You are on page 1of 29

LAUTAN BIRU

Kutatap selembar foto kecil usang yang berada di tanganku. Melihat foto ini seakan aku tidak ingin melepasnya dari tanganku. Sebuah foto enam orang anak remaja perempuan dengan gaya foto mereka yang menawan. Saling bergandengan dan tersenyum ceria seakan tidak ada masalah yang menghampirinya. Foto ini kira-kira dua tahun yang lalu terjebak di dalam sebuah kotak kecil berwarna merah yang kusimpan di dalam lemari gudang. Dan malam ini baru kulihat setelah aku membongkar gudang. Tak terasa bulir bulir air mata jatuh membasahi pipiku. Kenangan masa lalu kembali terputar di dalam otakku tentang masa-masa ini. Masa dimana aku baru duduk di SMP, bertemu dengan teman-teman baru, dan yang tidak bisa kulupakan adalah cinta pertamaku saat di SMP dan sekarang sudah tak terasa aku sudah lulus SMP. Aku kembali membongkar beberapa barang-barang kecil yang terisi di kotak tersebut. Ada sebuah amplop surat berwarna biru yang masih terbungkus rapi terselip disana. Kubuka perlahan amplop itu dan kubaca isinya. Air mata kembali menetes ke pipiku. Surat ini, ah sudahlah mungkin tidak akan pernah sampai ke tangannya dan tidak akan pernah dibaca sampai kapanpun. Biarkan saja surat ini kusimpan dan hanya diriku dan Tuhan yang tahu semua ini. Mungkin suatu hari, dia akan tahu perasaanku padanya seperti apa. Olinn? Kamu sudah ambil barang-barang bekasmu di gudang? Tiba-tiba suara Mama yang terdengar dari ruang tengah yang memanggil namaku. Suara Mama yang super sibuk itu membuyarkan lamunanku. Iya Ma, ini aku lagi cari. Kalau bisa cepetan sedikit dong, biar mama bisa masukin barang-barangmu ke kardus. Iya maa.. sabar dikit napa Kemudian aku langsung memasukkan barang-barang yang kupegang tadi ke dalam kotak kecil itu. Dan langsung mencari-cari barang-barang bekasku yang mungkin masih bisa dipakai dan harus dipastikan terbungkus di dalam kardus semuanya. Sini mama bungkusin biar cukup di kardus. Baju-bajumu dan perlengkapanmu sudah dimasukin di kardus semua? Cukup gak?. Tanya mama setelah aku memberikan barangbarangku sehabis dari gudang. Sudah beres semua ma, cukup kok. Kardusnya kan besar banget. \Oh bagus deh kalau udah beres semuanya. Mama gak sabar banget buat besok lusa, biar cepat-cepat pindah ke rumah baru. Maklumin aja, ini kan rumah pertama kita yang papa sama mama bangun pakai uang sendiri. Udah gitu besar lagi. Kata mama sambil memasukkan barang-barangku dengan teliti ke dalam kardus. Aku hanya bisa diam dan tersenyum melihatnya. Keluargaku memang akan pindah rumah (boyongan) besok lusa. Kami akan pindah ke kota Selong, Lombok Timur. Jaraknya memang agak jauh dari kota Mataram (kota yang selama ini kami tempati). Setelah sekian lama (sekitar sembilan tahun) kami tinggal di rumah kontrakan yang kecil dan sumpek ini, akhirnya kami pindah rumah. Jujur, aku masih belum

siap meninggalkan rumah ini. Karena di rumah inilah aku tumbuh besar hingga menjadi gadis remaja seperti sekarang ini. Aku ingat saat aku baru menginjak kelas satu SD keluarga kami pindah dari kota Bima ke Mataram. Saat itu aku merengek tidak mau tinggal di Mataram karena aku masih belum bisa berpisah dengan teman-teman kecilku yang berada di Bima. Namun, lama kelamaan aku bisa menerima suasana tempat tinggal baruku dan mulai beradaptasi dengan baik, seperti memulai hidup baru. Dan sekarang kejadian itu terulang kembali. Aku masih belum bisa berpisah dengan semua ini, mulai dari teman-temanku, suasana rumah kontrakan yang kecil dan sumpek ini, dan segala hal yang yang pernah aku alami di kota ini. Aku pasti akan merindukan itu semua. Tapi mau bagaimana lagi, keputusan tetap keputusan. Kami akan tetap pindah besok lusa. Andai saja waktu dapat diputar kembali, aku hanya ingin mengulang masa-masa itu, masa dimana aku tidak akan pernah melupakannya dan tidak akan terhapus di memori otakku. Eh? Olin! Kenapa melamun? Kamu gak mau makan malam euh? tiba-tiba suara kak Ayu lagi-lagi membuyarkan lamunanku. Aku langsung mengerjapkan mataku. nggak kok, olin cuma agak ngantuk. Alasanku agar kakak tidak tahu apa yang aku pikirkan. hmm.. oke ayo kita makan. Kemudian kami pergi ke ruang makan dan makan malam bersama sambil bercengkrama. Sungguh makan malam yang mengesankan. Jam sudah menunjukkan pukul Setengah sepuluh malam. Aku terus menatap layar ponselku dibalik selimut agar tidak ketahuan kak Ayu kalau aku belum tidur dan sedang memainkan ponsel. Jari-jariku hanya mengetik dan menghapus kata-kata. Itu saja yang kulakukan berulang kali, lama-lama rasanya aku seperti orang bodoh. Aku hanya ingin memberitahukan seseorang di luar sana bahwa besok lusa aku akan pindah rumah. Tapi aku tidak berani, aku takut karena mungkin akan dianggap berlebihan olehnya. Tapi mungkin hanya kali ini saja, biarkan saja dia menganggapku berlebihan. Aku mulai mengetik SMS, tapi suatu pemikiran lain melesat di otakku. Bagaimana kalu dia sudah tidur? Atau bagaimana kalau dia sudah menghapus nomor ponselku dan hanya menganggap SMS ini hanya dari orang yang salah sambung? Atau, atau, dan atau lagi pemikiran yang lebih membuatku gelisah melesat lagi di otakku. Akhirnya lebih baik aku tidak memberitahukannya. Mungkin lama kelamaan dia akan tahu sendiri. Aku melihat kardus-kardus besar yang tengah menumpuk di sekeliling ruang tengah rumahku. Seluruh ruangan di rumahku kosong dan hanya berisikan barang-barang terbungkus seperti kardus-kardus besar dan barang-barang berat lainnya. Terlihat orang-orang tengah mengangkat barang-barang untuk dimasukkan ke dalam Truk. Hari ini kami jadi pindah rumah. Truk besar dan mobil sudah menunggu di luar. Tiba-tiba ponselku berbunyi dan kulihat layar ponselku. Putri. Halo put? Olliiinnn! Kamu jadi pergi sekarang? Jangan pergi dongg suara Putri sahabatku terdengar hari ujung sana. Nada suaranya serak seperti ingin menangis.

Kalau aku pergi, kamu nggak mau kesini lihat aku? Iya iya, oke, aku akan pergi ke rumahmu sekarang sama Amel dan Lia. Tunggu! Kamu jangan pergi dulu! Iya iya, tapi awas aja kalau kamu terlambat. Hihihi kemudian Putri langsung menutup telfonnya. Selang beberapa menit mereka bertiga (Putri, Amel, Lia) sampai di rumahku. Tanpa basa basi mereka langsung menyambar tubuhku dan memelukku dengan eratnya. Olinn, jangan pergi sekarang dong, nanti siapa lagi coba teman Amel yang sering cubit-cubit pipi sama tangan Amel isak Amel sambil memeluk tubuhku erat dengan badan gemuknya. Iya Linn, nanti teman duduk Lia di sekolah siapa? Olin kan teman duduk Lia yang suka jahil Olinn kamu jangan lupain kita bertiga ya, sahabatmu, jaga dirimu baik-baik disana, semoga nanti kamu dapat teman yang banyak, tapi kamu tetap jangan lupain kita semua, teman-taman SMP kamu, teman-teman rumah kamu, dan semua orang yang kamu kenal disini, oke? putri menasehatiku panjang lebar. Biasanya dialah sahabatku yang paling sering menasehatiku. Ini, jaga kenang-kenangan dari kita ya Lin, dari DOOUPY. Kata Lia sembari memberikanku sebuah kotak kecil berwarna biru. Oyik dan Ina nitip salam, katanya mereka gak bisa datang kesini Lin. Lanjut Lia Ya udah nggak apa-apa mereka gak kesini, terima kasih ya kalian udah mau kesini dan ngasih ini ke aku, aku nggak akan lupain kalian teman-teman. Kataku sambil memeluk mereka dan kami berpelukan erat. Kita pasti akan selalu kangen sama kamu Olin. Kata Putri. Lin, kamu sudah kasi tahu Edo gak kalau kamu mau pindah? Tanya Amel. Aku hanya merespon dengan menggeleng lesu. dan kamu pasti belum kasi surat itu kan?. Aku hanya diam dan menunduk lesu, jika aku mengingatnya aku rasanya seperti orang bodoh yang menyukai seorang pria selama tiga tahun dan tidak ada balasan cinta apapun dari pria tersebut. Aku gak bisa mel, mungkin rasanya terlalu berlebihan. Berlebihan apanya?! Lin, dengar ya, kamu pasti bakalan nyesal kalau kamu gak ngasi tau ke dia, inget Lin apa kamu puya kesempatan buat ngomong ke dia? Kesempatan gak datang dua kali. Suara Amel mulai meninggi. Gak apa-apa kok, mungkin suatu hari dia bakalan tau yang sebenarnya. Yak semuanya sudah siap. Kita siap berangkat sekarang kan?. Tanya Papa dengan semangatnya. Ya udah deh Lin, kamu hati-hati dijalan ya?. Mereka bertiga kembali memelukku. Pak supir mulai menancapkan gas dan bersiap-siap untuk melajukan mobilnya. Kubuka kaca jendela mobil sambil membalas lambaian tangan dari ketiga temanku tadi. Mataku rasanya mulai memanas dan tak terasa bulir-bulir air mata mulai membasahi pipiku. Aku tak tau mengapa aku jatuh hati padamu Aku tak punya alasan, mengapa aku bisa menyukaimu.. Salahkah aku jika aku menyukaimu?

