You are on page 1of 23

CASE REPORT

DEMAM LAMA E.C MALARIA

Oleh: Intan Putri Prayitno (0918011118) Nabila Putri Astrini (0918011065) Rahma Putri Kinasih (0918011127)

Pembimbing: Dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG 23 JANUARI 2014

LAPORAN KASUS

Tanggal masuk

: 18 Januari 2014 Pukul 12.10WIB

Tanggal pemeriksaan : 20 Januari 2014Pukul 06.15WIB

A. ANAMNESIS I. Identifikasi Nama Umur Agama Pendidikan: SMA Suku Alamat Pekerjaan : Lampung : Kalianda : Pegawai Swasta : Tn. S : 25 tahun : Islam

II. Utama

Keluhan : Demam :Mengigil, mual dan muntah

Tambahan

III. Riwayat penyakit sekarang

14 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien mengeluh demam yang dirasakan menghilang pada pagi hari dan timbul pada sore atau malam hariwalau tanpa minum obat disertai menggigil yang selalu mendahului demam dan setelahnya pasien berkeringat sangat banyak hingga harus

mengganti pakaiannya setiap serangan datang.Demam tidak disertai penurunan kesadaran, kejang ataupun mimisan. Namun kadang disertai mengigau dan nyeri kepala. Keluhan berlangsung setiap harinya yang disertai pula dengan rasa mual dan diikuti muntah sejak 13 hari SMRS hingga makanan sulit masuk. 3 hari SMRS, pasien dibawa ke RS terdekat karena semakin lemas dan kemudian dirujuk ke RSAM setelah sempet di rawat

selama 2 hari karena pasien tak kunjung membaik. Selama perawatan pasien diberikan obat suntik. Riwayat BAB setiap 4 hari sekali sejak 14 hari SMRS berwarna kekuningan dan BAK berwarna kuning tua dalam sehari keluar hingga kurang lebih 1 botol air mineral 1 liter. Riwayat di lingkungan sekitar memiliki keluhan yang sama diakui yaitu teman satu kantor dan sekarang dirawat di RS lain. Riwayat pekerjaan pasien di sekitar pantai dan memiliki aktivitas di luar rumah yang tinggi. Riwayat kebiasaan mengkonsumsi makanan di luar rumah diakui. Riwayat mendapat transfusi darah 2 kantong sehari sebelum os dirujuk ke RSAM. Kesan: Penyebab sakit timbul kemungkinan besar berasal dari lingkungan IV. Riwayat penyakit/kebiasaan terdahulu Pasien menyangkal pernah memiliki keluhan yang sama, malaria ataupun tipus Kesan : Sakit timbul pertama kali

V. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada riwayat penyakit ginjal, hipertensi, asma, kencing manis, campak, malaria, tifus pada anggota keluarga pasien. Kesan : Penyakit tidak disebabkan faktor keturunan atau penularan dari keluarga

VI. Riwayat operasi Tidak ada Kesan : Penyakit tidak berhubungan dengan tindakan operasi

B. PEMERIKSAAN FISIK I. Status Present KU Kesadaran Tekanan Darah : Tampak sakit sedang : kompos mentis : 110/60 mmHg

Nadi RR Suhu Tinggi badan

: 86x/menit : 21x/menit : 36,50 C : 166 cm

Berat badan saat ini : 62 kg Keadaan gizi Habitus Edema umum BMI Kesan : : cukup : atletikus ::22.54 kg/m2

II. Status Generalis KEPALA Bentuk Rambut Kulit Mata : Bulat, simetris : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan merata : Tidak tampak kuning didaerah wajah : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+) Telinga Hidung : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-) : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung(-), sekret (-), epistaksis (-) Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), Thypoid tongue (-), gusi berdarah (-) Kesan : Kepala dalam batas normal

LEHER Bentuk Trakhea KGB JVP : Simetris : Di tengah : Tidak teraba pembesaran : Tidak meningkat

Kesan : Trakea, KGB di leher dan JVP dalam batas normal

THORAKS Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi (-), pelebaran ICS (-)

Kesan : Dinding thoraks dalam batas normal

JANTUNG Inspeksi Palpasi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis teraba 2 cm ke arah medial dari sela iga V garis midklavikula sinistra Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra Batas kiri 2 cm ke arah medial dari sela iga V garis midklavikula sinistra Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Kesan : Jantung dalam batas normal PARU A N T E R K I R I O R I P O S T E R I O R R IK A N A N

