pasien yang nyawanya tidak dapat diselamatkan. Namun, banyak pula kasus pasien yang sudah lumpuh bisa sembuh. Ia dapat kembali melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sulit tidaknya seseorang bisa sembuh sangat tergantung pada beberapa faktor diantaranya tipe stroke dan penanganannya. (Sutrisno, 2007). B. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem persarafan: Stroke 2. Tujuan Khusus a. Mampu menjelaskan tentang perubahan-perubahan fungsi organ pada lansia b. Mampu menjelaskan tentang definisi dari stroke c. Mampu memahami tentang etiologi dari stroke d. Mampu menyebutkan tentang manifestasi klinis dari stroke e. Mampu menjelaskan tentang patofisiologi dari stroke f. Mampu menjelaskan tentang komplikasi dari stroke g. Mampu menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dari stroke h. Mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan dari stroke i. Mampu menjelaskan proses keperawatan dari stroke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organ Organ Yang Mengalami Perubahan Fungsi Pada Lansia 1. Otak Trombosis yang biasanya disebabkan oleh proses arteriosklerosis yang ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Proses arteriosklerosis ini dipicu oleh kondisi hiperkolesterol atau hiperlipidemia yaitu kadar kolesterol dan lemak yang tinggi dalam pembuluh darah, kebiasaan minum minuman keras dimana alkohol memicu menumpuknya kolesterol dalam darah, penyakit diabetes mellitus menyebabkan darah semakin kental, penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan progesteron akan menyebabkan hipertensi dan darah menjadi lebih kental stres dan depresi meningkatkan tekanan darah, kadar kolesterol dan faktor pembekuan darah dan kegemukan yang dapat meningkatkan tekanan darah dan diabetes mellitus tipe 2, sehingga memicu timbulnya plak berlemak (arteriosklerosis) yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sl ototnya mnghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh sklerotik tersebut. (Sutrisno, 2007) Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas, dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat

fibrinotrombosit dapat terlepas dan terbentuk emboli, atau dapat tinggal ditempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumabat dengan sempurna. Penumpukan timbunan lemak dan kolesterol di pembuluh darah dan adanya gumpalan darah akan menghambat aliran darah yang mengakibatkan darah yang berasal dari jantung dan paru-paru tak bisa memasuki otak. Padahal darah itu membawa oksigen dan zat-zat makanan lain yang dibutuhkan oleh sel-sel otak.

Sel-sel otak lama-kelamaan kekurangan makanan dan mati. Kekurangan oksigen akibat trombus ini dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, kehilangan bicara sementara, hemiplegi atau parestesia. (Prince, 1995) Emboli serebri kebanyakan berasal dari trombus di jantung karena abnormalitas jantung seperti endikarditis inefektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard serat infeksi pulmonal adalah asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Emboli akan mengakibatkan keadaan yang terjadi perlahan-lahan karena pmbuluh anastomosis tidak mempunyai kesempatan melebar dan mengkompensasi. Awitan hemiperesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karekteristik dari embolisme serebral. (Brunner & Suddarth, 2002) Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. . (Prince, 1995) 2. Pembuluh Darah Rokok mengandung zat-zat beracun yang dibawa oleh asap rokok ke dalam paru-paru dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah, konsumsi sodium (garam) yang berlebihan dapat menurunkan kelenturan jaringan pembuluh darah, penggunaan obat narkotika seperti heroin, kokain, amfetamin yang terkenal dengan nama ekstasi, mariyuana, dan ganja akan menyebabkan peradangan pembuluh darah khususnya otak yang mengakibatkan pembuluh tersebut menyempit dan rapuh, gerakan leher yang tiba-tiba juga beresiko merusak pembuluh darah arteri vertebralis atau karotis. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan ruptur arteria serebri (pecahnya pembuluh darah otak) atau

pmbuluh darah bocor. Ini bisa terjadi karena tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan pembuluh darah. Pembuluh darah yang tersumbat tidak lagi dapat menahan tekanan ini. Darah akan menggenangi otak. Darah yang membawa oksigen dan nutrisi tidak sampai ke target organ atau sel otak. Padahal semestinya darah itu harus mengalir ke sel-sel otak. Akibatnya sebagian otak tidak mendapat pasokan makanan. Biasanya pendarahan otak terjadi di basal ganglia, serebelum, brainstem (batang otak), dan korteks (selaput otak). Selain itu tekanan yang kuat membuat kebocoran juga merusak sel-sel otak sekelilingnya. Bila tekanannya sangat tinggi, pasien bisa koma atau meninggal dunia. Pecahnya pembuluh darah juga bisa terjadi lantaran dinding pembuluh darah yang lemah, sehingga gampang robek, seperti yang terjadi pada aneurisma maupun AVM. Stroke hemoragik biasa disebabkan oleh hipertensi, trauma, infeksi, tumor, kurangnya zat pembekuan darah, dan kelainan pada dinding pembuluh darah. (Sutrisno, 2007) Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian. Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.(Sulisno, 2000) Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid

mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subarakhnoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan

vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.

Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese). (Sulisno, 2000) Dengan adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada usia lanjut, sirkulasi otak pada orang tua sangat rentan terhadap perubahan-perubahan, baik posisi tubuh maupun faktor lain misalnya yang berkaitan dengan tekanan darah seperti fungsi jantung dan bahkan fungsi otak sendiri yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah. .(Darmojo, 1999) Gerakan leher tertentu akibat arteri vertebralis yang berkelok-kelok dapat berakibat insufisiensi sirkulasi di batang otak yang dapat mnimbulkan pusing atau kepala terasa ringan dan tiba-tiba jatuh. Dengan adanya plak-plak ateroma maka lumen pembuluh darah arteri otak sempit di beberapa tempat, sehingga gangguan fungsi jantung yang berakibat CBF (cerebral blood flow) menurun sesaat dapat berakibat gangguan sirkulasi serebral, yang bila cukup lama akan berakibat penurunan kesadaran. Gangguan sirkulasi setempat seperti ditimbulkan oleh oklusi pembuluh darah arteri dapat menimbulkan defisit neurologik yang sifatnya setempat juga. .(Darmojo, 1999) Pada lansia, turunnya aktivitas metabolik berkaitan dengan menurunnya fungsi neuron, akan menurunkan aliran darah serebral. Pada usia lanjut dimana otaknya sudah mengalami atrofi serta ruang antara selaput otak relatif luas, akselerasi otak karena trauma kepala, mudah berakibat robeknya pembuluh darah di daerah subdural ataupun subarakhnoid. Selain itu aliran darah serebral pada orang dewasa sekitar 50cc/100gm/menit akan menurun pada lanjut usia sampai 30 cc/100gm/menit. Aliran darah serebral yang turun samapai 23 cc/100gm/menit dapat menimbulkan gangguan darah otak. .(Darmojo, 1999) 3. Jantung Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungsional. Secara umum, perubahan disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Lapisan intima arteri menebal dengan peningakatan deposit kalsium. Proses perubahan yang berhubungan dengan penuaan ini meningkatkan kekakuan dan ketebalan yang disebut dengan arteriosklerosis. Sebagai suatu mekanisme kompensasi, aorta dan arteri besar lain

secara progresif mengalami dilatasi untuk menerima volume darah. Vena menjadi meregang dan mengalami dilatasi dalam cara yang hampir sama. Katup-katup vena menjadi tidak kompeten atau gagal untuk menutup secara sempurna. (Stanley, 2007) Peningkatan usia juga meningkatkan tekanan darah sistolik yang kemungkinan diakibatkan oleh kekakuan pembuluh darah atau karena selama bertahun-tahun menerima aliran darah bertekanan tinggi, baroreseptor yang terletak di arkus aorta dan sinus karotis menjadi tumpul atau kurang sensitif. (Stanley, 2007). Tekanan darah tinggi dapat membuat pembuluh darah sudah kaku dan tidak elastis pecah sehingga terjadi pendarahan yang mengkompresi jaringan otak setempat. (Guyton, 1997) Pada pembuluh darah terjadi penebalan intima akibat proses aterosklerosis dan tunika medika sebagai akibat proses menua. Aterosklerosis pada orang yang lebih tua proses penyakit lebih jelas karena akumulasi yang lebih besar selama bertahun-tahun. Permukaan endotelial pada tunika intima yang semula halus menjadi kasar karena proses menua, walaupun hanya plasma darah yang melakukan kontak dengan endotel maka timbul potensi untuk terbentuknya trombus ketika faktor koagulasi melakukan kontak dengan endotelium. Ini mengakibatkan sering terjadinya gangguan vaskularisasi otak yang berakibat terjadinya stroke. (Darmojo, 1999)

B. Definisi/Pengertian Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA), adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak. (Brunner & Sudarth, 2002). Stroke didefinisikan sebagai suatu menifestasi klinik gangguan perdarahan darah otak yang menyebabkan defisit neurologik. (Darmoyo, 1999) Stroke adalah gangguan saraf yang menetap, yang diakibatkan oleh kerusakan pembuluh darah di otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih. (Sutrisno, 2007) Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatik. (Kapita Selekta, 2000)

Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari penyakit serebrovaskuler. (Hudak Gallo, 1996) Stroke adalah kerusakan jalur motorik pada serebrum oleh trauma karena cidera kepala. (Potter Perry, 2006) Stroke adalah robeknya pembuluh darah otak (serebrum) atau karena tersumbat oleh bekuan, sehingga terjadi kerusakan saraf (Sherwood, 2001) Klasifikasi Stroke: 1. Stroke Iskemik (Stroke Non Hemoragik) Merupakan jenis stroke yang paling banyak dijumpai. Stroke iskemik juga disebut stroke non hemoragik lantaran tidak ditandai perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh penggumpalan darah dan penyumbatan pembuluh darah di jantung. Namun penyebab utamanya adalah aterosklerosis. Dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan lokasi penggumpalan yaitu: a. Stroke Iskemik Trombotik: stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke otak. b. Stroke Iskemik Embolik: tidak terjadi di pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain, seperti di jantung, sehingga darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. (Sutrisno, 2007)

TIA (Transient Ischemic Attack) TIA adalah serangan iskemik sepintas atau sementara. Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam. (Prince, 1995)

2.

