You are on page 1of 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin
atau keduanya. ( Aru W Sudoyo. 2007, p. 1911 ) Penyakit diabetes saat ini menjadi
penyakit epidemik,dibuktikan dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan 2-3 kali lipat,
hal ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan dan gaya hidup. Hasil
laporan WHO,Indonesia menempati urutan keempat terbanyak penderita DM di dunia
yaitu 8.4 juta setelah India 31.7 juta, Cina 20.8 juta,dan AS 17.7 juta jiwa.
(http://www.WHO.diperoleh tanggal 9 juli 2011 ). Kaki diabetes merupakan salah satu
komplikasi kronik DM yang paling ditakuti, sering kaki diabetes berakhir dengan
kecacatan dan kematian. Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo masalah kaki diabetes
masih merupakan masalah besar. Sebagian besar penyandang DM selalu menyangkut
kaki diabetes. ( Aru W Sudoyo. 2007, p. 1911 ) Jumlah penderita DM di Indonesia
diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya, hal ini dikarenakan oleh jenis makanan yang
di konsumsi dan berkurangnya kegiatan jasmani masyarakat Indonesia. (Pusat diabetes
RSCM/FKUI, 2005) Berdasar penilitian Riskesdes tahun 2007 provalensi DM tertinggi
terjadi di Kalimantan dan Maluku masing-masing
mencapai 11.1%. Komplikasi yang paling ditakuti penderita diabetes melitus
adalah luka kaki diabetes (diabetic foot ulcer) salah satu penyebab komplikasi ini terjadi
karena kerusakan saraf (neuropati), pada kondisi ini pasien tidak dapat lagi membedakan
suhu panas dan dingin, rasa sakit berkurang. Kaki pasien yang mengalami neuropati
terancam dua kali lipat mengalami luka diabetikum. Di rumah sakit Hanafiah
Batusangkar pada juli 2010 sampai dengan juli 2011 jumlah penderita diabetes melitus
mencapai 204 orang 39 diantaranya menderita luka pada kaki dan 15 orang yang harus
menjalani amputasi. Perawatan luka diabetes memerlukan penanganan multi disiplin
yang melibatkan dokter untuk mengontrol kadar gula darah, ahli gizi dalam mengelola
diet dan perawat yang melakukan perawatan. Perawatan luka pada pasien merupakan
2

tanggung jawab utama perawat. Teknik perawatan saat ini mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Di negara-negara maju sudah digunakan balutan modern seperti
alginate, foam,hydro colloid, hydrogen.yang telah terjangkau oleh pasien negara tersebut.
Memilih balutan merupakan suatu keputusan yang harus dilakukan agar dapat
memperbaiki jaringan kulit yang rusak. Oleh karena itu keberhasilan penyembuhan luka
tergantung juga kepada kemampuan perawat memilih balutan yang tepat, efektif dan
efesien.
Di Indonesia penggunaan balutan modern masih sulit digunakan karena harga
yang mahal yang belum terjangkau masyarakat Indonesia. Di Indonesia masih digunakan
balutan konvensional seperti betadine dan cairan Nacl 0.9 % yang murah didapat dan
terjangkau masyarakat. Namun penggunaan balutan tersebut masih memperpanjang lama
perawatan luka pasien diabetes. Saat ini banyak terapi alternative dalam perawatan luka
yang sudah diterima di pelayanan kesehatan, salah satunya adalah penggunaan madu.
Penggunaan madu ini sudah lama dimulai sebagai terapi perawatan luka yaitu sejak
zaman Mesir kuno. Salah satu rumah sakit yang menggunakan madu dalam perawatan
luka yaitu Rumah Sakit Ahmad Mochtar (RSAM). Disamping harganya yang murah
madu juga mudah di dapat dan mudah dalam penggantian balutan sehingga pasien tidak
merasa kesakitan saat mengganti balutan. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfa tahun
2007 mengatakan efektifitas madu dalam perawatan luka trauma terbuka, dengan
menggunakan madu sebagai balutan, responden lebih merasa sejuk, tidak merasa nyeri
saat mengganti balutan, tidak terjadi perdarahan saat mengganti balutan dan dalam waktu
10 hari telah terjadi granulasi pada luka. Madu terutama digunakan sepenuhnya untuk
pengobatan luka infeksi, mengurangi bau dan debridement luka. Selain itu, untuk
mengurangi inflamasi dan merangsang pertumbuhan jaringan. Di RSUD Hanafiah
Batusangkar madu masih sangat jarang digunakan sebagai balutan luka padahal hasil
penelitian mengatakan bahwa madu merupakan bahan efektif dalam merawat berbagai
jenis luka. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mencoba untuk melakukan
penelitian dengan judul Perbedaan Keefektifan Penyembuhan Luka Menggunakan
Balutan Madu Dan Balutan Cairan Nacl 0.9 % Pada Pasien Dengan Luka Kaki
Diabetikum Di RSUD Prof. Dr. MA. Hanafiah SM Batusangkar.