I K A N A N K

I n s p e k s i Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris P a l p a s i Fremitus taktil kanan dan kiri simetris Perkusi S o n o r S o n o r Auskultasi Suara nafas Vesikuler Suara nafas vesikuler Ronkhi (-) Ronkhi (-) Fremitus taktil kanan dan kiri simetris S o n o rS o n o r Suara nafas vesikuler Suara nafas vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-) Ronkhi (-) Wheezing (-)

Wheezing (-) Wheezing (-) Kesan : Paru dalam batas normal

ABDOMEN Inspeksi Perkusi Palpasi : datar, tegang, venektasi (-) : timpani : nyeri tekan regio epigastrium (+), hepatomegali (-),

splenomegali (-)

Auskultasi

: bising usus (+) 7/ menit

Kesan : Abdomen terdapat nyeri tekan daerah epigastrium

GENITALIA EXTERNA Kelamin : laki-laki, tidak diperiksa

EKSTREMITAS Superior Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-), akral hangat +/+ : Oedem (-/-), sianosis (-), akral hangat +/+

Kesan : Perfusi perifer baik

Pemeriksaan Neurologis Motorik : Koordinasi baik

P e n i l a i a n Superior ka / ki Inferior ka / k i G e r a k normal/normal normal/normal Kekuatan otot 5 / 5 5 / 5

T o n u s normotonus/ normotonus normotonus/ normotonus K l o n u s / - / -

A t r o p i eutropi / eutropi eutropi / eutropi Kesan :Motorik normal

Reflek Fisiologis R. Biseps R. Triseps R. Patella R. Archilles : (+/+) : (+/+) : (+/+) : (+/+)

Reflek Patologis R. Babinsky :(-/-)

R. Chaddock : ( - / - ) R. Oppeinheim : ( - / - ) Kesan : Refleks tubuh dalam batas normal

C. Pemeriksaan Penunjang I. Laboratorium 19-01-2014 H e m a t o l o g i Hb (gr%) Eritrosit (juta/ul) Ht(%) Leukosit (/ul) Basofil (%) Eosinofil (%) Batang (%) Segmen (%) Limfosit (%) Monosit (%) Trombosit (/mm3) LED (mm/jam) K i m i a SGOT(U/L) SGPT (U/L) Ureum (mg/dl) Creatinine (mg/dl) GDS (mg/dl) Lain-Lain : + Plasmodium Falciparum D a r a h 36 38 53 1,0 101 9,8 4,8 29% 5000 0 0 0 40 38 22 252.000 12

D. Diagnosis Diagnosis kerja: Demam lamae.c malaria

Diagnosis banding :

Demam lama e.c demam tifoid

E. Prognosis Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam Quo ad sanationam : ad bonam

F. Penatalaksanaan 1. Non Medikamentosa a. b. c. Bedrest Diet hati III Perbanyak asupan minum

2. Medikamentosa a. IVFD NaCL : D5 % (2:1) xx gtt/menit b. Artesunat tablet 1x 200 mg selama 3 hari c. Amodiakuin tablet 1x 600 mg pada hari I dan II dan 1x 300 mg hari III d. Primakuin tablet 1x 45 mg pada hari I e. Ranitidin 2x1 amp i.v. /hari

f. Vitamin B kompleks 3x1 tab g. Curcuma 3x1 tab h. Sistenol 3x1 tab (500 mg)

Rencana lanjutan: Laboratorium Bilirubin total / direk Foto polos abdomen, foto thoraks USG hepatobilier Apus darah tebal / tipis untuk menemukan parasit malaria

Follow Up: T a n g g a l S 2 0 J A N U A R I 2 0 1 4

: Demam,mengigil dan berkeringat, mual, muntah,nyeri kepala dan nyeri perut tengah atas. T a m p a k Compos mentis 110/70 mmHg 86 x/menit 20 x/ menit 38.70C s a k i t s e d a n g

O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur

Keadaan spesifik Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik(-) Leher Pembesaran KGB leher dextra (+)

Thorax: Jantung

I : ictus cordistidak terlihat P : ictus cordis tidak teraba P : Redup A : HR=80 kali/menit (ritmik), murmur (-), gallop(-). vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Paru

I : Gerakan dinding dada simetris P : Fremitus taktil kanan dan kiri sama P : Sonor A : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Abdomen

