You are on page 1of 3

Dialisis Peritoneal

Batasan Dialisis peritoneal adalah tindakan dialisis yang mengambil alih sebagian fungsi ginjal dengan memasukkan cairan dialisat ke dalam rongga peritoneum,sehingga terjadi pertukaran cairan dan zat terlarut antara cairan dialisat didalam rongga peritoneum dengan sirkulasi darah melalui membrane peritoneum. Pertukaran cairan dan zat terlarut ini terjadi melalui proses difusi dan transportasi aktif yang terjadi bersamaan. Dialisis peritoneal dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan (continuous ambulatory peritoneal dialysis, CAPD), continuous cycling peritoneal dialysis (CCPD), dialysis peritoneal intermiten, dan lain-lain. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM yang dilakukan adalah dialysis peritoneal intermiten. Indikasi gagal ginjal akut : o indikasi klinis : sindrom uremia kelebihan cairan yang menimbulkan gagal jantung, edema paru, hipertensi yang tidak responsive terhadap pengobatan asidosis metabolic yang tidak responsive dengan pemberian bikarbonat intravena o indikasi biokimiawi : ureum 200 mg/dl atau kreatinin 15 mg/dl hiperkalemia : k 7 mEq/l bikarbonat plasma 12mEq/l asam urat 20 mg/dl gagal ginjal kronik : gagal ginjal kronik yang menunjukkan tanda akut (acute on chronic renal failure) intoksikasi obat dan keracunan : intoksikasi barbiturate, sodiumsalisilat, metal alcohol, difenilhidantoin, dll lain-lain seperti koma-hapatikum, sindrom reye, gagal jantung refrakter, edema paru, sindrom hemolitik uremik

kontraindikasi perdarahan intraabdomen peritonitis baru operasi daerah abdomen diatetis hemorarhgik adanya shunt ventrikuloperitoneal

cairan dialisat

cairan standar : cairan dialisat yang mengandung glukosa 1,5% dan mempunyai komposisi elektrolit yang sama dengan cairan ekstraselular tubuh, misalnya perisolution, dianeal. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, cairan yang sering di gunakan adalah perisolution. Dalam cairan dialisat yang tersedia, biasanya tidak terdapat kalium, sehingga bila diperlukan dapat ditambahkan kalium 4mEq/l cairan hipertonik : cairan hipertonik ini dapat dibuat dengan menambahkan glukosa 40% ke dalam kolf/labu cairan peritoneal

kateter dialysis peritoneal kateter yang digunakan untuk dialysis peritoneal terdiri daribeberapa bentuk dan merk. Pada umumnya terdiri dari 3 bentuk yaitu : (1) kateter yang keras dengan mandren yang ujungnya tajam dan tebal disebut stilocath, (2) kateter lunak dengan ujung tumpul tanpa mandren sehingga memerlukan trokar untuk memasukkannya ke dalam rongga peritoneum, dan (3) kateter tenckhoff. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, kateter yang sering digunakan adalah kateter lunak dengan ujung tumpul.

Teknik penatalaksanaan penjelasan kepada pasien atau orang tua mengenai penyakit pasien dan tindakan yang akan dilakukan serta komplikasinya. Anak dibaringkan dalam posisi terlentang,tangan dan kaki difiksasi. Kandung kemih dikosongkan dengan kateterisasi urin. Bila perlu dapat diberikan premedikasi dengan diazepam. Giving set dipersiapkan sedemikian rupa dengan menghubungkan ujung givng set dengan kolf labu cairan dialisat, dan ujung yang lain bebas karena akan dihubungkan dengan kateter dialysis peritoneal untuk memasukkan cairan dialisat ke dalam rongga peritoneum dan mengeluarkan cairan dari rongga peritoneum. Dilakukan tindakkan a dan antiseptic. Dinding abdomen antara umbilicus dari simfisis pubis disterilkan. Pada daerah garis tengah 1/3 proksimal antra umbilkus dan simfisis pubis dilakukan anestesi local. Dengan jarum suntik yang agak besar dan panjang, dinding abdomen yang sudah dianestesi tadi ditusuk sampai menembus peritoneum. Lalu dimasukkan cairan dialisat atau NaCl fisiologis 20 ml/kg, untuk membuat asites buatan, untuk menghindari bahaya perforasi sewaktu memasukkan trokar atau stilokateter. Pada pasien dengan asites yang banyak, tidak diperlukan asites buatan. Kulit dinding abdomen di tempat yang sudahditentukan diinsisi selebar cm. melalui lobang insisi, trokar beserta mandrinnya ditusukkan ke dalam rongga peritoneum sampai menembus peritoneum, yang dapat dirasakan dengan berkurangnya tegangan dinding abdomen secara tiba-tiba disertai keluarnya cairan asites melalui pinggir trokar. Madrin trokar dicabut dan kateter dialysis peritoneal dimasukkan melalui lubang trokar, kemudian didorong masuk sampai mencapai daerah rongga pelvis atau kavum douglas. Kemudian trokar dicabut.

Ujung kateter dialysis peritoneal yang berada di luar rongga abdomen dihubungkan dengan giving set yang sudah dipersiapkan sebelumnya,dan dialysis siap dilakukan. Dialysis dilakukan dengan memasukkan cairan dialisat 40 ml/kg, membiarkannya di dalam rongga peritoneum, kemudian mengeluarkannya. Cairan dialisat sebaiknya dihangatkan untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan efektivitas dialysis. Untuk menghindari rembesan cairan keluar melalui pinggir lubang tempat kateter, dilakukan penjahitan kulit pada luka insisi dengan mengelilingi kateter. Kemudian kateter difiksasi dengan kasa steril dan di plester ke dinding abdomen. Pada permulaan sebaiknya cairan dialisat segera dikeluarkan setelah masuk ke dalam rongga peritoneum untuk menguji kelancaran keluar masuknya cairan dialisat Setiap siklus memerlukan waktu kira-kira 1 jam, terdiri dari waktu memasukkan cairan dialisat kira-kira 15 menit, cairan dialisat dibiaarkan di dalam rongga peritoneum selama 30 menit, dan kemudian dikeluarkan selama kira-kira 15 menit Pada beberapa siklus pertama sebaiknya dimasukkan heparin ke dalam kolf/labu cairan dialisat dengan dosis 1000 unit per liter untuk mencegah pembentukkan fibrin yang dapat menyumbat lubang kateter Bila sejak semula kadar kalium darah normal, harus ditambahkan kalium ke dalam cairan dialisat sejak siklus pertama dengan dosis 4 mEq/l. bila terdapat hiperkalemia, maka beberapa siklus pertama tidak ditambahkan kalium ke dalam cairan dialisat sampai kalium darah normal. Untuk mencegah peritonitis, dapat diberikan antibiotic ampisilin 250 mg atau gentamisin 5 mg per liter ke dalamcairan dialisat setiap 6 jam

Pengawasan pasien Pencatatan tanda vital : pernapasan, nadi, tekanan darah, suhu Balans cairan Periksakadar ureum, kreatinin, elektrolit, dan analisa gas darah

Komplikasi Perdarahan Penimbunan cairan preperitoneal Sumbatan pada kateter dialysis peritoneal Peritonitis Perforasi usus dan kandung kemih Herniasi omentum pasca dialysis Hiperglikemia Gangguan sirkulasi seperti hipotensi Hipoproteinemia

You might also like