3


B. Rumusan Masalah
Luka kaki diabetikum membutuhkan waktu yang lama dalam penyembuhannya,
hal ini berpengaruh pada kondisi fisik dan emosional pasien.Pasien akan merasa lukanya
lama sembuh,dan timbul kejenuhan dalam masa perawatan. Madu dan cairan Nacl 0.9 %
sering digunakan dalam perawatan luka, karena harga yang murah dan mudah
didapatkan.Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui apakah efektif madu dan
cairan Nacl 0.9% sebagai balutan terhadap perkembangan luka pada pasien luka kaki
diabetikum.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan Madu
dan cairan Nacl 0.9 % terhadap perkembangan luka pada pasien luka kaki diabetikum.
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi rata-rata perkembangan luka kaki diabetikum dengan
menggunakan madu sebagai balutan.
b) Mengidentifikasi rata-rata perkembangan luka kaki diabetikum dengan
menggunakan cairan Nacl 0.9 % sebagai balutan.
c) Mengidentifikasi rata-rata perbedaan perkembangan luka kaki diabetikum dengan
menggunakan madu dan cairan Nacl 0.9 % sebagai balutan
D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan keperawatan
Sebagai masukan untuk mengambil keputusan perawatan luka diabetes yang akan
digunakan di rumah sakit.
2. Penelitian keperawatan
Dalam memperkuat dukungan teoritis perawatan luka diabetikum khususnya pada
penggunaan Madu dan cairan Nacl 0.9 % sebagai balutan.


4

3. Institusi pendidikan
Data dan hasil yang diperoleh dapat menjadi bahan informasi dan masukan
selanjutnya yang terkait dengan penggunaan balutan pada pasien luka kaki diabetikum.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul Perbedaan keefektifan penyembuhan luka menggunakan
balutan madu dan balutan cairan Nacl 0,9% pada pasien luka kaki diabetikum di RSUD
Prof. DR.MA. Hanafiah SM Batusangkar tahun 2013. Agar penelitian ini lebih terarah
dan sesuai dengan tujuan penelitian dapat di lihat melalui variabel yang diteliti yaitu
penggunaan balutan madu dan balutan Nacl 0,9% pada luka kaki diabetikum serta
perkembangan luka kaki diabetikum. Jenis penelitian ini berbentuk kuasi eksperimen,
khususnya non equivalen control gruop dengan pre dan posttest, sebagian sampel diberi
balutan madu dan sebahagian lagi balutan Nacl 0,9% yang dinilai dengan lembaran
observasi. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri pada bulan September 2013.















5

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Landasan Teori
1. Pengertian Luka Kaki Diabetikum
Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita diabetes melitus, angka
kejadian kaki diabetik, seperti: ulkus, infeksi dan gangren kaki serta artropati Charcot
semakin meningkat. Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam
perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus kaki
diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika tersebut memerlukan
tindakan amputasi.
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi
kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan
gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat
membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.