I : datar, venektasi (-) P : lemas, nyeri tekan regio epigastrium (+)hepar dan lien tidak teraba P : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-) A : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas atas: gerakan bebas, jari tabuh (-), sianosis (-). Ekstremitas bawah: gerakan bebas, edema pretibia (-/-)

Demam lama e.c Malaria Falciparum P P e n a t a l a k s a n a a n :

Non Farmakologis : Tirah baring Diet hati III

Farmakologis : - IVFD NaCL : D5 % (2:1) xx gtt/menit Ranitidin 2x1 amp i.v. /hari
Artesunat tablet 1x 200 mg Amodiakuin tablet 1x 600 mg Primakuin tablet 1x 45

Vit. B kompleks 3x1 tab/hari Sistenol 3x1 tab/hari

Follow Up:

T a n g g a l S

: Demam (-), mual, muntah, nyeri kepala, nyeri perut tengah atas, sakit kepala, lemas T a m p a k Compos mentis 100/60 mmHg 85 x/menit 21 x/ menit 36.90C s a k i t s e d a n g

O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur

Keadaan spesifik Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik(-) Leher Pembesaran KGB leher dextra (-)

Thorax: Jantung

I : ictus cordistidak terlihat P : ictus cordis tidak teraba P : Redup A : HR=88 kali/menit (ritmik), murmur (-), gallop(-). vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Paru

I : Gerakan dinding dada simetris P : Fremitus taktil kanan dan kiri sama P : Sonor A : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Abdomen

I : datar, venektasi (-) P : lemas, nyeri tekan regio epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba P : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-) A : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas atas: gerakan bebas, jari tabuh (-), sianosis (-). Ekstremitas bawah: gerakan bebas, edema pretibia (-/-).

10

Demam lama e.c Malaria Falciparum P P e n a t a l a k s a n a a n Pasien dipulangkan dengan keadaan umum baik. :

T a n g g a l 2 S

Terapi : IVFD RL gtt xx/menit Ranitidin 2x1 amp i.v. /hari


Artesunat tablet 1x 200 mg Amodiakuin tablet 1x 600 mg

Vit. B kompleks 3x1 tab/hari Sistenol 3x1 tab/hari 2 J A N U A R I 2 0 1 4

: Demam (-), mual (-), muntah (-),nyeri kepala(-) dan nyeri perut tengah atas (-). T a m p a k Compos mentis 110/70 mmHg 80 x/menit 20 x/ menit 36,7 C s a k i t r i n g a n

O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur

Keadaan spesifik Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik(-) Leher Pembesaran KGB leher dextra (-)

Thorax: Jantung

I : ictus cordis tidak terlihat P : ictus cordis tidak teraba P : Redup A : HR=80 kali/menit (ritmik), murmur (-), gallop(-).

11

Paru

I : Gerakan dinding dada simetris P : Fremitus taktil kanan dan kiri sama P : Sonor A : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Abdomen

I : datar, venektasi (-) P : lemas, nyeri tekan regio epigastrium (-) hepar dan lien tidak teraba P : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-) A : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas atas: gerakan bebas, jari tabuh (-), sianosis (-). Ekstremitas bawah: gerakan bebas, edema pretibia (-/-)

Demam lama e.c Malaria Falciparum P P e n a t a l a k s a n a a n Non Farmakologis : Tirah baring Diet hati III :

Farmakologis : IVFD NaCL : D5 % (2:1) xx gtt/menit Ranitidin 2x1 amp i.v. /hari Artesunat tablet 1x 200 mg Amodiakuin tablet 1x 300 mg Vit. B kompleks 3x1 tab/hari Sistenol 3x1 tab/hari

II.

12

ANALISIS KASUS

a. Apakah diagnosis kasus di atas sudah tepat? Diagnosa kerja pada kasus ini berdasarkan penemuan sebagai berikut, yaitu dari anamnesa pasien mengeluhkan mata dan wajahnya menguning sejak 1 minggu SMRS. Delapan hari sebelum timbul kuning pada mata dan wajah, pasien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, siang sama dengan malam, tidak disertai menggigil/mengigau. Pasien juga merasakan lemah badan, nyeri kepala, pegal-pegal, dan berkurangnya nafsu makan, serta mualmuntah hampir bersamaan dengan timbulnya demam. Pasien kurang memperhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kulit pasien tampak menguning terutama di daerah wajah, sklera ikterik +/+, dan pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada regio epigastrium. Penemuan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut mengarah kepada gejala hepatitis akut karena virus hepatitis tipe A. Dan dari pemeriksaan penunjang

