You are on page 1of 10

BAB 47

Resusitasi Jantung Paru


Tujuan utama anestesiologi adalah untuk menjaga fungsi sistem organ-organ vital selama operasi. Oleh karena itu, tidaklah heran bahwa pakar anestesi memainkan peranan penting dalam pengembangan teknik-teknik resusitasi jantung paru di luar kamar operasi. Resusitasi jantung paru dan perawatan jantung darurat (CPR- CC! harus dipertimbangkan untuk dilaksanakan setiap saat apabila seseorang mengalami kesulitan dalam oksigenasi dan perfusi organ vitaln"a- tidak han"a dilakukan ketika terjadin"a gagal jantung ataupun gagal nafas. #ab ini men"ajikan sebuah tinjauan tentang rekomendasi-rekomendasi dari $meri%an &eart $sso%iation dan 'nternational (iaison Committee on Resus%itation ('(COR! tahun )*** untuk mengadakan dan mempertahankan $#C+ dari resusitasi jantung paru "aitu $irwa" (jalan nafas!, #reathing (pernafasan!, Cir%ulation (sirkulasi!, dan +efibrillation (defibrilasi!. ,amun biasan"a hasil terbaik didapatkan bila CC dilaksanakan "aitu - (Tabel ./-0! 0. 1engenali keadaan-keadaan "ang mengan%am, ). 1engaktifkan sistem respon darurat, 2. #antuan &idup +asar, .. +efibrilasi, 3. 4entilasi, 5. 6armakoterapi. (7b-./-0,./-)!. Pedoman-pedoman untuk tahun )*** telah diperbaharui dan pedoman-pedoman baru telah diren%anakan untuk tahun )**5 di mana pedoman-pedoman tersebut lebih bersifat eviden%e base (berdasarkan bukti8fakta "ang ada! dan lebih bersifat internasional daripada sebelumn"a. Perubahan-perubahan penting adalah bahwa den"ut nadi tidak harus diperiksa, dan kompresi dada tanpa ventilasi dapat sama efektifn"a dengan kompresi dada dengan ventilasi selama beberapa menit pertama. 9ika seseorang tidak ingin melakukan ventilasi dari mulut ke mulut, kompresi dada saja lebih dianjurkan daripada tidak melakukan apa-apa. #agi pen"edia la"anan kesehatan, defibrilasi menggunakan arus listrik bifasik merupakan "ang terbaik, penempatan pipa trakea (tra%heal tube! harus dipastikan dengan alat pengukur end-tidal CO ) kualitatif, penggunaan bret"llium tidak lagi direkomendasikan, tapi penggunaan vasopressin telah ditambahkan pada algoritma dan penggunaan amiodaron lebih ditekankan pada pedoman terbaru ini. $kan tetapi, walaubagaimanapun, bab ini tidak bertujuan untuk menggantikan pelatihan formal dalam bantuan hidup tanpa alat khusus (bantuan hidup dasar8 #asi% life support! ataupun bantuan hidup dengan alat khusus dan obat- obatan ($dvan%ed Cardia% (ife :upport!.

Jalan Nafas (Airway)


1eskipun huruf $ pada istilah $#C berarti $irwa" (jalan nafas!, namun ini juga berarti penilaian awal (initial $ssessment! kondisi pasien. :ebelum resusitasi jantung paru dimulai, tidak adan"a respon harus ditentukan dan sistem respon darurat diaktifkan. Penilaian jalan nafas kemudian dilakukan. Pasien diposisikan dalam keadaan terlentang pada permukaan "ang padat. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh lidah ataupun epiglotis "ang jatuh ke belakang8 posterior. 9ika tidak ada tanda-tanda instabilitas tulang leher8servikal, manuver kepala ditengadahkan dan dagu diangkat (head tilt-%hin lift!, harus di%oba terlebih dahulu. :alah satu tangan (telapak tangan! diletakkan pada dahi pasien untuk memberikan tekanan agar kepala dapat ditengadahkan sambil mengangkat dagu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan "ang lain. levasi mandibula (jaw thrust! mungkin lebih efektif dalam membuka jalan nafas dan dilakukan dengan menempatkan kedua tangan pada setiap sisi kepala pasien, memegang sudut mandibula, dan mengangkatn"a.