Stroke Hemoragik Merupakan jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak atau pembuluh darah di otak bocor. Stroke hemoragik dibagi 2 berdasarkan lokasi serangan yaitu: a. Stroke hemoragik Intraserebral: banyak terjadi di dalam otak. Biasanya mengenai basal ganglia, otak kecil, batang otak, dan otak besar. b. Stroke Hemoragik Subaraknoid: memiliki kesamaan dengan stroke hemoragik intraserebral. Yang membedakannya, stroke jenis ini terjadi di pembuluh darah di luar otak, tapi masih di daerah kepala, seperti di selaput otak atau bagian bawah otak.. hal ini dapat terjadi akibat adanya aneurisma yang pecah. Atau AVM (arterivenous malformation) yang pecah. (Prince, 1995)

C. Etiologi Stroke biasanya disebabkan oleh salah satu dari empat kejadian yaitu: Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)

Hemoragi Serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori bicara, atau sensasi. (Brunner & Suddarth, 2002) Etiologi dari stroke adalah: 1. Infark Otak (80%) a. Emboli 1) Emboli kardiogenik a) Fibrilasi atrium atau aritmia lain b) Trombus mural ventrikel kiri c) Penyakit katup mitral atau aorta d) Endokarditis (infeksi atau non-infeksi) 2) Emboli paradoksal (foramen ovale paten) 3) Emboli arkus aorta b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar) 1) Penyakit ekstrakranial a) Arteri karotis interna b) Arteri vertebralis 2) Penyakit intrakranial a) Arteri karotis interna b) Ateri serebri media c) Arteri basilaris d) Lakuner (oklusi arteri perforans kecil) c. Pendarahan intraserebral (15%) 1) Hipertensif 2) Malformasi arteri vena 3) Angiopati amiloid d. Pendarahan subaraknoid (5%) e. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) 1) Trombosis sinus dura 2) Diseksi arteri karotis atau vertebralis 3) Vaskulitis sistem saraf pusat 4) Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

5) Migren 6) Kondisi hiperkoagulasi 7) Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin) 8) Kalainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukimia) 9) Miksoma atrium (Kapita Selekta, 2000) Faktor Resiko: 1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria. 2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabets melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan dislipidemia. (Kapita Selekta, 2000)

Faktor resiko mayor (resiko yang kuat) meliputi: 1. Tekanan darah tinggi 2. Penyakit jantung, gangguan pembuluh darah koroner, dan karotis 3. Diabetes mellitus 4. Polisitema 5. Riwayat pernah terkena stroke Faktor resiko minor terdiri dari atas: 1. Kadar lemak yang tinggi dalam darah 2. Hematokrit yang tinggi 3. Kebiasaan merokok 4. Kegemukan 5. Kontrasepsi oral 6. Kadar asam urat tinggi 7. Kurang olahraga 8. Fibrinogen tinggi. (Sutrisno, 2007) Faktor resiko terjadinya stroke serupa dengan faktor penyakit jantung iskemik, yaitu: 1. Usia, yang merupakan faktor resiko independen terjadinya stroke

2. Hipertensi, baik sistolik maupun diastolik merupakan faktor risiko dominan terjadinya stroke baik hemoragik maupun non hemoragik. 3. Diabtes mllitus 4. Hiperlipidemia 5. Keadaan hiperviskositas 6. Berbagai kelainan jantung, antara lain gangguan irama (fibrilasi atrium), infark miokard akut atau kronis, yang mengakibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung), infeksi yang disertai vegetasi (endokarditis bakterialis sub akut) dan tumor atrium.

7. Koagulopati

kartena

gangguan

berbagai

komponen

darah,

antara

lain

hiperfibrinogenemia, dan lain-lain. 8. Faktor keturunan juga memegang peranan penting dalam epidemiologi stroke. (Darmoyo, 1999) Faktor risiko utama dari stroke: Hipertensi, Transient Ischemic Attack, Hipercholesterolemia, dan Diabetes Mellitus.

D. Patofisiologi Trombosis yang biasanya disebabkan oleh proses arteriosklerosis yang ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Proses arteriosklerosis ini dipicu oleh kondisi hiperkolesterol atau hiperlipidemia yaitu kadar kolesterol dan lemak yang tinggi dalam pembuluh darah, kebiasaan minum minuman keras dimana alkohol memicu menumpuknya kolesterol dalam darah, penyakit diabetes mellitus menyebabkan darah semakin kental, penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan progesteron akan menyebabkan hipertensi dan darah menjadi lebih kental stres dan depresi meningkatkan tekanan darah, kadar kolesterol dan faktor pembekuan darah dan kegemukan yang dapat meningkatkan tekanan darah dan diabetes mellitus tipe 2, sehingga memicu timbulnya plak berlemak (arteriosklerosis) yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sl ototnya mnghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh sklerotik tersebut. (Sutrisno, 2007) Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut:

arteria karotis interna, vertebralis bagian atas, dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan terbentuk emboli, atau dapat tinggal ditempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumabat dengan sempurna. Penumpukan timbunan lemak dan kolesterol di pembuluh darah dan adanya gumpalan darah akan menghambat aliran darah yang mengakibatkan darah yang berasal dari jantung dan paru-paru tak bisa memasuki otak. Padahal darah itu membawa oksigen dan zat-zat makanan lain yang dibutuhkan oleh sel-sel otak. Sel-sel otak lama-kelamaan kekurangan makanan dan mati. Kekurangan oksigen akibat trombus ini dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, kehilangan bicara sementara, hemiplegi atau parestsia. (Prince, 1995) Emboli serebri kebanyakan berasal dari trombus di jantung karena abnormalitas jantung seperti endikarditis inefektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard serat infeksi pulmonal adalah asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Emboli akan mengakibatkan keadaan yang terjadi perlahan-lahan karena pmbuluh anastomosis tidak mempunyai kesempatan melebar dan mengkompensasi. Awitan hemiperesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karekteristik dari embolisme serebral. (Brunner & Suddarth, 2002) Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,

sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. . (Prince, 1995) Rokok mengandung zat-zat beracun yang dibawa oleh asap rokok ke dalam paruparu dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah, konsumsi sodium (garam) yang berlebihan dapat menurunkan kelenturan jaringan pembuluh darah, penggunaan obat

narkotika seperti heroin, kokain, amfetamin yang terkenal dengan nama ekstasi, mariyuana, dan ganja akan menyebabkan peradangan pembuluh darah khususnya otak yang mengakibatkan pembuluh tersebut menyempit dan rapuh, gerakan leher yang tibatiba juga beresiko merusak pembuluh darah arteri vertebralis atau karotis. Hal-hal

tersebut dapat menyebabkan ruptur arteria serebri (pecahnya pembuluh darah otak) atau pembuluh darah bocor. Ini bisa terjadi karena tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan pembuluh darah. Pembuluh darah yang tersumbat tidak lagi dapat menahan tekanan ini. Darah akan menggenangi otak. Darah yang membawa oksigen dan nutrisi tidak sampai ke target organ atau sel otak. Padahal semestinya darah itu harus mengalir ke sel-sel otak. Akibatnya sebagian otak tidak mendapat pasokan makanan. Biasanya pendarahan otak terjadi di basal ganglia, serebelum, brainstem (batang otak), dan korteks (selaput otak). Selain itu tekanan yang kuat membuat kebocoran juga merusak sel-sel otak sekelilingnya. Bila tekanannya sangat tinggi, pasien bisa koma atau meninggal dunia. Pecahnya pembuluh darah juga bisa terjadi lantaran dinding pembuluh darah yang lemah, sehingga gampang robek, seperti yang terjadi pada aneurisma maupun AVM. Stroke hemoragik biasa disebabkan oleh hipertensi, trauma, infeksi, tumor, kurangnya zat pembekuan darah, dan kelainan pada dinding pembuluh darah. (Sutrisno, 2007) Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terlatak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar pendarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus Wilisi. Bekuan darah yang semula lunak dan menyerupai selai merah akhirnya akan terlarut dan mengecil. Pendarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme yang dipermudah oleh hipertensi dan gangguan pembuluh darah. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya adalah arteria yang menembus otak seperti cabang-cabang lentikulostriata dari arteria serebri media yang memperdarahi sebagian dari ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Ini dapat menyebabkan sakit kepala berat, stupor, leher bagian belakang kaku, muntah, koma dan kejang-kejang. (Prince, 1995) Sembilan puluh opersen kasus menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal. Dari semua pasien 70% -75% meninggal dalam waktu 1-30 hari biasanya karena diakibatkan perdarahan yang meluas sampai ke sitem ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesenfalon atau perembesan darah ke pusat-pusat vital. (Prince, 1995)

Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di hemisfer serebri masih dapat ditolirir tanpa memperlihatkan gejala klinis yang nyata, sedangkan bekuan darah pada batang otak sebanyak 5 ml saja dapat menimbulkan kematian. Aneurisma berupa gelembung berdinding tipis yang hanya tertutup oleh intima yang menonjol dari arteria pada tempat-tempat yang lemah makin lama makin besar dan dapat pecah. Umumnya pecah pada saat penderita melakukan aktivitas. Menimbulkan sakit kepala hebat, kolaps, tidak sadar dan bingung. Salah satu ciri khas dari aneurisma adalah kecenderungan mengalami pendarahan ulang. (Prince, 1995) Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian. Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.(Sulisno, 2000) Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese). (Sulisno, 2000) Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Sulisno, 2000)

Pengaruh proses menua terhadap perjalanan penyakit stroke Pada usia lanjut banyak terjadi perubahan-perubahan pada sistem pembuluh darah arteri otak yang akan berpengaruh pula pada sirkulasi darah otak. Pembentukan plak ateroma banyak dijumpai pada sistem karotis yaitu di daerah bifurcatio, khususnya pada pangkal arteri karotis interna. Circulus Willisii fungsinya dapat pula terganggu oleh plak arteroma yang berakibat penyempitan pembuluh darah secara menyeluruh. Di samping itu semua pembuluh darah arteri yang kecil juga mengalami perubahan ateromatus termasuk fibrosis tunika medika, hialinisasi dan kalsifikasi.(Darmojo, 1999) Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem vertebrobasiler discus vertebralis (kadar air sangat menurun, fibrokartilago meningkat, dan perubahan pada mukopolisharid). Akibat discus ini menonjol ke perifer mendorong periost yang meliputinya dan ligamen intervertebral menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini akan mengalami kalsifikasi dan membentuk osteofit. Keadaan seperti ini disebut spondilosis servikalis. Spondilosis servikalis berakibat 2 hal pada arteri vertebralis yaitu: osteofit sepanjang pinggir korpus vertebrale dapat menekan arteri vertebrale dan posisi tertentu bahkan dapat berakibat oklusi pembuluh arteri, yang kedua berkurangnya panjang kolum servikal berakibat arteri vertebralis menjadi berkelokkelok, pada posisi tertentu pembuluh ini dapat tertekuk sehingga terjadi oklusi. (Darmojo, 1999) Dengan adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada usia lanjut,

sirkulasi otak pada orang tua sangat rentan terhadap perubahan-perubahan, baik posisi tubuh maupun faktor lain misalnya yang berkaitan dengan tekanan darah seperti fungsi jantung dan bahkan fungsi otak sendiri yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah. (Darmojo, 1999) Gerakan leher tertentu akibat arteri vertebralis yang berkelok-kelok dapat berakibat insufisiensi sirkulasi di batang otak yang dapat menimbulkan pusing atau kepala terasa ringan dan tiba-tiba jatuh. Dengan adanya plak-plak ateroma maka lumen pembuluh darah arteri otak sempit di beberapa tempat, sehingga gangguan fungsi jantung yang berakibat CBF (cerebral blood flow) mnurun sesaat dapat berakibat gangguan sirkulasi serebral, yang bila cukup lama akan berakibat penurunan kesadaran. Gangguan sirkulasi setempat seperti ditimbulkan oleh oklusi pembuluh darah arteri dapat menimbulkan defisit neurologik yang sifatnya setempat juga. .(Darmojo, 1999) Pada lansia, turunnya aktivitas metabolik berkaitan dengan menurunnya fungsi neuron, akan menurunkan aliran darah serebral. Pada usia lanjut dimana otaknya sudah

mngalami atrofi serta ruang antara selaput otak relatif luas, akselerasi otak karena trauma kepala, mudah berakibat robeknya pembuluh darah di daerah subdural ataupun subarakhnoid. Selain itu aliran darah serebral pada orang dewasa sekitar

50cc/100gm/menit akan menurun pada lanjut usia sampai 30 cc/100gm/menit. Aliran darah serebral yang turun samapai 23 cc/100gm/menit dapat menimbulkan gangguan darah otak. .(Darmojo, 1999) Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungsional. Secara umum, perubahan disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Lapisan intima arteri menebal dengan peningakatn deposit kalsium. Proses perubahan yang berhubungan dengan penuaan ini meningkatkan kekakuan dan ketebalan yang disebut dengan arteriosklerosis. Sebagai suatu mekanisme kompensasi, aorta dan arteri besar lain secara progresif mengalami dilatasi untuk menerima volume darah. Vena menjadi meregang dan mengalami dilatasi dalam cara yang hampir sama. Katup-katup vena menjadi tidak kompeten atau gagal untuk menutup secara sempurna. (Stanley, 2007) Peningkatan usia juga meningkatkan tekanan darah sistolik yang kemungkinan diakibatkan oleh kekakuan pembuluh darah atau karena selama bertahun-tahun menerima aliran darah bertekanan tinggi, baroreseptor yang terletak di arkus aorta dan sinus karotis menjadi tumpul atau kurang sensitif. (Stanley, 2007). Tekanan darah tinggi dapat membuat pembuluh darah sudah kaku dan tidak elastis pecah sehingga terjadi pendarahan yang mengkompresi jaringan otak setempat. (Guyton, 1997) Pada pembuluh darah terjadi penebalan intima akibat proses aterosklerosis dan tunika medika sebagai akibat proses menua. Aterosklerosis pada orang yang lebih tua proses penyakit lebih jelas karena akumulasi yang lebih besar selama bertahun-tahun. Permukaan endotelial pada tunika intima yang semula halus menjadi kasar karena proses menua, walaupun hanya plasma darah yang melakukan kontak dengan endotel maka timbul potensi untuk terbentuknya trombus ketika faktor koagulasi melakukan kontak dengan endotelium. Ini mengakibatkan sering terjadinya gangguan vaskularisasi otak yang berakibat terjadinya stroke. (Darmojo, 1999)

E. Pathway Terlampir F. Manifestasi Klinis Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). 1. Kehilangan Motorik: stroke mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. hemiplegi (paralisi pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan, hemiperesis (kelemahan salah satu sisi tubuh) 2. Kehilangan Komunikasi: a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dngan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. 3. Gangguan Persepsi a. Disfungsi Persepsi Visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang), amorfosintesis (kepala berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut. b. Gangguan hubungan visual-spasial ( mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial). Misal: pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan. c. Kehilangan sensori: kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan tubuh juga untuk menginterpretasikan stimulasi visual, taktil dan dan auditorius. d. Kerusakan fungsi kognitif: lapang perhatian terbatas, kesulitan pemahaman, lupa, dan kurang motivasi. Masalah psikologik yang umum terjadi adalah bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerjasama.

4. Disfungsi Kandung Kemih: inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. (Brunner & Suddarth, 2002)

Manifestasi Klinis Stroke Akut Dapat Berupa: 1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak 2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensori) 3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma) 4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan) 5. Disartria (bicara pelo atau cadel) 6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia 7. Ataksia (trunkal atau anggota badan) 8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala. (Kapita Selekta, 2000)

Gejala-gejala awal yang perlu diwaspadai: 1. Tulisan tiba-tiba menjadi jelek dan tidak karuan 2. Tangan seringkali tidak menuruti perintah 3. Benda yang semula dipegang terlepas dengan sndirinya tanpa disadari 4. Sering gagal memasukkan kancing baju 5. Kalau makan selalu berceceran 6. Tanpa disadari alas kaki kerap lepas saat berjalan 7. Tidak terampil mngenakan alas kaki, harus dibantu dengan tangan. 8. Rasa kebas atau tebal pada ajah seisi dengan atau tanpa diikuti dengan rasa kebas pada anggota gerak pada sisi yang sama. 9. Jika membuka mata, merasa pusing dan berputar yang sering disertai dengan mual dan muntah. (Sutrisno, 2007) G. Komplikasi Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan darah serebral, dan luasnya area cedera. (Brunner & Suddarth, 2002)