2. Patofisiologi dan Patogenesis Kaki Diabetik
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat
sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering
menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki.
Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan
jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga
menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu
kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati.
6

Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan
trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya
kaki diabetik.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari
akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya
dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga
dapat menyebabkan deformitas sepertiBunion, Hammer Toes (ibu jari martil),
dan Charcot Foot. Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh
untuk mencegah kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi
neuropati, observasi setiap hari terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien
diabetes melakukan penilaian preventif perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko
yang serius bagi kondisi kakinya.
Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan
pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik
karena sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus,
infeksi, dan kondisi serius pada kaki.
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam
timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat
jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering
merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati.
Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan :
7

a. Kaki diabetik akibat angiopati / iskemia
b. Kaki diabetik akibat neuropati

A. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan
patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima
hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan
hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan
pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal
sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi
fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-
bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja
kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal.
Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel
darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai
meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat
istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
8

yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat.
B. Kaki Diabetik akibat neuropati
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama
pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari kasus
ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat
munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka
karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera
kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya
reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus
tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan
sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara
radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot.
Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian
dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh

:
Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma
Macam, besar dan lamanya trauma
Peranan jaringan lunak kaki
Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf
baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan
penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena
trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini.
9

Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan
serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan
peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada,
hilangnya tonus vaskuler.
Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah
akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial
oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki
diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan
menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit
penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah
yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun
gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi
jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya
sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan
terjadinya ulkus.
Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik:
1. 50% ulkus pada ibu jari
2. 30% pada ujung plantar metatarsal
3. 10 15% pada dorsum kaki
4. 5 10% pada pergelangan kaki
5. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel
3. Klasifikasi Kaki Diabetik
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan
kalus claw
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

10

4. Pengertian Madu
Madu merupakan cairan kental seperti sirup bewarna cokelat kuning muda sampai
cokelat merah yang dikumpulkan dalam indung madu oleh lebah Apis mellifera. Rasa
manis madu alami sesungguhnya memang melebihi manisnya gula karena kadar atau
tingkat kemanisannya itu sedikitnya bisa mencapai 1 kali dari rasa gula putih/pasir.
Namun, walaupun begitu rasa manis madu alami disebut tidak memiliki efek-efek buruk
seperti halnya yang terkandung didalam gula putih, karena kandungan senyawa utamanya
seperti yang telah disebutkan, adalah karbohidrat (79,8%), dan air (17%). Menurut hasil
pengkajian dari para ahli, lebih dari 180 macam senyawa atau unsur dan zat nutrisi yang
ada, terkandung di dalam madu alami. Dan jenis gula atau karbohidrat yang terdapat di
dalam madu alami yakni fruktosa, yang memiliki kadar yang tertinggi, yaitu sedikitnya
bias mencapai 38,5 gram per 100 gram madu alami. Sementara untuk kadar glukosa,
maltosa, dan sukrosanya rendah. Madu alami juga banyak mengandung enzim, yaitu
molekul protein yang sangat komplek yang dihasilkan oleh sel hidup dan berfungsi
sebagai katalisator, yakni : zat pengubah kecepatan reaksi dalam proses kimia yang
terjadi di dalam tubuh setiap makhluk hidup. (Purbajaya, J.R.2007). Madu tersusun atas
beberapa molekul gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah mineral seperti
Magnesium, Kalium, Potasium, Sodium, Klorin, Sulfur, Besi, dan Fosfat. Madu juga
mengandung vitamin B1, B2, C, B6 dan B3 yang komposisinya berubah-ubah sesuai
dengan kualitas madu bunga dan serbuk sari yang dikonsumsi lebah. Disamping itu,
didalam madu terdapat pula tembaga, yodium dan seng dalam jumlah yang kecil, juga
beberapa jenis hormon. (Sarwono, 2001).
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa lebah memilih bunga penghasil madu,
pertama dari warna dan kedua dari bau bunga. Madu dibuat oleh lebah dari nektar bunga.
Lebah mengisapnya dari bunga dan membawanya ke sarangnya. Setiap lebah pekerja
menumpuk nektar yang dikumpulkannya dalam suatu kantong khusus didalam tubuh
yang disebut perut madu. Setelah lebah mendepositkan nektar dalam sarang, dibiarkan
sebagian besar airnya menguap sehingga cairan semakin kental (nektar dapat
mengandung sekitar 70% air sewaktu dipungut, lebah pekerja mengipasnya dengan sayap
sehingga dapat menurunkan kadar air hingga 17%). (Sihombing, 1997).
11

