You are on page 1of 11

APLIKASI FLUIDA SUPERKRITIS PADA EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI N. Harimurti, D.

Sumangat
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

ABSTRAK Ekstraksi minyak atsiri dengan menggunakan fluida superkritis sebagai pelarut merupakan teknologi yang telah berkembang selama tiga dekade terakhir. Proses ekstraksi dengan fluida superkritis ini didasarkan pada kenyataan bahwa mendekati titik kritisnya, properti pelarut akan berubah secara cepat, hanya dengan sedikit variasi dari tekanan. Fluida superkritis sendiri dikarakterisasikan sebagai suatu fluida dengan densitas tinggi, viskositas rendah dan difusivitas menengah antara gas dan cairan. Properti fisik yang tidak biasa ini, justru menjadikan fluida superkritis sebagai pelarut yang ideal dan potensial. Keuntungan yang dapat diambil dari pemanfaatan teknologi ini, antara lain (1) proses ekstraksi berlangsung dengan cepat, (2) rekoveri pelarut yang cepat dan sempurna dengan kadar residu minimal dalam produk, (3) lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut organik lainnya,(4) tidak beracun, (5) tidak mudah terbakar dan (6) dapat digunakan pada temperatur medium. CO2 pada kondisi superkritis adalah salah satu pelarut yang digunakan secara luas pada proses ekstraksi. Dengan temperatur kritis yang rendah (304,1 K) dan tekanan kritis menengah (7,28 MPa) menjadikan CO2 sebagai pelarut ideal, karena mampu menahan komponen-komponen terekstraksi dari degradasi thermal. Minyak atsiri umumnya tersusun atas komponen hidrokarbon terpena dan turunannya, komponen teroksigenasi, pigmen, wax, resin dan flavonoid. Hidrokarbon terpena adalah senyawa tidak jenuh yang sangat mudah mengalami dekomposisi karena adanya pengaruh panas, cahaya dan oksigen. Proses ekstraksi dengan menggunakan fluida superkritis ini mampu meningkatkan fraksinasi minyak atsiri dan mengurangi kandungan senyawa terpena yang berpengaruh terhadap degradasi minyak atsiri. Kata kunci : Aplikasi, fluida superkritis, minyak atsiri ABSTRACT Essential oil extraction using supercritical fluid as solvent, has been developed for the past three decades. This process based on fact that near its critical point, solvent properties change rapidly with only slight variation of pressure. A supercritical fluids is characterized by high densities, low viscosities, and has intermediate diffusivities between gas and liquid. These unusual properties make supercritical fluids as an ideal and potential solvent. The main advantages of using supercritical fluids for extractions as follow : (1) extraction process is faster, (2) solvent recovery is fast and complete with minimum residuescontent in product, (3) more environmentally friendly than other organic solvent, (4) non-toxic, (5) non-flammable, and (6) can be used at medium temperature. Supercritical CO2 is one of solvents widely used for essential oil extractions. Its low critical temperature (304,1 K) and medium critical pressure (7,28 MPa), make CO2 as an ideal solvent, which can retain extracted compounds from thermal degradation. Essential oils generally consist of terpene hydrocarbons and derivatives, oxigenated compounds, pigmen, wax, resin and flavonoids. Terpene hydrocarbons are unsaturated compounds that are easilly decomposed by heat, light and oxygen. This supercritical fluid extractions is able to increase essential oil fractination and eliminate terpene hydrocarbons content that influence essential oils degradation. Key words : application, supercritical fluid, essential oil

PENDAHULUAN

Ekstraksi fluida superkritis adalah suatu proses ekstraksi menggunakan fluida superkritis sebagai pelarut. Teknologi ekstraksi ini, mengeksploitasi kekuatan pelarut dan properti fisik tambahan dari komponen murni atau campuran pada temperatur dan tekanan kritisnya dalam kesetimbangan fasa (Palmer, 1995). Properti psiko kimia dari fluida pada keadaan superkritis berada diantara tipe gas dan cair, seperti ditunjukkan pada gambar 1. Titik kritis terletak pada akhir kurva penguapan, dimana fasa cair dan gas bergabung untuk membentuk fasa fluida homogen tunggal. Daerah superkritis terletak pada bagian luar titik ini.