Salahkah aku jika aku mencintaimu? Jika aku salah, beritahu aku cara untuk melupakanmu.. Namun sayang, dengan cara apapun aku takkan bisa melupakanmu Perasaan ini selalu melekat dan akan selalu ada di hatiku Jika orang bertanya, apa yang paling sulit kau lakukan di dunia ini.. Aku akan menjawab, Hal yang paling sulit yang ku lakukan adalah melupakanmu.. Sekarang sudah saatnya aku harus mengakui.. Mengakui perasaan yang luar biasa.. Yang mungkin bagimu adalah hal yang biasa Kini aku harus mengakui, perasaan yang luar biasa itu.. Perasaan cinta yang sejak lama ku pendam untukmu.. aku mencintaimu.. aku menyukaimu.. aku jatuh hati padamu Aku berharap kau mendengarkanku, melihatku.. jika memang aku tak pantas untuk menyukaimu, maka lupakanlah aku.. jauhilah aku dari kehidupanmu.. Ya.. mungkin ini adalah yang terbaik untukku, aku memang harus melakukannya, karena jika tidak aku akan menyesal di kemudian hari, aku tak bisa memendam perasaan yang selama 3 tahun ini hingga berdebu, yahh ini memang kepedihan yang sangat manis dari awal perjalanan cintaku.. Entah apa yang akan kau lakukan setelah aku mengatakannya, apakah kau akan membenciku? Menjauhiku? Melupakanku dari hidupmu? Apa saja yang kau lakukan, aku tetap tersenyum, asalkan sekarang kau tau apa isi hatiku yang sebenarnya selama ini mencintaimu adalah hal yang terindah dalam hidupku dan aku takkan menyesal telah jatuh hati padamu, Semoga kamu melihat semua ini Aku kembali menulis surat bodoh ini. Entah berapa banyak surat yang kutulis namun tidak pernah sampai ke tangannya. Dan aku hanya menyimpannya di dalam Blog ku. Huh.. sungguh menyakitkan. Dan hari ini sudah dua bulan aku pindah rumah. Olinn! Olinn!, sepertinya suara Anggi dan Eta memanggilku di depan. Sepertinya temanteman baruku itu ingin mengajakku bermain sepeda di pagi hari. Waktu masih menunjukkan pukul 06.30 pagi. Dan kami bertiga masih bersepeda sambil berkeliling di taman kota. Tapi tiba-tiba Anggi merengek pulang karena dia sudah kelelahan. Di tengah perjalanan pulang, ponselku yang berada di kantong celana berdering. Kulihat nama layar ponselku. Mataku langsung membulat terkejut. Edo. Halo assalamualaikum. Terdengar suaranya yang berat di ujung sana terdengar dari ponselku. Jujur ini adalah pertama kalinya dia menelponku. Waalaikumsalam, ada apa Do? jawabku Kamu sudah legalisir SKHU sementara? Kalau belum kita samaan ya? kata-katanya tadi membuatku terkejut.

Hmm.. sebenarnya aku udah legalisir kataku Ya udah deh, makasih ya, assalamualaikum Waalaikumsalam aku tertegun, percakapan kami begitu singkat. Sehabis berjalan-jalan, rencananya keluargaku akan mengisi minggu ini dengan berjalanjalan ke pantai. Sungguh senang rasanya. Kami sampai di pantai yang dinamakan Gili Lampu. Sungguh pantai yang indah dan menawan. Pasir putihnya yang seperti tepung dan air biru lautnya yang jernih. Namun yang kulakukan hanya duduk sendiri di pinggir pantai, sementara kakak-kakakku sedang asyiknya berfoto. Aku termenung, aku merenungkan bahwa kufikir selama ini aku hanya menyukai laut, namun apakah laut menyukaiku? Kufikir laut hanya tetap diam dan tidak membalas apa-apa selain deburan ombak tenangnya. Biru lautnya yang menawan membuatku menyukainya sampai saat ini. Dan mungkin jika aku menyukainya, aku akan berfikir untuk menyelam ke dalamnya. Tetapi rasanya itu tidak mungkin, karena laut itu sangat dalam dan sangat berbahaya untuk masuk kesana. Jadi menurutku, aku hanya tetap diam di pinggirnya. Menyukainya dalam diam sampai saat ini juga Cinta pertama yang tak terbalas itu ibarat kita menyukai dan mengagumi lautan yang biru dan indah. Semakin lama kau duduk di pinggirnya, kau tidak akan pernah bosan dan tidak ingin meninggalkannya. Jika kau berfikir begitu, apakah laut menyukaimu juga? Apakah laut peduli jika kau menyukainya? Laut hanya memberikanmu keindahan pemandangannya dan deburan ombak tenang, tidak memberikanmu lebih dari itu. Jika laut hanya melakukan itu, kau pasti hanya duduk diam dan termenung di pinggirnya sambil mengagumi keindahannya yang tak kunjung bosan kau lihat. Seberapa lama kau akan bertahan untuk duduk di pinggirnya? Aku juga tidak tahu, mungkin selama yang kau bisa, selama hatimu tidak bosan untuk menyukainya, selama kau tidak berubah, kau akan tetap duduk di pinggirnya. Biarkanlah hanya angin yang tahu apa isi hatimu. Mungkin suatu saat, angin akan memberitahu kepada laut bagaimana perasaanmu terhadapnya Begitulah yang aku rasakan saat ini, mencintai seseorang yang belum tentu juga mencintaiku. Dan aku hanya memendamnya selama tiga tahun ini. Hingga sekarang aku berpisah darinya dan tak akan melihatnya lagi, berpisah dari tempat yang jauh. Mungkin suatu ketika aku akan menyesal. Atau mungkin ia akan tahu yang sebenarnya suatu hari nanti. Aku hanya ingin melupakannya dan memulai kisah cintaku dari awal dan berjalan bahagia. Tidak seperti ini. Cerpen Karangan: Marolina Setya Rahayu

DIA YANG KU SAYANG


Waktu pertama kali aku kenal dia waktu aku baru menjejakan kaki di smp 5.. Waktu itu aku tak tau mengapa aku sebenci itu pada seorang lelaki yang bernama avan kakak kelas ku, karena waktu itu dia memiliki cewek, dan sering mesra di depan khlayak ramai, ihhh males inget itu lagi. Dan waktu terus kujalani dengan hari hari yang membenci lelaki itu. 2 tahun setelah itu aku telah kelas 3 smp, dia telah lulus dari smp itu dan sekarang dia bersekolah di sma 3 kelas 2. Sewaktu 3 bulan sebelum un entah mengapa aku berfikiran membuka akun facebook ku waktu itu, dan avan menyapa ku lewat chatting. Hal itu membuat ku senang.. Entah mengapa ku senang padahal dia orang pertama yang sangat ku benci waktu smp. Dan setelah kami ngobrol lewat chat, tiba tiba dia minta cariin cewek ke aku, anehnya posisi ku disana sangat sedih, terus aku bilang ke dia ya zahra siap cariin cewek buat bang avan.. Emang kriteria cewek bang avan kaya apa sih? Biar zahra lebih gampang cariin yang sesuai kriteria bang avan Sebenarnya hati ini miris mengatakan itu adanya.. Avan pun membalas chat nya, dan dia bilang ceweknya yang kayak zahra aja di situ perasaan ku senang dan sedikit sedih. Aku bilang mana ada cewek yang kayak zahra bang, zahra ya satu ini yang begini sambil bergurau denganya.. Dan saat itu dia bilang zahra abang mau off dulu ya, boleh abang minta nomer hp zahra gak?. Nah saat itulah terbesit di fikiranku agar ku bisa dekat lebih jauh denganya.. ya boleh bamg. Sore harinya aku sedang asik nonton d kamar, tiba tiba sms masuk dan itu sms dari avan.. Betapa senang hati ini.. Dan kami smsan, banyak bercerita.. Setelah lama bercerita denganya, dia bilang kalau sebenarnya dia suka sama aku. Aku di situ sangat senang, bimbang dan takut.. Karena sebentar lagi aku akan melaksanakan un, aku tak mau memikirkan pacaran dulu, dan aku mau fokus dengan un yang akan datang. Dia pun aku tolak, disana dia merasa kecewa. Tapi dia bilang abang akan nunggu zahra sampai selesai un, tapi jika slesai un zahra masi gak mau nerima abang sebagai cowok zahra, abang pasrah. Dan un pun telah dekat. Waktu hari sabtu lagi belajar tambahan aku cabut dan dapat sangsi dari sekolah. Bahwa hari senin aku harus membawa pupuk kompos, aku pun tak tau mau cari dimana, tapi bang avan bilang biar abang cariin zahra, nanti abang antar ke rumah ya, ternyata dia baik dan sangat perhatian, di situ aku merasakan sesuatu, dan aku tak percaya kalau aku mencintainya. Dan un pun telah datang, setiap harinya dia mensuport aku.. Itu yang buat ku bahagia.. Un pun berakhir dengan senyuman manis di pipinya avan.. Saat perpisahan dia datang sebagai alumni smp 5, aku dan dia sangat akrab, menyanyi di kelas dengannya, berfoto denganya, saat itu aku sangat mencintainya, dan dia bilang zahra mau kan jadi cewek abang, dan itu kata yang aku tunggu tunggu. Aku mengatakan ya bang, zahra mau..

Saat pemberian tanda kelulusan, pengumuman peringkat peringkat sekelas 3, aku termasuk rangking 10 dari 180 siswa kelas 3 smp 5. Saat itu orangtuaku, avan, bangga padaku. Itu karena suport dari avan dan orangtua ku. Sepulang itu aku diantar avan pulang. Aku sangat senang telah bisa mengenalnya dengan baik. Pendaftaran masuk sma pun telah dibuka, aku melamar di sma 3 tempat cowok ku sekolah, dan aku diterima disana. Awal ku masuk sekolah kami semua ada kegiatan yang disebut mos (masa orientasi siswa) yang kami pelajar baru dikerjain habis habisan sama osis sma 3. Kakak kakak di sma 3 yang ramah banyak bertanya oh ini ceweknya avan, cantik ya di situ aku tersipu malu. Ternyata dia tidak malu mengakuiku sebagai perempuan yang dicintainya. Dan setelah aku resmi menjadi pelajar sma 3, setiap harinya avan ke kelasku untuk bercerita, bercanda dan belajar denganya. Dia tak sungkan dengan membuatkan peerku, megajarkanku. Sampai sampai hujan pun dia tetap berusaha mencarikan tugas ku dan mengantarkanya padaku denagan wajah pucat dan tubuh basah, aku sayang dia, bukan dari segi materi ataupun segi fisik, aku sayang dia dari perhatian dan kasih sayangnya terhadapku. Setiap hari libur aku dan avan menyempatkan diri untuk pergi main. Kami sering bercanda. Dan kalaupun aku marah dia akan sabar dan tak mau bersikap egois. Setelah 1 tahun 4 bulan aku dan avan jalani hubungan kami sering ada masalah yang dasarnya dari keegoisan diriku yang tak bisa ku ubah. Saat itu aku menyukai lelaki lain. Dan aku lebih memilih lelaki itu. Avan pun melepaskan ku dengan rasa luka yang juga dapat aku rasakan. Dan waktu itulah terakir avan bersikap penuh kasih, sakit, luka yang penah aku lakukan padanya. Saat ini aku pun lost contact denganya, inginku bisa kenal dan dekat lagi denganya, tapi itu mustahil karena kebencianya padaku mukin telah terlalu dalam. Cerpen Karangan: Zahratul Ferliandini