5. Penggolongan Madu
Sedangkan madu berdasarkan proses pengambilannya menurut Sarwono (2001)
dapat digolongkan menjadi dua bahagian yaitu :
1. Madu Ekstraksi (Extracted Honey) Diperoleh dari sarang yang tidak rusak
dengan cara memusingkan atau memutarnya memakai alat ekstarktor.
2. Madu Paksa (Strained Honey) Diperoleh dengan merusak sarang lebah
lewat pengepresan, penekanan atau lewat cara lainnya.
6. Komposisi Madu
Zat-zat yang terkandung dalam madu sangatlah kompleks dan kini telah diketahui
tidak kurang dari 181 macam zat yang terkandung dalam madu. Dari jumlah tersebut
karbohidrat merupakan komponen terbesar yang terkandung dalam madu, yaitu berkisar
lebih dari 75%. Jenis karbohidrat yang paling dominan dalam hampir semua madu adalah
dari golongan monosakarida yang biasanya terdiri levulosa dan dekstrosa. Levulosa dan
dekstrosa mencakup 85%-90% dari total karbohidrat yang terdapat dalam madu, sisanya
terdiri dari disakarida dan oligosakarida (Sihombing,D. 1997).
Komposisi terbesar kedua setelah karbohidrat adalah air. Jumlahnya biasanya
berkisar dari 15%-25%. Bervariasinya kadar air dalam madu disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya kelembapan udara, jenis nektar, proses produksi dan penyimpanan
(Suranto, 2007). Selain dua komponen diatas, madu juga mengandung banyak mineral
baik yang bersifat esensial maupun non esensial. Tabel 2.1 berikut merupakan komposisi
kimia dari madu per 100 gram.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Madu Per 100 Gram

Komposisi

Jumlah
Kalori 328 kal
Kadar air 17,2 g
Protein 0,5 g
12

Karbohidrat 82,4 g
Abu 0,2 g
Tembaga 4,4 - 9,2 mg
Fosfor 1,9 - 6,3 mg
Besi 0,06 - 1,5 mg
Mangan 0,02 - 0,4 mg
Magnesium 1,2 - 3,5 mg
Thiamin 0,1 mg
Riboflavin 0,02 mg
Niasin 0,20 g
Lemak 0,1 g
pH 3,9
Asam 43,1 mg


7. Vitamin dalam Madu
Sekitar tahun 1920 hingga 1930 hanya sedikit macam vitamin yang diketahui
dalam madu. Namun sejak 1930 penelitian dengan cara mikrobiologis terus dilakukan
dan kini menggunakan uji mikrokimiawi semakin banyak macam vitamin diketemukan
dalam madu, meskipun hanya sedikit terdapat dan mungkin kurang dapat diandalkan
sebagai sumber pokok kebutuhan vitamin pada manusia.
Beberapa vitamin larut-air terdapat dalam madu (tabel 2-5) antara lain tiamin
(B1), riboflavin (B2), piridoksin (B6), asam pantotenat, niasin, dan asam askorbat; namun
vitamin-vitamin lain seperti biotin, asam folat, kholin dan asetil kholin terdapat juga
dalam madu. Vitamin larut-lemak seperti vitamin K yang ekivalen dengan 25 g
menadion per 100 g madu juga ditemukan. Crane, 1975. Sedangkan enzim penting yang
terdapat dalam madu adalah enzim diastase,invertase, glukosa oksidase, peroksidase dan
lipase. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah karbohidrat komplek (polisakarida)
menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida). Enzim invertase adalah enzim yang
13

memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase
adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam peroksida. Enzim
peroksidase melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua zat tersebut berguna untuk
proses metabolism tubuh (Suranto, 2004).
Asam utama yang terdapat dalam madu adalah asam glutamat. Sedangkan asam
organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat,
glikolat, malat, proglutamat, sitrat dan piruvat. Dalam madu juga terdapat hormone
gonadotropin yang merangsang alat reproduksi lebah ratu dan membantu dalam proses
pematangan telur (Suranto, 2004).
8. Manfaat Madu
Berikut beberapa manfaat dari madu :
1. Madu mudah dicerna, karena molekul gula pada madu dapat berubah menjadi gula lain
(misalnya fruktosa menjadi glukosa), madu mudah dicerna oleh perut yang paling sensitif
sekalipun, walau memiliki kandungan asam yang tinggi. Madu membantu ginjal dan usus
untuk berfungsi lebih baik.
2. Madu bersifat rendah kalori, dimana diketahui kualitas madu lain adalah jika
dibandingkan dengan jumlah gula yang sama, kandungan kalori madu 40% lebih rendah.
Walau memberi energi yang besar, madu tidak menambah berat badan.
3. Madu dapat membantu pembentukan darah, dimana madu menyediakan banyak energi
yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan darah. Lebih jauh lagi, ia membantu
pembersihan darah. Madu berpengaruh positif dalam mengatur dan membantu peredaran
darah. Madu juga berfungsi sebagai pelindung terhadap masalah pembuluh kapiler dan
arteriosklerosis.
4. Madu dapat mengobati luka bakar, dimana madu telah dimanfaatkan untuk manahan
luka-luka bakar yang terjadi pada kulit. Jika diusapkan pada daerah yang terbakar, madu
akan mengurangi rasa sakit yang menyengat dan mencegah pembentukan lepuhan
(Jarvis.D.C., 2002).
5. Madu dapat menguatkan otot jantung (cardiotonic), dimana dalam kitab dan ensiklopedia
medis, Ibnu Sina menyebutkan bahwa madu dan buah Delima dapat memberikan energi
14

dan vitalis untuk menguatkan otot jantung. Unsur glucose pada madu dapat meluaskan
pembuluh arteri yang berfungsi mentransfer makanan otot jantung, yang merupakan
pendorong dan penolong otot jantung dalam menjalankan fungsinya.
6. Madu dapat mencegah insomnia (susah tidur). Dimana Dokter yang berasal dari Rusia
telah menganjurkan untuk mengkonsumsi satu sendok sedang madu diwaktu pagi bagi
penderita susah tidur, agar bisa cepat tidur diwaktu malam hari. Namun pada kondisi
susah tidur yang parah dianjurkan untuk mengkonsumsi dua sendok kecil madu sebelum
tidur. Sementara itu, para dokter Inggris berpendapat bahwa madu mengandung zat tidur
yang tiada bandingannya, dan dapat menolak stres dan penyakit sering tersentak dari
tidur. mengkonsumsi dua sendok kecil madu sebelum tidur. Sementara itu, para dokter
Inggris berpendapat bahwa madu mengandung zat tidur yang tiada bandingannya, dan
dapat menolak stres dan penyakit sering tersentak dari tidur.
7. Madu dapat meredakan batuk dan menghilangkan dahak, dimana dengan sebiji lemon
direbus dalam air yang dipanaskan dengan api yang tenang selama 10 menit, sehingga
kulit lemon menjadi lembut. Setelah diangkat, lemon tadi dibelah dua dan diperas. Air
perasaan ditaruh ke dalam gelas dan ditambahkan 2 sendok glyserin dan diaduk hingga
rata. Lalu ditambahkan madu hingga memenuhi gelas. Kondisi batuk parah yang tidak
mempan diobati dengan berbagai obat dapat disembuhkan dengan madu.
8. Madu dapat mengobati sakit kepala dan sakit kepala sebelah. Dimana ada jenis sakit
kepala yang parah yaitu jenis tertentu dari sakit kepala sebelah dan rasa sakitnya dapat
dikurangi dengan mengkonsumsi madu, baik disuntikkan maupun diminum. (Al
Jamili.S., 2004)
9. Madu debagai sumber energy, dimana madu terdiri dari 38% fruktosa dan 31% glukosa,
yang mudah diubah menjadi energi oleh tubuh. Madu merupakan campuran antara
fruktosa-glukosa yang alami, dengan kandungan oligosakarida, protein, vitamin dan
mineral, yang dapat membantu meningkatkan performa atlit, seperti yang dihasilkan oleh
minuman yang biasa dikonsumsi oleh atlit.
10. Madu sebagai antioksidan. Untuk kandungan antioksidan di dalam madu berasal dari
berbagai nutrisi yang terkandung seperti vitamin C, asam organik, enzim, fenol dan
flavonoid.Menggunakan madu sebagai pengganti pemanis dapat mengoptimalkan fungsi
antioksidan dalam tubuh.
15

