You are on page 1of 12

Asuhan keperawatan apendisitis BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Definisi

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks.

1.2

Anatomi fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus.

Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna.

1.3

Etiologi

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan. Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Patofisiologis

Klasifikasi

1.

Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa : 1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks. 2. Fekalit. 3. Benda asing. 4. Tumor. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. 2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. 3. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen. 4. Apendissitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. 5. Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. 2.2 Maninfestasi klinik Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni: Anoreksia biasanya tanda pertama. 1. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka. 2. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya; 1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja. 2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke

perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan). Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008) 2.3 Pemeriksaan Diagnosa Penyakit Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology: 2.4 Asuhan Keperawatan Dengan memberikan asuhan keperawatan perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan melalui beberapa tahap yaitu :

Pengkajian Pengumpulan data 1. Anamnesa

a. Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. b. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen. c. Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita. d. Riwayat penyakit keluarga Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya . e. Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

2.

Pola Tidur dan Istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien. 3. Pola aktifitas

Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan. 4. Pola hubungan dan peran

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. 5. Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat. 6. Pola penanggulangan stress

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah. 7. Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit. Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik 1. Status Kesehatan umum

Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan. 2. Integumen

Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah .

3.

Kepala dan Leher

Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat. 4. Torax dan Paru

Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor. 5. Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik. 6. Ekstremitas

Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium. a. b. Darah. Ditemukan leukosit 10.000 18.0000 mn. Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .

Pemeriksaan Radiologi. Tampak distensi sekum pada appendisitis akut.

Analisa data Dari urarai diatas pengkajian kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi data subyektif dan data obyektif lalu dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan untuk selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan (lismidar, 1990). Diagnosa Keperawatan. Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita post appendiktomy : 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan ( Ingnatavicius; 1991). 2. Potensial terjadi infeksi dengan invasi kuman pada luka operasi (Doenges; 1989 ).

3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari team kesehatan akan penyembuhan penyakit ( Ingnatavicius; 1991 ). Perencanaan Dari diagnosa keperawatan diatas maka dapat disusun rencana perawatan sesuai dengan prioritas masalah kesehatan, yaitu : 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan.

Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam. Kriteria Hasil : Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi, klien dapat istirahat dengan cukup. Skala nyeri sedang Rencana Tindakan : a. b. c. Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri. Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien.

d. Rawat luka secara teratur daan aseptik. Rasional : 1. Penjelasan yang benar membuat klien mengerti sehingga dapat diajak bekerja sama.

2. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat mengurangi rasa nyeri. 3. Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang lebih menyenangkan sehingga mengurangi rasa nyeri. 4. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi. 5. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.

2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan invasi kuman pada luka operasi. Tujuan : Infeksi pada luka operasi tidak terjadi. Kriteria hasil : Tidak ada tanda tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering. Rencana tindakan : a. Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya perawatan luka dan tanda - tanda atau gejala infeksi. b. c. d. e. f. Rawat luka secara teratur dan aseptik. Jaga luka agar tetap bersih dan kering. Jaga kebersihan klien dan lingkungannya. Observasi tanda tanda vital. Kolaborasi dengan dokter untuk antibiotik yang sesuai.

Rasional : a. Penderita akan mengerti pentingnya perawatan luka dan segera melapor bila ada tanda tanda infeksi.

b. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi. c. Media yang lembab dan basah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman. d. e. Mengetahui sedini mungkin tanda tanda infeksi pada luka operasi. Mengetahui sedini mungkin tanda tanda infeksi secepatnya mengatasi .

3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari Antibiotik menghambat proses infeksi dalam tubuh. Tujuan : Rasa cemas berkurang. Kriteria hasil : Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien dapat tidur dengan tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya. Rencana Tindakan : a. b. c. Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit). Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.

Rasional : a. Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan beradaptasi dengan baik. b. Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara konstruktif.

c. Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri klien. (FK UI; 1990)

Pelaksanaan Merupakan realisasi dan rencana tindakan keperawatan yang telah diberikan pada klien.

Evaluasi Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah : Untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang. Untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari prilaku penderita. Dalam hal ini juga sebagai langkah koreksi terhadap rencana keperawatan semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.

DAFTAR PUSTAKA

Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2, Jakarta : EGC. Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC. Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC. L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular disease (online) (linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 19 Sep 20102 pukul 19.30) Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online) (http://askepmahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 19 Sep 2012 pukul 19.46)

You might also like