DARI DAUN PINTU KAMARMU


Tak seharusnya kau begitu, terus-menerus bahkan tak pernah lelah memanjakanku. Setiap pagi kau tak pernah alpha mengantarkan teh hangat untukku, anakmu yang sudah tak berdaya ini. Kau juga terbiasa memijatku, membelai rambutku, bahkan menyuapiku kala tiba ritual makanku. Selalu. Seperti saat aku masih kecil. dulu. Sebelum kejadian itu, aku punya keinginan kuat untuk membahagiakanmu, Bu. Sama kuat seperti keinginanku menjadi penulis, penyusun prosa liris. Namun keinginanku itu takkan pernah terjadi saat ini. Perih kuingat kejadian itu, sedih kubayangkan hari-hari yang akan kuhadapi. Kenyataan sudah tak seindah dulu lagi. Saat aku bersamamu, tak ada satu pun rasa sedih yang terselip di hatiku. Kau selalu menghadirkan ketenangan untukku. Sungguh saat kau tak ada di sampingku, aku selalu tak tenang. Seperti ada musuh mengepung di setiap sudut kamarku yang kelam ini. Karena itu, aku betah bersamamu dan tak ingin berpisah denganmu, meski hanya satu detik saja. Di samping semua itu, ada yang cacat di hatiku. Di usiaku yang sudah beranjak dewasa ini, seharusnya aku yang memanjakanmu, namun setelah kejadian di pagi itu, semuanya berubah seketika. Pagi itu langit terlihat begitu buram. Saat itu, aku dan ayahku sedang lari pagi. kemudian dari arah berlawanan sebuah truk oleng menabrak kami. kami pun terpental jauh. Dan benar, kejadian itu berdampak panjang kepada keluarga kecil kita. terutama padaku. Aku masih hafal kata-kata itu, Bu. Dan barangkali tak akan pernah tarlupakan. Kata-kata seolah serigala yang melolong-lolong di hutan rimba. Setelah itu kau semakin terisak. Berjam-jam tangismu tak kunjung reda. Aku pun tak kuat lantas memangis juga; meratapi kepergian ayahku satusatunya. Padahal, sebelum kecelakaan itu terjadi, aku yang memanjakanmu. Dan setelah kejadian itu, kau yang malah memanjakanku. Satu lagi, tak seorang pun yang membantumu, kau bekerja sendiri. Apalagi ketika kau sakit. Kau masih saja tetap dan tak pernah kenal lelah untuk memanjakanku. Meski batuk, rapuh, bahkan usia yang tak memungkinkan lagi telah menggerogotimu. Kelelahanmu terkalahkan oleh semangatmu yang berkobar. Aku ingin membantumu, sangat-sangat ingin, namun dalam keadaanku seperti sekarang ini, aku tak bisa membantumu. Menulis. Ya, hanya itu yang dapat kukerjakan. Berusaha mengungkap segala rasa yang berkecamuk dalam benakku. Kemudian kuulas kembali lalu kujadikan cerita pendek. Yang sesekali kukirimkan untuk mengikuti sayembara menulis cerita pendek. Bukannya aku tak mau membantumu, Bu. Namun tubuhku yang tak berdaya ini tak membolehkanku untuk membantumu. Kecelakaan itu telah merenggut kesanggupanku untuk membantumu. Semenjak itulah, di setiap pagi yang begitu gigil, tiap kali aku terjaga dari lelap, selalu kudapati sosokmu lengkap dengan senyum, pun teh seduhanmu. Seperti biasa, teh seduhanmu begitu hangat. seperti hangatnya sunrise di antara gigil pagi yang teramat. Aku ingin berkata

padamu agar kau mengadopsi anak. Namun lidahku terasa kelu ketika hendak kulontarkan kata itu padamu. Aku takut kau bersungguh-sungguh jika kulontarkan kata itu padamu. Dan kasih sayangmu padaku akan terbelah pada saudara tiriku yang mungkin akan berbuat jahat padaku, kendati tubuhku yang tak berdaya ini. Aku tahu kau juga ingin memiliki anak yang normal, yang bisa membahagiakanmu, Bu. Tidak sepertiku; cacat yang tentu tak bisa membahagiakanmu. Pagi ini, aku terjaga tanpa kudapati sosokmu di sampingku. Aku pikir barangkali kau sedang keluar rumah membeli bahan-bahan untuk mambuat teh yang biasa kau antar tiap pagi untukku. Kutunggu saja. Mungkin kau hanya pargi sebentar. Kutatap langit-langit kamar, seolah memutar memori masalaluku yang indah; saat-saat aku masih normal dan bisa membahagiakanmu dalam segala keadaanmu. Ya, aku masih ingat dengan teramat saat itu. Ketika nilai ujian SMA-ku mendapat nilai sempurna. Yang berhasil menobatkanku sebagai bintang kelas. Kau gembira bukan kepalang saat itu, Bu. Bahkan dari saking gembiranya kau berjanji akan membelikanku sebuah jam tangan dan t-shirt dengan ganbar band advenged. Meskipun hanya barang bekas saja. Aku menoleh ke jendela, berharap kau berada di baliknya. Aku tertegun melihat ilalang-ilalang berdansa menikmati kicau burung yang tanpa lelah lalu-lalang di ruang hampa. Tanpa kusadari, sudah lama aku bermetamorfose memori masa laluku. Kulihat mentari sudah agak meninggi, namun kau tak datang juga. Muncul rasa kekhawatiran dalam benakku. Terlihat di atas laci lemari surat kabar edisi dua hari yang lalu yang masih belum diganti. Aku teringat bahwa aku belum tuntas membacanya. Kulanjutkan membaca surat kabar itu dari halaman ke-27. Masih dengan gosip dan berita-berita membosankan. Hanya satu yang berhasil menaruk perhatianku. Di halaman ke-30 tercantum namaku dalam daftar pertama pemenang lomba menulis cerita pendek. Aku bangun dan hendak turun dari tempat tidurku untuk memberi tahumu, Bu. Namun tak bisa. Aku tak kuat mengangkat kakiku. Kupanggil namamu, berharap kau datang menemuiku. Entah mengapa, tak ada respon darimu. Kubuka laci lemari untuk mengambil Hp. Namun bukan Hp yang kulihat kali pertama. Melainkan sebuah jam tangan dan t-shirt dengan gambar band advenged kesukaanku. Kau menepati janjimu, bu. Kupindah lantas mengambil Hp. Kuaktifkan dan kucari nomormu. Namun nomormu tak dapat dihubungi. Ada di mana kau, Bu? Seketika kekhawatiranku semakin bertambah. Kutatap kursi roda, seolah ingin memanggilnya, agar aku bisa mendudukinya, namun tak bisa. Benda itu bergerak, ia menunggumu, seperti aku juga, menunggumu. Aku coba meraih benda itu. Tak bisa. Benda itu terlalu jauh dariku. Kucoba lagi. Tak bisa. Aku malah terjatuh dari tempat tidurku. Aku menjeremba kursi roda itu. Lagi-lagi tak bisa. Tanganku terlalu pendek untuk meraihnya. Tubuhku terasa kaku. Barangkali karena aku terjatuh. Ingin sekali kuraih benda itu, namun tak bisa. Benda itu terlalu jauh, ditambah lagi tubuhku yang terasa kaku. Kupaksa tubuhku bergerak sedikit demi sedikit, mendekati benda itu. Kucoba lagi untuk meraih benda itu, sedikit lagi. Kupaksa lagi tubuhku bergerak mendekati benda itu dengan sekuat tenaga. Ya, akhirnya bisa. Segera kuraih lalu kududuki benda itu. Namun sebelum aku

sempurna menduduki kursi roda itu, aku kembali terjatuh. Mujur, benda itu tak terlalu jauh dariku, tak membuatku bersusah payah untuk meraihnya. Kuraih benda itu dan segera mendudukinya dengan susah payah dan penuh hati-hati agar tak terjatuh lagi. Aku coba mncarimu ke dapur. Mungkin kau sedang menyeduh teh hangat yang biasa kau antar tiap pagi untukku. Namun kau tak ada di sana. Hanya sebuah teh yang masih belum diseduh masih terbungkus kemasannya. Aku coba mencarimu sekali lagi ke kamarmu. Bergegas kuputar roda kursi roda itu menuju kamarmu. Kupercepat laju kursi roda yang kutunggangi, akhirnya sampai. Dari daun pintu kamarmu, kulihat kau terbaring dengan mata terpejam. Seolah menyiratkan sesuatu yang sama sekali tak kuinginkan. Cerpen Karangan: Wildan El Mazir

FA!
Ah, tak terasa, sudah semalam suntuk aku terlelap. Namun di pagi yang begitu gigil ini, sepertinya ada yang kurang bagiku. Ya, kau tak ada di sampingku, fa. Satu hal yang kau lupa, kau lupa membangunkanku. Sapuan angin menyibak kehangatan tubuhku yang masih terlilit selimut, seolah mengajakku mencarimu. Aku mencari ke dapur, namun kau tak ada di sana. Aku mencari ke kamar mandi, kau juga tak ada di sana. Ku coba cari ke ruang tamu, juga tak ada. Hanya sebuah akuarium besar berisi ikan-ikan hias mati, karena kelaparan. Kau memang sengaja tak memberi makan ikan-ikan itu. Karena kau bilang, kau akan menggantinya dengan ikan-ikan hias yang baru, lantaran ikan-ikan itu tak menghargaimu dengan tidak memakan makanan yang kau suguhkan. Sebelum berangkat bekerja, sempat aku menulis surat untukmu. Yang berisi: fa, aku berangkat bekerja. Dan kuharap, setelah kau pulang kerja nanti, kau sudah menyiapkan makanan kesukaanku. Ya, hanya itu isinya surat itu kutempelkan di pintu depan. Sudah kuukur dengan tinggi badanmu, agar nanti kau langsung membacanya. Aku berangkat bekerja dengan jalan kaki. Sengaja aku jalan kaki, karena ingin membelikan majalah favoritmu yang terbit bulan ini. Kau selalu membaca majalah yang telah lama kubelikan meski sudah beberapa kali tamat kau baca. Aku masih ingat dulu, saat kita masih pacaran pada waktu menduduki bangku SMA. Kau sering menceritakan gosip-gosip artis di majalah favoritmu itu; tentang Aril, Pasha, pun Marshanda. Apa kau juga ingat, fa? Saat kau marah padaku, kendati majalah kesukaanmu itu tersobek lantaran kecerobohanku. Barang kali kau juga lupa, fa. Saat-saat aku melamarmu di taman alun-alun kota, pun saat aku memberi kado berupa majalah kesukaanmu itu waktu perayaan ulang tahunmu. Bukankah itu semua romantis, fa. Namun aku tak bisa membelikan majalah kesukaanmu itu pagi ini. Karena di sepanjang trotoar menuju kantor tempatku bekerja, tak ku jumpai satu pun penjual majalah kesukaanmu itu mangkal. Barang kali belum datang. Jadi, kupending ke sore nanti. Aku berlari tergesa-gesa menuju gerbang kantor tempatku bekerja sembari merapikan dasi dalam keadaan apapun. Seseorang harus berwibawa saat menghadapi momen seperti itu. Selamat pagi, pak. Sambutan terhormat dari seorang satpam bagi pekerja yang terlambat. Aku langsung masuk lantas menempati ruang tempatku bekerja. Entahlah! Sebelum aku menempati ruang tempatku nekerja, semua teman-teman kerjaku menatapku dengan tatapan berbeda. Egi, salah satu teman yang ruang kerjanya berdampingan dengan ruanganku, merangkul pundakku lantas berkata: aku turut berduka-cita atas kepergiannya. Efan, salah satu teman kerjaku yang paling akrab memberi isyarat diam pada Egi. Dan Efan berkata bahwa Egi salah faham. Aku mengernyitkan dahi. Memangnya siapa yang mati? Ah, sudahlah. Hal itu tak perlu dipikirkan. Yang harus kupikirkan adalah bagaimana menyelesaikan pekerjaan agar bisa cepat pulang untuk menyantap nasi goreng kesukaanku yang mungkin tak pernah alpha kusantap setiap hari.