11. Madu berguna sebagai obat kecantikan. Untuk masker madu dapat membuat kulit kuat
dan lembut. Masker madu yang tipis yang dioleskan pada seluruh permukaan kulit muka
dapat berupa madu asli saja atau campuran madu dengan kuning telur. Masker madu
lebih efektif daripada krem dan salep, sebab madu tidak saja melembutkan kulit tetapi
juga memberi makan kulit. Karena madu bersifat hygroskopis maka sekresi kulit terhisap,
sekaligus madu sebagai desinfekstan. Dengan demikian kulit muka tetap terjamin
keawetan dan kesegarannya, halus, lembut, dan bebas dari keriput dan benjolan yang
merusak keindahan wajah.
Kesimpulan dari bermacam-macam khasiat madu tersebut di atas menunjukkan
bahwasanya madu merupakan suatu obat yang dapat menyembuhkan bermacam-
macam penyakit (Sumoprastowo dan Suprapto,1993).
9. Nacl 0.9%
Sodium klorida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia NaCl. Sodium klorida
merupakan garam penting untuk salinitas air laut dan cairan ekstraselular pada organisme
multiselular. Sodium klorida dapat berupa kristal atau bubuk, dan berwarna putih atau
tidak berwarna. NaCl 0.9 % adalah larutan elektrolit yang steril, nonpirogenik, yang
digunakan untuk irigasi steril, pencucian, pembilasan dan sebagai pelarut. Setiap 100 ml
NaCl 0.9% terdiri dari 900 mg sodium klorida, dengan pH 5.6. Larutan ini isotonis dan
memiliki kandungan elektrolit Na+ dan Cl- masing-masing 154 mEq/l. Na+ merupakan
kation utama dalam cairan ekstraselular dan memiliki peran penting dalam terapi
gangguan cairan dan elektrolit. Sedangkan Cl- memiliki peran sebagai buffer ketika
oksigen dan karbon dioksida bertukar dalam sel darah merah. NaCl 0.9% ini tidak
mengandung bakteriostatik dan agen antimikroba. Irigasi NaCl 0.9% secara umum diakui
kompatibel dengan organ dan jaringan hidup. Cairan ekstraselular mempunyai tekanan
osmotik yang sama dengan larutan NaCl 0.9 %. Dengan kata lain, cairan ekstraselular
isotonis dengan larutan NaCl 0.9%. Sebagai ilustrasi, jika sel darah merah dimasukkan
dalam larutan NaCl 0.9%, air yang masuk dan keluar dinding sel akan setimbang
(kesetimbangan dinamis). Akan tetapi jika sel darah merah dimasukan dalam NaCl yang
lebih pekat, air akan keluar dari dalam sel dan sel akan mengkerut. Sebaliknya jika sel
darah merah dimasukkan ke NaCl yang lebih encer, air akan masuk ke dalam sel dan sel
akan mengalami plasmolisis
16