Gambar 1. Diagram Fasa untuk Komponen Murni (Sumber : Poliakoff, et al., 2001)

Fluida superkritis dikarakterisasikan dengan densitas tinggi, viskositas rendah, dan diffusivitas menengah antara gas dan cairan (Rizvi et al.,1986). Properti yang tidak biasa ini, justru menjadikan fluida superkritis sebagai pelarut yang ideal dan potensial. Kelarutan komponen dalam fluida superkritis tergantung pada densitas dari pelarut, juga affinitas psikokimia dari zat terlarut terhadap pelarut. CO2 merupakan fluida yang digunakan secara luas dalam ekstraksi fluida superkritis, dengan pertimbangan sebagai berikut : Tidak berwarna, tidak berbau tidak beracun, tidak mudah terbakar, mudah diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi , memiliki parameter kritis yang sesuai (Tc = 304,1 K ; Pc = 72,8 Mpa ), relatif murah, lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pelarut organik lainnya karena tidak meninggalkan residu, dapat mengekstrak dalam waktu singkat dan siklusnya dapat diulang (recycle). Tabel 1. Properti fisik dari gas, cairan dan fluida superkritis Poperti Gas Fluida superkritis Densitas (g/ml) 0,001 0,1 - 1 Viskositas (cP) 0,01 0,1 - 0,01 2 Difusifitas (D cm /s) 0,1 0,001 0,0001

Cairan 1 1 <0,00001

Dari tabel 1, terlihat bahwa gas memiliki difusivitas paling besar, sehingga laju transfer massanya juga terbesar. Dengan densitas terkecil, kekuatan gas sebagai pelarut kurang. Fluida superkritis memiliki densitas dan kekuatan pelarut yang hampir sebanding dengan cairan. Viskositas yang lebih rendah dari cairan, menyebabkan fluida superkritis memiliki kemampuan untuk penetrasi matriks inert dan solut ekstrak yang lebih baik. Keunggulan utama fluida superkritis dibandingkan dengan cairan adalah diffusivitas yang lebih besar. Meskipun tidak sebesar gas, difusivitas fluida superkritis yang 1000 kali lebih besar dari difusivitas cairan, menghasilkan laju transfer massa yang lebih besar. Pengaturan tekanan dan temperatur selama proses ekstraksi berlangsung, selain mengubah densitas CO2, juga berpengaruh terhadap kelarutan dan selektivitas dari solut ekstrak. Semakin tinggi tekanan dan kelarutan, total hasil ekstraksi akan semakin tinggi. Fraksinasi dan hasil ekstraksi fluida superkritis dapat diatur dengan mengelola tekanan dan temperatur ekstraksi, juga tekanan evaporasi produk bawah (down stream) selama proses separasi. Ekstraksi fluida superkritis memberikan keuntungan lebih jika dibandingkan dengan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik tradisional, sebagai misal, sisa pelarut tidak dapat dihindari dalam setiap proses ekstraksi dan selalu terukur secara kuantitatif, akan tetapi dalam produk akhir dari ekstraksi ini tidak akan ditemui sisa pelarut, karena adanya pengurangan pada tahap proses lanjutan. CO2 secara umum telah diakui aman dan dicantumkan dalam US Food and Drug Administration sebagai bahan tambahan pangan manusia. Selain itu, proses ekstraksi dengan teknologi fluida superkritis, menghasilkan ekstrak dengan aroma dan rasa alami, karena pelarut CO2 memerlukan temperatur rendah, sehingga mampu menahan komponen yang memiliki kontribusi terbesar terhadap rasa dan aroma yang sensitif terhadap panas. Dalam proses tidak dihasilkan oksigen, sehingga proses oksidasi dari ekstrak dapat dikurangi secara signifikan. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada proses ekstraksi minyak atsiri dengan distilasi air maupun dengan pelarut organik lainnya, antara lain : jumlah ekstrak yang dihasilkan sedikit, kehilangan komponen yang mudah menguap, waktu ekstraksi yang panjang, sisa pelarut yang berifat toksik, degradasi komponen tidak jenuh dan wangi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan karena adanya pengaruh panas, tidak terjadi pada ekstraksi dengan fluida superkritis (Ebrahimzadeh et al., 2003, Szokonya and Then, 2000). Aplikasi produk minyak atsiri Ekstraksi minyak atsiri maupun komponen yang terkandung didalamnya dengan memanfaatkan fluida superkritis telah dilakukan pada beberapa komoditas penghasil minyak atsiri (Rozzi et al., 2001). Reverchon (1997) mengulas 84 artikel yang memanfaatkan fluida superkritis pada ekstraksi sampel tanaman, meliputi : lavender, paprika, peppermint, biji coriander dan sage. Ekstraksi fluida superkritis juga telah digunakan pada isolasi minyak atsiri dan komponen dari rempah eucalyptus (Della Porta et al., 1990 , Fadel et al., 1999), bergamont (Poiana et al., 1999) dan sereh (Sargenti dan Lancas, 1997). Fadel et al., (1999) membandingkan hasil ektraksi eucalyptus antara proses distilasi air dengan ekstraks fluida superkritis. Disimpulkan bahwa ekstrak dari proses ekstraksi fluida superkritis menghasilkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak dari distilasi air. Selektivitas dari ekstraksi fluida superkritis diteliti oleh Poiana et al., (1999) pada ekstrak flavedo bergamont dari kulit buah bergamont (Citrus bergamia Risso). Poiana menampilkan ektraksi pada kombinasi temperatur dan tekanan yang berbeda: 8000 kPa dan 40oC, 9000 kPa dan 50oC, 10000 kPa dan 60oC. Hasil menunjukkan bahwa kualitas ekstrak tertinggi diperoleh dari kombinasi temperatur 50oC dan tekanan 9000 kPa, kelarutan salah satu komponen, bargaptena, dipengaruhi oleh temperatur ekstraksi.