Fa, taukah kau, mengapa aku sangat menyukai nasi goreng buatanmu? Karena nasi goreng buatanmu itu seolah nasi goreng dari surga; yang dibumbuhi dengan cinta dan kasih sayang. Aku masih ingat dulu, saat nasi goreng buatanmu begitu asin. Seasin masakan santri yang sengaja diperbanyak garamnya. Agar masakannya itu tak lekas tandas. Bukankah itu lucu, fa? Cuaca di luar sana mulai mendung. Satu-persatu hujan berlarik membasahi ilalang-ilalang yang kepanasan. Bosku datang lantas menyodorkan gajiku bulan ini. Aku gembira bukan kepalang, fa. Seolah aku bisa terbang ke Amerika dengan uang itu. Kerjaanku sudah selesai. Waktunya aku pulang. Namun aku tidak bisa pulang sekarang, fa. Karena disini hujan turun deras sekali. Aku tunggu. Lima, sepuluh, lima belas, tiga puluh bahkan nyaris satu jam hujan tak kunjung reda. Entahlah, larik hujan itu seperti memberi kabar padaku. Namun aku tak tahu, kabar apakah yang akan disampaikan hujan itu padaku. Dua jam sudah aku meneunggu. Namun hujan tetap turun deras sekali. Apakah aku harus menerobosnya, agar cepat membeli majalah kesukaanmu dan lekas sampai di rumah? Ah, aku tak mengerti. Oh ya, apa kau disana tak kehujanan, fa. Kuharap tidak. Karena aku takut nanti kau akan sakit. Hingga jam 03:00 hujan tak juga reda. Aku sudah tak sabar menunggu. Seperti yang kau tau, menenggu adalah hal yang paling memebosankan. Nyaris kuterobos hujan itu. Namun tak lama kemudian, hujan reda. Hanya rinai oleng saja berlarik tek kuasa menahan tiupan angin. Aku mulai berjalan pulang. Sengaja aku pulang jalan kaki karena tadi pagi tak kutemukan penjual majalah kesukaanmu itu mangkal. Dan kuputuskan memebelikannya di sore ini. Namun di sepanjang trotoar, tak kutemukan satu pun penjual majalah itu mangkal. Padahal hari ini adalah waktu terbitnya. Hanya penjual koran menawarkan koran tentang korupsi pemerintah negara ini yang tak pernah berhenti. Aku tetap berjalan terseok-seok menghindari genangan air yang sesekali terlindas kendaraan. Mujur, di warung kopi trotoar, terlihat penjual majalah itu berteduh sembari menyeruput kopi. Ku hampiri, lantas kubelikan majalah itu, special untukmu, fa. Aku kembali gembira, fa. Karena aku bisa membalas kejutanmu yang akan kau berikan pdaku ketika aku sudah sampai di rumah. Aku berjalan tergopoh-gopoh agar cepat sampai di rumah. Agar cepat memberi majalah ini untukmu Kulihat surat yang kutulis tadi pagi tergeletak di bawah. Surat itu basah, tak bisa dibaca sebab resapan air. Kubuka pintu perlahan dan masuk ke dalam rumah. Di meja makan tak ku temukan nasi goreng kesukaanku. Kupanggil namamu berkali-kali. Namun tak ada jawaban. Aku pergi ke dapur berharap kau sedang memesak nasi goreng kesukanku itu, fa. Namun kau tak ada di sana. Hanya sepasang kucing bertengkar kendati berebutan satu ekor ikan. Kucoba cari ke ruang tamu, kau juga tak ada di sana, hanya sebuah akuarium besar berisi ikan-ikan hias mati yang belum kau ganti. Aku bingung. Kemana kau, fa? Kemana lagi aku harus mencarimu? Kucoba mencarimu sekali lagi ke kamar kita. Aku berpikir kau mau bercanda. Ku longok kolong ranjang yang biasa kita tiduri berdua tak ada. Di belakang pintu,

tak ada. Di bawah selimut, barang kali kau menutupi dirimu dengan selimut itu. Namun setelah kubuka, kau juga tak ada. Hanya bantal guling terbaring di sana. Ku tunggu saja, mungkin di tempat kerjamu hujan belum juga reda. Ku rebahkan diri di ranjang sembari menunggumu. Kulihat majalah kesukaanmu di atas meja. Ku ambil lantas kubuka majalahmu yang kubelikan tepat sebulan yang lalu itu. Aku sengaja tidak membaca yang baru ini. Sebab, aku ingin dirimu yang membacanya pertama kali. Satu-persatu kubuka tiap lembar majalah usang itu. Masih saja dengan gosip, dan berita-berita membosankan, tentang janji-janji yang tak pernah jadi kenyataan. Hanya satu yang tetap menarik perhatianku. Di halaman ke-25 dari majalah itu, ku jumpai sebuah berita dengan topik: kecelakaan maut menewaskan satu jiwa. Cerpen Karangan: Wildan El Mazir

TENTANG MIMPIKU
Mimpi, Yapz semua orang pasti punya mimpi termasuk aku, penjahat, maling pentolan PKI pasti juga punya mimpi, aku pun juga punya mimpi yang dimana impian tersebut pasti memiliki tujuan aku punya mimpi dan aku punya tujuan serta strategi untuk meraihnya dan keyakinan, semangat serta usaha yang keras aku pasti bisa menggapainya. Aku tau rencana ALLAH pasti ada rahasia besar di baliknya mumnkin sekarang aku belum meraihnya tapi nanti aku pasti bisa _GANBATE_ Nama ku Rizania Putri teman-teman ku biasa memanggilku dengan sebutan Putri aku duduk di bangku SMA kelas 10 tepatnya di kelas 10 A kelas yang selama ini aku idam-idamkan waktu aku masih tingkat SMP akhirnya bisa ku raih kelas tersebut. Bercerita tentang kisahku, aku memiliki lika-liku cita cinta yang begitu dramatis mungkin pengalaman hidup ku ini tidak semua yang merasakan sepeti aku atau hanya aku yang merasakanya di dunia ini. Siang itu pada hari selasa kelas begitu gaduh karena bapak ibu guru sedang rapat mingguan di sanggar SMA 1 Talangagung yaitu sanggar sekolahku. Teman-teman laki-laki berkumpul bercerita menceritakan pengalaman menonton film harry potter yang ditonton tadi malam, tidak kalah dengan anak laki-laki anak-anak perempuan pun juga membuat forum ngerumpi, ngerumpiin pacarnya masing-masing dari yang menceritakan kelebihanya dan tingkah pacarnya di SMS. Maybe hampir semua teman sekelasku sudah pengalaman pacaran *hiks.. hiks pengalaman kok pacaran* aku yang juga gabung di forum tersebut hanya senyumsenyum saja meski hati ini yah sedikit nyesek banget *hi.. hi maklum..* semua teman menceritakan dirinya dengan sang pacar waktu ketemuan dan saat-saat ditembak *geli deh ngedengerinya tapi cocewit banget* Hanya aku dan bilda teman sebangkuku yang melongo tidak menceritakan apa-apa karena tidak tau apa yang harus diceritakan karena yah jujur aja deh aku dan bilda masih kosong ciee ada bahasa baru nih, bahasa ngetrenya sih masih ngejomblo. bagaimanapun juga aku juga suka sama seseorang gitu deh tapi hanya aku pendam dalam hati belum ada yang tau sih orangtua ku atau teman dekat ku yang biasa aku ajak curhat. yang tau hayalah aku dan ALLAH SWT. itu pasti. Aku memeliki alasan kenapa masih bertahan untuk ngejomblo KARENA PACARAN BUKAN BAGIAN DARI MIMPI AKU DI SEKOLAH, SEMUA MIMPI YANG ADA DI SEKOLAH BELUM AKU LAKSANAIN SEMUANYA JADI PACARAN ITU TIDAK PENTING DAN MENGHABISKAN BANYAK TENAGA, WAKTU MAUPUN MATERIAL SENANG DI DEPAN TANGISAN DI BELAKANG ITULAH MOTO PACARAN YANG MENYAKITKAN *caps lock Jebol* Begitu juga dengan sahabatku Bilda dia sengaja tidak pacaran dulu karena orangtua bilda yang melarang dirinya untuk pacaran dulu meski banyak cowok yang ngantre dengan bilda banyak juga sih yang nembak tapi jawaban bilda setiap ditembak maaf yah aku udah punya pacar yang sangat aku sayangi dan dia tidak akan menghianati ku juga penerang setiap jalan

hidup ku Aneh juga sih jawabanya sebelumnya aku juga sempat tidak tau sih apa maksud bilda setelah aku Tanya siapa pacarnya itu ternyata pacarnya BUKU memang bilda anak yang super markotop udah pinter dan jadi bintang di kelas selalu masuk perinkat 3 besar di kelas dari dulu, dia juga cantik postur tubuhnya yang lemah gemulai tinggi semampai, hidung seperti orang kebarat-baratan, kulit putih rambut panjang lurus hitam pekat yang selalu terurai, bibir tipis kemerah-merahan bagaikan delima dan senyuman yang khas dengan senyum manisnya. huhft bayangkan betapa cantiknya dia. mengapa tidak banyak cowok yang mengantre denganya tapi tak ada satu pun cowok yang diterima oleh bilda kadang pula aku juga iri dengan bilda tapi aku sadar aku juga bisa kok seperti bilda dengan usaha yang keras semangat dan tak lupa doa aku yakin pasti bisa. Berbeda sama bilda meski ngejomlo tapi masih banyak cowok yang mengantre tapi aku ah tak ada munkin ALLAH memiliki rencana lain dibalik semua ini dan mendorongku untuk mengedepankan sekolah dulu Maybe. Aku pernah berharap orang nasku suka datang kepadaku dan *SENSOR* haha tapi itu hanya hayal aku aja dan buat hiburan aja buat fikir-fikir gitu By the way orang yang aku suka tuh harus memenuhi tipe-tipe aku seperti cowok yang masih sedikit baby face, gak tinggi-tinggi amat juga gak pendek-pendek amat, manis, gak nyebelin, gak gampang buat orang atau gua envy, aktif dalam kegiatan ekschool apalagi kalau OSIS, yang paling penting harus Pintar dalam pelajaran formal, memang banyak yah tipe cowok buwat gua, munkin sih cowok-cowok pada takut sama gua karena kebanyakan tipe yang langka iya mungkin ini penyebab gua masih aja jomblo Eits bagaimanapun aku juga punya cowok idaman dan INSAALLAH sesuai dengan tipe-tipe tersebut dia juga anak ipa aktif pramuka cool banget deh plus cuek itu yang aku suka dimana semua orang termasuk aku tidak bisa mengetahui apa yang ada di fikirannya dan sebuah tekateki untuk mendorongku untuk lebih mengetahui lebih dalam tentangnya dan bisa memasuki kehidupannya. Kadang aku berpapasan di sekolah dengan dia tapi aku bukanlah seorang cewek matre. yah aku memang suka tapi aku tidak salting (salah tingkah) yang begitu berlebihan mungkin salting aku yah sewajarnya aja, yaitu saltingnya disimpan dalam hati, yah mungkin faktor aku cewek yang tertutup bukan seperti cewek yang lain keterbukaanya dalam bercerita masalah pribadi. Cerpen Karangan: Nova Putri Diana