9ika muntahan (vomitus! atau benda asing dapat terlihat di dalam mulut pasien "ang tidak sadar, harus dikeluarkan dengan jari telunjuk "ang dibengkokkan. 9ika pasien sadar atau jika benda asing tidak dapat dikeluarkan dengansapuan jari, dianjurkan melakukan manuver heimli%h. Tekanan pada abdomen subdiafragma ini mengelevasi diafragma, mengeluarkan hembusan udara "ang ken%ang dari paru-paru "ang dapat mendorong benda asing tersebut keluar. ;omplikasi-komplikasi dari manuver heimli%h ini antara lain patah tulang rusuk, trauma pada organ dalam, dan regurgitasi. ;ombinasi pukulan pada punggung (ba%k blow! dan tekanan dada (%hest thrust! dianjurkan untuk mengatasi obstruksi jalan nafas akibat benda asing pada ba"i (tabel ./-)! 9ika setelah jalan nafas dibuka tidak ada tanda-tanda pernafasan "ang adekuat, penolong harus memulai bantuan pernafasan, dengan memompa paru- paru korban dengan pernafasan mulut-ke mulut , mulut ke hidung, mulut ke stoma, mulut ke alat rintangan (barrier devi%e!, mulut ke penutup muka (fa%e shield!, atau mulut ke sungkup atau dengan menggunakan alat sungkup berkantung8pompa (bag-mask devi%e!. ,afas diberikan se%ara perlahan (waktu inspirasi < sampai 0 detik! dengan volume tidal "ang lebih ke%il (sekitar /**-0*** ml, lebih ke%il lagi (.**- 5** ml! bila menggunakan oksigen tambahan! daripada "ang dianjurkan sebelumn"a. +engan ventilasi tekanan positif, bahkan dengan volume tidal "ang ke%il, pengembangan lambung "ang mengakibatkan regurgitasi dan aspirasi mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, begitu keadaan memungkinkan, jalan nafas harus segera diamankan dengan pipa trakea (TT! atau jika hal itu tidak memungkinkan jalan nafas alternatif harus dimasukkan. 9alan nafas alternatif tersebut antara lain sophageal- tra%heal %ombitube ( TC!, (ar"ngeal mask airwa" ((1$!, Phar"ngotra%heal lumen airwa", dan %uffed orophar"ngeal airwa". TC dan (1$ bersama oral dan nasophar"ngeal airwa"s, sungkup muka, laringoskop, dan pipa trakea dibahas pada bab 3. +ari alat-alat tersebut di atas, penggunaan (1$ semakin meningkat sebagai pilihan utama di rumah sakit. Pedoman Resusitasi jantung paru- perawatan jantung darurat (CPR- CC! tahun )*** merekomendasikan penggunaan pipa trakea sebagai alat bantu jalan nafas pilihan jika ada orang "ang ahli dalam pemasangann"a. Terlepas dari alat bantu jalan nafas mana "ang digunakan, pedoman-pedoman tersebut menegaskan bahwa penolong harus memastikan penempatan pipa trakea dengan detektor end- tidal CO ) = suatu indikator, sebuah kapnograf, atau sebuah alat kapnometrik. :etelah suatu jalan nafas buatan berhasil dipasang, alat ini harus diamankan se%ara %ermat dengan suatu ikatan ataupun tape ()3> jalan nafas buatan ini terlepas atau berubah tempat selama transportasi pasien!. ?alau demikian, beberapa pen"ebab obstruksi jalan nafas, tidak bisa diatasi dengan metode konvensional. (ebih lanjut, intubasi trakea se%ara teknis mungkin tidak bisa dilakukan (mis. Trauma fasial berat!, ataupun usaha "ang berulang-ulang lebih membaha"akan pasien (mis.trauma tulang leher!. Pada keadaan-keadaan ini, tindakan krikotirotomi ataupun trakeostomi mungkin diperlukan. ;rikotirotomi dilakukan dengan meletakkan kateter intravena "ang besar atau kanula khusus "ang tersedia se%ara komersil ke dalam trakea melalui garis tengah membrana krikotiroid. (okasi "ang tepat dipastikan dengan adan"a aspirasi udara. ;ateter ukuran 0) atau 0. membutuhkan tekanan pendorong sebesar 3* psi untuk dapat menghasilkan aliran udara "ang %ukup (transtra%heal jet ventilation!. Terdapat berbagai sistem tersedia, "ang menghubungkan sumber oksigen tekanan tinggi (mis.oksigen dinding sentral, tangki oksigen, ataupun outlet udara pada mesin anestesi! dengan kateter.