Beberapa penelitian tentang ekstraksi bunga chamomile (Matricaria chamomilla) dengan fluida superkritis telah dilaporkan (Sith et al., 1994, Reverchon et al., 1994). Dengan menggunakan fluida superkritis, proses ekstraksi berlangsung cepat, degradasi komponen termolabil dari ekstrak, matricine, dapat ditekan dan meningkatkan komponen ekstrak yang mudah menguap (Scalia et al., 1999). Reverchon et al., (1995) menampilkan perbedaan utama dari proses ekstraksi bunga lavender dengan fluida superkritis dan dengan distilasi air. Kandungan linalyl asetat dari ekstrak lavender dari proses distilasi air 12,1 %, sedangkan dengan fluida superkritis diperoleh linalyl asetat 34,7%. Ekstraksi fluida superkritis juga telah difokuskan pada fraksinasi minyak jeruk pada temperatur proses rendah. Minyak jeruk tersusun atas senyawa terpena (>95%) , komponen teroksigenasi (<5%), wax dan pigmen. Senyawa terpena harus dipisahkan agar minyak stabil. Pemisahan terpena secara konvensional dilakukan dengan distilasi, yang melibatkan temperatur proses tinggi. Akibatnya akan terjadi degradasi thermal minyak jeruk. Wax harus dihilangkan karena berpengaruh terhadap turbiditas minyak. Sejumlah kecil komponen teroksigenasi berkontribusi terhadap properti flavor khusus. Stahl dan Gerard (1986), mempelajari kelarutan dan fraksinasi minyak atsiri dalam fluida superkritis CO2 . Tanpa fraksinasi minyak atsiri, diperoleh minyak yang mudah menguap (volatile) bebas dari substansi yang tidak diinginkan. Penggunaan fluida superkritis untuk mengekstrak salah satu komponen minyak atsiri, juga memungkinkan terjadinya fraksinasi substansi lainnya (Taylor, 1996). Prospek ekstraksi fluida superkritis Proses ekstraksi minyak atsiri, flavor, lebih menguntungkan dengan menggunakan teknologi fluida superkritis ini, tidak hanya untuk aplikasi pada industri makanan, tetapi juga industri parfum dan wewangian. Penelitian dan pengembangan ekstraksi dengan fluida superkritis selama ini tetap konsisten pada proses ekstraksi yang sederhana, eksploitasi kelarutan tambahan dan selektivitas karakteristik karbon dioksida yang berhubungan dengan komponen organik berberat molekul rendah dalam sistem batch maupun semi batch (Palmer, MV et al., 1995). Kepekaan fluida superkritis terhadap perubahan temperatur dan tekanan, menyebabkan perlu adanya kontrol terhadap ukuran partikel sampel yang akan diekstrak dan morfologinya dalam jangkauan yang luas. Perkembangan metoda analisa yang melibatkan ekstraksi fluida superkritis, akan membutuhkan personil yang memiliki pengetahuan kimia yang cukup tinggi. Ekstraksi dengan Fluida Superkritis Bahan yang akan diekstrak umumnya daun, bunga, akar, buah, kulit buah, biji dan bagian tanaman lain yang mengandung minyak atsiri. Umumnya sampel dalam keadaan kering. Sebelum proses ekstraksi berlangsung, ada perlakuan pengeringan dengan : a. freeze-drying b. oven pada temperatur 45oC hingga didapatkan berat yang konstan c. vacuum rotary evaporator pada 35oC hingga didapatkan berat yang konstan Sampel kering digiling, sampai ukuran tertentu, disimpan dalam wadah tertutup kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator atau inkubator, sampai akan digunakan. Seperti sudah diuraikan sebelumnya, CO2 superkritis dengan kemurnian tinggi, digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi ini. Penambahan pelarut lain (co-solvent) juga dilakukan dalam beberapa penelitian, dengan tujuan untuk menambah polaritas pelarut. Keunggulan penggunaan CO2 sebagai pelarut, antara lain : tidak mudah terbakar, tidak beracun, lebih murah dibandingkan dengan pelarut cair setingkat pereaksi, tersedia dengan tingkat kemurnian tinggi, dapat dibuang ke atmosfir atau digunakan ulang tanpa menyebabkan keracunan.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Komponen dasar dari ekstrakor fluida superkritis ini adalah : Persediaan CO2 Kompressor gas atau pompa Zona pemanasan atau oven Tangki ekstraksi Restriktor pengeluaran atau valve Akumulator ekstrak atau kolektor.