KEINDAHAN DI BALIK MATAKU


Aku tidak pernah melihat bulan pada malam hari, matahari pun aku tidak bisa melihatnya. Mungkin cita-citaku adalah ingin melihat cahaya pada pagi hari dan melihat kupu-kupu beterbangan di taman dekat rumahku. Aku memang berbeda dengan tema-temanku, aku penderita tuna netra alias tidak bisa melihat untuk selamanya. Mungkin cita-citaku ini sangat aneh, apa yang aku inginkan adalah kebiasaan yang dilakukan anak normal. Aku tidak mempunyai teman, karena kejadian itu aku selalu mengurungkan diri di kamar pada hari Minggu. Kejadian itu terjadi disaat aku ingin merasakan sejuknya udara di hari Minggu, di situ aku bertemu dengan anak-anak yang sering bermain di taman itu. Merek mengejukku dengan kata-kata yang menusuk hatiku Hei, lihat orang itu! Ia buta, ia juga menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan kata anak itu mengejekku. Aku selalu berdoa untuk diriku sendiri dan mamaku tersayang. Mama jarang sekali ada di rumah, karena kesibukannya ia sangat jarang untuk makan malam bersama di rumah. Papaku sudak meninggal sejak aku lahir, ia meninggal karena terjadi kecelakaan di tempat kerjanya. Aku sampai lupa memperkenalkan diriku, namaku Vienna Natasya Putri. Aku lahir di daerah Jawa Barat, tepatnya di Bandung. Aku lahir dari keluarga yang cukup dan memiliki rumah di salah satu perumahan di Bandung. Vienna, mama akan pergi ke Surabaya untuk beberapa hari. Mama janji setelah mama pulang, mama akan mengajak Vienna untuk kontrol ke dokter ya kata mama di saat makan pagi di meja makan Apa mama lama untuk pergi ke Surabaya? tanyaku pada mama dengan serius Mama di Surabaya sekitar lima harian, jangan kawatirkan mama, kamu di rumah sama Mbok Ijem, ya jawab mama dengan penuh perhatian. Aku percaya pada mama, mama cepat pulang ya, karena aku tidak bisa lama-lama untuk berjauhan dengan mama aku berkata dengan sedikit meneteskan air mata, bertanda tidak ingin mama untuk pergi selama ini. iya, mama janji akan cepat pulang jawab mama dengan penuh kepercayaan. Aku senang dengan perkataan mama tadi Setelah mama pulang dari Suraba ya mama akan mengajakmu kontrol ke dokter berarti mama akan mengajak ku untuk kontrol mataku ini. Cukup bahagia diriku ini mendengarnya, berarti tidak lama lagi aku akan segera operasi. Lamunanku itu cukup mustahil bagiku, apa mama punya uang yang banyak untuk biaya operasiku, lagi pula mama hanya bilang untuk kontrol ke dokter, apa iya yang dimaksud mama itu dokter mata? Paling juga maksud mama itu dokter umum biasa dan mengotrol keadaanku saja. Itu hanya mimpiku yang tidak akan tercapai untuk selamanya. Hari-hariku hanya di rumah, aku sekolah di SLB terdekat di rumahku. Hobiku adalah menulis puisi-puisi yang selalu bertema sedih, sedih seperti yang ku alami setiap hariku. Papa, apa papa tidak ingin melihatku. Mengapa papa pergi dulu sebelum aku lahir di dunia ini? Pikiranku melayang di angkasa saat ini, entah mengapa aku selalu seperti. Keinginanku sejak dulu adalah memang ingin bertemu dengan papa. Apa aku harus mati untuk bisa bertemu dengan papa? Anganku sungguh sudah melewati batas.

Mok Ijem, aku ingin sekali dibuatkan sop dan tempe goreng kesukaanku, serasa sudah satu tahun aku tidak makan itu. Apa Mbok tadi pergi ke pasar untuk membeli sayur? Mbok tidak lupa kan? Kemarin perasaan aku sudah pesan untuk dibuatkan sop tanyaku pada Mbok Ijem dengan panjang kali lebar Maaf Mbak Vienna, bukannya saya lupa tapi hari ini Pak Bayu tidak masuk karena sakit, jadinya Mbok tidak pergi jawab Mbok Ijem dengan nada lirih Ya sudah, masak seadanya aja, Mbok kataku dengan penuh kekecewaan. Dalam hidupku yang seperti aku selalu memiliki imajinasi yang tinggi, dengan mengimajinasikan pohon dengan pikiranku sendiri, bentuk bunga selalu berubah dalam imajinasiku, dan juga wajahku yang aku belum tahu bentuknya. Dengan keterbatasanku yang seperti ini bukan membuatku untuk berhenti bermimpi, aku memiliki sejuta impian yang ada dalam kehidupanku. Tapi, mengapa satu keinginanku ini belum bisa tercapai di kehidupanku. Wah! Hujan telah tiba kataku dengan penuh kebahagiaan. Aku ingin sekali melihat pelangi, aku ingin melihat itu! kataku penuh dengan pengharapan. Ahh, rasanya keinginanku sangat mustahil, tidak mungkin aku akan melihat pelangi dengan mata yang seperti ini mustahil-mustahil, tidak akan pernah terjadi di kehidupanku. Di saat mama pergi, aku sering sekali meneleponnya. Di saat itu juga aku sangat merindukannya. Mama pernah berkata padaku Vienna, kapan kamu mempunyai teman jika kamu seperti ini terus. Apa kau tidak kesepian di saat mama pergi lama keluar kota? Mama, Vienna tidak pernah merasa kesepian karena papa selalu ada di samping Vienna, dan juga di saat mama pergi keluar kota ada Mbok Ijem yang setia bercerita tentang pengalamnya di saat muda dulu jawabku penuh semangat. Mama hanya kawatir, nanti kamu malah tidak mempunyai teman juga sikapmu seperti ini Mama jangan pernah khawatirkan aku, karena aku pasti akan seperti ini untuk selamanya dengan keterbatasanku yang tidak bisa melihat jawabku dengan tegas. Mama hanya diam dan sedikit melamun, aku tahu sikapku ini tidak baik untuk aku lakukan. Hujan, aku ingin melihat temanmu yaitu pelangi. Pelangi selalu ada di pikiranku, aku tidak bisa membayangkan warna indahmu di saat kau datang menghiasi langit ini. Pelangi, apa kau ingin melihatku? Apa kau juga tidak bisa melihat sepertiku? Jika kau tidak bisa melihat, kau pasti juga tidak akan bisa melihatku, sama seperti aku tidak bisa melihatmu. Pelangi apa bisa kau mengiasi kamarku ini, aku ingin menghiasi kamarku dengan warna indahmu itu. Pelangi apa kau percaya dengan mimpi? Aku belum tahu percaya atau tidak, yang jelas mimpi ku satu pun tidak ada yang tercapai. Aku khawatir dengan keadaanku yang seperti ini, apa aku gila? Mungkin iya, aku tidak percaya bahwa selama hidupku ini aku bertumpu pada mimpimimpiku ini. Hariku telah lewat dengan kesedihan, aku sekalipun tidak pernah melihat apaapa. Hanya hitam dan putih yang aku lihat. Aku sangat sedih, mengapa dunia ini tidak bisa aku lihat sampai aku mati nanti. Mama! Mama sudah pulang! suaraku yang sedikit menjerit bahagianya. Iya sayang, mama sudah pulang. Ini mama bawakan oleh-oleh buatmu, Mbok Ijem, dan Pak Bayu jawab mama yang terliihat sangat capek sekali. Makasih ya Ma jawabku sangat bahagia. Hari ini aku cukup menerima kebahagiaanku. Tapi kata-kata mama sebelum berangkat ke Surabaya itu masih terbayang di benakku. Aku sangat ingin mendengarkan penjelasan dari mama, kemana sebanarnya kita mau kontrol.

Ma, Vienna boleh tanya? tanyaku pad mama Apa Vienna. Kamu mau tanya apa pada mama? Ma, apa benar mama akan mengajakku kontrol ke dokter? Terus kita nanti akan ke dokter mana? Mama, akan membawamu ke dokter mata untuk memeriksa keadaan matamu itu Buat apa Ma? Mataku akan tetap seperti ini, tidak akan bisa melihat apa-apa Sayang, mama akan mencoba membuatmu bisa melihat, sebentar lagi kamu akan operasi mata Apa mama benar Buat apa mama ini bohong, buat apa juga mama ini selalu bekerja keras, hasil kerja mama, mama kumpulkan untuk operasi matamu itu Aku sayang mama Mama juga sayang Vienna Hari ini hari Minggu, mama mengajakku untuk segera kontrol pagi ini. Setelah berkali-kali aku kontrol ke dokter mata. Hari dimana aku akan operasi sudah di tentukan. Hari ini adalah hari H ku di operasi. Aku sebenarnya sangat takut untuk dioperasi, tapi demi menggapai mimpi-mimpiku aku akan melakukannya. Di ruangan itu sangat ramai, banyak suara-suara orang, para perawat dan para dokter pemeriksa. Dan juga suara mesin-mesin yang membuatku takut. Vienna, mama ada di sampingmu suara mama yang membuatku semakin yakin untuk melewati operasi ini. Doakan Vienna ya Ma pintaku pada mama. Mama hanya diam mungkin ia hanya mengangkukan kepala yang tidak bisa ku lihat. Aku takut, tapi ternyata dokter membiusku. Sehingga aku lama-lama tidur dengan nyenyak. Tak lama aku terbangun dari biusanku itu. Tiba saat pembukaan perban di mataku, aku sangat senang pada hari itu. Vienna, sebentar lagi kamu bisa melihat dunia ini kata mama dengan nada lirih. Di saat pertama kali aku melihat, aku sangat ingin melihat mama sahutku pada mama. Tiba saat perawat telah memotong perbanku ini, ibu membuka perbanku dengan perlahan dan pasti. Di saat perbanku sudah terbuka, aku melihat sosok wajah yang cantik dan sedikit keibuan. Ya, pasti itu mama. Mama, apa itu mama Vienna? tanyaku pada seorang yang ada di hadapanku. Vienna ini mama Ya, tidak menyangka mimpi yang tidak pernah akan terjadi sebelumnya di kehidupanku sekarang menjadi nyata dan ada. Aku bisa melihat suasana di pagi hari, di malam hari aku melihat bulan dan bintang yangmenerangi malam hari itu. Aku sungguh bangga sebenarnya deengan keadaanku ini. Aku sudah sekolah di Sekolah Dasar Negeri yang banyak ana-anak normal mungkin semua murid di situ tidak ada yang cacat. Berbeda dengan SLB yang semua muridnya anak-anak yang memiliki kekurangan di fisiknya. Tapi sungguh aku berterima kasih pada Tuhan, Tuhan telah mengobti mataku ini. Terima kasih Tuhan, aku sungguh menyayangi-Mu. Terima kasih mama, engkau memang malaikatku. Aku sayang mama selamanya. Kini aku bisa melanjutkan mimpi-mimpiku yang tertunda. Aku akan menggapai cita-citaku dan bersekolah setinggi mungkin untuk membantu mama dan membahagiakan mama. Terima kasih mama. Cerpen Karangan: Meidina Putri Pitaloka