didapatkan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien. Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan bahwa urinnya berwarna kemerahan, hal ini juga merupakan gejala adanya proses kerusakan pada hati, bisa karena infeksi hati namun juga bisa karena obat. Warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) terjadi karena adanya peningkatan bilirubin dan urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya urin menjadi merah kecoklatan. Peningkatan bilirubin dan urobilinogen ini dapat juga dipengaruhi oleh penggunaan obat TB kelenjar karena pada kasus ini pasien mengaku urin berwarna kemerahan sudah dirasakan sejak awal pengobatan TB kelenjar yaitu selama 3 bulan terakhir.

13

Oleh sebab itu, salah satu diagnosis banding kasus pasien ini adalah hepatitis karena obat. Kombinasi obat TB, yaitu rifampisin dan isoniazid, telah dihubungkan dengan peningkatan risiko hepatotoksik. Salah satu bentuk hepatotoksisitas kedua obat ini adalah menyebabkan timbulnya penyakit kuning atau hepatitis. Risiko hepatotoksisitas tersebut meningkat apabila ada faktor risiko lain pada pasien. Faktor risiko tersebut adalah usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi buruk, konsumsi alkohol, mempunyai dasar penyakit hati, dan carier hepatitis B. Faktor resiko yang tersebut di atas tidak didapatkan pada pasien ini sebab pasien laki-laki, masih muda usia 28 tahun, status gizi baik, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak ada riwayat mengalami penyakit hati sebelumnya. Sehingga tidak menunjang diagnosis ke arah hepatitis karena obat. Oleh karena itu, diagnosis banding hepatitis karena obat dapat disingkirkan. Beberapa hal yang dapat menyingkirkan diagnosis banding malaria dengan TB kelenjar adalah keluhan demam yang dirasakan pasien tidak khas seperti pada malaria. Tipe demam pada malaria adalah tipe demam intermiten, dimana terdapat fase bebas demam. Selain itu pada malaria juga terdapat fase dimana pasien akan trias malaria yaitu menggigil, demam, dan berkeringat. Tipe demam seperti ini tidak di temukan pada pasien. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan memastikan penyebab kuning pada pasien ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain berupa: a. Pemeriksaan laboratorium: 1. Bilirubin direk dan indirek Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting. Namun merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. 2. SGOT dan SGPT Enzim SGOT dan SGPT terdapat dalam sel-sel alat tubuh yang sumber utamanya adalah sel hati. Kenaikan enzim ini disebabkan

14

oleh karena enzim yang bocor dari sel.

Pembuatan SGOT di

mitokondria, sedangkan SGPT di sito sel. Pada hepatitis peradangan terjadi sel-sel hepar terutama sitoplasma sehingga SGPT yang diproduksi di sito sel meningkat menyebabkan SGOT/ SGPT > normal (Normalnya : SGOT/AST <37 Ul/L, SGPT/ALT <42 Ul/L). Peningkatan kadar SGOT/SGPT dapat menjadi penanda adanya kerusakan sel hati. 3. Gamma GT GGT yang dikeluarkan dari sistem empedu dan masuk ke dalam aliran darah merupakan penanda sensitif untuk kerusakan saluran empedu dan berguna untuk evaluasi fungsi hati. 4. IgM anti HAV Dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Peningkatan IgM merupakan karakteristik fase akut hepatitis A. 5. IgM anti HBc Muncul dan dapat terdeteksi saat gejala muncul pada hepatitis B. 6. IgM anti HCV Dilakukan untuk mendeteksi jika terdapat kemungkinan hepatitis C. 7. HbsAg Merupakan parameter untuk mengetahui adanya infeksi virus hepatitis B. Yaitu merupakan Antigen permukaan Hepatitis B, dengan tiga selubung utama protein : utama, besar, dan tengah. 8. Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen dilakukan untuk menilai kondisi hepar, terdapat pembesaran hepar dan lien atau tidak. Dapat pula lebih dipastikan lagi dengan USG hepatobilier untuk memastikan kondisi hepar dan sistem empedu, terdapat kelainan atau tidak.

9. Apus darah tepi tebal/tipis Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat kecurigaan terhadap malaria untuk menemukan Plasmodium sp dalam darah.