Ada tiga komplikasi utama pada stroke hemoragik antara lain: vasospasme, hidrosefalus, dan disritmia. 1. Vasospasme Etiologi dari vasospasme belum jelas. Ada perkiraan terjadi korlasi positif antara ukuran hemoragi yang tampak pada skan CT dengan perkembangan spasme. Terjadi pelepasan ion-ion kalsium dari sel-sel darah merah yang lisis, dan diyakini bahwa ion kalsium merupakan mediator spasme. Telah ditunjukkan suatu keberhasilan dari penggunaan nipodipin setelah hemoragi subarkhnoid, meningkatkan hasil-hasil yang diharapkan dari pasien setelah terjadi pendarahan. Mungkin terjadi respon inflamasi pada hemoragi subaraknoid, dan keadaan ini dapat menstimulasi pelepasan mediator vasoaktif. Terapi hemodilus hipervolmik telah menjadi sesuatu yang terkenal dalam pengobatan vasospasme. Terapi triple H ini terdiri atas ekaspansi hipervolemik, hemodilusi, dan induksi hipertnsi pada pasien pascaoperasi. Hipervolemia dilakukan dengan ekspansi volume, menggunakan baik larutan koloid maupun kristaloid untuk membuat tekanan desak kapiler pulmonal mendekati nilai 14 mmHg (nilai dasar aalah 6-8 mmHg) dan curah jantung 6,5 sampai 8L/menit (normal 4,5-5,0 L/menit). Hemodilusi menurunkan viskositas darah, menurunkan infark serta meningkatkan transpor oksigen yang bertujuan untuk mengurangi hemaokrit sampai 15% sampai 20%. Agen-agen presor digunakan untuk menginduksi hipertensi, sering digunakan kombinasi dobutamin dan dopamin. Sasarannya adalah untuk mempertahankan tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 20 mmHg di atas nilai normal. (Hudak Gallo,1996) 2. Hidrosefalus Hidrosefalus menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorpsi dari CSS. Jika terdapat darah pada ruang subaraknoid maka sel-sel darah merah tersebut dapat menyumbat salua yang sangat kecil yang menuju satu ventrikel ke ventrikel lain. Jika itu terjadi maka berkembang hidrosefalus obstruksi pada pasien sehingga akan menyumbat aliran CSS normal, seringkali terjadi antara ventrikel ketiga dan keempat. Juga terdapat masalah reabsorbsi potensial jika terdapat darah dalam spasium subaraknoid. Sel-sel darah merah menyumbat vili araknoid, membahayakan reabsorbsi dan mengakibatkan hidrosefalus komunikan . Mungkin dipasang pirau, sering antara salah satu

ventrikel lateral dengan kavitas peritonial (pirau V-P) untuk mengalirkan CSS dan menghilangkan hidrosefalus. (Hudak Gallo,1996) 3. Disritmia Mungkin karena dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung, sehingga adanya iritasi kimia dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung. (Hudak Gallo,1996) 4. Pendarahan Ulang Mengalami pendarahan ulang pada aneurisme yang tidak diperbaiki. (Hudak Gallo,1996) 5. Peningkatan Tekanan Intrakranial Merupakan potensial komplikasi. Ini mungkin sebagai akibat dari iskemia setelah stroke dimana darah menyebabkan efek terhadap massa lesi. Keadaan ini mungkin diakibatkan malformasi arterivenoasa, atau aneurisme, atau mungkin post operatif setelah manipulasi otak selama kraniotomi. Intervensi yang dapat dilakukan seperti hiperventilasi, penggunaan osmotik, steroid, koma barbiturat, hipotermia, intubasi , penggunaan agens paralisis, dan pembatasan cairan juga merupakan tindakan yang sangat bermanfaat dalam mengatasi komplikasi ini. Osmotik tidak digunakan jika hemoragi aktif serebral, bagaimanapun karena osmotik dapat meningkatkan pendarahan dengan mengerutkan otak dn melepaskan efek temponade pembuluh yang bocor. (Hudak Gallo,1996) 6. Epilepsi Adanya lesi pada mesensefalon, talamus dan kortek serebri akibat stroke dapat menyebabkan ketidakseimabangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membran neuron mengalami depolarisasi. Sehingga impuls dari otak terjadi dalam bentuk ledakan sewaktu-waktu sebuah sel saraf untuk melakukannya. Kadang-kadang sel-sel ini terus menerus memancar setelah tugas selesai. Selama periode pelepasan yang tidak diinginkan, bagian-bagian tubuh dikontrol oleh pesan-pesan yang tidak diinginkan sehingga terjadi gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur. (Prince, 1995) 7. Infeksi dan sepsis 8. Pneumonia, dekubitus, inkontinensia akibat tirah baring yang lama. (Darmoyo, 1999) dari

Selama perawatan dapat terjadi komplikasi. Seluruh komplikasi ini harus mendapatkan perhatian dari awal sehingga dapat diatasi dan diantisipasi sehingga tidak menjadi fatal. Komplikasi yang terjadi bisa beberapa organ atau aspek. 1. Komplikasi Neurologik: Edema otak, kejang, tekanan tinggi intrakranial, infark berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi. 2. Komplikasi paru-paru: obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi, pneumonia 3. Komplikasi kardiovaskuler: miokard infark, aritmia, dekompensasi kordis, hipertensi, emboli paru 4. Komplikasi nutrisi/gastrointestinal: ulkus, pendarahan lambung, konstipasi, dehidrasi, gangguan elektrolit, malnutrisi, hiperglikemia. 5. Komplikasi traktus urinarius: inkontinensia, infeksi

6. Komplikasi ortopedi-kulit: dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu, jatuh-fraktur (Unit Stroke, 2007)

H. Proses Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998) 1) Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis. 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. 4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.) 5) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. 6) Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga 7) Pola-pola fungsi kesehatan a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah e) Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot f) Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8) Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum (1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran (2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara (3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b) Pemeriksaan integumen (1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bedrest 2-3 minggu (2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis (3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan c) Pemeriksaan kepala dan leher (1) Kepala : bentuk normocephalik (2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi (3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi d) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e) Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bedrest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h) Pemeriksaan neurologi (1) Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. (2) Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh. (3) Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. (4) Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. 9) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan radiologi (1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000) (3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. b) Pemeriksaan laboratorium

(1)

Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

(2) (3)

Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. System Skore Untuk membedakan jenis stroke Skore Stroke Siriraj: (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x Vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) (3 x petanda ateroma) 12 Skore > 1 = pendarahan supratentorial Skore -1 s.d. 1 = perlu CT scan Skore < 12 +infark serebri Derajat kesadaran: 0= komposmentis, 1= somnolen, 2= stupor/koma Vomitus: 0= tidak ada, 1= ada Nyeri kepala: 0= tidak ada, 1= ada Nyeri kepala: 0= tidak ada, 1= ada Ateroma: 0= tidak ada, 1= salah satu atau lebih: diabetes, angina, penyakit pembuluh darah. (Kapita Selekta, 2000)

Skor yang dipakai pada perawatan stroke: 1 Nihhs (national institute of health stroke scale) adalah skala penilaian yang dilakukan pada pasien stroke untuk melihat kemajuan hasil perawatan fase akut. Penilaian ini dilakukan dua kali yaitu pada saat masuk(hai pertama perawatan) dan saat keluar dari prawatan. Perbedaan nilai saat masuk dan keluar dapat dijadikan salah satu patokan keberhasilan perawatan.

1a. Derajat kesadaran

0= sadar penuh 1= somnolen

2= stupor 3= koma 1b. Menjawab pertanyaan 0= dapat menjawab dua pertanyaan dengan benar (mis: bulan apa sekarang dan usia pasien) 1= hanya dapat menjawab satu pertanyaan dengan benar/tidak dapat berbicara karena terpasang pipa endotrakea atau disartria 2= tidak dapat menjawab kedua pertanyaan dengan benar/afasia/stupor 1c. Mengkuti perintah 0= dapat melakukan dua perintah dengan benar (mis buka dan tutup mata, kepal dan buka tangan pada sisi yang sehat) 1= hanya dapat melakukan satu perintah dengan benar 2= tidak dapat melakukan kedua perintah dengan benar 1. Gerakan horizontal 0= normal 1= gerakan abnormal anya pada satu mata 2= deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata 2. Lapang pandang pada 0= tidak ada gangguan tes konfrontasi 1= kuandranopia 2= hemianopia total 3= hemianopia bilateral/buta kortikal 3. Paresis wajah 0= normal 1= paresis ringan 2= paresis parsial 3= paresis total 4. Motorik lengan kanan 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua lengannya selama 10 detik 1= lengan menyimpang ke bawah sebelum 10 detik 2= lengan tke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh 3= tidak dapat melawan gravitasi 4= tidak ada gerakan X = tidak dapat diperiksa 6. Motorik lengan kiri 2. Motorik tngkai kanan Idem 5 Idem 5(lengan digantai tungkai, dan diangkat bergantian)

8. Motorik tungkai kiri 9. Ataksia anggota badan

Idem 7 0= tidak ada 1= pada satu ekstremitas 2= pada dua atau lebih ekstremitas X= tidak dapat diperiksa

10. Sensorik

0= normal 1= defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang 2= defisit berat yaitu jika pasien tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral

11. Bahasa terbaik

0= tidak afasia 1= afasia ringan sedang 2= afasia berat 3= tidak dapat bicara(bisu)/ global afasia/ koma

12. Disartria

0= artikulasi normal 1= disartria ringan-sedang 2= disartria berat X= tidak dapat diperiksa

13.neglect/tidak atensi

ada 0= tidak ada 1= parsial 2= total

Nilai nihhs berkisar antara 0-42. Penilaiannya adalah sebagai berikut: Nilai < 4: stroke ringan Nilai antara 4-15 : stroke sedang Nilai > 15 : stroke berat

Keunggulan nihhs: mempunyai contoh pembelajaran audiovisual yang berisi 6 contoh pasien, dapat dilakukan dengan cepat kuarng lebih 15 menit, telah banyak dipergunakan dan di validasi, berguna untuk kondisi stroke akut, mudah untuk dipelajari dan skor yang dipakai sederhana, tingkat reliabelitasnya tinggi diantara para pengguan skor. Kelemahan nihhs: kurang baik untuk stroke karena gangguan sirkulasi posterior, oleh karena di dalam skoring terdapat penilaian kemampuan berbahasa dan untuk gangguan di batang otak, nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan beratnya defisit yang signifikan.