:ebuah injektor jet "ang dioperasikan dengan tangan atau katup pengalir oksigen pada sebuah mesin anestesi mengatur ventilasi. Penambahan sebuah regulator tekanan meminimalkan resiko terjadin"a barotrauma. Terlepas dari sistem ventilasi jet transtra%heal mana "ang dipilih, alat ini harus segera tersedia, menggunakan pipa dengan tingkat pengisian penuh "ang rendah, dan memiliki sambungan- sambungan "ang aman. :ambungan langsung kateter intravena ukuran 0) atau 0. dengan sistem lingkaran anestesi tidak memungkinkan ventilasi "ang adekuat karena tinggin"a tingkat pemenuhan (%omplian%e! pipa pernafasan dan kantung pernafasan "ang berkerut. +i samping itu, juga tidak mungkin memberikan ventilasi "ang adekuat melalui kateter ukuran 0) atau 0. dengan menggunakan kantong resusitasi "ang dipompa se%ara manual (self-inflating resus%itation bag!. Cukup tidakn"a ventilasi- terutama ekspirasi = dinilai dengan observasi pergerakan dinding dada dan auskultasi suara nafas. ;omplikasi akut meliputi pneumotoraks, emfisema subkutan, emfisema mediastinum, perdarahan, bo%orn"a trakeomalasia, stenosis subglotis, dan perubahan pada pita suara. ;rikotirotomi tidak dianjurkan se%ara umum pada anak usia di bawah 0* tahun. Trakeostomi bisa dilakukan di suatu lingkun"an "ang lebih terkendali setelah oksigenasi telah diamankan dengan krikotirotomi. ,amun, gambaran lengkap tentang trakeostomi berada di luar lingkup teks ini.

Pernafasan
Penilaian tentang ada atau tidakn"a pernafasan spontan harus segera dilakukan men"usul terbukan"a atau dibuatn"a jalan nafas. 4entilasi (dan kompresi dada! tidak boleh ditunda untuk intubasi bila jalan nafas "ang paten dapat diperoleh dengan manuver mengangkat mandibula (jaw thrust!. $pnea dipastikan dengan kurangnn"a pergerakan dinding dada, tidak adan"a suara pernafasan, dan kurangn"a aliran udara. Terlepas dari metode jalan nafas dan pernafasan mana "ang digunakan sebuah regimen (aturan! khusus telah dianjurkan untuk pasien "ang apnea. Pada awaln"a, ) nafas diberikan se%ara perlahan () detik per nafas pada pasien dewasa, dan 0-08) detik pada ba"i dan ank-anak!. 9ika bantuan nafas ini gagal diterima oleh pasien, bisa jadi karena pada jalan nafasn"a masih terdapat obstruksi dan kepala serta lehern"a perlu direposisi atau karena terdapat benda asing "ang perlu disingkirkan terlebih dahulu. #antuan pernafasan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke sungkup (mouth to barrier devi%e! harus dilakukan pada pasien "ang tidak bernafas, bahkan di rumah sakit ketika kereta pengangkut pasien sedang berjalan. 1enjepit hidung memungkinkan terbentukn"a suatu penutup "ang rapat antara bibir penolong dan bagian luar mulut korban. #antuan pernafasan "ang sukses (volume tidal /**-0*** ml, 0*-0) kali per menit pada orang dewasa! dipastikan dengan melihat naik turunn"a dinding dada dalam setiap nafas dan mendengar serta merasakan keluarn"a udara saat ekspirasi. Pen"ebab paling sering pernafasan mulut ke mulut "ang tidak adekuat adalah kontrol jalan nafas "ang tidak memadai. Pernafasan dari mulut ke mulut dan hidung lebih efektif pada ba"i dan anak ke%il daripada pasien dewasa. @dara pernafasan "ang dikeluarkan seorang penolong han"a mengandung konsentrasi oksigen sebesar 05-0/> dan mengandung ban"ak CO), bukti baru menunjukkan bahwa metode ventilasi ini dapat merugikan. ;onsentrasi oksigen inspirasi "ang rendah dan hiperkarbia, dikombinasikan dengan %urah jantung "ang rendah dan pintas intrapulmoner (intrapulmonar" shunting! selama resusitasi, men"ebabkan