B. Kerangka Konsep
Pada masa sekarang ini pelayanan kesehatan terutama perawatan luka, mengalami
kemajuan pesat. Penggunaan balutan untuk perawatan luka sudah mengarah pada suatu
gerakan yang didasarkan pada pengukuran biaya untuk penggunaan balutan (Suriadi.
2007 p, 75). Cairan Nacl 0.9% masih digunakan di rumah sakit daerah di Indonesia,
karena mudah dan murah meskipun penggunaan Cairan Nacl 0.9% kurang efektif dalam
penyembuhan luka. Terapi alternatif saat ini sudah diterima pada area pelayanan
kesehatan, pada perawatan luka pilihan terapi alternatif didasarkan atas prinsip
manajemen luka. Salah satu terapi alternatif yang dapat digunakan adalah madu. Madu
dilaporkan mempunyai efek sebagai penghambat bakteri termasuk aerob, anaerob, gram
positif, gram negatif, anti jamur, dan resisten terhadap antibiotik. Pada penelitian ini
peneliti ingin meneliti perbedaan penggunaan madu dan cairan Nacl 0,9% sebagai
balutan luka pada pasien diabetes melitus NonInsulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) tipe II yang mengalami luka kaki diabetikum, dimana kadar gula darahnya
telah terkontrol atau dalam batas normal yang mana luka kaki telah mencapai stage 2-5.
Dalam pelaksanaan penelitian terlebih dahulu dinilai luka kaki pasien berdasarkan
pengkajian luka yang terlampir, kemudian dilakukan penggantian balutan setiap hari
selama 10 hari sambil menilai perkembangan luka kaki pasien, dimana intervensi I
menggunakan madu sebagai balutan luka pada sebagian sampel dan pada sebagian
sampel yang lain dilakukan intervensi ke II menggunakan cairan Nacl 0,9% sebagai
balutan, kemudian dinilai skor akhir luka kaki pasien.
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan keefektifan penyembuhan luka kaki diabetik antara
menggunakan balutan madu dan balutan cairan Nacl 0.9 %.




17

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen, khususnya non-
equivalent control group dengan pre dan posttest, yang bertujuan untuk
menyelidiki kemungkinan saling berhubungan sebab akibat dengan cara
mengadakan intervensi atau perlakuan pada satu atau lebih kelompok eksperimen,
kemudian hasil intervensi tersebut dibandingkan lalu diukur sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi (Notoatmojo, 2002 p.109). Penelitian ini bertujuan melihat
pengaruh penggunaan balutan madu dan balutan cairan Nacl 0.9% pada
perawatan luka kaki diabetikum terhadap perkembangan penyembuhan luka.
Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut :
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap bedah, interne, dan VIP
Rumah Sakit Hanafiah SM Batusangkar yang merawat pasien dengan luka kaki
diabetium. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan
bulan September 2013.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, satu orang juga dapat digunakan
sebagai populasi (Sugiono, 2005 p.106). Populasi dari penelitian ini adalah
semua pasien yang mengalami luka kaki diabetikum yang dirawat di ruang rawat
inap bedah,interne dan VIP RSUD Hanafiah SM Batusangkar.

18

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah keseluruhan objek yang diteliti yang
dianggap mewakili seluruh populasi. Penelitian ini menggunakan non probability
sampling khususnya purposive sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri dan sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya. (Notoatmojo, 2002, p. 75,88) Besar sampel
yang didapatkan dalam penelitian ini sejumlah sepuluh orang responden dengan
rincian lima responden pada kelompok intervensi balutan dengan madu dan lima
responden lagi pada kelompok intevensi balutan cairan Nacl 0.9%.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep penelitian tertentu
(Notoatmodjo, 2010).
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel terikat, dan
variabel penganggu.
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah : perbedaan keefektifan
penyembuhan luka.
2. Variabel terikat : menggunakan balutan madu dan balutancairan Nacl 0.9%
pada pasien dengan luka kaki diabetikum di RSUD Prof. Dr. MA. Hanafiah
SM Batusangkar.
3. Variabel penganggu dalam penelitian ini adalah
a. Pengalaman
Pengalaman seseorang dalam mengganti balutan luka kaki diabetikum
dengan menggunakan Madu atau Nacl 0.9%.
19

b. Fasilitas
Fasilitas tidak dikendalikan dan diasumsikan sama.
c. Sosial Budaya
Sosial budaya tidak dikendalikan dan diasumsikan sama.
Variabel Bebas Variabel terikat