Korelasi antara nilai nihhs masuk dengan kondisi saat keluar


Nihhs saat masuk 0-8 9-17 18+ Keluaran Pulang dengan berobat jalan Perawatan rehabilitasi Khusus di rumah, perawatan subakut atau perawatan khusus di suatu rumah rahabilitasi

2 Sistem scoring barthel index: untuk memeriksa status ungsional dan kemampuan pergerakan otot/ekstremitas.
Aktivitas Makan/feeding 0= tidak mampu 1= perlu bantuan untuk memotong, mengoles mentega, dan sebagainya, atau perlu mengubah diet 2= independen Mandi/ bathing 0= dependen 1= independen/mandi pancur Merawat diri/grooming 0= perlu bantuan untuk perawatan pribadi 1= independen untuk wajah/rambut/gigi/bercukur (peralatan tersedia Berpakaian/dressing 0= dependen 1= perlu bantuan tapi bias melakukan sendiri setengah dibantu 2= independen(termasuk kancing, resleting, pita, dan sebagainya) Buang air besar/bowels 0= inkotinensia (atau perlu diberi enema) 1= kadang-kadang kecelakaan 2= kontinen Buang air kecil/bladder 0= inkontinensia, atau terpasang kateter da tidak mampu mengatur sendiri 1= kadang-kadang mengompol (<sehari sekali) 2= kontinen Menggunakan toilet/toilet use 0= dependent 1= perlu bantuan, tetapi bias melakukan sesuatu sendiri 2= independen (menyalakan, mematikan, Skor

berpakaian, dan mengelap) Bergerak (dri tempat tidur ke kursi dan kembali lagi)/transfer 0= tidak mampu, tidak seimbang saat duduk 1= perlu banyak bantuan (satu atau dua orang, fisik) bisa duduk 2= sedikit bantuan (verbal atau fisik) 3= independen Mobilitas (pada tempat datar)/mobility 0= immobile atau < 50 yards 1= tergantung pada kursi roda, termasuk di sudut, > 50 yards 2= berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik), > 50 yards 3= independen (tetapi mungkin perlu bantuan misalnya tongkat), > 50 yards Tangga/stairs 0= tidak mampu 1= perlu bantuan (verbal, fisik, membawa alat bantu) 2= independen Total 0-20

Skor total bias digunakan untuk memeperkirakan tingkat ketergantungan. Sebagai pedoman kasar, skor 14 sering kali sesuai dengan tingkat bantuang yang didapatkan di rumah jompo, skor total 10 mungkin hanya sesuai dengan kepulangan ke rumah disertai dukungan maksimal dan selalu didampingi perawat. Keunggulan barthel index: mempunyai reliabelitas dan validitas tinggi, mudah dan cukup sensitive untuk mengukur perubahan fungsi serta keberhasilan rehabilitasi. Kelemahan barthel index: tidak merupakan skala ordinat dan tiap penilaiannya tidak menunjukkan berat ringannya fungsi kehidupan sehari-hari (Unit stroke, 2007)

2. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengab interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi, vasospasme serebral dan edema serebral. b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskular : kelemahan, flaksid/paralisis hipotonik ( awal ), paralisis spastis, kerusakan perseptual/kognitif.

c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot, kerusakan perseptual/kognitif, nyeri/ketidaknyamanan, depresi. d. Gangguan harga diri ( uraikan ) berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual ( kognitif ) e. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ), mengenai kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber informasi. f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak. g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.

3. Rencana Keperawatan Diagnosa 1 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengab interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi, vasospasme serebral dan edema serebral. Ditandai dengan : a. Perubahan suhu kulit ( dingin pada ekstremitas ), warna biru atau ungu b. Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori c. Perubahan dalam respons motorik/sensori, gelisah d. Defisit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi e. Perubahan tanda-tanda vital ( denyut arteri tidak teraba ) Kriteria Hasil/Kriteria Evaluasi : a. Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif, dan motorik atau sensori b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan kekambuhan d. Memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan
Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri 1. Tentukan faktor yang berhubungan Mempengaruhi intervensi. Kerusakan

dengan

keadaan

atau

penyebab tanda atau gejala neurologis atau

khusus selama penurunan perfusi kegagalan memperbaikinya setelah fase serebral dan potensial terjadinya awal memerlukan tindakan untuk

peningkatan TIK

melakukan

pemantauan

terhadap

peningkatan TIK. 2. Observasi dan catat status neurologis Mengetahui tingkat kesadaran, risiko sesering mungkin dan bandingkan peningkatan TIK, mengetahui lokasi, dengan keadaan normalnya. luas dan kemajuan atau resolusi

kerusakan SSP. Menunjukkan TIA yang merupakan tanda-tanda

thrombosis CVS baru. 3. Observasi tanda-tanda vital seperti : a. Adanya hipertensi atau hipotensi, a. Variasi terjadi karena tekanan atau bandingkan hasil yang terbaca pada kedua lengan. trauma serebral pada daerah

vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi presipitasi. Hipotensi terjadi karena syok ( kolaps sirkulasi vaskuler ). Peningkatan edema, TIK terjadi bekuan arteri karena darah.

formasi

Tersumbatnya

subklavia

ditandai adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan. b. Frekuensi dan irama jantung, b. Perubahan terjadi Disritmia adanya terutama bradikardia otak.

auskultasi adanya murmur

akibat dan

kerusakan murmur

pertanda yang

penyakit

jantung

menjadi pencetus CVS ( seperti Stroke setelah IM ) c. Catat pola dan irama dari c. Ketidakteraturan pernapasan

pernapasan, seperti periode apnea setelah pernapasan hiperventilasi, pernapasan Cheyne-Stokes

menggambarkan lokasi kerusakan serebral atau peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi

selanjutnya. 4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial kesamaan, dan reaksinya terhadap okulomotor ( III ) berguna menentukan cahaya. apakah batang otak masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan

simpatis dan parasimpatis. Respons terhadap refleks cahaya

mengkombinasikan fungsi dari saraf cranial optikus ( II ) dan saraf kranial okulomotor ( III ) 5. Catat perubahan dalam penglihatan, Gangguan penglihatan yang spesifik seperti adanya kebutaan, gangguan mencerminkan lapang persepsi. pandang atau daerah otak yang

kedalaman terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapatkan perhatian dan mempengaruhi intervensi.

6. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, Perubahan dalam isi kognitif dan bicara seperti fungsi bicara. merupakan indikator dari lokasi atau derajat gangguan serebral penurunan dan atau

mengindikasikan peningkatan TIK. 7. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis ( netral )

Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan

meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral.

8. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi Berikan aktivitas istirahat sesuai secara indikasi. periodik

Aktivitas atau stimulus yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan diperlukan untuk

pencegahan terhadap perdarahan stroke hemoragik atau perdarahan lainnya.

antara aktivitas perawatan. 9. Cegah defekasi, terjadinya dan mengejan saat yang

Valsava manuver dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan.

pernapasan

memaksa ( batuk terus menerus )

10.

Berikan oksigen sesuai indikasi

Menurunkan

hipoksia

yang

menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat atau terbentuknya edema Kolaborasi 1. Berikan obat sesuai indikasi a. Antikoagulasi, misal natrium a. Meningkatkan atau memperbaiki

warfarin, heparin, antitrombosit ( ASA ), dipiridamol. b. Antifibrolitik aminokaproid misal asam

aliran darah serebral dan mencegah pembekuan karena embolus atau thrombus. b. Meningkatkan atau memperbaiki

aliran darah serebral dan mencegah pembekuan karena embolus atau thrombus. Merupakan kontraindikasi pada klien hipertensi akibat

peningkatan risiko perdarahan.

Diagnosa 2 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskular : kelemahan, flaksid/paralisis hipotonik ( awal ), paralisis spastis, kerusakan perseptual/kognitif. Ditandai dengan : a. Ketidakmampuan bergerak dalam lingkungan fisik b. Kerusakan koordinasi c. Keterbatasan rentang gerak d. Penurunan kekuatan/control otot Kriteria hasil/kriteria Evaluasi : a. mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh takadanya kontraktur, footdrop. b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. c. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. d. Mempertahankan intigritas kulit.