SELAMAT HARI AYAH


Hari kemarin tanggal 12 November bertepatan dengan Hari Ayah. Hari dimana peran seorang ayah adalah seorang pahlawan untuk keluarganya, hari dimana sosok seorang ayah adalah lelaki tangguh yang tak akan pernah tergantikan di mata keluarganya. Sekalipun pernah tersirat rasa benci saat masalah yang selalu datang menghadang, Namun sosok seorang Ayah tetap tak ada duanya. Masih ingat dulu saat aku kecil, tertawa dan menangis dalam pangkuan ayah, aku meronta manja meminta ayah untuk menuruti semua yang aku minta, senang rasanya jika semua itu terkabulkan oleh seorang ayah yang amat aku sayang. Beranjak dewasa dengan usia yang teramat muda aku lebih mengerti akan arti sebuah kasih sayang orangtua. Aku tumbuh dalam pertumbuhan keluarga yang amat sederhana, ibu ku seorang ibu rumah tangga yang terkadang menjadi seorang pekerja buruh di saat orang lain atau tetangga yang sedang membutuhkan, dan ayahku hanya seorang buruh biasa yang sehari-harinya hanya mendapatkan uang tidak lebih untuk membiayai aku sekolah dan membiayai kebutuhan rumah. Pagi itu suasana sangat indah sekali, aku terbangun dari tidurku dan meninggalkan semua mimpi indahku untuk memulai sekolah SD. Aku mulai merengek manja kepada ibu yang saat itu sedang membersihkan halaman rumah dan mempersiapkan keperluan aku sekolah. Aku pun masih menangis manja di atas tempat tidurku dan berharap ibu cepat menghampiriku dan menggendong aku untuk mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Aku memang terbilang anak manja dan harus dituruti jika memang ada keinginan yang belum tercapai. Setelah semua di persiapkan oleh ibu, aku pun bergegas pergi menuju sekolah. Aku mulai berpamitan kepada ibu, dan ayah saat itu. Yah.. Buu.. aku berangkat sekolah dulu ya.. ia Nak, hati hati ya di jalannya.. dan kalau sudah selesai sekolah cepat pulang ya nak! Ayah berkata Ia yah.. aku pun menjawabnya Tak lama kemudian aku pun berjalan menghampiri teman teman sekolahku untuk pergi ke sekolah bersama. Jarak untuk menempuh ke tempat sekolah ku lumayan jauh, dan hanya dengan jalan kaki untuk bisa sampai ke sana. Di tengah tengah perjalanan aku pun tiba tiba bertemu dengan ayah, wajahnya begitu berseri, senyumnya begitu tulus, dan lambaian pelan tangannya mengarah kepadaku seakan itu adalah wajah terbaik ayah yang selama ini aku kenal. Aku pun berteriak memanggilnya!! yaaahhh.. ayyaahhh.. ayah mau kemana? Nak.. ayah mau mencari lauk pauk untuk nanti kamu makan pulang sekolah ayah pun menjawabnya kenapa sepagi ini yah? Aku bertanya heran Ia nak, karena suasana pagi ini bagus sekali untuk ayah mencari ikan di sungai Ayah pun tersenyum

Aku yang saat itu masih lugu hanya bisa diam melihat langkah ayah yang perlahan pergi menghilang dari pandanganku. Tak lama.. temanku memanggil.. Wooyy.. mau berangkat sekolah atau tidak ni!!! Ia sebentar aku pun berlari menghampiri kembali temanku yang tadi sempat aku hiraukan. Dengan senang hati aku berjalan dan bernyanyi sambil sesekali bercanda dengan temanku selagi aku berjalan menuju sekolah. Hari ini rasanya senang sekali, entah apa yang ada di benakku saat itu. Aku merasakan kegembiraan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku bangga mempunyai teman yang baik selama aku sekolah, dan yang paling berharga adalah orangtua ku yang selama ini merawat aku termasuk ayahku yang dekat sekali dengan aku. Dan aku bangga sekali. Hingga bel pulang sekolah berbunyi pun aku masih merasakan kegembiraan itu yang aku simpan dalam besarnya sebuah senyuman. Aku berlari-lari dengan teman sekolahku, sampai keringat ini menetes deras di seragam sekolahku, dan aku tidak peduli. Hingga sampai di rumah, aku merasakan kesunyian yang berbeda dari seperti biasanya. Rumah tetanggaku terlihat begitu sepi dari kejauhan, aku pun merasakan keanehan, dan sesaat sampai di rumah, aku berteriak memanggil ibu. Buu.. ibuuu.. Tak ada jawaban sama sekali Aku pun masuk ke dalam rumah dan mencoba memanggil ibu beberapa kali, dan masih tak ada jawaban. Beberapa ruangan rumah aku masuki hanya untuk mencari ibu atau ayah yang mungkin saat itu sedang tidur atau melihat TV. Tapi tak ada satu orang pun di dalam rumah. Aku mulai merasa kesal dengan keadaan saat itu, lalu aku berpikir mungkin ibu dan ayah sedang ke pasar membelikan aku makanan. Yaa, hanya pikiran itu yang saat itu membuat aku tenang. Waktu demi waktu sudah hampir beberapa jam aku menunggu mereka, sampai aku tertidur di ruang TV menunggu mereka pulang, tapi sampai saat ini mereka pun belum terlihat. Rasa kesal semakin bertambah, aku berlari keluar rumah, aku menghampiri beberapa rumah tetangga dekat rumahku, namun masih tidak ada satu orang pun yang terlihat. Rasa aneh semakin besar dalam pikiranku, was was, dan terpikirkan sesuatu yang tidak tahu entah itu apa pada waktu itu. Tak lama kemudian, temanku dudi menghampiriku yang sedang duduk kesal di depan rumah. Ki, kok kamu diam disini? kenapa kamu tidak ikut mencari ayahmu? Dengan nada cepat dudi bertanya Dari tadi aku juga sudah mencari ibu sama ayah dud, tapi mereka belum juga pulang Aku menjawab dengan kesal Loh, memangnya kamu tidak tahu ki? Dudi bertanya heran memangnya kenapa dud? aku pun tambah heran itu ki.. hmm.. itu.. dudi kebingungan iya itu apa dud? aku sedikit membentak dudi dengan penuh tanda tanya Hmm.. ayahmu hanyut di sungai dari tadi pagi ki, dan sekarang belum ditemukan

Lemas rasanya tubuh ini saat kata kata itu terdengar, rasa tidak percaya semakin membelenggu dalam ingatan, tak ada sepatah kata yang mampu keluar saat pertama kali ku dengar kabar itu. Aku hanya menangis sambil terus menerus memanggil nama Ayah.. Ayah.. dan Ayah. Aku pun kembali berlari kencang tanpa menghiraukan apa yang aku hadapi saat itu. Saat sesampainya aku mendekati jalan ke arah sungai, di penghujung jalan terlihat kerumunan orang yang sedang terlihat sedih dan menepi ke sungai dengan terlihat sibuknya kesana kemari. Entah apa yang harus aku lakukan, yang aku tau, aku ingin bertemu ayah dan ingin cepat cepat memeluknya. Aku pun kembali berlari lebih mendekati banyaknya kerumunan itu. Dan terlihat jelas disana ibu menangis keras, meronta memanggil ayah yang memang saat itu hanyut terbawa arus sungai saat sedang mencari ikan untuk lauk pauk makan siang yang seharusnya aku nikmati bersama dengan mereka siang ini. Rasa hati ini tak karuan, aku menangis deras dalam dekapan ibu sambil berteriak memanggil ayah. Ibu yang sedang menangis lemas pun hanya menatap aku dengan matanya yang sayu dan memerah. Sebagian orang memeluk aku erat dan mengupahi aku agar tetap bersabar dan mengikhlaskan kepergian ayahku. Hingga malam tiba pun aku masih berdiri di tepi sungai dengan ibu. Belum ada tanda tanda ditemukannya ayah dalam derasnya air sungai yang saat itu semakin meluap. Semakin banyaknya orang yang melihat keadaan sungai, semakin tak terbendung air mata ku untuk merelakan kepergian ayah. Tak lama kemudian sekitar pukul 8 malam ada seseorang yang berteriak keras di seberang sungai, dan mereka bilang.. Heeiii.. Heiii.. mayatnya disini.. cepat kesiniii!! Itu yang terdengar di kupingku di balik gemuruhnya air sungai Semua orang sontak menghampiri teriakan orang itu, aku pun mengikuti ibu yang berjalan lemas tak bertenaga. Dan.. benar, di sana ayah terbujur kaku tanpa sehelai pakaian yang menempel ditubuhnya, sebagian badannya membiru dan membengkak akibat banyaknya air yang masuk ke dalam tubuhnya. Semakin tak kuasa aku melihatnya, tanpa sadar aku menangis dan memeluk jasad ayah yang saat itu sudah tak bernyawa. Ini kisah nyata yang saat ini, di Hari Ayah kemarin dan untuk selamanya aku sangat merindukan kehadiran seorang Ayah. Kini usiaku sudah sangat dewasa, dan kejadian itu aku alami puluhan tahun yang lalu. Namun aku tak akan melupakan kejadian pilu itu sampai aku menjemputmu yah I MISS U Dad Cerpen Karangan: Ryan Mpizz

INIKAH TAKDIRKU
Satu Saksi Moment Pedih itu Pergi! Pergi sana! Aku tak sudi bertanggungjawab! Mustahil! Aku hanya sekali melakukannya! Itu pun dalam keadaan khilaf! Jadi, tak mungkin yang kau kandung adalah anakku! Pergi!!! Dengan tak percaya kutatap wajah tampannya. Aku tak menyangka ia tega mengusirku. Lebih kejamnya lagi ia tak mau mengakui janin yang kukandung. Memang, ia hanya sekali melakukan itu. Tapi demi Tuhan tubuhku tak pernah dijamah seorangpun selain dia. Ia yang telah merengut kesucianku dengan paksa. Memperk*saku dengan biadab. Jika mengingat itu rasanya aku ingin membunuhnya. Kuusap air mata yang terasa hangat bergelayut di pipiku. Di bawah pohon mangga belakang rumahku ini, tak ada yang bisa kulakukan selain menangis dan menyesali nasibku yang sial. Kutatap sekeliling, menatap langit yang sangat terik. Aku tak tahu setelah ini harus kemana kulangkahkan kaki membawa aib yang bersarang di perutku. Aib dari Kang Aldrin, pemuda yang dulu sempat kukagumi. Kuakui semua tak luput dari kecerobohanku. Andai setelah kejadian tragis itu aku sigap dengan meminum obat macam pun, maka tak mungkin aku sampai telat dua bulan. Tapi juga tak bisa kuelak bahwa batin ini mengutuk perbuatan Kang Aldrin. Malam itu, pulang dari mengantarkanku kundangan ke rumah temanku yang married, di pekatnya malam yang hanya disaksikan si angin nakal, Kang Aldrin begitu berambisi dengan tubuhku. Seakan mau menerkam tubuhku bulat-bulat. Ia mengforsilku untuk bersikap tenang kala itu hingga sekarang ini bersemayam dalam rahimku benih suci yang oleh empunya tak diakui sebagai anaknya. Bahkan tadi, saat kuminta pertanggungjawaban atas kelakuannya untuk mempersuntingku ia malah dengan garang mengusirku. Seolah mencemooh bodohku yang bisa-bisanya hamil atas kehilafannya. Padahal kan sesungguhnya dalam ilmu biologi apabila sperma sudah bertemu dengan ovum, biar pun itu hilaf maupun sengaja ya tidak bisa disalahkan. Dan ia juga tak boleh sangsi akan benihnya yang saat ini telah kukandung. Tapi ia malah tak ubahnya seekor kucing garong yang sehabis manis sepah dibuang. Begitu mudahnya ia mencampakkanku layaknya sampah yang perlu dicampakkan. Air mataku meleleh. Sedari dulu, dari jaman penjajahan ke jaman Indonesia merdeka ini, dari jaman Jahiliah ke jaman yang terang benderang ini, selalu saja kesesatan ditaburi dengan keindahan. Dan mungkin itu jurus ampuh Al-Awar yang jahat yang telah mengompori Kang Aldrin untuk memperk*saku. Dan aku, aku yang lemah pun pasrah membiarkan langit runtuh menenggelamkan asaku. Tapi toh biar pun begitu, walau kehormatanku dirampas secara bengis oleh Kang Aldrin, dengan sisa kekaguman yang masih bersinggahsana di hati, aku memaafkannya dan berharap ia mau bertanggungjawab. Tapi apa?! Ia ternyata tak ubahnya seperti seekor binatang yang tak berprikemanusiaan. Ia manusia namun gagal memperlakukanku sebagai manusia. Dan anarkisnya ia kalah saing oleh hewan yang sama sekali tak berakal sekalipun. Seperti contoh burung misalnya. Burung