15

2.

Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat? Hingga saat belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut, pengobatan hanya bersifat simtomatis. Terapi yang dilakukan pada pasien ini meliputi dua hal, yaitu non medikamentosa dan medikamentosa. Terapi non medikamentosa dengan tirah baring pada pasien dan diet hati III. Tirah baring dilakukan agar pasien cukup istirahat sampai ada perbaikan gejala dan pasien bebas ikterus. Istirahat membantu untuk memberikan energi yang cukup bagi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi. Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien hepatitis akut dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, dapat menerima protein, lemak, mineral dan vitamin tetapi tinggi karbohidrat. Nilai gizi makanan sehari : 2000 kalori, 55 gram protein, 50 gram lemak, dan 330 hidrat arang. Terapi medikamentosa dengan memberi cairan dextrose 5% dengan jumlah 20 tetesan per menit sebagai cairan resusitasi dan pemeliharaan untuk pasien karena pasien terdapat mual, muntah dan tidak nafsu makan. Vitamin B kompleks untuk memberi nutrisi pada jaringan hati dan membantu regenerasi sel hati, curcuma sebagai hepatoprotektor diberikan untuk membantu perbaikan fungsi sel hepar, memperbaiki nafsu makan dan melancarkan buang air besar pada pasien. Ondancentron mengurangi mual dan mencegah muntah, serta sistenol sebagai antipiretik bila pasien demam.

16

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

Spesies Plasmodium pada manusia adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, sedangkan Plasmodium malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Nusa TenggaraTimur dan Papua.

Plasmodim falsiparum adalah salah satu organisme penyebab malaria. Plasmodium ini merupakan jenis yang paling berbahaya dibanding dengan plasmodium yang lain yang menginfeksi manusia seperti P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Saat ini P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka kematian dan kesakitan pada manusia, selain itu juga karena dapat ditumbuhkan dalam jangka waktu yang lama secara in vitro.1, 2

17

3.2 Epidemiologi Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul kembali. Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separuh penduduk dunia hidup di tempat beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit malaria, 3 juta diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap jamnya.1 Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisitensi parasit terhadap obat anti malaria dan resistensi nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga mengancam daerah-daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria, mengancam kesehatan traveler serta member beban kepada masyarakat.1 Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah. Upaya penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik. Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini adalah malaria Falsiparum.2

3.3

Patogenesis Patogenesis malaria sangat kompleks dan seperti pathogenesis penyakit

infeksi pada umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor social dan lingkungan. Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan manisfestasi klinis malaria yang bervasiasimulai dari yang terberat seperti malaria serebral sampai infeksi yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik.2, 3 Pada factor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini meliputi resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari diri dari respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling penting dari parasit adalah pembentukkan sitoadherens dan pembentukan roset serta berbagai toksin dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan endotel vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya sekuestrasi parasit pada kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit yang terinfeksi melekat pada kapiler-kapiler

18

organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran darah local dan jika berat akan menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasik akhir adalah kegagalan organ. Sedangkan roseting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi membentuk suatu gumpalan yang disebut roset. Roseting terjadi karena eritrosit yang terinfeksi melepaskan protein tertentu yang menimbulkan perlekatan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hal ini akan mengakibatlkan rusaknya eritrosit lain yang normal sehingga asupan oksigen menjadi terganggu, terjadi hipoksia organ dan terjadi gagal organ.1, 2 Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri sebagian berasal dari eritrosit terinfeksi yang pecah sewaktu proses skizogoni yang mengeluarkan toksin seperti glycosylphosphatidylinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen parasit seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran NO dengan memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO dalam jumlah berebihan akan mengganggu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang terlalu tinggi juga akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit.3, 4, 6 Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti umur, genetic, nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh makrofag, limfosit, leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin ataupun antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria serebral umumnya diderita oleh anak-anak umur 1-4 tahun , setelah itu hanya ditemukan anemia pada usia pubertas sedangkan pada dewasa umumnya adalah asimtomatik. Hal ini mungkin disebabkan respon imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih lambat. Di daerah endemis tidak stabil malaria berat dapat ditemukan hampir pada semua umur. Selain itu ada beberapa penelitian bahwa orang dewasa non-imun lebih peka terhadap malaria berat dibanding dengan anak-anak non-imun, tetapi orang dewasa non-imun mampu membentuk imunitas klinik dan parasitologis lebih cepat dibanding anak-anak non-imun.2, 4 Faktor nutrisi mungkin berperan menentukan kepekaan dalam malaria berat. Pada beberapa penelitian malaria berat sangat jarang ditemukan pada anakanak. Defisiensi besi, riboflavin, PABA mungkin mempunyai efek protektif