TINDAKAN/INTERVENSI Mandiri

RASIONAL

1. Kaji kemampuan secara funsional/luasnya 1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasi melalui skala 0-4. (rujuk pada MK: Trauma kranioserebral, DK: Mobilitas Fisik, kerusakan, hal. 282) dan dapat memberikan informasi

mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebap teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid.

2. Ubah

posisi

minimal

setiap

jam 2. Menurunkan

resiko

terjadinya

(telenteng,miring), dan sebagainya dan jika memungkinkan diletakkan terganggu. bias lebih posisi sering bagian jika yang

traumaiskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami

dalam

perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus

3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau 3. Membantu mempertahankan ekstensi dua kali sehari jika pasien dapat pinggul kemungkinan ansietas fungsional; akan terutama tetapi

mentoleransinya.

meningkatkan mengenai

kemampuan pasien untuk bernafas. 4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak 4. Meminimalkan aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak. meningkatkan mencegah atrofi sirkulasi, otot, membantu Menurunkan

kontraktur.

resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan : stimulasi yang berlebihan dapat menjadi

pencetus adanya perdarahan berulang. 5. Sokong ekstremitas dalam posisi 5. Mencegah kontraktur/footdrop kegunaanya dan jika

fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) selama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.

memfasilitasi

berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya

untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastic dapat mengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi. 6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien 6. Selama paralisis flaksid, penggunaan berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi. penyangga dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio lengan dan sindrom bahu lengan 7. Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat 7. Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat bantu untuk pengaturan posisi atau pembalut selama periode paralisis spastic. dari otot fleksor lebih kuat

dibandingkan dengan otot ekstensor.

8. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk 8. Mencegah abduksi bahu dan fleksi melakukan abduksi pada tangan 9. Tinggikan tangan dan kepala. siku. 9. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu edema. 10. Tempatkan hend roll keras pada telapak 10. Alas/dasar yang keras menurunkan tangan dengan jari-jari dan ibu jari-jari saling berhadap. stimulasi fleksi jari-jari, mencegah terbentuknya

mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anotomis).

11. Posisi lutut dan panggul dalam posisi 11. Mempertahankan posisi fungsional. ekstensi. 12. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan 12. Mencegah ulungan/bantalan trokanter. pinggul. rotasi eksternal pada

13. Gunakan papan kaki secara berganti, jika 13. Penggunaan yang kontinu (setelah memungkinkan. perubahan pada paralisis flaksid ke spastik) dapat menyebapkan tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki, meningkatkan spstisitas, dan secara plantar. 14. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan 14. Membantu dalam melatih kembali duduk ( seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat jaras saraf, meningkatkan respons proprionseptik dan motorik nyata meningktkan fleksi

tidur, biarkan pasien menggunakan.Kekuatan tangan untuk menyokong berat badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit, meningkatkan waktu duduk dan keseimbangan dalam berdiri seperti letakkan sepatu yang datar.sokong bagian belakang dan bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien, bantu menggunakan alat pegangan pararel dan walker. 15. Observasi daerahyang terkena termasuk 15. Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan

warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.

penyembuhannya lambat

16. Inspeksi kulit terutama pada daerah yang 16. Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol secara teratur.lakukan masase menonjol terjadinya paling berisiko untuk

secara hati-hati pada daerah kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai kebutuhan.

penurunan

perfusi/iskemia.stimulasi sirkulasi dan memberikan mencegah bantalan kerusakan membantu kulit dan

perkembanganyaa dekubitus. 17. Bangunkan dari kursi sesegera mungkin 17. Membantu mentabilkan tekanan darah setelah tanda-tanda vital stabil kecuali pada hemoragik serebral. (tonus vasemotor terjaga keseimbangan

).meningkatkan

ekstermitas dalam posisi normal dan pengosongan kantung kemih/ginjal. Menurunkan resiko terjadinya batu kandung kemih dan infeksikarena urin yang statis. 18. Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air 18. Mencegah/ dan bantu pasien untuk memindahkan berat badan dengan interval yang teratur. 19. Susun tujuan dengan pasien atau orang 19. Meningkatkan harapan terhadap menurunkan tekanan

koksigeal/ kerusakan kulit

terdekat untuk berpartisipasi dalam aktivitas /latihan mengubah posisi

perkembangan/ memberikan kemandirian

peningkatan prasaan

dan

kontrol/

20. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan 20. Dapat dan latihan dengan menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk menyokong /

berespon

denganbaik

jika

daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari tubuhnya sendiri

menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

Kolaborasi 1. Berikan tempat tidur dengan matras bulat, 1. Meningkatkan distribusi merata berat tempat tidur aitr, alat flotasi, atau tempat tidurkhusus (seperti tempat tidur kinetik) sesuai indikasi badan yang menurunkan tekanana pada tulang tertentu dan untuk mencegah membantu kulit

kerusakan

.tempat ini khusus membantu denagn letak pasien obesitas,meningkatkan

sirkulasi dan menurunkan terjadinya vena statis untuk menurunkan resiko terhadap cedera pada jaringan dan komplikasi seperti ortostatik 2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara 2. Program aktif, latihan resistif, dan ambulasi fasien yang khusus untuk berati tersebut dapat

dikembangkan kebutuhan kekurangan

menemukan /menjaga dalam dan

yang

keseimbangan,koordinasi kekuatan. 3. Bantulah dengan stimulasi elektrik,seperti 3. Dapat TENS sesuai indikasi kekuatan membantu otot dan

memulihkan meningkatkan

kontrol otot volunter. 4. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik 4. Mungkin sesuai indikasi,seperti baklofen, dantrolen di perlukan spastisitas untuk pda

menghilangkan

ekstermitas yang terganggu

Diagnosa 3 Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,

penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot, kerusakan perseptual/kognitif, nyeri/ketidaknyamanan, depresi. Ditandai dengan : Kerusakan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari contoh ketidakmampuan makan, mandi, memasang atau melepasakan pakaian, dan toileting. Kriteria hasil/Kriteria Evaluasi : a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. c. Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.

TINDAKAN /INTERVENSI Mandiri 1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan 1. Membantu (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.

RASIONAL

dalam

mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual. ini mungkin menjadi sangat

2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien 2. Pasien yang dapat di lakukan pasien sendiri ,tetapi berikan bantuan sesuai kbutuhan.

ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bermampaat ,adalah bantuan dalam yang di berikan frustasi untuk

mencegah pasien

penting

bagi

melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan. 3. Sadari perilaku /aktivitas infulsifkarna 3. Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi gangguan dalam mengambil keputusan. dan pengawasan tambahan untuk

meningkatkan keamanan pasien. 4. Pertahankan dukungan ,sikap yang tegas 4. Pasien akan memerlukan empati tetapi pelu .beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya. u tuk mengetahwi pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten . perasaan makna diri

5. Berikan unpan balik yang positif untuk 5. Meningkatkan setiap usaha yang di lakukan atau keberhasilannya. .meningkatkan

kemandirian,dan

mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.

6. Buat

rencana

terhadap

gangguan 6.

penglihatan yang ada ;seperti: Letakkan lainnya sakit Sesuaikan tempat tidur sehingga sisi tubuh pasien yang tidak sakit Akan dapat melihat jika naik /turu dari tempat tidur ,dapat mengobsevasi makanan dan alat-alat Pasien akan dapat melihat untuk memakan makananya.

pada sisi pasien yang tidak

menghadap ke ruangan dengan sisi menghadap ke dinding.

orang yang dating ke ruangan tersebut.

Posisikan perabot menjauh dinding.

Memberi bergerak

keamanan di

ketika

pasien untuk

ruangan

menurunkan resiko jatuh /terbentur perabot tersebut . 7. Gunakan alat pribadi ,seperti kombinasi pisau bercabang sikat panjang tangkai untuk 7. Pasien dapat menangani diri sendiri

,meningkatkan kemandirian dan harga diri.

panjang,tangkai

mengambil sesuatu dari lantai kursi mandi pancuran kloset duduk yang agak tinggi . 8. Kaji kemampuan pasien untuk 8. Mungkin mengalami gangguan saraf

berkomunikasi tentang kbutuhannya utuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur atau interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan. 9. Identifikasi sebelumnya kebiasaan kebiasaan dan kembalikan depekasi kepada

kandung kemih,tidak dapat mengatakan kebutuhannya akut,tetapi pada fase dapat pemulihan mengontrol

biasanya

kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses penyembuhan.

9. Menkaji perkembangan program latihan (mandiri) pencegahan dan membantu dan dalam sembelit

pola normal tersebut.kadar

konstipasi

makanan yang berserat anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas. Kolaborasi 1. Berikan obat supositoria dan pelunak feses.

(pengaruh jangka panjang).

1. Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu menciptakan /meransang fungsi defekasi teratur.

2. Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.

2. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembagkan mengidentifikasi penyongkong khusus. rencana terapi dan alat

kebutuhan

Diagnosa 4

Gangguan harga diri ( uraikan ) berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual ( kognitif ) Ditandai dengan : a. Perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi. b. Perubahan dalam pola biasanya dari tanggung jawab/kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. c. Respons verbal/nonverbal terhadap perubahan aktual atau yang dirasakan. d. Perasaan negatif tentang tubuh, perasaan putus asa/tidak berdaya. e. Berfokus pada kekuatan, fungsi, atau penampilan masa lalu. f. Preokupasi dengan perubahan atau kehilangan. g. Tidak menyentuh/melihat pada bagian tubuh yang sakit. Kriteria hasil/kriteria evaluasi : a. Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi b. Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dan situasi c. Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negatif Tindakan/ intervensi Mandiri 1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan 2. Penentuan faktor-faktor secara individu hubungkan dengan derajat membantu dalam mengembangkan Rasional

ketidakmampuannya. 2. Identifikasi arti

perencanaan asuhan/pilihan intervensi. dari 3. Kadang kadang pasien menerima dan pada mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit penanganan, dilain pihak ada juga orang yang mengalami kesulitan dalam menerima dan mengatasi

kehilangan/disfungsi/perubahan pasien.

kekurangannya 3. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan 4. Mendemonstrasikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah. penerimaan/membantu pasien untuk

mengenal dan mulai memahami perasaan ini.

4. Catat pasien dapat menunjukkan daerah 5. Menunjukkan penolakan terhadap bagian

yang sakit ataukan pasien meningkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati

tubuh tertentu/perasaan negatif terhadap citra tubuh dan kemampuan, menandakan perlunya emosional. intervensi dan dukungan

5. Akui

pernyataan terhadap

perasaan 6. Membantu pasien untuk melihat bahwa tubuh; perawat menerima kedua bagian tubuh tersebut merupakan satu bagian yang utuh dari seseorang. Memberikan kesempatan pasien untuk merasakan penghargaannya secara penuh dan mulai menerima

tentangpengingkaran

tetap pada kenyataan yang ada tentang realita bahwa pasien masih dapat

menggunakan bagian tubuhnya yang tidak sakit dan belajar untuk mengontrol bagian tubuh yang sakit. Gunakan katakata (seperti lemah, sakit, kanan-kiri) yang tidak mengansumsikan bahwa

keadaan yang dialami saat sekarang ini.

bagian tersebut sebagian bagian dari seluruh tubuh. 6. Tekankan keberhasilan yang kecil 7. Mengkonsolidasikan keberhasilan

sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien

membantu menurunkan perasaan marah dan ketidakberdayaan dan menimbulkan perasaan adanya perkembangan.

7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian 8. Membantu peningkatan rasa harga diri dan berdandan yang baik dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan. 8. Dorong orang terdekat untuk memberi 9. Membangun kembali rasa kemandirian kesempatan pada melakukan sebanyakbanyak mungkin untuk dirinya sendiri dan menerima kebanggaan diri dan meningkatkan proses rehabilitas . catatan: ini mungkin sulit dan menimbulkan rasa frustasi pada keluarga/pemberi asuhan yang tergantung dan pada waktu derajat yang

ketidakmampuan diperlukan pasien

untuk

melakukan

aktivitas secara keseluruhan. 9. Beri dukungan terhadap perilaku/usaha 10. Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi seperti peningkatan minat/partisipasi untuk mengubah dan memahami tentang

pasien terhadap rehabilitasi. 10. Berikan penguatan terhadap penggunaan

peran diri sendiri terhadap kehidupan selanjutnya.

alat-alat adaptif,seperti tongkat untuk 11. Meningkatkan kemandirian, menurunkan berjalan, kancing/ritsluiting, saku di paha untuk kateter, dan sebagainya ketergantungan terhadap orang lain, untuk memenuhi kebutuhan fisik dan pasien dapat bersosialisasi lebih aktif lagi 11. Pantau gangguan tidur, meningkatknya 12. Mungkin merupakan indikasi serangan kesulitan pernyataan untuk berkonsentrasi untuk depresi(umumnya pengaruh memerlukan lanjut. setelah adanya mungkin intervensi

ketidakmampuan

stroke)yang evaluasi dan

mengatasi sesuatu, letargi dan menarik diri. Kolaborasi

1. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis 1. Dapat memudahkan adaptasi terhadap dan/atau konseling sesuai kebutuhan perubahan peran yang perlu untuk

perasaan/merasa menjadi orang yang produktif.

Diagnosa 5 Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ), mengenai kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber informasi. Ditandai dengan : a. Meminta informasi b. Pernyataan kesalahan informasi c. Ketidakakuratan mengikuti instruksi d. Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah Kriteria hasil/kriteria evaluasi : a. Berpartisipasi dalam proses belajar b. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis atau aturan terapeutik c. Memulai gaya hidup yang diperlukan

Intervensi

Rasional

1. Evaluasi

tipe/derajat

dari

gangguan 1. Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/kompleksitas instruksi. dalam yang membangun realistis dan tentang

persepsi sensori. 2. Diskusikan

keadaan patologis yang 2. Membantu pengharapan meningkatkan

khusus dan kekuatan pada individu.

pemahaman

keadaan dan kebutuhan saat ini.

3. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan 3. Meningkatkan pemahaman, memberikan diskusikan rencana/kemungkinan harapan pada masa dating dan

melakukan kembali aktivitas (termasuk hubungan seksual).

menimbulkan harapan dari keterbatasan hidup secara normal. yang dianjurkan,pembatasan

4. Tinjau ulang/pertagas kembali pengobatan 4. Aktivitas yang diberikan. Identifikasi cara

dan kebutuhan obat/terapi dibuat pada dasar pendekatan interdisiplin cara tersebut

meneruskan program setalah pulang.

terkoordinasi.Mengikuti

merupakan suatu hal yang penting pada kemajuan komplikasi. 5. Diskusikan rencana untuk memenuhi 5. Berbagai tingkat bantuan mungkin pemulihan/pencegahan

kebutuhan perawatan diri.

diperlukan/perlu berdasarkan individual. pada

direncanakan kebutuhan secara

6. Berikan instruksi dan jadwal tertulis 6. Memberikan mengenai aktivitas,pengobatan dan faktorfaktor

penguatan

visual

dan

sumber rujukan setelah sembuh.

7. Anjurkan pasien untuk merujuk pada 7. Memberikan bantuan untuk menyokong daftar /komunikasi tertuli atau catatan yang ada daripada hanya bergantung pada apa yang diingat. 8. Sarankan pasien menurunkan/membatasi 8. Stimulasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir. yang beragam dapat ingatan dan meningkatkan perbaikan dalam keterampilan daya pikir.

memperbesar gangguan proses berfikir.

9. Rekomendasikan pasien untuk meminta 9. Beberapa bantuan dalam proses pemecahn masalah dan memvalidasi keputusan,sesuai

pasien

(terutama

dengan

masalah CSV kanan)mungkin mengalami gangguan dalam cara pengambilan

kebutuhan.

keputusan yang memanjang dan berperilaku kemampuan untuk impulsif,kehilangan mengungkapkan

keputusan yang dibuatnya.

10. Identifikasi factor-faktor resiko secara 10. Meningkatkan individual (seperti

kesehatansecara

umum

dan mungkin menurunkan resiko kambuh.

hipertensi,kegemukan,merokok,ateroskler osis,menggunakan kontrasepsi oral)dan perubahan pola hidup yang penting. 11. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan 11. Evaluasi dan intervensi dengan cepat control fungsi secara medis,contoh:perubahan penglihatan,sensorik, menurunkanresiko komplikasi/kehilangan berlanjut. terjadinya fungsi yang

motorik,gangguan respons mental atau perilaku,dn sakit kepala yang hebat. 12. Rujuk pada

perencanaan 12. Lingkungan rumah mungkin memerlukan perawatan evaluasi dan modifikasi untuk memenuhi kebutuhan individu. ada 13. Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan penanganan dirumah dan penyesuaian terhadap kerusakan. yang baik pada akhirnya

pemulihan/pengawasan

dirumah dengan mengunjungi perawat. 13. Identifikasi sumber-sumber yang

dimasyarakat,seperti

perkumpulan

stroke,atau program pendukung lainya. 14. Rujukan/tegaskan perlunya

evaluasi 14. Kerja

dengan tim ahli rehabilitasi,seperti ahli fisioterapi wicara. fisik,terapi okupasi,terapi

diharapkan/meminimalkan adanya gejala sisa atau penurunan neurologis.