hipoksia. Oksigen tambahan, terutama "ang 0**>, selalu harus digunakan bila tersedia. #ila oksigen tambahan digunakan, volume tidal "ang lebih rendah "aitu sebesar .**-/** ml lebih dianjurkan. Pernafasan dari mulut ke sungkup atau ke barrier devi%e memiliki keuntungan "aitu lebih higienis daripada pernafasan dari mulut ke mulut karena bibir penolong membentuk kontak "ang rapat dengan alat "ang membatasi.$lat-alat "ang menghindari terjadin"a kontak langsung dari mulut ke mulut harus tersedia di manapun di lingkungan runah sakit. 4entilasi dengan sungkup bisa dilakukan dengan lebih mudah pada sebagian pasien karena penolong akan bisa mengatur jalan nafas atau membuat tutup (seal! "ang kedap udara se%ara lebih efektif. (ebih lanjut, sebagian alat mulut ke sungkup memungkinkan dialirkann"a oksigen tambahan. :ebuah alat kantong-katup-sungkup "ang bisa dipompa se%ara manual (self inflating bag-valvemask devi%e! telah dijelaskan pada bab 2 (lihat bagian :istem Pernafasan Resusitasi!. $lat-alat ini dapat menjadi kurang efektif daripada ventilasi dari mulut ke sungkup atau ventilasi kantong-katup-pipa trakea karena kesulitan- kesulitan "ang mungkin dihadapi oleh seorang personil "ang tidak berpengalaman dalam mempertahankan jalan nafas dan menutup dengan satu tangan serta se%ara simultan mengalirkan volume tidal "ang adekuat.dengan tangan "ang lain. 9ika terdapat personil tambahan, penekanan pada krikoid harus dipikirkan untuk men%egah regurgitasi. 'ntubasi trakea harus diusahakan segera setelah dipandang praktis. @saha- usaha intubasi tidak boleh mengganggu ventilasi lebih dari 2* detik. Penekanan krikoid menurunkan kemungkinan terjadin"a regurgitasi dan aspirasi selama intubasi. :etelah intubasi, pasien bisa diberikan ventilasi dengan kantong "ang bisa dipompa manual (self-inflating bag! "ang mampu mengalirkan oksigen dengan konsentrasi tinggi. ;arena sekarang terdapat dua tangan untuk menekan kantong ventilasi diharapkan lebih memuaskan. 4entilator- ventilator angkutan otomatis, "ang digunakan di ropa sejak tahun 0AB*-an, sekarang direkomendasikan penggunaann"a di $merika :erikat untuk perawatan sebelum rumah sakit (prehospital %are! dan pengangkutan pasien "ang terintubasi. :ewaktu memilih ventilator untuk pasien rumah sakit "ang menjalani CPR- CC, hindari mode ventilator "ang pressure-%"%led dan utamakan penggunaan ventilator "ang volume atau time-%"%led. Rasio antara ruang hampa fisiologis (dead spa%e! terhadap volume tidal (4 +84T! menunjukan efisiensi pembuangan CO). 4+84T meningkat selama resusitasi jantung paru sebagai akibat rendahn"a aliran darah pulmonar dan tinggin"a tekanan alveolar. Oleh karena itu, ventilasi menit mungkin harus ditingkatkan sampai 3*-0**> segera setelah sirkulasi dapat dikembalikan ketika CO ) dari perifer dibawa kembali ke paruparu.

Sirkulasi
:etelah berhasil mengalirkan dua bantuan pernafasan awal (masing- masing laman"a ) detik!, sirkulasi harus dinilai dengan %epat- para pen"edia la"anan kesehatan disarankan untuk langsung memeriksa den"ut nadi. 9ika pasien memiliki den"ut nadi ($rteri %arotid pada orang dewasa atau anak, arteri bra%hialis ataupun femoralis pada ba"i! atau pun tekanan darah "ang %ukup, bantuan pernafasan diteruskan frekuensi 0*-0) nafas per menit untuk dewasa atau anak-anak berusia lebih dari B tahun, dan )* nafas per menit untuk ba"i ataupun anak berusia lebih ke%il dari B tahun. 9ika den"ut nadi pasien tidak teraba atau terjadi hipotensi "ang berat, sistem sirkulasi harus dibantu dengan kombinasi kompresi dada luar, administrasi obat se%ara

intravena, dan defibrilasi jika diperlukan. +imulain"a suatu kompresi dada dianjurkan jika terjadi perfusi perifer "ang tidak adekuat, dan pemilihan obat serta besarn"a energi defibrilasi seringkali tergantung gambaran elektrokardiograf "ang menunjukkan adan"a aritmia.