Variabel pengganggu
E. Teknik pengumpulan data
Data dikumpulkan dengan menggunakan cara observasi dan perlakuan, 5 orang
pasien di berikan madu sebagai balutan luka nya kemudian 5 orang lagi menggunakan
cairan Nacl 0.9 % sebagai balutan lukanya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengganti balutan luka pasien setiap hari sesuai dengan prosedur yang terlampir lalu
diobservasi kemajuan luka pasien dengan menggunakan skala DESINGN yang formatnya
terlampir.


perbedaan keefektifan
penyembuhan luka.
menggunakan balutan madu dan balutancairan
Nacl 0.9% pada pasien dengan luka kaki
diabetikum di RSUD Prof. Dr. MA. Hanafiah
SM Batusangkar.
Pengalaman
Fasilitas
Sosial budaya
20

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data (Saryono, 2009). Penelitian ini menggunakan dua macam instrument
penelitian. Instrumen pertama berupa observasi yaitu mengamati perbandingan keadaan
pasien yang mengalami luka kaki diabetikum setelah diganti balutan dengan
menggunakan madu dan Nacl 0.9%. Instrumen kedua berupa perlakuan peneliti terhadap
pasien yang mengalami luka kaki diabetikum dengan mengganti balutan luka beberpa
pasien menggunakan balutan madu dan beberapa menggunakan balutan Nacl 0.9%.
G. Teknik Pengolahan Data
Data penelitian yang sudah terkumpul segera dilakukan pengolahan melalui beberapa
langkah sebagai berikut :
1. Persiapan
Persiapan analisa data yang dilakukan adalah mengecek kelengkapan data yang
diisi reponden, hal ini dilakukan oleh peneliti setelah responden selesai mengisi
kuesioner, apabila terdapat data kurang lengkap atau tidak jelas maka responden supaya
melengkapi kembali.
2. Tabulasi
a) Langkah berikutnya adalah tabulasi data dengan mengelompokan data ke dalam suatu
data tertentu menurut sifat atau karakteristik yang dimiliki sesuai dengan tujuan
penelitian.
b) Melakukan pemberian skor (Scoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor,
selanjutnya dilakukan penjumlahan skor.
c) Memberikan kode (Coding) dalam hubungannya dengan pengolahan menggunakan
komputer
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian
21

Data dimasukkan ke dalam komputer untuk selanjutnya dianalisa dengan
menggunakan program SPSS 12.0 (Statistical Product and Service Solutions) untuk
mengetahui adanya pengaruh dari intervensi yang dilakukan pada kelompok subyek.
H. Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan komputer, analisa dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara ;
1. Univariat Analisa univariat dilakukan terhadap karakteristik responden, hasil
pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
presentase dari masing-masing variabel maupun mean, median, serta standar
deviasi.
2. Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi dua
variabel, yaitu variabel independen dengan variabel dependen (Saryono,, 2009
p.100). Analisa bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesa yang telah
dirumuskan. Data yang telah diperoleh dianalisa menggunakan komputer.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna terhadap
perkembangan proses penyembuhan luka antara sebelum intervensi I dengan
intervensi ke II dan sesudah intervensi I dan intervensi ke II digunakan uji
statistik yaitu uji T dependent (berpasangan).Sedangkan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan yang bermakna terhadap efektifitas perawatan luka dengan
intervensi I dan intervensi ke II menggunakan uji T independent. Dalam
penelitian ini akan digunakan tingkat kemaknaan 0.05 dan CI95 %.





22

You might also like