Rangkok apabila si betina sedang bertelur maka ia dengan rasa tanggungjawabnya yang besar akan mencarikan makan dan senantiasa melindunginya dari godaan burung lainnya. Tapi Kang Aldrin secuil pun ia kalah. Sungguh! Mulanya tak pernah kusangka Kang Aldrin yang sumeh, baik dan menawan bisa nekat berbuat seperti itu padaku. Mengforsilku dan memperlakukanku seperti hewan. Padahal dulunya aku sangat berharap banyak padanya. Ia yang sudah sarjana akan banyak mengajariku berjuta kebaikan. Bertumpuk buku-buku yang terpajang di almari ruang tamu rumahnya atau bermacam-macam keteladanan yang baik dengan berdakwah secara langsung maupun tak langsung. Tapi aku salah dan kejadian malam itu senantiasa membuatku terpuruk dalam ketakutan. Dalam tangis yang masih berurai kuambil foto Kang Aldrin dalam tas ransel yang tersenyum hambar di sampingku. Kupandang foto berukuran 2 x 3 dalam pegangan tanganku. Berkalikali, dalam lekatnya pandangan tetap tak bisa kupercaya bahwa Kang Aldrin yang menawan, perawakannya tegap dengan tubuh sedikit agak gempal, alis tebal, hidung mancung, bibir sedikit tebal nyaris mirip tokoh kesatria pangeran Gajah Mada, tega menzolimiku. Tega mencampakkanku setelah keluargaku mencampakkanku. Ayahku, tentu saja ia yang bengis dan angker dalam setiap pandangan anak-anaknya, setelah mendengar dari mulutku sendiri bahwa aku hamil, pagi tadi langsung melayangkan telapak tangannya ke pipiku. Saking banyaknya hingga tak bisa kudeteksi berapa kali ia mendaratkan tangannya ke pipiku yang saat ini masih begitu perih kurasa walau tak sebanding dengan sakit hatiku atas perlakuan Kang Aldrin. Setelah puas menampar dan memakiku, Ayah langsung menarik kedua tanganku ke kamar. Dan dengan disaksikan Ibu juga kedua adikku, tangan kekar Ayah segera memasukkan bajubajuku ke dalam tas. Setelah itu dengan bengis ia menarik tangaku untuk ke luar rumah yang tak lain mengusirku secara terang-terangan dengan mata merah menyala-nyala. Ibu yang cenderung tak tegaan tak kuasa membendung tangisnya. Dan sempat kulihat adik perempuanku menangis tersedu-sedu memintaku agar tak menuruti kemauan Ayah. Tentu saja aku mau tapi, tentu saja tak bisa karena kepala keluarga di rumahku tak lagi menghendakiku tetap tinggal di rumah. Walau jauh kusadari nurani seorang Ayah pasti mengatakan tak tega melihat anaknya yang tengah mengandung terlunta-lunta di jalan melawan kerasnya kehidupan. Tapi mungkin itu Ayah lakukan karena mungkin itu lebih baik daripada aku tetap di rumah menjadi bual-bualan tetangga-tetanggaku. Ya Tuhan! Begitu beratkah semuanya harus kupikul? Aku harus terusir dari rumah membawa aib kelakuan bejat Kang Aldrin serta mengecewakan Ibu Bapak. Nistakah aku? Entahlah, karena yang tahu hanyalah Dia semata. Dan hanya Dialah yang bisa mendengar keluh kesahku. Aku, mungkin semua orang di Gangku sudah tahu bahwa aku adalah satu-satunya gadis bodoh yang melempar kotoran di muka kedua orangtuanya. Dan mungkin hanya sebatas itu yang mereka tahu tanpa ingin tahu lebih dalam mengapa Alica Safitri, gadis berpostur semampai, berjilbab, kembang desa, bisa hamil di luar nikah. Mereka tak pernah ingin tahu

bahwa sebenarnya aku hamil karena diperk*sa bukan karena berzina. Si pemerk*sa itu adalah Kang Aldrin anak Pak Lurah yang juga segank dengan mereka. Tapi mana sudi orang-orang ghibah itu mendengarkan penjelasanku. Karena yang mereka tahu aku telah hamil tanpa suami. Dan naasnya aku tak punya bukti akurat bahwa kehamilanku karena diperk*sa. Sungguh sayang sekali pekatnya malam dan angin nakal yang menjadi saksi moment pedih itu. Aku berdiri lalu mulai melangkah. Aku ingin walau aku telah dicap hina, pezina, terpapa karma, tapi aku tak begitu saja mati dimakan dunia. Suatu saat andai aku bisa, dengan kemampuanku kan kubuktikan pada semua orang bahwa dengan aib serta kehinaan yang menemaniku ini aku bisa tetap hidup. Tapi sekali lagi saat aku belum benar-benar menghentakkan kaki, inginku pandang berlama-lama pekarangan belakang rumahku ini. Yang dulu saat kumasih berumur tujuh delapan tahunan saat main petak umpet, aku sering nangkring di pohon mangga, ke miri dan sembunyi di rerimbunnya pohon kopi. Ayah, Ibu, aku pergi. Maafkan aku, tapi aku janji suatu saat aku ingin semua orang pun tahu bahwa si pemerk*sa putrimu ini adalah Kan Aldrin, anak Pak Lurah yang dermawan itu. Akhirnya dengan tangis yang terus berurai di sepanjang jalan yang kulalui, sampai juga aku di sebuah rumah. Walau tak terawat tapi di SP 1 ini., di rumah Pakdeku yang sudah tak lagi dihuni, aku ingin membuktikan pada dunia bahwa aku bisa berdiri sendiri. Cerpen Karangan: Fitri Nurul Kholisoh

BUTIRAN DEBU
Sore itu hujan turun lebat, aku yang sedang berteduh di halte, tiba tiba ku lihat dari kejauhan seseorang menghampiriku, ketika dia membuka helmnya, barulah ku tau, sosok wajah itu, tak asing bagiku, ya! Dia cika, mantan kekasihku, kalau boleh jujur, sampai sekarang aku masih memendam rasa padanya, dia tersenyum menyapaku, aku pun kembali menyapanya, eh cika, kok baru pulang sih? iya ni di, keujanan lagi, dingin banget, belum dapet mobil ya? tanyanya sembari menggigil, ya, namaku adi, belum, lama banget mana udah sore lagi dia lalu duduk di sampingku, jantungku berdebar, dia lalu meletakkan kepalanya di pundakku, aku kaget, seolah tak percaya cika kamu belum sempat aku menyelesaikan kata kataku, cika lalu memotongnya, adi, kamu inget gak? Di tempat ini, di saat yang seperti ini, suasananya, saat dimana kamu nyatain perasaan kamu ke aku, iya, ini tempat kita jadian, kamu inget gak? aku hanya termenung, mendengar cika berkata seperti itu, iya cika, aku inget kok, kenapa? balasku pelan, cika lalu mengangkat kepalanya dari pundakku, dia lalu meraih kedua tanganku, adi, dan di saat yang sama, aku mau jujur ke kamu, perasaan ini, aku masih memiliki cinta untukmu, mau gak kamu balikan sama aku? kata katanya, mimpikah aku? Seolah tak percaya, aku hanya menganggukan kepala, lalu dia memelukku. Hari berganti, dan kini aku bersama cika, seseorang yang pernah melukis kenangan indah di hidupku, kini dia kembali, membawa kebahagiaan yang dulu, pagi kita bareng, sore juga bareng, tapi seiring berjalannya hubungan ini, aku menemui suatu hal yang tak pernah aku temui pada dirinya, perlahan masalah pun datang, sikapnya berubah, sms, telfon, gak ada yang ditanggapin, sampai aku samperin ke rumahnya, dia gak mau keluar, akhirnya aku menulis surat untuknya, surat yang mungkin akan jadi yang terakhir. Ciika, kamu kenapa, apa salahku, kenapa kamu gak mau angkat telfon aku, sms juga gak dibales, kalau aku punya salah, aku minta maaf, aku sayang kamu, tolong bales surat ini Dengan surat yang sesingkat itu, aku berharap dia akan membalasnya, sampai berhari hari, aku masih berharap, tak pernah ku lihat lagi dirinya, sampai suatu hari, ku lihat dirinya, bersama seorang lelaki, seketika hatiku pun terpukul, apakah ini karma, aku masih bertanya tanya dalam hati, memang, dulu, aku pernah meningalkannya, tapi aku gak selingkuh, aku hanya ingin dia fokus ke sekolahnya, tapi aku gak mengerti, mungkinkah hal itu dianggapnya dendam.. Berhari hari, berminggu minggu ku lewati hari tanpa cika, entah apa yang membuatnya menjauhiku, di tengah hujan yang deras ini, aku berjalan sendirian, menyusuri jalanan beraspal, sampai tiba di sebuah halte, aku duduk dengan masih termenung, berharap cika datang di saat seperti ini, aku terus memikirkannya, sampai ku dengar suara motor cika, ya! Dia sudah di depanku, dia menghampiriku, duduk di sampingku, lalu aku bertanya padanya cika, kenapa kamu kaya gini? tanyaku marah marah, kenapa kamu bilang? Harusnya aku yang tanya ke kamu di, kenapa? Kenapa dulu kamu ninggalin aku? Disaat aku lagi butuh kamu banget, gak ada kamu gak ada siapa siapa, aku kesepian, kamu kemana aja? Dan sekarang, kamu udah ngrasain belum? Gimana rasanya digituin? cika membalas dengan