Kompresi dada luar


;ompresi dada harus segera dilakukan pada pasien "ang nadin"a tidak berden"ut. Tentukan letak prosesus Ciphoideus dan tumit tangan penolong diletakkan di atas bagian setengah bawah sternum. Tangan lainn"a diletakkan di atas tangan "ang tadi dengan jari-jarin"a dijalin ataupun direntangkan, tapi tidak menempel pada dada. #ahu penolong harus diletakkan sejajar di atas tangan, dengan siku "ang terkun%i pada posisin"a dan lengan dalam keadaan ekstensi, sehingga berat tubuh bagian atas penolong digunakan untuk kompresi. +engan tekanan ke bawah "ang tegak lurus, sternum ditekan dengan kedalaman 0,3-) in%i (.-3 %m! pada dewasa, 0-0,3 in%i ()-. %m! pada anak-anak, lalu dibiarkan kembali pada posisi normaln"a. Pada ba"i, kompresi diberikan dengan kedalaman *,3-0 in%i (0,3-),3 %m! dengan menggunakan jari tengah dan jari manis pada sternum "aitu satu jari di bawah garis antar areola mamae. ?aktu kompresi dan pelepasan harus sama. Resusitasi pada pasien dewasa, baik dengan satu maupun dua penolong, dilakukan dengan memberikan ) nafas untuk setiap 03 kompresi (03-)!, memberikan waktu selama ) detik untuk masingmasing nafas. 6rekuensi kompresi dada harus diberikan 0** kali per menit dengan berapa pun jumlah penolongn"a. Pada ba"i kompresi dada diberikan lbih dari 0** kali per menit dengan satu kali bantuan nafas diberikan setiap 3 kompresi. Catat bahwa frekuensi kompresi lebih menunjukkan ke%epatan kompresi (sedikit lebih ke%il dari ) kali perdetik! dan bukan jumlah kompresi "ang diberikan dalam satu menit. 9umlah kompresi "ang diberikan per menit bisa saja lebih sedikit jika han"a terdapat satu penolong saja "ang harus berhenti sesaat untuk memberikan ventilasi pada pasien selama melakukan manuver-menuver bantuan hidup dasar. ;e%ukupan %urah jantung bisa diperkirakan dengan memantau end-tidal CO) ataupun pulsasi arteri. ;ompresi dada mendorong darah untuk mengalir baik dengan meningkatkan tekanan rongga dada (pompa thoraks! maupun dengan se%ara langsung menekan jantung (pompa kardiak!. :elama R9P dengan durasi "ang pendek, aliran darah lebih ban"ak terjadi akibat mekanisme pompa kardiak, dengan terus berlanjutn"a R9P, fungsi jantung menjadi berkurang dan mekanisme pompa thoraks lebih berperan. 6rekuensi dan kekuatan kompresi sama-sama penting untuk mempertahankan aliran darah, perfusi ke jantung dan otak "ang efektif dapat di%apai dengan baik apabila kompresi dada menggunakan 3*> waktu untuk berkerjan"a organ, sedangkan 3* > waktu lainn"a ditujukan untuk fase relaksasi (memberikan kesempatan darah untuk kembali ke dada dan jantung!.

efi!rilasi
6ibrilasi ventrikel paling sering terjadi pada orang dewasa "ang mengalami henti jantung non traumatik. ?aktu antara terjadin"a kolaps sampai terjadin"a defibrilasi menjadi penentu utama kelangsungan hidup pasien. ;esempatan hidup berkurang /-0*> setiap menit tanpa defibrilasi (gbr ./-)!. Oleh karena itu, pada pasien dengan gagal jantung harus dilakukan defibrilasi se%epat mungkin. Personil pela"anan kesehatan "ang bekerja di rumah sakit dan fasilitas rawat jalan harus mampu melakukan defibrilasi se%epatn"a pada

pasien gagal jantung dengan bukti adan"a fibrilasi ventrikel se%epat mungkin. ;ejutan listrik harus diberikan dalam 2 menit (D0 menit! berhentin"a jantung. Tidak ada hubungan "ang pasti antara kebutuhan energi untuk keberhasilan defibrilasi dengan ukuran tubuhE kejutan listrik dengan tingkat energi "ang terlalu rendah tidak akan berhasil men"ebabkan defibrilasi dan sebalikn"a tingkat energi "ang terlalu tinggi bisa men"ebabkan trauma fungsional maupun morfologis. +efibrilator memberikan energi dengan bentuk gelombang monofasik maupun bifasik. #entukbentuk gelombang bifasik semakin ban"ak dianjurkan untuk kardioversi karena memberikan hasil "ang sama baikn"a, dengan kebutuhan energi "ang lebih ke%il dan se%ara teoritis lebih sedikit men"ebabkan kerusakan miokardium. +i ban"ak institusi, tersedia defibrilator eksternal "ang otomatis ($ +!. $lat-alat tersebut semakin ban"ak digunakan oleh mas"arakat misaln"a oleh polisi, pemadam kebakaran, petugas keamanan, pengawas olahraga, anggota patroli ski, personil penerbangan, dan sebagain"a. $lat-alat tersebut diletakkan pada tempat-tempat umum di mana )*,*** orang atau lebih melewatin"a setiap hari. $ + merupakan alat %anggih "ang menggunakan mi%ropro%essor "ang mampu melakukan analisis elektrokardiografik dengan spesifisitas dan sensitifitas "ang tinggi dalam membedakan irama-irama "ang bisa diberi kejutan listrik dengan "ang tidak bisa diberikan kejutan listrik. :emua $ + "ang diproduksi sekarang ini memberikan kejutan listrik dengan beberapa tipe bentuk gelombang bifasik. +ibandingkan dengan kejutan listrik monofasik, kejutan bifasik memberikan energi dalam dua arah dengan efek "ang sama pada tingkat energi "ang lebih rendah dan mungkin dengan %edera miokardium "ang lebih ke%il. $lat-alat ini memberikan kejutan listrik "ang mengimbangi impedansi dengan menggunakan #iphasi% Trun%ated Cponential (#T ! atau re%tilinear (R#?! morpholog". ;ejutan listrik bifasik memberikan energi "ang rendah untuk defibrilasi (03*-)** joule! "ang telah terbukti sama efektifn"a dengan kejutan listrik 1onophasi% damped sine (1+:! sebesar )**- 25* joule. ;etika menggunakan $ +, satu bantalan elektroda diletakkan di samping batas kanan atas sternum, tepat di bawah klavikula dan bantalan lainn"a diletakkan lateral dari puting kiri, dengan pun%ak bantalan terletak beberapa in%i di bawah aksila. @ntuk kardioversi fibrilasi atrium (Tabel ./-2! energi sebesar 3*-0** joule dapat digunakan pada tahap awal dan ditingkatkan bila diperlukan. @ntuk atrial flutter atau paroC"smal supraventri%ular ta%h"%ardia (P:4T!, energi awal "ang diberikan sebesar 2*-3* joule bisan"a adekuat. Takikardi ventrikel, terutama takikardi ventrikel monomorfik, memberikan respon "ang baik terhadap kejutan listrik inisial sebesar 0** joule. @ntuk takikardi ventrikel polimorfik atau untuk fibrilasi ventrikel, energi awal "ang diberikan sebesar 0)*-)** joule tergantung tipe gelombang bifasik "ang digunakan. Peningkatan besarn"a energi "ang diberikan harus dilakukan se%ara bertahap jika kejutan pertama gagal, meskipun beberapa $ + berkerja dengan protokol energi "ang tetap "aitu 03* joule dengan tingkat keberhasilan "ang tinggi dalam mengatasi fibrilasi ventrikel (tabel ./-2!. ;ardioversi harus disinkronisasikan dengan kompleks FR: dan direkomendasikan untuk pasien dengan takikardia kompleks lebar "ang stabil se%ara hemodinamik "ang membutuhkan kardioversi, P:4T, fibrilasi atrial, dan atrial flutter.