Prinsip Kerja : Ekstraktor semi batch ini menggunakan karbon dioksida sebagai pelarut (gambar 2). Karbon dioksida cair dari tangki penyimpanan, melewati bak pendingin (sekitar 263 K), lalu dipompa oleh dua pompa plug. Tahap berikutnya, karbon dioksida dipanaskan dengan heat exchanger tubular hingga mencapai temperatur proses ekstraksi. Tekanan diatur dengan regulator tekanan. Ekstraktor yang berisi bahan baku, secara thermostatik dikontrol dengan tape pemanas elektrik, temperatur di dalam ekstraktor dikontrol dengan kontroler digital. Tekanan keluar ektraktor diukur dengan tekanan gauge. Setelah meninggalkan ekstraktor, aliran CO2 yang mengandung ekstrak. Mengalir melalui percabangan katup (valve) jarum. Tekanan aliran dalam perjalanannya, berkurang dalam 3 tingkatan menjadi tekanan atmosfir dan ektrak minyak terkumpul dalam kolektor. Air dan komponen yang mudah menguap tersimpan dalam kolektor ke-2.

Keterangan: B: pompa, D1-2 valve pengecekan, E1: kondensor, E2: penukar panas, F: filter, J14: valve on/off, JB1-3: valve jarum (selalu tertutup), JY1-4: valve jarum, L: pengukur uji basah , R: Regulator, P: tekanan gauge, T: pengukur temperatur, T1: ekstraktor, T2-3: separator, V1: silinder CO2, V2-3: kolektor sampel Gambar 2. Diagram skema dari peralatan eksperimen (sumber : Jian-Zhong Yin, et al.,2004) Prosedur analisa Fraksi terekstraksi dianalisa dengan alat GC-MS yang dilengkapi dengan detektor penangkap ion. Prosentase komposisi dari minyak volatil dan wax, terukur dari area puncak GC tanpa menggunakan faktor koreksi apapun. Identifikasi komponen didasarkan pada perbandingan waktu retensi dan spektra massa antara komponen dengan komponen murni.

Parameter- parameter pada proses ekstraksi dengan fluida superkritis Parameter-parameter yang berpengaruh dalam optimasi proses ekstraksi dengan fluida superkritis ini adalah : temperatur, tekanan, ukuran partikel sampel, laju alir pelarutwaktu ekstraksi. Semua parameter ini memberikan kontribusi terhadap hasil (ekstrak). 1. Pengaruh temperatur

Gambar 3. Grafik pengaruh temperatur terhadap effisiensi ektraksi pada P = 15 Mpa ( ); P= 20 MPa ( ) ; P = 25 MPa ( ); P = 30 Mpa ( ). Ukuran partikel = 28 mesh; laju alir fluida: 0,2 m3/jam, fraksi pengisian 75% berat Dari penelitian J.-Z. Yin et al., 2004, pada awalnya, hasil ekstrak pada tekanan operasi 15, 20, 25 dan 30 MPa meningkat seiring dengan kenaikan temperatur (Gambar 3). Bertahan di nilai maksimum pada temperatur 40oC, kemudian menurun pada kenaikan temperatur selanjutnya. Perubahan hasil minyak ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Kenaikan temperatur diiringi dengan penurunan densitas fluida dan penurunan kelarutan minyak dalam fluida superkritis. Di lain pihak, tekanan jenuh zat terlarut (solut) dalam fluida superkritis meningkat seiring dengan kenaikan temperatur yang akan memperbaiki kelarutan. 2. Pengaruh tekanan Hasil penelitian J.-Z.Yin et al., 2004 tentang minyak dari biji, kenaikan tekanan diiringi kenaikan densitas fluida superkritis dan juga kelarutan solut (Gambar 4). Hasil ekstrak pada temperatur operasi 30, 35, 40 dan 50oC meningkat seiring dengan kenaikan tekanan sampai pada tekanan 30 MPa.