Diagnosa 6 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak. Kriteria hasil/kriteria evaluasi : a. Menghasilkan pemahaman tentang masalahh komunikasi. b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan, c. Menggunakan sumber dengan tepat. TINDAKAN / INTERVENSI Mandiri 1. Kaji tipe/derajat dispungsi,seperti pasien 1. Membantu tidak tampak memahami kata atau atau menentukan daerah dan RASIONAL

derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan psien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.pasien mungkin mempunyai kesulitan

mengalami

kesulitan

berbicara

membuat pengertian sendiri

memahami kata yang di ucapkan ( afasia sensori \k/ kerusakan pada aarea wernick) mengucapkan kata-kata dengan benar ( afasia ekspresif/kerusakna pada area

bicara broca) atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut 2. Bedakan antara afasia dan disartria 2. Intervensi yang di pilih tergantung pada tipe kerusakannnya. dalam Afasia adalah dan

gangguan

menggunakan

mengintepresikan simbol-simbol bahasa dan mungkin atau melibatkan motorik, untuk komponen seperti memahami

sensorik

ketidakmampuan

tulisan / ucapan atau menulis lkata ,membuat tanda berbicara .seseorang denag disartia dapat memahami,membaca dan menulis bahasa tetapi mengalami kesusliatan membentuk/mengucapkan

kata sehubungan dengan kelemahan otot 3. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi 3. Pasien mungkin kehilangan kemampuan

dan berikan umpan balik.

untuk memantauu ucapan yang keluar dan tidak mmenyadari bahwa komunikasi yang di ucapkannnya tidak nyaata.uman balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi auhan tidak mengerti / berepon kesempatan sesuai dan memberikan

untukmengklarisifikasikan

isi/makna yang terkandung di dalam ucapannya 4. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah 4. Melakukan penilaina terhdap adanya sederhana seperti buka mata ,tunjuk ke pintu, ulangi dengan kata atau kalimat yang sederhana 5. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk 5. Melakukan penilaina terhadap adanya menyebutkan nama benda tersebut kerusakan motorik ( afisia motorik) se[erti paisen mungkiin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutnya. 6. Mintalah klien mengucapakan suara 6. Mengidenfikasi adanya disastria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)nyang dapat mempengaruhi juga tidak artikulasi disertai dan afasia sederhana seperti sh atau pus kerusakan sensorik ( afasia sensorik)

mungkin motorik. 7. Minta pasien menulis nama atau kalimat 7. yang pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek

Menilai kemampuan menulis ( agrafia ) dan kekurangan dalam membaca yang benar ( aleksia ) yang juga merupakan bagian dari apasia sensori dan afasia sensori

8. Tempakan tanda pemberitahuan pada 8. Menghilangkan ruang perawat dan ruang pasien tentang adanya ganguan bicara berikan bel kusus bila perlu

ansientas

pasien

sehubungan dengan ketidak mampuan untuk komunikkasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Pengunaan bel

yang dianktifkan dengan tekanan minimal akan bermamfaat ketika pasien tidak dapet mengunakan bel reguler 9. Belikan metode komunikasi alternatif, 9. Memberikan sperti menulis , gambar atau beri petunjuk visual (gerakan tangan, gambar gambar kebutuhan atau demontrasi) 10. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien 10. Bermamfaat dalam menurunkan bila komunikasi tentang

kebutuhan tentang kebuthan berdasarkan keadaan/ defisit yang mendasari.

tergantunag pada orang lain

dan tidak

dapat berkumunikasi secara berarti. 11. Katakan secara langsung dengan pasien, 11. Menurunkan bicara gunakan jawaban perlahan dengan kata tenang dengan kebingungan / ansitas

selama proses komunikasi dan berespon pada komunikasi dan berespon pada

pertanyaan ya/tidak

terbuka

selanjutnya

informasi yang berlebih banyak pada waktu tertent. Sebagai proses kembali untuk lebih latihan

kembangkan pada pertanyaan yanbga lebih komplek sesuai dengan respon pasien

mengembangkan dan lebih

kumunikasi lebih lanjut

komplek akan menstimulasi memori dan dapat meningkatakan asiosai ide/ kata

12. Bicaralah dengan nada normaldan hindari 12. Pasien tidak perlu merusak pendengaran, percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk pasien berrespon. Bicaralah pada pasien tampan tekanan terhadap sebuah respon dan mengikan suara dapat menimbulkan marah pasien/ menyebabkan kepedihan. Memokuskan nrespon dafat

mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti memutar

balikan kata berbicara kasar atau kotor. 13. Anjurkan pengunjung atau orang terdekat 13. Mengurangoi mempertahankan asuhan untuk meningkatkan efektif nisolasi penciptaan pasien dan

komunikasi

berkomunikasi dengan pasien sepeerti membaca surat, diskusi tentang hal hal yang terjada pada keluarga.

14. Diskusikan mengenai hal-halyang dikenali 14. Menigkatkan percakapan yang bermakna pasien, seperti ; pekerjaan, keluarga, dan hobi dan membelikan esempatan yang untuk ketrampilan praktis

15. Hangai

kemampuan

pasien

sebelum 15. Kemapuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual

menjadi penyakit hidari pembicaraan merendah atau membuat hal-hal yang

seringkali tetap baik.

menentang kebanggaan pasien. Kolaborasi 1. Konsultasi dengan atau rujuk kepada hahli 1. Pengkajian secara individual kemmpuan terpi wicara bicara dan sensori, motorik dan konigtif berfungsi untuk mengidenfikasi

kekurangan atau kenutuhan terapi.

Diagnosa 7 Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular Kriteria hasil/kriteria evaluasi : a. Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah b. Mempertahankan berat badan yang diinginkan TINDAKAN/INTERVENSI Mandiri 1. Tinjau ulang patologi atau kemampuan 1. Intervensi menelan pasien secara individual,catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah, kemampuan untuk melindungi jalan nutrisi/pilihan rute makan RASIONAL

ditentukan oleh faktor-faktor ini

napas. Timbang berat badan secara teratur sesuai kebutuhan 2. Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan

proses menelanyang efektif seperti: Bantu pasien dengan mengontrol kepala. Menetralkan hiperekstensi, membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan untuk menelan.. Letakkan duduk/tegak makan pasien selama pada dan posisi setelah Menggunakan gravitasi untuk

memudahkan proses menelan dan menurunkan aspirasi. resiko terjadinya

Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

Memberi stimulasi sensori(termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan

meningkatkan masukan Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel lidah/ tempatkan es untuk mengetahui adanya kelemahan lidah Berikan makanan secara perlahan dilingkungan yang tenang Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa Dapat meningkatkan gerakan dan kontrol lidah (penting untuk menelan) dan menghambat jatuhnya lidah

adanyadistraksi/gangguan dari luar.

Mulai

untuk

memberikan

makan

Makanan

lunak/cairan

kentallebih

peroral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air. Pilih/bantu pasien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan,

mudah untuk mengendalikandidalam mulut, menurunkan resiko terjadinya aspirasi.

contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya. Anjurkan pasien menggunakan Menggunakan otot fasial dan

sedotan untuk minum cairan

ototmenelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.

Anjurkan

orang

terdekat

untuk

Menstimulasi

upaya

makan

dan

membawakan pasien

makanan

kesukaan

meningkatkan menelan/masukan

3. Pertahankan

masukan

dan

haluaran 2. Jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus dicarikan metode alternatif untuk makan.

dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk.

4. Anjurkan

berpartisipasi

dalam 3. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan napsu makan.

latihan/kegiatan.

Kolaborasi 1. Berikan cairan melalui Ivdan/atau makan 1. Mungkin diperlukan untuk memberikan melalui selang cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Stroke merupakan penyakit utama yang perlu diwaspadai dan kebanyakan menyerang lansia. Serangannya tiba-tiba dan tidak jarang menyebabkan kelumpuhan total hingga kematian. Karena itu perlu mengetahui faktor penyebab dan gejala stroke. Untuk memastikan pasien perlu melakukan beberapa pemeriksaan . Kemudian dilakukan penatalaksanaan. Perlu dilakukan pencegahan tingkat primer, sekunder dan tersier. B. Saran Petugas kesehatan harus bisa mengenali faktor resiko, penyebab,gejala dan memberikan terapi standar yang diperlukan oleh pasien stroke baik itu pada tingkat primer, sekunder dan tersier.

DAFTAR PUSTAKA Suzanne C.Smeltzer dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta; EGC. Carpenito. Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta; EGC. Darmojo. R.Boedhi, H. Hadi Martono. 1999. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 3. Jakarta; FKUI. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta; EGC. Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta; EGC. Guyton Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta; EGC. Hudak C.M.,Gallo B.M.1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi 4 Volume II, EGC, Jakarta. Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta; FKUI. Misbach, Prof. Dr. H. Jusuf SpS (K), FAAN. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif. From http://www.medicastore.com/med/index.php. Diakses tanggal 22 Mei 2007 Misbach, Prof. Dr. H. Jusuf SpS (K), FAAN, dkk. Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta; FKUI. Potter, Patricia A, Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Volume 2. Jakarta; EGC. Price S.A., Wilson L.M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Buku II. Jakarta; EGC. .Stanley, Mickey, Patricia Gauntlett Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta; EGC. Sutrisno, Dr.Alfred Sp.BS. 2007. Stroke??? You Must Know Before You Get It. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. Wahjudi, Nugroho SKM. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta; EGC. Weiner, Howard L, Lawrence P.Levitt. 2001. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta; EGC.

You might also like