19

terhadap malaria berat karena kekurangan zat gizi tersebut akan menghambat pula pertumbuhan parasit.1

3.4

Gejala Klinis Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan

petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala tersebut juga dipengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala P. falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis lain, sedangkan gejala oleh P. malariae dan P. ovale ditemukan yang paling ringan.4 Gejala-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain, yaitu adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot, anorexia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini dapat sering terjadi pada infeksi P. vivax dan P. ovale. Sedangkan pada P. falciparum dan P. malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak. Setelah itu dapat terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu menggigil, demam, berkeringat. Trias malaria ini dapat berlangsung 6-10 jam dan lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung lebih berat ataupun tidak ada. Periode bebas panas pada P. falciparum berlangsung 12 jam, pada P. vivax dan P. Ovale berlangsung 36 jam, pada P. Malariae berlangsung 60 jam.1, 2 Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan malaria antara lain: P F V O M a l a a l i v l a s c m i v a r i o p d a i r a l a u u m m x e e M a n i s f e s t a s i k l i n i s

Gejala gastrointestinal (mual muntah), hemolisis, anemia, ikterus, hemoglobinuria, syok, algid malaria, gejala serebral (sakit kepala, kejang), edema paru, hipoglikemi, gagal ginjal akut, kelainan retina, kematian Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa S a m a d e n g a n v i v a x

Splenomegali menetap, limpa jarang ruptur, sindrom nefrotik

3.5

Diagnosis dan Penatalaksaan

20

Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Hal tersebut terutama berhubungan dengan infeksi P. falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat ataupun malaria dengan komplikasi. Bagi seorang dokter umum anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah endemis malaria selama lebih kurang 2 minggu sebelum timbul gejala klinis dapat sangat membantu dalam diagnosis. Gejala klinis yang khas antara lain demam tinggi yang dapat disertai gangguan kesadaran, ikterik, gangguan berkemih, muntah-muntah hebat, pembesaran limpa dan trias Malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru pertama terinfeksi malaria. Bagi orang yang bertempat tinggal di daerah endemis biasanya penderita sudah mempunyai kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga gejalanya hanya berupa demam, sakit kepala, lemah, kadang menggigil dan sebagainya.2 Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong kearah malaria, diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Bila pada hapusan darah (baik tebal ataupun tipis) dan laboratorium terdapat plasmodium dan antibodi terhadap malaria maka diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan laboratorium negatif, maka pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan yang sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi Plasmodium seperti melalui Molekuler Assay, ELISA dan PCR. Pemeriksaan PCR sangat berguna pada kasus-kasus dengan derajat parasitemia yang rendah.2, 6, 8 Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis tunggal. WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat ini. Sekarang ini pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter + lumefrantrin (coartem@) dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter dengan dosis2x4 tablet/hari selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon dan proguanil (malarone@) dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400 mg/hari untuk orang dewasa selama 3 hari. Untuk pencegahan dapat digunakan dosis atovakon 250 mg dan proguanil 100 mg tiap hari.1, 6, 7

21

DAFTAR PUSTAKA

1.

Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di Indonesia. Editor: Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas Kedokteran

Airlangga:Surabaya; 2009 : 441-48 2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2009 : 1-250 3. Zulkarnaen I, Malaria Berat. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-1. Fakultas Kedokteran Indonesia:Jakarta; 1999 : 504-08 4. Rani AA, Soegondo S, Wijaya IP. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Editors. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta ; 2006 : 14851 5. WHO and Unitet Nations International Childrens Emergency Fund. 2005. World Malaria Report. 6. Syafrudin D, Asih PB, Casey GJ, dkk. Moleculer Epidemiology of Plasmodium Falsiparum Resistance to Antimalaria Drugs in Indonesia. 2005; 72 : 174-82 7. Cook GC. Prevntion and Treatment of Malaria. The Lancet. 1988; 2 : 3238 8. Hofman SL. Diagnosis, Treatment and Prevontion of Malaria. Medical Clinic of North America 1994(6); 76 : 1327-60

22

You might also like