Resusitasi Jantung Paru "n#asif

Torakotomi dan pemijatan jantung dengan dada terbuka bukanlah merupakan bagian dari R9P "ang rutin karena tinggin"a insidensi komplikasi "ang berat. 1eskipun demikian, teknik invasif ini dapat membantu dalam keadaan- keadaan mengan%am jiwa tertentu "ang tidak memungkinkan pemijatan jantung tertutup "ang efektif. 'ndikasi "ang mungkin antara lain henti jantung "ang berhubungan dengan trauma dada "ang tajam maupun tumpul, trauma tajam pada perut, deformitas dada "ang parah, tamponade perikardial, atau emboli paru.

Akses "ntra#ena
:ebagian obat-obatan resusitasi dapat diabsorpsi dengan baik dengan pemberian melalui pipa trakea. (idokain, epinefrin, atropin, dan vasopresin (tetapi tidak sodium bikarbonat! bisa diberikan melalui kateter "ang ujungn"a memanjang melewati pipa trakea. +osisn"a )-),3 kali lebih tinggi daripada pemberian intravena , dilarutkan dalam 0* ml ,aCl fisiologis atau aGua destilata, direkomendasikan untuk pasien dewasa. 1eskipun membuat akses intravena merupakan prioritas "ang penting, hal ini jangan sampai didahulukan dibandingkan penatalaksanaan awal jalan nafas, kompresi dada, atau defibrilasi. $kses vena jugularis interna atau subklavia "ang telah ada sebelumn"a dapat menjadi akses vena "ang ideal selama resusitasi. 9ika tidak ada akses vena sentral, harus diusahakan untuk membuat akses vena perifer, baik di antekubiti ataupun vene jugularis eksterna. +engan akses intravena perifer terdapat jarak waktu antara pemberian obat dan waktu obat men%apai jantung sekitar 0 sampai ) menit, karena menurunn"a aliran darah perifer selama resusitasi. Pemberian obat melalui akses intravena perifer harus diikuti oleh semburan (flush! intravena (misaln"a bolus %airan )* ml pada orang dewasa! dan ekstremitas diangkat selama 0*-)* detik. ;ompresi jantung mungkin harus dihentikan untuk sementara waktu untuk membuat akses vena jugularis interna jika respon terhadap pemberian obat melalui akses perifer dianggap tidak adekuat. 9ika kanulasi intravena sulit dilakukan, infus intraoseus bisa menjadi akses vaskuler darurat pada anak-anak. Tingkat keberhasilann"a lebih rendah pada anak "ang lebih tua, tapi bahkan pada orang dewasa sekalipun kanulasi intraoseus dapat dilakukan dengan sukses pada tibia maupun radius dan ulna bagian distal. 9arum spinal kaku berukuran 0B dengan stilet ataupun sebuah jarum trephine sumsum tulang bisa dimasukkan pada femur distal maupun tibia proksimal. 9ika tibia "ang dipilih, jarum dimasukkan )-2 %m di bawah tuberositas tibia pada sudut .3 * dari lempeng epifise. ;etika jarum telah men%apai korteks, maka jarum harus dapat berdiri tegak tanpa ditopang. Penempatan jarum "ang benar dipastikan dengan kemampuan mengaspirasi sumsum tulang melalui jarum tersebut dan larutan dapat dimasukkan dengan mudah. :ebuah jaringan sinusoid vena di dalam rongga medularis tulang panjang mengalirkan darah ke sirkulasi sistemik melalui vena =vena emissar". Rute ini sangat efektif untuk pemberian obat, kristaloid, koloid, dan darah serta ke%epatan alirann"a dapat melebihi 0** ml8 jam di bawah pengaruh gravitasi. ;e%epatan aliran "ang lebih tinggi lagi dapat di%apai jika larutan diberikan tekanan (mis.2**mm&g! melalui kantung infusi. Permulaan aksi obat menjadi sedikit lebih lambat dibandingkan jika obat diberikan se%ara intravena maupun melalui trakea.$kses intraoseus membutuhkan dosis "ang lebih tinggi untuk beberapa jenis obat (mis. pinefrin! jika dibandingkan dengan dosis "ang dianjurkan untuk pemberian intravena. Penggunaan infus intraoseus untuk induksi dan rumatan anestesi umum, terapi antibiotik, pengendalian bangkitan (seiHure!, dan penggunaan inotropik telah dilakukan. ;arena adan"a resiko osteomielitis dan sindroma kompartemen, maka sebaikn"a akses intraoseus harus digantikan dengan akses intravena sesegera