Gambar 4. Grafik pengaruh tekanan terhadap effisiensi ektraksi pada T= 30oC ( ); T = 35oC ( ) ; T = 40oC ( ); T= 50oC ( ). Ukuran partikel = 28 mesh; laju alir fluida: 3 0,2 m /jam, fraksi pengisian 75% berat

3. Pengaruh ukuran partikel Dari penelitian B. Mira, et al.,1999 ekstraksi minyak kulit jeruk, ditunjukkan pada gambar 5. Gambar ini merupakan plot rasio massa ektrak (kg ektrak/ kg umpan tanpa solut) dengan rasio pelarut (kg CO2 / kg umpan tanpa solut). Laju ektraksi akan menurun seiring dengan kenaikan ukuran partikel. Pada ukuran partkel terbesar yang digunakan (5-10 mm), laju ekstraksi minyak kulit jeruk menurun seiring dengan kenaikan laju alir fluida pengekstrak. Hal ini karena resistansi difusi intrapartikel lebih kecil daripada ukuran partikel sehingga terjadi lintasan difusi yang lebih pendek.

Gambar 5. Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap laju ekstraksi

Gambar 6. Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap rasio komponen teroksigenasi dengan terpena dalam minyak atsiri yang diperoleh dengan Fluida Superkritis CO2 pada 15 Mpa, 313 K dan laju alir 2,5 kg/ jam Dari Gambar 6 menunjukkan bahwa rasio komponen teroksigenasi dengan terpena akan meningkat seiring dengan kenaikkan ukuran partikel kulit jeruk. Kemungkinan karena adanya perbedaan gaya partikel kulit jeruk mengadsorbsi dua komponen yang berbeda. Berbeda dengan

yang ditunjukkan pada Gambar 7. Kenaikan ukuran partikel justru akan menurunkan presentase limonena pada minyak kulit jeruk.

Gambar 7. Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap presentase limonena pada minyak atsiri yang diperoleh dengan fluida superkritis CO2 pada 15 Mpa, 313 K dan laju alir 2,5 kg/j 4. Pengaruh laju alir pelarut CO2 Laju alir pelarut yang meningkat, akan mendorong kenaikan hasil ekstraksi. Hal ini karena laju alir massa CO2 yang tinggi akan meningkatkan efisiensi proses. 5. Pengaruh waktu ekstraksi Waktu ektraksi terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu : ekstraksi cepat bebas solut, tahap transisi difusi internal dan permukaan, tahap ekstraksi lambat. Waktu yang digunakan pada tahap pertama, tergantung pada kelarutan solut dalam fluida superkritis CO2 dan ukuran partikel. Ekstraksi fluida superkritis belum menjadi teknologi yang matang. Pengetahuan tentang properti kimia mutlak diperlukan. Selain itu, ekstraktor dengan fluida superkritis memerlukan penanganan yang sangat serius. Perlu tenaga yang sangat terlatih untuk mengoperasikannya. Restriktor harus diganti secara periodik, karena seringkali bengkok atau patah. Penggunaan fluida modifikasi (co-solvent) yang sedianya untuk meningkatkan kekuatan pelarut, justru akan merusak restriktor. KESIMPULAN Dari uraian-uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekstraksi dengan fluida superkritis (CO2) memiliki keunggulan dibanding distilasi air , antara lain : proses ekstraksi berlangsung lebih cepat, selektivitas yang lebih tinggi, tidak ada sisa pelarut yang tertinggal pada ekstrak yang bersifat toksik, kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap dan terjadinya degradasi thermal komponen tidak jenuh dari ekstrak dapat dicegah. 2. Komponen non volatil pada ekstrak yang kemungkinan mengalami dekomposisi sebelum mencapai titik didihnya, dapat dipisahkan dengan ekstraksi fluida superkritis.