marah marah maafin aku cika jawabku pelan, dulu di, dulu, dulu kita berjanji akan selalu bersama, tapi kamu malah ninggalin aku, disaat aku lagi butuh kamu banget, ibuku sakit, aku sakit, dan kamu? Aku gak tau kamu kemana, aku cuma berharap kamu di sisiku waktu itu, tapi mungkin kamu udah sama yang lain! cika mengatakan itu sambil meneteskan air mata, udah cika, udah cukup, aku memang ninggalin kamu, tapi aku gak pernah selingkuh, gak kaya kamu jawabku membentak, apa kamu bilang? Kamu nuduh aku selingkuh? Ngaca donk kamunya, kamu itu gak lebih dari sekedar pelampiasan buat aku, ngerti? dia lalu pergi begitu saja, dan mulai waktu itu, aku anggap kita berdua sudah gak ada hubungan apa apa lagi Aku pun berjalan kaki pulang ke rumah, di tengah dinginnya sore, di tambah air hujan yang mengguyur tubuhku, berjalan sejauh mungkin untuk meluapkan kesedihanku, sesampainya di rumah, sudah gak ada lagi tenagaku untuk berdiri, aku tergeletak pingsan di depan pintu rumahku. Ketika terbangun, aku mendengar suara ibuku yang menangis, tapi dunia menjadi gelap, aku tak bisa melihat apapun, aku bertanya pada ibuku, ibu, mana ibu, aku kenapa bu? tanyaku sambil meraba raba, ini ibu nak, kamu nggak papa kok! katanya tersedak sedak, aku buta ya bu? ibuku hanya menangis, tangisannya semakin keras, aku gak percaya pada kenyataan ini, berhari hari, aku hanya terbaring di tempat tidurku, sampai ku dengar ada seseorang yang datang menengokku, kamu siapa? tanyaku, di, maafin aku ya, gara gara aku, kamu kaya gini, aku minta maaf banget di! katanya sembari terdengar suara tangis, cika? Kamu kah? saat itu tak ku dengar lagi suara cika, dia pergi, pergi tanpa pamit padaku, penderitaan yang ku alami bertubi tubi, membuatku sadar, aku gak bisa terus terusan terbaring lemas di tempat tidurku ini, aku lalu meminta ibuku untuk memanggilkan tio, temanku, ketika dia datang, aku memintanya untuk menuliskan surat untuk cika, jika dia bertemu dengannya. Cika, kenapa kamu pergi? Kenapa kamu datang? Kenapa kamu nangis? Kenapa kamu nangis dengan keadaanku? Bukannya kamu ingin aku menderita? Ini kan yang kamu pengen cika? Puaskah kamu? Aku buta cika, kamu tau itu, tapi aku bersyukur, aku bersyukur, bersyukur karena tuhan gak ngasih lihat aku orang brengsek kaya kamu lagi, dan jika tuhan mengijinkanku untuk bisa melihat lagi, aku ingin ketemu kamu, aku ingin ngucapin makasih ke kamu, karena dengan perbuatan kamu ke aku, aku sadar, aku gak mau berharap lebih lagi jika suatu hari hal yang sama terjadi Seiring waktu berjalan, aku mendapat kabar gembira, aku akan melakukan operasi, aku senang sekali, aku bisa melihat lagi, dan setelah aku selesai operasi, akhirnya aku bisa melihat dunia ini lagi, aku lalu bertanya pada ibuku, bu, siapa malaikat yang udah mau mendonorkan matanya buat aku bu? tanyaku, dia gadis yang waktu itu nengok kamu nak! Dia meninggal karena kecelakaan, orangtuanya menemukan 2 surat di jaketnya, satu untuk kamu, dan satu lagi untuk keluarganya, keluarganya bilang, cika ingin menebus semua kesalahannya sama kamu, dia sengaja nabrakin motornya, dia ingin kamu bisa ngelihat lagi kata ibuku sembari menangis, aku juga ikut menangis, gak percaya sama apa yang cika

lakuin, terus surat buat aku mana bu? tanyaku ke ibuku ini nak! katanya sembari menyodorkan sebuah amplop padaku!. Dear adi, Adi, jika kamu baca surat ini, itu artinya aku udah gak ada, dan itu artinya juga, kamu udah bisa ngelihat lagi di, maafin aku, maaf kalau aku udah ngecewain kamu, aku tau kamu benci banget sama aku, tapi ketahuliah di, di dalam hatiku ini, masih tersimpan cinta untukmu, untuk menebus kesalahanku, aku relain mata ini buat kamu di, aku ingin kamu menjaganya, jangan bikin mata ini menangis, apalagi buta lagi, aku sayang kamu di, pesen aku sama kamu, cuma mau minta, jaga diri kamu baik baik ya, aku gak mau kamu sakit lagi, titip mata ini ya! Cika Aku gak percaya kalau cika udah pergi, aku kaget, air mata gak henti hentinya menetes, aku sudah salah tentang cika, maafin aku cika, aku sudah netesin air mata, aku gak bisa nahan cika, semoga kamu bahagia di alam sana! Aku juga sayang kamu, kini, aku tanpamu lagi butiran debu! Cerpen Karangan: M. Ridwan

AKU (TIDAK) GILA


hey.. ini sudah gelas kelima pekik Badi, bola matanya membulat utuh, membelalak, gelas itu cepat diraihnya dari tangan ku. Aku tersenyum kecut melihat reaksinya, tak ku hiraukan ucapannya, kembali kuisi gelas kosong di hadapanku, wine yang bisa membuatku tenang sungguh, berapa banyak aku meneguknya, tak membuatku mabuk, hanya sedikit halusinasi saja, malah itu yang kuharapkan, aku bisa bertemu dengannya, menatap wajahnya atau bahkan merasa dipeluknya cukup Netha, kali ini aku benar-benar muak, kita pulang sekarang Badi menarik tanganku, sontak kami jadi tontonan pengunjung caf. Aku berjalan terhunyung, sambil terus terkekeh, tertawai kelakuan Badi adikku. Kak, aku tidak mau mengantar lagi kakak minum-minum seperti ini ujarnya sambil membopongku, ini yang terakhir lanjutnya. Aku tak menanggapi Badi yang terus meracau, benar-benar tak ada yang bisa mengerti aku, biarkan aku begini, aku nyaman seperti ini. Semua orang memperlakukan aku berlebihan, pergi ke kantor diantar jemput, selalu diingatkan makan, dan perhatian ekstra lainnya, seolah-olah aku akan mati esok harinya, apa karena aku tak jadi menikah, dan calon mempelai laki-laki ku, meninggal satu hari sebelum hari H, lalu semua orang berhak mengatur hidupku, supaya aku tak jadi perempuan yang gila karena ditinggal calon suaminya, sungguh, kalianlah yang membuatku gila! Aku tak mau diperlakukan seistimewa apapun, biarkan aku menghadapinya dengan caraku sendiri. Bersenandung, berteriak atau tertawa sekerasnya, bisa membuatku merasa bebas, terlepas dari belenggu kerapuhan hatiku, aku bisa tenang setelahnya, bukan butiran obat penenang dari Dokter yang biasa Ibu berikan, asal Ibu tau, pil-pil itu cuma bikin aku jadi pelupa, aku jadi lupa wajah calon suamiku, dan itu menyiksaku. Tak perlu juga seisi rumah khawatir ketika aku berdiam diri di kamar, satu hari, dua hari, berapa hari pun aku di dalam kamar, tidak membuatku mati bukan? Tapi selalu saja kalian panik, menggangu keheninganku yang sedang kuciptakan, di kamar inilah aku merasa tenang, hening, damai dan aku bisa melihat nya menemuiku disini, jadi kalian tak perlu mengganggu ku! Tapi Ibu, Ayah dan yang lainya kerap mengganggu ketenanganku, sekarang, malah Badi adikku yang kupikir paling mengerti aku, ikut-ikutan mengganggu ku, kenapa kalian tak biarkan aku bahagia, aku bahagia bertemu calon suamiku walau sebatas halusinasi, bukan bertemu psikiater atau serangkaian terapi mingguan ala Ibu, kalau saja Ibu tak membujukku bisa bertemu dengan nya aku tak akan mau datang ke tempat terapi, sampai detik ini aku tak pernah bertemu lewat terapi-terapi itu, kalian bohong, aku hanya bisa bertemu dengannya, saat aku meminum wine kesukaan ku sebanyak banyaknya, atau ketika aku berdiam di kamar, kalian tau itulah kebahagiaanku, itulah cara aku bahagia. Badi merebahkan tubuhku di pembaringan, maafkan Badi kak ucapnya bergetar, seolah menahan sesuatu, tangannya mengusap keningku, menatap wajahku, kemudian cepat-cepat meninggalkan kamarku, aku tak terlalu menghiraukannya, lagipula kepalaku terasa berat sekali, seperti biasanya kalau aku on begini dia menghampiriku, aku menunggunya,

namun sosok itu tak muncul, sebotol wine yang sengaja ku simpan di kamar, seperempatnya telah kuminum, namun sosok itu tetap tak ada, aku mulai tak tahan, aku luapkan emosiku pada botol itu, aku lempar sekuatnya, pecahan kaca bercampur alkohol berserakan di lantai, aku gelisah dan sakit hati, dia tak mau lagi menemuiku! aku berteriak sejadinya, airmata yang terbendung di kedua pelupuk mata, mengalir hangat di kedua pipiku, tak pelak kegaduhan yang kuciptakan membuat seisi rumah menghampiri kamarku, Ibu memburu tubuhku kemudian memeluku erat lepaskan nak, biarkan dia pergi ucapnya lirih, aku berontak dari pelukan Ibu tidak! harusnya dia menemuiku bu aku masih berteriak. Kulihat Badi mematung di pintu, matanya berkaca-kaca, begitu juga Ayah, aku pandangi mereka, berharap menemukan jawaban, semua hanya diam, emosiku semakin menjadi, kulemparkan apa saja yang ada di hadapanku sambil berteriak, memaki dan apapun yang bisa meluapkan emosiku. Setelahnya, aku tak mengingat apa-apa lagi, selain jarum suntikan yang menusuk tanganku lalu membuatku tertidur sampai siang ini. Aku terbangun kepalaku masih sedikit terasa pening, kupandangi sekeliling ruangan, aku merasa asing di sini, aku tak mengenal tempat ini, aku beranjak dari tempat tidur, membuka pintu, kulangkahkan kaki menuju taman, ada beberapa orang disana tak satu pun yang aku kenali, kulihat pakaiannya sama persis, seperti yang kupakai saat ini, tiba-tiba muncul dari belakang Ibu, Badi dan Ayah, kau sudah bangun Netha Tanya Ibu sambil mengusap kepalaku, aku hanya terdiam, hari ini terapinya di sini dulu ya ibu menghela nafas sejenak, mungkin hanya satu atau dua hari, nanti kita tiap hari akan menjengukmu nak ibu masih membelai rambutku, terlihat bulir-bulir air matanya berjatuhan, aku tetap membisu sampai mereka pamit. Aku tak beranjak dari tempatku berdiri, hatiku semakin teriris, aku tatap Ayah, Ibu dan Badi sampai ujung penglihatanku, kesepian itu semakin membungkus tubuhku, kesedihan yang kurasakan sejak hari tunanganku meninggal, semakin terasa menyakitkan, ingin aku berteriak memanggil Ibu, namun bibirku membungkam terbalut kecewa, tak sepatah kata yang sanggup aku ucapkan, membiarkanku sendiri di tempat ini lebih menyakitkan, supaya aku kembali normal itukah alasannya, seperti yang kalian inginkan, definisi ambigu menurut versi kalian, ini hidupku, ini caraku, mengapa kalian merampasnya, memaksa aku menjadi seperti yang kalian ingini. Aku tak perlu berada di sini, kalian malah lebih membuatku sakit, kalau saja kalian memberiku ruang, membiarkan aku melakukan apa yang aku inginkan, biarkan saja mengalir sampai aku menemukan sendiri muaranya Aku (tidak) gila kan Ibu, Ayah, Badi? kenapa kalian menghukumku seperti ini? Cerpen Karangan: Lee

You might also like