mungkin. :ebagai tambahan, karena se%ara teoritis akses intraoseus dapat men"ebabkan emboli sumsum tulang atau lemak, maka infus intraoseus harus dihindari pada pasien dengan pirau kanan ke kiri, hipertensi pulmonal dan insufisiensi paru berat.

"dentifikasi Aritmia
;eberhasilan terapi listrik dan farmakologis pada pasien henti jantung tergantung dari identifikasi pasti adan"a aritmia "ang menjadi pen"ebabn"a. 1enafsirkan irama jantung di tengah-tengah situasi resusitasi dipersulit oleh artifak- artifak dan variasi dalam teknik pemantauan 8monitoring (mis. :istem lead, peralatan!.

Pem!erian $!at
#an"ak obat-obatan "ang digunakan selama R9P telah dijelaskan pada beberapa bagian dari teks ini. Tabel ./-. men"impulkan aksi kardiovaskular, indikasi, dan dosis obat "ang sering digunakan selama resusitasi. ;alsium klorida, sodium bikarbonat, dan bretilium tidak terdapat pada tabel ini. ;alsium ()-. mg8kg garam klorida! bermanfaat dalam terapi hipokalsemia, hiperkalemia, hipermagnesemia, ataupun pada kelebihan dosis obat penghambat saluran kalsium (Cal%ium %hannel blo%ker!. #ila digunakan, kalsium kloroda 0*> bisa diberikan )-. mg8kg setiap 0* menit. :odium bikarbonat (*,3-0 meG8kg! tidak direkomendasikan dalam pedoman $C(: dan han"a dipertimbangkan penggunaann"a pada situasi khusus seperti asidosis metabolik ataupun hiperkalemia "ang telah ada sebelumn"a, atau dalam pengobatan kelebihan dosis antidepresan trisiklik ataupun barbiturat. :odium bikarbonat meningkatkan P& plasma dengan berinteraksi dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat, "ang segera berdisosiasi menjadi karbondioksida dan air. ;arena karbondioksida dengan mudah melewati membran sel dan sawar darah otak, maka dapat men"ebabkan hiperkapnia arterial "ang pada akhirn"a mengakibatkan terjadin"a asidosis intraseluler pada jaringan. 1eskipun keberhasilan defibrilasi tidak berhubungan dengan ph arteri, peningkatan karbondioksida intra miokardial bisa mengurangi tingkat keberhasilan resusitasi. (ebih lanjut, pemberian bikarbonat bisa men"ebabkan perubahan detrimental pada osmolalitas dan kurva disosiasi oksigen- hemoglobin. Oleh karena itu, ventilasi alveolar "ang efektif dan perfusi jaringan "ang adekuat merupakan penanganan pilihan dalam mengatasi asidosis metabolik dan respiratorik "ang men"ertai resusitasi. #retilium tosilat merupakan salah satu sen"awa "ang dapat digunakan untuk mengatasi takikardi dan fibrilasi ventrikel. #erdasarkan hasil penelitian, bretilium dihapuskan dari pedoman $C(: karena tinggin"a angka kejadian efek samping obat "ang serius akibat penggunaann"a, keberadaan obat "ang sama efektifn"a, dan kekurang tersediaann"a se%ara nasional. Terapi %airan intravena dengan koloid maupun larutan garam "ang seimbang (mis.,aCl fisiologis! diindikasikan pada pasien dengan deplesi volume intravaskular (mis. Pada kehilangan darah akut, ketoasidosis diabetik, luka bakar! (arutan "ang mengandung dekstrose dapat men"ebabkan diuresis hiperosmotik dan dapat memperburuk kondisi neurologis. Oleh karana itu, larutan ini harus dihindari

penggunaann"a ke%uali jika di%urigai adan"a hipoglikemia. #egitu pula, pemberian air bebas (+3?! bisa men"ebabkan edema serebral.