3. Perbandingan komposisi pada ekstrak dapat diatur dengan mengubah parameter-parameter ekstraksi, seperti : temperatur, tekanan, ukuran partikel sampel yang akan diekstrak, volume dan laju alir pelarut serta lamanya ekstraksi. 4. Proses ekstraksi dengan teknologi fluida superkritis, menghasilkan ekstrak dengan aroma dan rasa alami, karena pelarut CO2 memerlukan temperatur rendah, sehingga mampu menahan komponen yang memiliki kontribusi terbesar terhadap rasa dan aroma yang sensitif terhadap panas

DAFTAR PUSTAKA Anonim, September 2004. Disperindag Jabar. Peluang Pasar Minyak Atsiri di Pasar India dan Spanyol,

Chouchi, D and Barth, D., 1996. Bigarade Peel Oil by supercritical Carbon dioxide Desorption, J. Agric. Food. Chem (44) 1100 1104. Espinosa, S ; Diaz, s ; Brignole. EA, 2000. Optimal design of supercritical fluid processes, Computer and Chemical Engineering (24) 1301 1307. http://www.thartech.com/index.php?page=abaout&subpage=presentation_sfe Martinez,JL,April 2004. Supercritical Fluid Technology : A Powerfull tool For The Nutritional Industry, The Natural Product Industry Insider Magazine. http://www.nothingham.ac.uk/supercritical Poliakoff, M and King, P, Juli 2001. Phenomenal Fluids, Nature, Vol 412, hal. 125. Imison, B and Unthank, D, April 2004. Adding Value To Essential Oils and Other Natural Ingredients, hal. 2 5, Rural Industries Research & Development Corporation Publication. Ibanez, E; Oca , A ; Murga, G ; Sebastian, SL, Tabera, J and Reglero, G, 1999. Supercritical Fluid Extraction and Fractionation of Different Preprocessed Rosemary Plants, J. Agric. Food Chem (47) 400 1404. Khajeh, M ; Yamini, Y ; Sefidkon, F ; Bahramifar, N. Comparison of essential oil composition of Carum copticum obtained by supercritical carbon dioxide extraction and hydrodistillation methods, article in Press, Food Chemistry xxx (2003) xxx xxx.. Ksibi, H, 2004. The Solvent, solute Interaction in Supercritical Solution at Equilibrium Modeling and Related Industrial Application, Int. J. Thermodynamics Vol.7 (3) pp. 131 140. Mira, B ; Blasco, M ; Berna, A ; Subirats, S, 1999. Supercritical CO2 of essential oil from orange peel. Effect of operation conditions on the extract composition, Journal of Supercritical Fluids (14) 95 104. Mohamed, RS and Mansoori, GA, Juni 2002. The Use of Supercritical Fluid Extraction Technology in Food Processing, Food Technology Magazine, The World Markets Research Centre, London, UK.

Palmer,

MV and Ting, SS 1995. Appication for Supercritical fluid Technology in food processing, Food Chemistry (52) 345 352.

Reverchon, E and Porta, D. Supercritical CO2 and Fractionation of Lavender Essential Oil and Waxes, J.Agric.Food Chem. 1995, 43, 1654-1658. Rozzi, NL ; Phippen, W ; Simon, JE ; Singh, RK, 2002. Supercritical Fluid Extraction of Essential Oil Components from Lemon Scented Botanicals, Lebensm Wiss. U.Technol(35) 319 324. Scalia, S ; Giuffreda, L ; Pallado, P, 1999. Analytical and preparative supercritical fluid extraction of Chamomile flowers and its comparison with conventional methods, Journal of Pharmaceutical and biomedical Analysis ( 21) 549 558.

Schlieper, L. Measurement and Modelling of Mass Transfer Rates of Extraction of Useful Componen from selected herbs and Algae Using Supercritical Carbon dioxide as Solvent, Thesis Taylor, Larry T, 1996. Supercritical Fluid Extraction p. 42 50, 156 160, John Wiley & Sons Corp, New York.

Wichterle, I, 1993. Phase Equilibria with Supercritical Components, Pure & Appl. Chem. Vpl. 65, No. 5, pp.1003 1008 . Zhong Yin, Jian ; Qin Wang, Ai, Wei, Wei ; Liu, Yi ; Hua Shi, Wen. Analysis of The operation conditions for supercritical fluid extraction of seed oil, Separation and Purification Technology xxx (2004) xxx xxx.

You might also like