%erapi pa&u 'antung darurat ( mergen%" Pa%emaker therap"!


Pa%u jantung trans%utaneus (TCP! adalah metode non invasif "ang se%ara %epat mampu mengatasi aritmia "ang disebabkan gangguan konduksi atau impuls abnormal. &al ini termasuk asistol, bradikardi akibat blokade jantung, ataupun takikardi akibat mekanisme reentrant. 9ika ada kekhawatiran tentang penggunaan atropin pada blokade dengan derajat tinggi, maka penggunaan TCP selalu dianggap sesuai. 9ika pasien tidak stabil dengan bradikardi "ang jelas, TCP harus digunakan sesegera mungkin. @nit pa%u jantung telah menjadi kesatuan bangun pada beberapa model defibrilator. lektroda- elektroda pa%u "ang dapat dibuang ini biasan"a ditempatkan pada posisi anteroposterior pada pasien. Penempatan elektroda negatif sama dengan posisi 4) pada ;7, sedangkan elektroda positif diletakkan pada dada kiri belakang di bawah skapula, lateral dari vertebra. Catat bahwa penempatan elektroda ini tidak mengganggu penempatan paddle sewaktu defibrilasi. ;egagalan fungsi alat ini dapat disebabkan oleh penempatan elektroda "ang salah, kontak "ang kurang antara elektroda dan kulit, ataupun oleh karena peningkatan impedansi transtorakal (mis.dada "ang berbentuk gentong8 barrel- shape %hest, efusi perikardial!. Pengeluaran arus meningkat se%ara perlahan sampai rangsangan pa%u memperoleh tangkapan listrik dan mekanik. ;ompleks FR: "ang lebar "ang mengikuti gelombang pa%u "ang tajam menandai adan"a tangkapan listrik, sedangkan tangkapan mekanis (ventrikular! harus dipastikan dengan den"ut nadi ataupun tekanan darah "ang meningkat. Pasien "ang sadar mungkin membutuhkan sedasi untuk mengatasi ketidakn"amanan akibat kontraksi otot skelet. Pa%u jantung transkutaneus dapat memberikan terapi sementara "ang efektif sampai pa%u transvenous atau terapi definitif lainn"a bisa dimulai. TCP memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pa%u transvenous karena dapat digunakan oleh hampir semua pen"edia8 provider elektrokardiogram serta dapat digunakan dengan mudah dan sesegera mungkin. Tabel ./-3 (angkah-langkah kardioversi sinkronisasi 0. Pertimbangkan sedasi ). &idupkan defibrilator (monofasik atau bifasik! 2. &ubungkan lead monitor dengan pasien ("ang putih ke kanan, "ang merah ke tulang rusuk, sisan"a ke bahu kiri! dan pastikan tampilan "ang sesuai dengan irama jantung pasien "ang sebenarn"a. .. 1ulai mode sinkronisasi dengan menekan Is"n%J pada panel kontrol 3. (ihat petunjuk pada gelombang R "ang menunjukkan mode sinkronisasi 5. 9ika dibutuhkan, sesuaikan kembali monitor sampai petunjuk sinkronisasi terlihat pada setiap gelombang R /. Pilih tingkatan energi "ang sesuai B. (etakkan bantalan konduktor pada pasien (atau oleskan gel pada paddle! A. Posisikan paddle pada pasien (sternum-apeC! 0*.@mumkan pada anggota tim J1engisi defibrilatorK%ari posisi amanJ 00.Tekan panel J%hargeJ pada pun%ak paddle (dengan tangan kanan!

0).;etika defibrilator sedang diisi, mulai perintah men%ari posisi aman "ang terakhir. ;atakan dengan suara tegas, sebelum melakukan setiap kejutan listrik. Pastikan kita, orang di sekitar kita, orang "ang sedang memberikan bantuan pernafasan tidak ada kontak dengan pasien, stret%her, dan peralatan. 02.#erikan tekanan sebesar )3 lb pada kedua paddle 0..Tekan tombol Jdis%hargeJ se%ara simultan 03.(ihat monitor. 9ika masih terdapat takikardi, tingkatkan besarn"a energi "ang digunakan (joule! sesuai dengan algoritma kardioversi elektris. 05.:et ulang mode Js"n%J setelah setiap satu kali kardioversi sinkronisasi karena keban"akan defibrilator akan kembali ke mode "ang tidak tersinkronisasi.

You might also like